• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mata merupakan salah satu organ indra manusia yang mempunyai fungsi yang sangat besar. Penyakit mata seperti kelainan kelainan refraksi sangat membatasi fungsi tersebut. Kelainan refraksi atau ametropia merupakan kelainan pembiasan sinar pada mata sehingga sinar tidak difokuskan pada retina atau bintik kuning, tetapi dapat di depan atau di belakang bintik kuning dan mungkin tidak terletak pada satu titik yang fokus. Ada tiga kelainan refraksi, yaitu: miopia, hipermetropia, astigmatisme, atau campuran kelainan-kelainan tersebut (Yeyen Ariaty, Henni Kumaladewi Hengky and Afrianty, 2019).

Gangguan miopia adalah gangguan digambarkan dengan kesulitan dalam melihat benda-benda yang jauh. Secara fisiologis, masalah ini digambarkan dengan kondisi mata yang mempunyai kekuatan pembiasan sinar yang belebihan sehingga sinar sejajar yang datang dibiaskan di depan retina Efek samping dan indikasi kelainan refraksi mata antara lain mata berair, silau, penurunan penglihatan secara bertahap, melihat benda terbang, perubahan keadaan benda yang terlihat, nyeri pada mata, migrain, dan mata lelah saat membaca (Ilyas and Yulianti, 2019).

(2)

World Health Organization (WHO) memperhitungkan pada tahun 2020 mendatang kelak jumlah penduduk dunia yang buta akan mencapai 2 kali lipat, kirakira 80 – 90 juta orang. Melalui peringatan World Sight Day yang jatuh tanggal 14 Oktober lalu WHO mencanangkan tema Count Down 2020 menjadi tonggak harapan dan cita-cita organisasi internasional itu untuk mengupayakan penduduk dunia dapat terhindar dari masalah kebutaan dan gangguan penglihatan serta memperoleh penglihatan yang optimal. Salah satu yang menyebabkan kebutaan adalah kelainan refraksi.

WHO memperkirakan sekitar 2 – 10% anak di seluruh dunia mengalami kelainan refraksi yang signifikan dan paling banyak dialami oleh kelompok anak usia sekolah 5 – 19 tahun. (WHO, 2000) Menurut USAID (United State Agency International Development) gangguan penglihatan pada anak dapat disebabkan oleh kelainan refraksi yang tidak terkoreksi 63%.(Childhood Blindness, 2012) Forum International Agency For Prevention Of Blindness pada tahun 2011 juga memberikan informasi bahwa sebanyak 5 – 15 % dari anak – anak di seluruh dunia menderita kelainan refraksi. (Dunaway D, 2016) Meningkatnya angka penderita kelainan refraksi membuat sehingga perlu diadakan skrining kelainan refraksi pada anak usia sekolah guna mendeteksi dini agar penderita dapat diberikan penanganan yang dini sehingga terhindar dari dampak yang tidak diinginkan. Kelainan refraksi pada anak usia sekolah perlu mendapatkan perhatian karena telah menjadi suatu masalah yang sering ditemukan. 7 Hal ini ditandai dengan penggunaan alat bantu penglihatan berupa kacamata dan lensa kontak pada usai anak (Ampri, 2019).

(3)

Miopia mulai terjadi ketika masa anak-anak dan berhenti saat masa remaja.

Namun, tidak semuanya terjadi demikian. (Ilyas dan Yulianti Sri Rahayu, 2019) Tak jarang juga gangguan penglihatan, seperti kelainan refraksi miopia bertahan hingga dewasa disebabkan karna alat teknologi modern terutama di Kota Bandung yang merupakan ibu kota Provinsi Jawa Barat menyebabkan siswa dan siswi cenderung lebih sering melakukan aktivitas melihat dekat seperti membaca buku online, bermain komputer, menonton TV, main gadget serta mengakses internet.

Fenomena Pertama kali Virus Corona masuk ke Indonesia pada 2, Maret, 2020, pemerintah pusat telah memberikan pengaturan, salah satunya adalah meniadakan aktifitas tatap muka seluruh lembaga – lembaga pendidikan, hal ini dilakukan upaya untuk mencegah penularan virus corona atau covid19 ini. belajar secara daring (dalam jaringan) atau online dan menggunakan alat pembelajarannya yaitu dengan smarphone, laptop dan media elektronik lainnya, hal ini tentunya berdampak besar bagi kesahatan mata anak sekolah dasar, terutama dalam kelainan refraksi miopia (Indra Jaya, 2021).

Dampak kelainan refraksi pada anak usia sekolah perlu diwaspadai. Anak dengan kelainan refraksi akan terganggu dari segi fisik dan juga sosial ekonominya karena dia harus hidup bergantung pada pemakaian alat bantu penglihatan. ( Ilyas dan Yulianti Sri Rahayu, 2019) Jika hal ini tidak dideteksi sejak dini dan teratasi dengan baik maka akan sangat berdampak pada perkembangan kemampuan kongnitif penderita. Dampak kognitif pada anak usia sekolah dengan kelainan refraksi berpengaruh pada proses membaca dan

(4)

memahami materi pelajaran. (Ilyas dan Yulianti Sri Rahayu, 2019) Dampak lainya ialah pada mutu, kreativitas anak, produktivitas kinerja, aspek psikologi.

