• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I - SIAKAD STIKes DHB - STIKes Dharma Husada Bandung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB I - SIAKAD STIKes DHB - STIKes Dharma Husada Bandung"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Hal inilah yang di inginkan oleh setiap orang agar memiliki keadaan yang sehat selalu. Namun kenyataannya masyarakat di dunia ini terkhususnya di Indonesia masih sangat jauh dari keadaan sehat itu. Masalah kesehatan yang terjadi pada masyarakat sangatlah beragam, ada yang menular dan tidak menular (Muttaqin, 2012).

Penyakit tidak menular adalah suatu gangguan pada bentuk dan fungsi tubuh sehingga tubuh berada dalam keadaan abnormal dimana penyebab dari penyakit tersebut tidak dapat ditularkan ke orang lain. Sedangkan penyakit menular merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme, seperti virus, bakteri, parasit, atau jamur, dan dapat berpindah ke orang lain yang sehat. Penyakit menular dapat ditularkan secara langsung maupun tidak langsung (Depkes, 2011).

Penularan secara langsung terjadi ketika kuman pada orang yang sakit berpindah melalui kontak fisik, misalnya lewat sentuhan dan ciuman, melalui udara saat bersin dan batuk, atau melalui kontak dengan cairan tubuh seperti

(2)

urine dan darah. Orang yang menularkannya bisa saja tidak memperlihatkan gejala dan tidak tampak seperti orang sakit, apabila dia hanya sebagai pembawa (carrier) penyakit. Penyakit menular umumnya lebih beresiko mengenai orang yang memiliki daya tahan tubuh lemah dan tinggal di lingkungan dengan kondisi kebersihan yang kurang baik. Penyakit yang termasuk kedalam kategori penyakit menular yaitu Tuberkulosis, Hepatitis, HIV, dll. (Kemenkes RI, 2018).

Tuberculosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis. Terdapat beberapa spesies Mycobacterium, antara lain: M. africanum, M. bavis, M. leprae dsb. Yang juga dikenal sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA). Kelompok bakteri Mycobacterium selain Mycobacterium Tuberculosis yang bisa menimbulkan gangguan pada saluran nafas dikenal sebagai MOTT (Mycobacterium Other Than Tuberculosis) yang terkadang bisa mengganggu penegakan diagnosis pengobatan TB paru (Depkes RI dalam Saflin, A & Chatarina U, W, 2017).

Penularan melalui pelantara ludah atau dahak penderita yang mengandung basil tuberculosis paru (Depkes RI, 2012). Pengobatan TB paru dapat dilaksanakan secara tuntas dengan kerjasama yang baik antara penderita TB paru dan tenaga kesehatan atau lembaga kesehatan, sehingga penyembuhan pasien dapat dilakukan secara maksimal (Aditama, 2010).

Pada bulan tanggal 2 Maret 1882 merupakan hari saat Robert Koch mengumumkan bahwa bakteri penyebab tuberculosis yang kemudian membuka jalan menuju dan penyembuhan penyakit ini. Meskipun jumlah

(3)

kematian akibat tuberculosis menurun 22% antara tahun 2000 dan 2005, namun tuberculosis masih menempatkan peringkat tertinggi penyebab kematian di dunia pada tahun 2016 (Kemenkes RI, 2016).

Menurut World Health Organitation sejak tahun 2010 hingga Maret 2011, di Indonesia tercatat 430.000 penderita TB paru dengan korban meninggal sejumlah 61.000. Jumlah ini lebih kecil dibandingkan kejadian tahun 2009 yang mencapai 528.063 penderita TB paru dengan 91.369 orang meninggal (WHO Tuberculosis Profile. 2012).

Secara global pada tahun 2016 terdapat 10,4 juta kasus insiden TB paru (CI 8,8 juta – 12, juta) yang setara dengan 120 kasus per 100.000 penduduk.

Lima negara dengan insiden kasus tertinggi yaitu India, Indonesia, China, Philipina, dan Pakistan. Sebagian besar estimasi insiden TBC pada tahun 2016 terjadi di kawasan Asia Tenggara 45% dimana Indonesia merupakan salah satu didalamnya dan 25% nya terjadi di kawasan Afrika (Kemenkes RI, 2016).

Angka prevalensi TB paru Indonesia pada tahun 2014 sebesar 297 per 100.000 penduduk. Penyakit ini berkembang pesat pada orang yang hidup dalam kemiskinan, kelompok terpinggirkan, dan populasi rentan lainnya.

Kepadatan penduduk di Indonesia sebesar 136,9 per km2 dengan jumlah penduduk miskin pada September 2017 sebesar 10,12% (Susenas, 2017).

