1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak memerlukan kualitas moral yang tinggi untuk mencapai kesuksesan. Anak membutuhkan moral untuk bersosialisasi dengan oranglain.
kecerdasan moral merupakan kemampuan individu untuk memahami mana hal yang benar dan yang salah.
Kecerdasan ini meliputi kemampuan untuk bisa memahami pilihan- pilihan yang berbeda, memiliki rasa empati, memperjuangkan keadilan, dan menunjukkan kasih sayang dan rasa hormat terhadap oranglain (Borba,2008).
Seperti dikutip dalam Azhar (2009), menyebutkan bahwa faktor pemicu anak melakukan tindakan kriminal adalah masalah pendidikan moral, kurangnya perhatian orangtua serta perkembangan zaman. Maka tidak mengherankan apabila karakter anak meliputi keras atau liar, sebab mereka tidak diberikan pengetahuan soal etika atau moral, pemahaman benar atau salah, mana yang baik dan yang buruk.
Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan intelegensi, menjaga keselarasan emosi dan mengungkapkannya melalui keterampilan kesadaran diri, pengunduran diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial (Bahtiar,2009).
Menurut Hidayat (2009), peran aktif orangtua terhadap perkembangan anak-anaknya sangat diperlukan terutama pada saat mereka masih berada dibawah usia lima tahun atau balita untuk meningkatkan kecerdasan moral anak.
World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa 5-25% dari anak-anak usia prasekolah mengalami gangguan perkembangan emosional dengan populasi anak sebesar 23,979,000,- anak yang mengalami gangguan berupa kecemasan sekitar 9%, mudah emosi 11-15% dan gangguan prilaku 9- 15% (WHO,2017).
Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional tahun (2018), prevelensi perkembangan anak pada usia 4-6 tahun di Indonesia mencapai 88,3% dengan prevelensi perkembangan sosial-emosional mencapai 69,9%
perkembangan fisik mencapai 97,8% dan perkembangan literasi mencapai 64,6%. Dari data tersebut perkembangan sosial-emosional mencapai 64,4%.
Dari data tersebut perkembangan sosial-emosional yang di alami anak pada usia 4-6 tahun cukup tinggi, yakni berada di urutan kedua setelah perkembangan fisik anak kemudian setelah itu baru diikuti dengan perkembangan literasi.
Data dari BPS (Badan Pusat Statistik) pada tahun 2018 di Provinsi Jawa Barat total anak usia 4-6 tahun sebanyak 3.683.299 anak usia prasekolah.
Sedangkan untuk di Kota Bandung pada tahun 2017 angka anak usia prasekolah dengan persentase 10,8%.
Berdasarkan jumlah angka anak usia prasekolah di wilayah kerja UPT Puskesmas Babakan sari 2020 jumlah anak usia 1-12 tahun sebanyak 4. 494 jiwa yang mencakup 4 kelurahan di dalamnya yaitu kelurahan babakan sari, kelurahan sukapura, kelurahan kebon Jayanti, dan kelurahan kebon kangkung.
Sedangkan jumlah anak usia prasekolah 4-6 tahun sebanyak 1.468 jiwa. Untuk laki-laki berjumla h 810 jiwa dan untuk perempuan berjumlah 698 jiwa.
Masalah tingkah laku dalam proses perkembangan dapat timbul tidak hanya tertuju pada pertumbuhan fisik saja tetapi juga pada perkembangan mental emosional. Beberapa bentuk permasalahan emosi dari hasil survey yang dilakukan oleh Izzaty tahun 2015 di Taman Kanak-kanak Yogyakarta adalah agresivitas, kecemasan, tempertantrum, sulit berkonsentrasi, gagap atau sulit berkomunikasi, menarik diri, bergantung, pemalu dan takut yang berlebihan.
