• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1 A. Latar Belakang Masalah

Mata adalah salah satu indera yang penting bagi manusia. melalui mata manusia menyerap informasi visual yang digunakan untuk melaksanakan berbagai kegiatan. Namun gangguan terhadap penglihatan banyak terjadi, mulai dari gangguan ringan hingga gangguan yang berat yang dapat mengakibatkan kebutaan. Upaya mencegah dan menanggulangi gangguan penglihatan dan kebutaan perlu mendapatkan perhatian (KemenKes, 2014).

Pentingnya kesehatan mata yang optimal sesuai dengan Undang - undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan : Upaya Pembangunan Nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan bagi setiap penduduk yang optimal. Oleh karena itu, kesehatan indera penglihatan merupakan syarat penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) dalam rangka mewujudkan manusia Indonesia yang cerdas, produktif, maju, mandiri dan sejahtera karena mata merupakan jalur informasi utama (83% informasi diterima melalui mata).

Sebagai upaya pemerintah dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, dan sesuai dengan program wajib belajar maka anak - anak usia sekolah dituntut bebas dari ketidakmampuan yang diakibatkan gangguan

(2)

penglihatan yang dapat berdampak mengganggu proses belajar di sekolah.

(DepKes RI, 2005).

Gangguan refraksi masih merupakan salah satu penyebab kebutaan di dunia. World Health Organization (WHO) menyatakan, terdapat 45 juta orang yang menjadi buta di seluruh dunia, dan 135 juta dengan low vision.

Diperkirakan gangguan refraksi menyebabkan sekitar 8 juta orang (18%

dari penyebab kebutaan global) mengalami kebutaan. Angka kebutaan anak di dunia masih belum jelas, namun diperkirakan ada sekitar 1,4 juta kasus kebutaan pada anak, dan 500.000 kasus baru terjadi tiap tahunnya.

Sebagian besar anak-anak ini meninggal beberapa bulan setelah mengalami kebutaan. Penyebab kebutaan pada anak sangat bervariasi pada tiap negara. Diperkirakan setiap satu menit terdapat satu anak menjadi buta dan hampir setengahnya berada di Asia Tenggara (CEHJ, 2007).

Gangguan penglihatan akibat kelainan refraksi memiliki prevalensi 24,7% di Indonesia dan 10% dari 66 juta anak usia sekolah menderita kelainan refraksi. Tetapi, sampai saat ini angka pemakaian kaca mata koreksi masih sangat rendah yaitu sekitar 12,5% dari prevalensi tersebut.

Jika tidak ditangani sungguh - sungguh akan berdampak negatif pada perkembangan kecerdasan anak dan proses pembelajaran disekolah yang selanjutnya mempengaruhi mutu, kreativitas, dan produktivitas angkatan kerja. Pada gilirannya akan mengganggu laju pembangunan ekonomi nasional (DepKes RI, 2007).

(3)

Kelainan refraksi pada anak merupakan suatu permasalahan yang harus segera ditanggulangi. Keterlambatan melakukan koreksi refraksi terutama pada anak usia sekolah akan sangat mempengaruhi kemampuan menyerap materi pembelajaran dan berkurangnya potensi untuk meningkatkan kecerdasan karena 30% informasi diserap dengan melihat dan mendengar. Anak-anak yang mengalami kelainan refraksi sering tidak mengeluhkan gangguan penglihatan, mereka hanya menunjukkan gejala- gejala yang menandakan adanya gangguan penglihatan melalui perilaku mereka sehari-hari (Depkes RI, 2009).

Pada anak usia sekolah, kelainan mata dapat berupa kelainan refraksi seperti miopia (rabun jauh), hipermetropia (rabun dekat) dan astigmatisme. Gejala kelainan refraksi dapat terlihat dari seringnya anak berjalan mendekati papan tulis atau sering kedapatan salah menyalin tulisan. Untuk mengatasinya anak harus mengenakan lensa buatan berupa kacamata. Dengan alat bantu ini barulah matanya bisa melihat dengan tajam dan bersih, akan tetapi ketika anak akan memasuki bangku sekolah, perhatian orang tua lebih tersedot pada pemilihan sekolah dan pemeriksaan kecerdasan. Hampir tidak ada orang yang memeriksakan kesehatannya, padahal kesehatan berperan besar dalam menunjang prestasi anak. Penglihatan yang terganggu umpamanya, sering menjadi penyebab turunnya prestasi (Dannansyah, 2011). Di Jawa Barat, hasil survei menunjukkan prevalensi kebutaan sebesar 3,6%; dengan angka kelainan refraksi sebesar 2,8% (Sirlan F dkk, 2009).

(4)

Banyak hal lain yang menyebabkan tidak tertanggulanginya kelainan refraksi pada anak diantaranya tidak terdeteksi sejak dini, sering kali guru disekolah tidak menyadari bahwa kurangnya hasil belajar anak bisa saja disebabkan karena gangguan penglihatan, tidak jarang hal ini didukung oleh sikap orang tua yang sering kali menyalahkan anak, tanpa mencari tahu penyebab sebenarnya dan cenderung membenarkan pendapat guru disekolah (DepKes RI, 2009).