Jumlah kasus TB paru di Indonesia sebanyak 420.994 kasus pada tahun 2017 (sata per 17 Mei 2018). Berdasarkan jenis kelamin jumlah kasus baru TB paru pada laki-laki lebih besar dibandingkan pada perempuan. Bahkan

(4)

berdasarkan Survei Prevalensi Tuberculosis pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan, begitu juga yang terjadi pada negara-negara lain. Hal ini terjadi kemungkinan laki-laki lebih beresiko terpapar pada faktor penyakit TB paru dikarenakan laki laki lebih banyak yang merokok. Survey ini menemukan bahwa dari seluruh partisipan laki-laki yang merokok sebanyak 68,5% dan hanya 3,7% partisipan perempuan yang merokok. Tuberkulosis banyak terjadi pada umur 25-34 tahun (17,32%), umur 35-44 tahun (16,43%), dan umur 45-54 tahun (17,09%) (Kemenkes RI, 2018).

Berdasarkan Survei Prevalensi Tuberculosis tahun 2013-2014, prevalensi TBC dengan konfirmasi bakteriologis di Indonesia sebesar 759 per 100.000 penduduk 15 tahun ke atas dan prevalensi TB paru BTA positif sebesar 257 per 100.000 penduduk berumur 15 tahun ke atas, semakin bertambah usia prevalensinya semakin tinggi. Kemungkinan terjadi re-aktivasi TB paru dan durasi paparan TB paru lebih lama dibandingkan kelompok umur dibawahnya (Kemenkes RI, 2018).

Sebaliknya, semakin tinggi kuintil indeks kepemilikan (yang kemampuan social ekonomi) semakin rendah prevalensi TB paru. Prevalensi rendah seiring dengan tingginya tingkat pendidikan. Kesakitan TB paru menurut kuintil indeks kepemilikan menunjukkan tidak ada perbedaan antara kelompok terbawah sampai menengah atas.perbedaan hanya terjadi pada kelompok teratas. Hal ini berarti resiko TB paru dapat terjadi pada hampir semua tingkatan sosial ekonomi (Kemenkes RI, 2018).

(5)

Berdasarkan Ditjen P2P, Kemenkes 2018 bahwa jumlah kasus Tuberculosis semua tipe dengan jenis kelamin di Jawa Barat laki-laki mencapai jumlah 44.119 kasus TB paru dalam artian 56,06%, sedangkan untuk perempuan mencapai jumlah 34,579 kasus TB paru dalam artian 43,94%.

Jumlah seluruh pengidap TB paru laki-laki ditambah dengan perempuan di Jawa Barat mencapai jumlah 78.698 kasus.

Dinas Kesehatan Kota Bandung mencatat bahwa Maret 2018 di Kota Bandung terdapat sebanyak 9.632 kasus TB paru dengan kasus yang dilaporkan sebanyak 399 per 100.000 penduduk (Kemenkes RI, 2018). Penangan TB paru oleh tenaga kesehatan di lembaga kesehatan dilakukan menggunakan metode Direct Observe Treatment Shortcourse (DOTS) atau observasi langsung untuk penanganan jangka pendek. DOTS terdiri dari lima hal, yaitu komitmen politik, pemeriksaan dahak di laboratorium, pengobatan berkesinambungan yang harus disediakan oleh negara, pengawasan minum obat dan pencatatan laporan (Resmiyati, 2011).

Keberhasilan pengobatan tuberculosis tergantung pada pengetahuan pasien dan dukungan dari keluarga. Tidak ada upaya dari diri sendiri atau motivasi dari keluarga yang kurang memberikan dukungan untuk berobat secara tuntas akan mempengaruhi kepatuhan pasien untuk mengkonsumsi obat.

Apabila ini dibiarkan, dampak yang akan muncul jika penderita berhenti minum obat adalah munculnya kuman tuberculosis yang resisten terhadap obat. Jika ini terus terjadi dan kuman tersebut terus menyebar pengendalian obat

(6)

tuberculosis akan semakin sulit dilaksanakan dan meningkatkan kemarin terus bertambah akibat penyakit tuberculosis (Amin dan Bahar, 2010).

Dalam pelayanan kesehatan khususnya TB paru tidak terlepas dari keterlibatan keluarga sebagai orang terdekat dengan pasien terutama pasien TB paru. Keluarga merupakan unit pelayanan kesehatan yang terdepan dalam meningkatkan derajat kesehatan keluarga, apabila setiap keluarga sehat akan tercipta keluarga yang sehat. Masalah kesehatan yang dialami oleh salah satu anggota keluarga dapat mempengaruhi anggota keluarga yang lain (Kemenkes RI, 2017).