(Ilyas dan Yulianti Sri Rahayu, 2019) Kelainan refraksi pada akhirnya akan berdampak pada laju pembangunan nasional. (Supari SF, 2005) Penderita dengan kelainan refraksi yang tidak dikoreksi akan berdampak pada kesehatan.

Dampak keparahan ini akan menyebabkan terjadinya ablasi retina yang berujung pada kebutaan. WHO mengatakan kelainan refraksi juga menjadi penyebab ke tiga untuk kebutaan (Ampri, 2019).

Kelainan refraksi di Indonesia menempati urutan pertama pada kejadian penyakit mata. Kasus ini terus meningkat dari waktu ke waktu. Didapatkan jumlah penderita kelainan refraksi 25% dari total populasi penduduk Indonesia.

Sedangkan anak usia sekolah (5 – 19 tahun) sekitar 10% dari data 66 juta populasi anak Indonesia (Anma AM, 2014).

Alasan yang melatar belakangi peneliti mengambil topik gambaran kelainan refraksi miopia karena semakin meningkatnya anak- anak yang mengalami gangguan kelainan refraksi miopia berdasarkan persentase penelitian menurut (Mirnawati, 2018) dari 43 orang yang mengalami miopia berdasarkan jenis kelamin perempuan paling banyak mengalami miopia di antara usia sekolah dasar mulai dari usia 10 – 12 tahun kemudian mendominasi ketiga derajat yaitu derajat ringan sebanyak 26 siswa (37,1%), derajat sedang sebanyak 15 siswa (21,4%), dan derajat tinggi sebanyak 2 siswa (2,9 %).

Berdasarkan persentase penelitian menurut (Gian, Wayan and Triningrat, 2017) Dari 30 pasien anak yang menjadi subjek penelitian dan didiagnosis

(5)

mengalami kelainan refraksi ditemukan bahwa pasien dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan dengan kelompok umur 10-12 tahun memiliki jumlah yang lebih dominan terkenan kelainan refraksi miopia.

Berdasarkan penjelasan kasus-kasus diatas mengenai kelainan refraksi yang sering terjadi yaitu miopia dan sehubungaan dengan latar belakang yang telah diuraikan dan keterbatasan waktu maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang Gambaran Kelainan Refraksi Miopia Siswa Sekolah Dasar Negeri 3 Ranca Bentang Cimahi dikarenakan di lokasi tersebut belum pernah ada penelitian tentang pemeriksaan kelainan refraksi miopia .

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang ingin dikaji peneliti dalam penelitian ini adalah Gambaran Kelainan Refraksi Miopia Pada Siswa Sekolah Dasar Negeri 3 Ranca Bentang Cimahi.

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Mengetahui Gambaran Kelainan Refraksi Miopia Pada Siswa Sekolah Dasar Negeri 3 Ranca Bentang Cimahi.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk Mengetahui Gambaran Kelainan Refraksi Miopia Pada Siswa Sekolah Dasar Negeri 3 Ranca Bentang Cimahi Berdasarkan Jenis Kelamin

(6)

b. Untuk Mengetahui Gambaran Kelainan Refraksi Miopia Pada Siswa Sekolah Dasar Negeri 3 Ranca Bentang Cimahi Berdasarkan Usia c. Untuk Mengetahui Gambaran Kelainan Refraksi Miopia Pada Siswa

Sekolah Dasar Negeri 3 Ranca Bentang Cimahi Berdasarkan Derajat Miopia

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti

Penelitian.ini.dapat..menjadi..pengalaman yang sangat berharga dan menambah wawasan serta pengetahuan bagi peneliti dalam menerapkan ilmu yang telah di peroleh selama proses perkuliahan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Dharma Husada Bandung khususnya di Program Studi D3 Optometri, dengan hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan informasi mengenai gambaran kelainan refraksi miopia pada siswa sekolah dasar negeri 3 rancabentang Cimahi.

2. Bagi Sekolah Dasar Negeri 3 Ranca bentang Cimahi

Sebagai bahan masukan dalam hal perencanaan mempengaruhi miopia khususnya bagi siswa yang menderita miopia sehingga mereka mulai merubah kebiasaan yang dapat memperburuk kesehatan matanya dan bagi siswa yang tidak mengalami miopia dapat mengantisipasi agar tidak menderita miopia.

(7)

3. Bagi Instusi

a. Penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi dalam melakukan penelitian berikutnya.

b. Penelitian ini menjadi bahan bacaan bagi mahasiswa untuk meningkatkan pengetahuannya akan kelainan refraksi

E. Ruang Lingkup

1.

Lingkup metode

Berdasarkan permasalahan dan tujuan yang akan dicapai maka jenis penelitian ini menggunakan Deskriptif Kuantitatif

2. Lingkup keilmuan

Penelitian ini merupakan bidang ilmu refraksi klinik dan instrumentasi refraksi

3. Lingkup tempat dan waktu

Penelitian ini dilakukan di Sekolah Dasar Negeri 3 Ranca Bentang Cimahi pada tanggal 23 Mei 2022

4. Lingkup rumusan masalah

Masalah pokok dalam karya tulis ini adalah mengenai Gambaran Kelainan Refraksi Miopia Pada Siswa Sekolah Dasar Negeri 3 Ranca Bentang Cimahi.

Referensi

Dokumen terkait