1 STIKes Dharma Husada Bandung BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Masa remaja adalah dimana seseorang mengalami perubahan dalam hubungan individu dengan individu lainnya. Pada dasarnya remaja mempunyai rasa ingin tahu yang besar, cenderung mudah terpengaruh oleh kebiasaan sehari-hari dan mempengaruhi perilaku mereka. Perilaku yang sering dilakukan oleh remaja di sekolah yaitu bullying, seperti menggertak atau mengganggu. Dalam perilaku bullying biasanya tindakan kekerasan banyak dilakukan oleh siswa laki-laki, sedangkan siswa perempuan lebih banyak menggosip daripada melakukan aksi kekerasan dengan fisik (Astuti, 2017).
Indonesia termasuk salah satu negara yang cukup tinggi dalam permasalahan tindakan perilaku bullying terhadap remaja. Bullying merupakan perilaku yang melukai orang lain dan dilakukan secara berulang. Korban yang dipilih cenderung memiliki kekuatan yang lemah jika dibandingkan dengan pelaku, sehingga korban tidak dapat membela dirinya sendiri. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menjelaskan hasil pengawasan kasus yang terjadi dalam bidang pendidikan selama tahun 2014. Data menyebutkan bahwa kasus perundungan menduduki kasus terbanyak di bidang pendidikan, yaitu sebesar 41 kasus (Harlin, 2019).
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima 26.000 kasus anak dalam rentang waktu 2011 sampai 2017. Laporan tertinggi yang diterima
STIKes Dharma Husada Bandung yaitu kasus anak yang berhubungan dengan masalah hukum. Kasus bullying menempati urutan pertama yaitu sebanyak 34% selanjutnya permasalahan keluarga dan pengasuhan sebanyak 9%. Kasus bullying ditemukan sebanyak 253 kasus yang terdiri dari 122 kasus sebagai korban dan 131 kasus sebagai pelaku (A. K. Putri, 2018).
Pelaku bullying memiliki karakteristik untuk melakukan tindakan dominasi terhadap orang lain melalui kekerasan, dan mereka tidak menunjukkan adanya empati pada korban mereka. Menurut Rachmah (2016), ketidakmampuan pelaku bullying untuk merasakan penderitaan korbannya Bullies atau pelaku memiliki kekurangan dalam kemampuan empati, atau dengan kata lain tidak memiliki kemampuan untuk menghargai konsekuensi emosional dari perilaku mereka pada perasaan orang lain dan berempati dengan perasaan orang lain. Selain itu, bullies kemungkinan juga memiliki distorsi kognitif dan persepsi sosial yang bisa dalam menerima permasalahan di lingkungan sehingga menganggap tindak agresif ini merupakan cara yang efektif untuk menyelesaikan masalah.
Pelaku bullying berjenis kelamin laki-laki memiliki tingkat empati yang rendah pada aspek kognitif dan afeksi. Sedangkan pada pelaku bullying yang berjenis kelamin perempuan memiliki tingkat empati yang rendah pada aspek afeksi. Empati yang rendah menunjukan dapat mendorong munculnya perilaku bullying. Bullying dapat terjadi karena interaksi individu dengan lingkungannya yang tidak berjalan dengan baik sehingga membentuk kepribadian yang agresif dan kurang mampu mengendalikan emosinya. Hal
STIKes Dharma Husada Bandung lain yang menyebabkan individu melakukan bullying karena merasa tertekan, terancam, terhina, dendam dan lain sebagainya (Sari dan Jatiningsih 2015).
Menurut Harlin (2019), mengatakan bahwa perilaku bullying banyak terjadi di sekolah-sekolah. Hal tersebut terjadi karena perilaku bullying tidak mendapatkan konsekuensi yang tegas dari pihak sekolah, sehingga perilaku bullying terus berlanjut. Selain itu, pelaku memandang perilaku bullying
sebagai hal yang benar karena pihak sekolah tidak mencegah atau menegur hal tersebut dan menganggap sebagai hal yang wajar. Pola asuh orang tua berperan penting dalam proses sosialisasi di lingkungan dan sekolah untuk mempengaruhi perilaku anak, pelaku bullying biasanya adalah anak-anak dari orangtua yang berperilaku kasar atau terlalu memberikan kebebasan terhadap perilaku agresif anak. Sehingga harus diusahakan memberikan pola asuh terbuka (participatory) bagi anak agar memiliki perkembangan kepribadian yang baik.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Korua (2015) menyatakan bahwa keluarga merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam menentukan keterlibatan seseorang pada perilaku bullying. Pola asuh orangtua merupakan cara sikap atau perilaku orangtua saat berinteraksi dengan anak. Termasuk cara penerapan aturan, mengajarkan nilai atau norma, memberikan perhatian dan kasih sayang serta menunjukkan sikap dan perilaku baik sehingga dijadikan panutan bagi anaknya. Hal tersebut membuktikan bahwa orangtua sangat mempengaruhi perkembangan, pertumbuhan, dan pergaulan anak.
STIKes Dharma Husada Bandung Pola asuh authoritarian akan terbentuk jika orangtua memiliki kontrol yang tinggi, namun rendah pada dimensi dukungan. Pola asuh permissive dibentuk oleh dukungan yang tinggi dipadukan dengan kontrol yang rendah.
Orangtua authoritative akan terbentuk jika orangtua memberikan dukungan yang tinggi untuk anak mereka dan diikuti dengan kontrol yang tinggi.
Terakhir, pola asuh uninvolved terjadi jika orangtua sama-sama rendah di kedua dimensi tersebut (Yulita, 2014).