Fungsi keluarga dalam upaya kesehatan terdiri dari dua aspek yaitu pemeliharaan kesehatan dan peningkatan kesehatan. Pemeliharaan kesehatan mencakup upaya kuratif (pengobatan penyakit), rehabilitative (pemulihan kesehatan setelah sembuh dari sakit). Peningkatan kesehatan mencakup kesehatan preventif (pencegahan penyakit) dan promotif (peningkatan kesehatan) oleh sebab itu kesehatan promotif harus selalu diupayakan sampai tingkat kesehatan yang optimal (Notoatmodjo dalam LEO,R. 2016).

Asuhan Keperawatan Keluarga adalah suatu tahapan dimana seorang perawat mengambil informasi secara terus-menerus terhadap anggota keluarga yang dibina. Untuk mendapatkan data pengkajian yang akurat dan sesuai dengan keadaan keluarga, perawat diharapkan menggunakan bahasa ibu (bahasa yang digunakan setiap hari), lugas dan sederhana. Dalam upaya menjalankan peningkatan kesehatan keluarga mempunyai 5 tugas dan fungsi

(7)

perawatan kesehatan yakni mengenal kesehatan, mengambil keputusan untuk perawatan, merawat anggota keluarga yang sakit, modifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga, dan menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan (Friedman, 2013).

Pelayanan keperawatan dirumah merupakan pelayanan yang diberikan ditempat tinggal klien dan keluarga sehingga klien tetap memiliki otonomi untuk memutuskan hal-hal yang terkait dengan masalah kesehatan. Perawat yang melakukan perawatan dirumah bertanggung jawab untuk meningkatkan kemampuan keluarga untuk mencegah penyakit dan pemeliharaan kesehatan (Buku Asuhan Keperawatan, 2010)

Keluarga perlu mengenal kesehatan dan perubahan-perubahan yang dialami anggota keluarganya. Apabila menyadari adanya dan fungsi perawatan kesehatan yaitu memberikan perawaan kesehatan yang bersifat prevensif dan secara bersama-sama merawat anggota keluarga yang sakit. Jadi peran keluarga sangat diperlukan karena pelayanan kesehatan khususnya pada penyakit TB paru tidak terlepas dari keterlibatan keluarga sebagai orang terdekat dengan pasien terutama pasien TB paru. Hal tersebut harus dibagi dengan pengetahuan yang akan sangat menentukan keberhasilan pengobatan TB paru dan mencegah penularannya (Wahid, I dalam Leo,R. 2016).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan didapatkan data kunjungan klien dengan penyakit TB paru di wilayah kerja UPT Ibrahim Adjie Kota Bandung dari bulan Januari sampai Juli 2018 penyakit Tuberculosis mencapai jumlah

(8)

279 kasus. Penjaringan terduga TB Paru tahun 2018 bulan Januari mencapai 63 kasus, bulan Februari 36 kasus, bulan Maret 40 kasus, bulan April 34 kasus, bulan Mei 36 kasus, Juni 36 kasus, Juli 34 kasus, dan rata-rata kebanyakan penderita TB paru ialah laki-laki. Peneliti melakukan studi pendahuluan melalui wawancara pada bulan Maret 2019 di UPT Ibrahim Adjie Kota Bandung dengan sampel yang digunakan pada studi Studi Kasus ini didapatkan dari beberapa keluarga yang datang ke Puskesmas mengantar keluarganya.

Hasil yang didapatkan yaitu, dari survey dengan cara observasi dan wawancara dengan 3 orang keluarga yang memiliki penyakit TB paru pasien baru di wilayah kerja Puskemas Ibrahim Adjie mengatakan bahwa mereka tidak mengetahui dengan jelas mengenai penularan, pengobatan penyakit TB paru, penderita dan keluarga yang mengantarnya mengatakan bahwa penyakitnya hanya batuk biasa dan biasanya langsung sembuh sendiri. Hal ini menunjukan bahwa pengetahuan tentang penularan, dan kepatuhan pengobatan penyakit TB paru masih sangat kurang. Hasil observasi menunjukan bahwa masalah utama para penderita dan keluarganya adalah kurangnya perilaku hidup bersih antara lain rumah yang lembab, kurangnya pencahayaan pada siang hari dan lingkungan rumah yang kotor.

Berdasarkan hal tersebut diatas, penulis tertarik untuk melakukan Studi Kasus dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Tn. A keluarga Tn. O dengan gangguan sistem pernapasan : TB paru di wilayah kerja Puskesmas Ibrahim

(9)

Adjie yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan mutu kesehatan keluarga yang lebih baik.”