Menurut (Yusuf, 2011) prevelensi permasalahan pada anak berkisar dari 3,5%
untuk masalah perhatian dan hiperaktivitas 10,4% untuk masalah kecemasan, dari 21,9% untuk gangguan tingkah laku. Kekurangan kasih saying, penerapan pola asuh orangtua, perpisahan dengan orangtua, kekerasan dan kegagalan dalam memenuhi kebutuhan pada masa prasekolah merupakan faktor yang mempengaruhi kondisi tersebut.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ridhoyanti Hidayah, Eka Yunita, dan Yulian Wiji Utami tahun (2015) di TK Senaputra Malang, orangtua yang menggunakan pola asyh demokratis sebesar 19,29% dan pola asuh permisif sebesar 17,56%. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa mayoritas
orangtua siswa TK Senaputra terdapat pola asuh demokratis. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa anak usia prasekolah yang memiliki tingkat kecerdasan emosional baik sebesar 63,16%, tingkat kecerdasan emosional cukup sebesar 26,31% dan tingkat kecerdasan emosional kurang sebesar 10,53%. Pengujian menggunakan uji kolerasi Spearman Rank menghasilkan nilai p value sebesar 0,000 yang berarti bahwa kedua variable mempunyai hubungan yang signifikan/bermakna karena nilai p value <0,05 yang artinya ada hubungan antara pola asuh orangtua dengan tingkat kecerdasan emosional anak usia prasekolah.
Pemberlakuan PSBB serta dengan adanya aturan seluruh kegiatan dilakukan dirumah selama pandemic sehingga tidak mudah bagi seorang anak, dimana kita ketahui bahwa masa usia 0-6 tahun disebut masa emas perkembangan anak yaitu masa yang paling penting untuk mengembangkan dasar-dasar perkembangan kemampuan fisik, bahasa, social emosional, konsep diri, seni, moral dan nilai-nilai agama sehingga anak dapat terpenuhi secara optimal, atau bisa juga disebut masa kritis. Anak pada masa emas mengalami kemajuan yang sangat pesat, oleh karena itu anak memerlukan rangsangan yang tepat dari keluarga dan orang-orang sekitarnya. Anak mulai belajar dan menjalin hubungan pertemanan yang baik dengan anak lain, bergurau, serta mampu merasakan apa yang sudah dirasakan oleh oranglain. Pada masa emas, untuk pertama kalinya anak memahami adanya reaksi emosi yang berbeda-beda pada beberapa orang (Yamin dan Sabri Sanan, 2013).
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan April 2021 di wilayah kerja UPT Puskesmas Babakan sari didapatkan hasil wawancara pada 5 orangtua didapatkan 2 ibu (40%) yang memiliki anak usia prasekolah dengan usia 3 dan 5 tahun mengatakan anaknya belajar di rumah dengan sistem online.
Para orangtua pun mengatakan bahwa perkembangan kognitif anaknya kurang berkembang dengan baik. Hal ini karena pembelajaran dengan sistem online tidak berjalan dengan lancar, dan ada beberapa orangtua yang kurang perhatian juga dengan tugas untuk anaknya.
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan pola asuh orangtua dengan tingkat kecerdasan emosional anak pada usia prasekolah di wilayah UPT Puskesmas Babakan Sari”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut “ Apakah ada hubungan antara pola asuh orangtua terhadap tingkat kecerdasan emotional pada anak usia prasekolah ?”
C. Tujuan Penelitan a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara pola asuh orangtua terhadap tingkat kecerdasan emosional anak usia prasekolah di wilayah kerja UPT Puskesmas Babakan Sari.
b. Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi pola asuh orangtua pada anak usia prasekolah 2. Mengidentifikasi kecerdasan emosional anak usia prasekolah
3. Mengidentifikasi hubungan pola asuh orangtua terhadap tingkat kecerdasan emosional anak usia prasekolah (4-6 tahun).
D. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis
Manfaat penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan informasi yang akurat mengenai pemikiran dalam memperkaya wawasan dan pengetahuan tentang pola asuh orangtua terhadap tingkat kecerdasan emosional anak usia prasekolah.
b. Manfaat Praktis 1. Bagi Peneliti
Memberikan pengalaman baru bagi peneliti dalam melaksanakan penelitian dan penelitian ini merupakan salah satu upaya untuk lebih memahami dan menambah wawasan tentang “Hubungan pola asuh orangtua terhadap tingkat kecerdasan emosional anak usia prasekolah”
2. Bagi Stikes Dharma Husada Bandung
Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan wawasan sekaligus sebagai ilmu pengetahuan bagi perkembangan ilmu keperawatan yang dapat disosialisasikan dikalangan institusi keperawatan dan dapat diaplikasikan dikalangan institusi.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini bisa dijadikan sebagai literatur untuk penelitian selanjutnya.
E. Ruang Lingkup Penelitian 1. Ruang lingkup waktu
Penelitian ini akan dilaksanakan bulan Agustus 2021 2. Ruang lingkup tempat
Penelitian ini akan dilaksanakan di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Babakan Sari
3. Ruang Lingkup Materi
Penelitian ini di fokuskan pada materi keperawatan anak.