Pola asuh yang diapresiasi anak sebagai bimbingan atau dukungan untuk membentuknya mengembangkan diri sebagai pribadi yang berkarakter adalah orang tua, karena dianggap mampu menunjukan kewibawaan pada anak. Menurut penelitian dari Ningrum dan Soeharto (2015) menunjukan bahwa adanya hubungan positif yang signifikan antara pola asuh authoritarian yang diberikan orang tua dengan perilaku bullying pada remaja. Semakin tinggi tingkat pola asuh authoritarian, maka perilaku bullying di sekolah akan semakin tinggi. Dikarenakan Penggunaan kekerasan dan tindakan yang berlebihan dalam usaha mendisiplinkan anak-anak oleh orang tua atau pengasuh, mendorong perilaku bully. Anak-anak yang mendapat kasih sayang yang kurang, didikan yang tidak sempurna, berpotensi juga untuk menjadi pembuli (Yusuf and Fahrudin, 2015).
Selain itu penelitian dari Annisa (2012), tentang hubungan pola asuh orangtua dengan perilaku bullying remaja dengan jumlah sampel 391 siswa- siswi menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna. Karena menurut hasil penelitian para ibu cenderung menunjukkan kontrol yang lebih tinggi
STIKes Dharma Husada Bandung dibandingkan kehangatan atau penerimaan dalam mengasuh anak. Namun berbeda dengan penelitian menurut Asri Handayani, Clara Yollanda. R, Moch.
Hasan Wirayuda (2018), menunjukan bahwa hasil penelitian di SMP Pasundan 2 Kota Bandung tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel jenis pola asuh orang tua terhadap variabel resiko perilaku bullying.
Peneliti melakukan studi pendahuluan di SMP Negeri 3 Purwadadi, dengan wawancara kepada guru BK (bimbingan konseling). Didapatkan data yaitu perilaku bullying yang ada di sekolah berupa bullying verbal dan bullying fisik. Bahwa perilaku bullying disekolah banyak terjadi, dari hasil data siswa yang tercatat pada bagian bimbingan konseling terdapat 66 siswa yang pernah melakukan perilaku bullying. Dari 66 siswa terdiri dari 15% siswa diberikan konseling individu, 10% siswa diberikan bimbingan kelompok, dan 10% siswa diberikan konseling kelompok. Kasus terbaru di SMP Negeri 3 Purwadadi berupa perilaku bullying fisik yaitu pemalakan. Dampak yang di timbulkan dari perilaku bullying bagi pelaku berupa sanksi dengan mengundang orangtuanya ke sekolah.
Bentuk perilaku bullying lain yang terjadi yaitu bullying verbal dengan perilaku mengejek nama orang tua, memanggil nama teman yang tidak semestinya seperti : Gendut, Jeto, Endog. Banyaknya perilaku bullying disekolah mengakibatkan guru tidak bisa mengontrol secara langsung tingkah laku siswanya. Guru juga sulit untuk melihat secara langsung perilaku bullying karena lokasi yang tidak memungkinkan (lokasi guru di depan sekolah
STIKes Dharma Husada Bandung sedangkan lokasi siswa di belakang). Sehingga guru mengetahui perilaku bullying melalui laporan siswa.
Berdasarkan hasil dari beberapa penelitian dan Studi Pendahuluan peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Hubungan Pola Asuh Orangtua dengan Perilaku Bullying pada Remaja”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka permasalahan dalam penelitian ini adalah “ Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Perilaku Bullying Pada Remaja “.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan pola asuh orang tua dengan perilaku bullying pada remaja.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi pola asuh orang tua pada remaja di SMP Negeri 3 Purwadadi.
b. Mengidentifikasi perilaku bullying pada remaja di SMP Negeri 3 Purwadadi.
c. Mengidentifikasi hubungan pola asuh orang tua dengan perilaku bullying pada remaja di SMP Negeri 3 Purwadadi.
STIKes Dharma Husada Bandung D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah menjelaskan adanya hubungan antara pola asuh orang tua dengan perilaku bullying pada remaja sehingga dapat memberikan pengetahuan dan konsep teori khususnya tentang pola asuh orangtua dengan perilaku bullying remaja.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Guru dan Sekolah
Diharapkan agar hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran bagi sekolah yang berhubungan dengan hal-hal yang mempengaruhi perilaku bullying dan upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah perilaku bullying di sekolah.
b. Bagi Institusi
Penelitian ini dapat menjadi pengalaman baru dan dapat menambah pengetahuan, serta menerapkan ilmu yang didapatkan seperti penulisan ilmiah, keperawatan anak, keperawatan komunitas dan keperawatan jiwa.
c. Bagi Penelitian Selanjutnya
Hasil penelitian ini bermanfaat sebagai data dasar untuk melakukan penelitian selanjutnya. Penelitian yang berkesinambungan serta berkelanjutan sangat diperlukan di bidang keperawatan, agar dapat memberikan intervensi yang tepat untuk mengatasi permasalahan
STIKes Dharma Husada Bandung sesuai dengan fenomena yang terjadi, terutama tentang pola asuh dan perilaku bullying.
E. Ruang Lingkup Penelitian 1. Ruang lingkup waktu
Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari-Juli 2020.
2. Ruang lingkup tempat
Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 3 Purwadadi.
3. Ruang lingkup materi
Materi penelitian ini adalah bidang Ilmu Keperawatann anak dan komunitas yaitu hubungan pola asuh orang tua dengan perilaku bullying pada remaja.