B. Perumusan Masalah

Dalam penulisan laporan ini bagaimana gambaran “Asuhan Keperawatan pada Tn. A di keluarga Tn. O dengan Gangguan Sistem Pernapasan : TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Ibrahim Adjie Kota Bandung?”

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Umum

Tujuan umum yang ingin dicapai dalam studi kasus ini adalah mendapatkan pengalaman nyata dan menerapkan asuhan keperawatan secara komprehensif pada Tn. A di keluarga Tn. O dengan Gangguan Sistem Pernapasan : TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Ibrahim Adjie Kota Bandung.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan pengkajian “Asuhan Keperawatan pada Tn. A di keluarga Tn. O dengan Gangguan Sistem Pernapasan : TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Ibrahim Adjie Kota Bandung.”

(10)

b. Mampu menyusun analisa data keperawatan “Asuhan Keperawatan pada Tn. A di keluarga Tn. O dengan Gangguan Sistem Pernapasan : TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Ibrahim Adjie Kota Bandung.”

c. Mampu menyusun rumusan diagnosa keperawatan “Asuhan Keperawatan pada Tn. A di keluarga Tn. O dengan Gangguan Sistem Pernapasan : TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Ibrahim Adjie Kota Bandung.”

d. Mampu menyusun rencana tindakan keperawatan “Asuhan Keperawatan pada Tn. A di keluarga Tn. O dengan Gangguan Sistem Pernapasan : TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Ibrahim Adjie Kota Bandung.”

e. Mampu melakukan implementasi atau tindakan keperawatan

“Asuhan Keperawatan pada Tn. A di keluarga Tn. O dengan Gangguan Sistem Pernapasan : TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Ibrahim Adjie Kota Bandung.”

f. Mampu melakukan hasil dari evaluasi “Asuhan Keperawatan pada Tn. A di keluarga Tn. O dengan Gangguan Sistem Pernapasan : TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Ibrahim Adjie Kota Bandung.”

(11)

3. Manfaat Penyusunan Tugas Akhir

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah : a. Bagi Puskesmas

Hasil penelitian di harapkan dapat memberikan informasi yang berguna tentang pelaksanaa asuhan keperawatan di Puskesmas, sehingga tujuan akhir asuhan keperawatan pada TB paru dapat tercapai dan untuk mengetahuai kesenjangan antara teori dan praktek. Adapun manfaat yang diperoleh dari pembuatan asuhan keperawatan pada Puskesmas Ibrahim Adjie adalah sebagai berikut:

1) Memudahkan pencarian data pasien.

2) Memudahkan data dan infomasi kesehatan pasien yang valid.

3) Mempermudah proses pembuatan laporan kesehatan untuk pihak Puskesmas.

b. Bagi Klien dan Keluarga

Sebagai pedoman untuk meningkatkan pemahaman dan peran keluarga dalam menjalankan 5 tugas keluarga dengan baik, yaitu mengenal masalah kesehatan, memutuskan tindakan pencegahan masalah kesehatan, merawat anggota keluarga yang sakit, memodifikasi lingkungan yang mendukung kesehatan, dan memanfaatkan kesehatan demi meningkatkan kesehatan semua anggota keluarga.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk mengambil penelitian dengan judul “Hubungan keaktifan berorganisasi dengan prestasi belajar mahasiswa pada mahasiswa

Manfaat bagi institusi Merupakan bahan masukan untuk melakukan identifikasi mengenai gambaran tingkat kecemasan mahasiswa sarjana keperawatan dalam menghadapi ujian OSCE di STIKes

STIKes Dharma Husada Bandung Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk mengangkat masalah ini dengan judul “Angka kejadian Refraksi Myopia Pada Anak Usia Sekolah”

Pola asuh orang tua berperan penting dalam proses sosialisasi di lingkungan dan sekolah untuk mempengaruhi perilaku anak, pelaku bullying biasanya adalah anak-anak dari orangtua yang

Menggambarkan faktor ekstrinsik Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar untuk Motivasi Belajar Mahasiswa Diploma Tiga Keperawatan Tingkat I dan II Tentang Metode Pembelajaran Daring

Untuk Insititusi Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pendidikan khususnya program studi Diploma III Optometri mengenai pengaruh cahaya terhadap kuallitas tidur

Berdasarkan hal-hal di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Pendidikan Kesehatan Dengan Media Video Terhadap Pengetahuan Tentang Anemia Pada

Mahasiswa Profesi Ners memiliki Capaian Kompetensi pembelajaran menurut koordinator profesi ners STIKes Dharma Husada Bandung adalah tercapainya kompetensi melalui proses pendidikan