Tingkat pengetahuan orang tua disamping berpengaruh terhadap kesehatannya sendiri, juga berpengaruh terhadap anak-anaknya yang belum mempunyai kesadaran dan tanggung jawab sendiri terhadap kesehatannya. Sikap dan perilaku orang tua yang baik tentang gangguan penglihatan akan dapat mencegah gangguan penglihatan pada anak. Orang tua adalah sosok pendamping saat anak melakukan aktivitas kehidupannya setiap hari. Peranan mereka sangat dominan dan sangat menentukan kualitas hidup anak di kemudian hari. Sehingga sangatlah penting bagi mereka untuk mengetahui permasalahan dan gangguan kesehatan pada anak usia sekolah yang cukup luas dan kompleks. Pengetahuan yang dimaksud adalah bagaimana orang tua mengetahui gejala gangguan penglihatan pada anaknya, kebiasaan yang dapat menimbulkan gangguan penglihatan dan bagaimana menanggulanginya. Kemampuan deteksi dini dan pencarian bantuan yang tepat tentu saja dapat dimiliki orang tua bila mereka memiliki pengetahuan dan sikap yang benar. Pengetahuan tentang arti, gejala dan cara mendeteksi dini anak yang mengalami kelainan

(5)

refraksi akan membentuk sikap yang mendukung penanganan kelainan refraksi bila terjadi pada anaknya (Gutut suhendro dan Sugyanto, 2010).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh Peneliti di SDN Ciheuleut 1 Desa Mekarlaksana, Kecamatan Cikancung, Kabupaten Bandung. dari 16 responden orang tua yang diwawancara didapatkan hasil 3 orang hanya mengetahui pengertian kelainan refraksi dengan kata mata minus dan mata plus, dan salah satu gejala kelainan refraksi seperti mata buram dan berbayang, sedangkan 13 orang lainnya sama sekali tidak mengetahui, baik tentang pengertian, gejala dan yang lainnya tentang kelainan refraksi. Berdasarkan penelitian pendahuluan tersebut diperoleh gambaran bahwa masih rendah pengetahuan orang tua tentang kelainan refraksi.

Berdasarkan adanya fenomena kurangnya pengetahuan orang tua tentang kelainan refraksi, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Tingkat Pengetahuan Orang tua Tentang Kelainan Refraksi pada anak di SDN Ciheuleut 1 Desa Mekarlaksana Kecamatan Cikancung Kabupaten Bandung Tahun 2016”.

(6)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka peneliti mencoba merumuskan suatu masalah yaitu: “bagaimana tingkat pengetahuan orang tua tentang kelainan refraksi pada anak di SDN Ciheuleut 1 Desa Mekarlaksana Kecamatan Cikancung Kabupaten Bandung tahun 2016 ? ”.

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan orang tua tentang kelainan refraksi pada anak di SDN Ciheuleut 1 Desa Mekarlaksana Kecamatan Cikancung Kabupaten Bandung tahun 2016.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan orang tua tentang jenis kelainan refraksi.

b. Mengetahui tingkat pengetahuan orang tua tentang gejala kelainan refraksi.

c. Mengetahui tingkat pengetahuan orang tua tentang tanda kelainan refraksi.

(7)

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menunjang serta membantu mengembangkan ilmu pengetahuan terkait tingkat pengetahuan orang tua tentang kelainan refraksi pada anak di SDN Ciheuleut 1 Desa Mekarlaksana Kecamatan Cikancung Kabupaten Bandung tahun 2016.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Penulis

Penelitian ini merupakan sebuah pengalaman berharga yang dapat dijadikan dasar untuk meningkatkan dan mengaplikasikan ilmu yang didapat selama perkuliahan, dan hasil penelitian ini diharapkan menjadi tambahan ilmu bagi peneliti dan para pembaca mengenai tingkat pengetahuan orang tua tentang kelainan refraksi pada anak.

b. Bagi Institusi

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi dunia pendidikan, dan menjadi salah satu referensi kepustakaan yang berguna bagi mahasiswa.

c. Sebagai bahan pertimbangan tenaga kesehatan untuk mengadakan penyuluhan kesehatan yang dapat meningkatkan pengetahuan orang tua tentang kelainan refraksi pada anak.

(8)

d. Dapat menjadi sebuah masukan dan pengetahuan bagi pihak sekolah khususnya bagi para orang tua tentang kelainan refraksi pada anak.

E. Ruang Lingkup 1. Lingkup Masalah

Masalah yang diambil dalam penelitian ini dibatasi mengenai tingkat pengetahuan orang tua tentang kelainan refraksi pada anak.

2. Lingkup Metode

Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan studi survei dengan data primer yang dihasilkan dari data kuesioner.

3. Lingkup Keilmuan

Penelitian ini merupakan bidang ilmu Refraksi Klinik.

4. Lingkup Tempat

Penelitian ini dilakukan di SDN Ciheuleut 1 Desa Mekarlaksana Kecamatan Cikancung Kabupaten Bandung tahun 2016.

Referensi

Dokumen terkait