1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Manusia berperan aktif dan dominan dalam setiap kegiatan organisasi.
Karena manusia menjadi perencana,prilaku,dan penentu terwujudnya tujuan organisasi. Tujuan tidak mungkin terwujud tanpa peran aktif dari pegawai maupun alat-alat yang dimiliki kantor begitu canggihnya. Alat-alat canggih yang dimiliki kantor tidak ada manfaatnya bagi kantor,jika peran aktif pegawai tidak ikut sertakan. Mengatur pegawai sangatlah sulit dan kompleks, karena mereka mempunyai pikiran, perasaan,status,keinginan, dan latar belakang yang hetorogen yang di bawah dalam organisasi. Pegawai tidak dapat diatur dan dikuasai sepenuhmya seperti mengatur mesin,modal, atau gudang.
Tenaga kerja merupakan salah satu aset yang sangat penting. Manusia merupakan tenaga kerja bagi organisasi yang kadang kala sering diabaikan sebagai aset yang berharga.Tak jarang,kantor hanya menganggap bahwa tenaga kerja (pegawai) sebagai beban yang harus selalu ditekan untuk mengurangi biaya dalam bekerja. Namun, itu merupakan pandangan yang kurang tepat. Pegawai merupakan satu-satunya aset yang tidak dapat digandakan dan diciptakan oleh manusia lain karena hakekatnya tiap-tiap orang adalah mahkluk unik yang di ciptakan oleh maha pencipta dengan karakteristik yang berbeda-beda oleh karena itu, tenaga kerja harus selalu dijaga dan dikembangkan sehingga memberikan output yang maksimal bagi pihak kantor.
Pegawai adalah makhluk sosial yang menjadi kekayaan utama bagi setiap organisasi. Mereka menjadi pelaksanaan,perencanaan, dan pengendali yang selalu berperan aktif dalam mewujudkan tujuan organisasi, pegawai menjadi pelaku yang menunjang tercapainya tujuan,mempunyai pikiran,perasaan dan keinginan yang dapat mempengaruhi sikap-sikapnya terhadap pekerjaanya. Sikap ini akan menentukan prestasi kerja dedikasi, dan kecintaan terhadap pekerjaan yang dibebankan kepadanya, sikap-sikap positif harus dibina, sedangkan sikap-sikap negatif hendaknya dihindarkan sedini mungkin. Sikap-sikap pegawai dikenal kepuasan kejra,stres,dan fungsi yang dibutuhkan oleh pekerjaan,peralatan,lingkungan,kebutuhan,dan lain sebagainya.
Secara umum dalam suatu organisasi selalu mengingatkan setiap pegawainya agar berprestasi. Dalam mencapai tujuan,suatu organisasi dalam berkerja dipengaruhi banyak faktor, salah satunya yang dapat mempengaruhi kinerja adalah apabila pegawai mampu menghadapi kesulitan didalam maupun diluar pekerjaan.
Menurut Mangkunegara (2009:67) kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melakukan tugasnya sesuai tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Menurut Rivai (2012;309), kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilakan setiap orang sebagai prestasi yang dihasilkan oleh pegawai sesuai dengan perannya dalam perusahaan.
Kinerja seorang karyawan merupakan hal yang sangat bersifat individual, karena setiap karyawan mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda dalam
3
mengerjakan tugasnnya. Kinerja adalah sebuah aksi, bukan kejadian, aksi kinerja itu sendiri tediri banyaknya komponen dan bukan merupakan hasil yang dapat dilihat pada saat itu juga.
Kinerja diartikan sebagai hasil usaha seseorang yang dicapai dengan kemampuan dan perbuatan dalam situasi tertentu. Menurut pandangan Byars (dalam Veithzal:2004) bahwa kinerja merupakan hasil keterkaitan antara usaha, kemampuan dan presepsi tugas. Kinerja yang tinggi sebagai suatu langkah untuk menuju pada proses tercapainya tujuan organisasi bersangkutan. Oleh karena itu diperlukan upaya utnuk meningkatkan kinerja tersebut. Pada sisi lain Siagan (1998) mengungkap bahwa beberapa faktor yang dapat memberikan pengaruh terhadap kinerja seseorang dianataranya adalah sifat yang agresif, kreatifitas yang tinggi, kepercayaan pada diri sendiri, kemampuan untuk mengendalikan diri serta kualitas pekerjaan dan masalah inovasi dan prakarsa.
Stres kerja merupakan aspek yang penting bagi organisasi terutama berkaitan dengan kinerja pegawai. Organisasi harus memiliki kinerja, kinerja yang baik dapat membantu organisasi memperoleh keuntungan. Sebaliknya, bila kinerja menurun dapat merugikan organisasi. Oleh karena itu kinerja pegawai perlu memperoleh perhatian anatara lain dengan jalan melaksanakan kajian yang berkaitan dengan variabel stres kerja.
Melihat perkembangan zaman yang semakin maju menuntut kita harus bisa beradaptasi dalam segala kondisi. Beban kerja yang semakin berat, semakin banyaknya yang ingin dipenuhi, tingkat pendapatan yang tak sejalan dengan biaya hidup, persaingan yang ketat dan seterusnya dapat menjadi ancaman untuk dapat
tetap hidup pegawai yang sering dihadapkan dengan berbagai masalah dalam kantor sangat tidak mungkin untuk tekanan stres artinya stres muncul saat pegawai tidak mampu memenuhi tuntutan-tuntutan pekerjaan, kekurangan waktu untuk men\yelesaikan tugas, tidak ada dukungan fasilitas untuk menjalankan pekerjaan tugas-tugas yang saling bertentangan, merupakan contoh pemicu diatas.
Handoko (Dalam Wibowo, 2014), mendefinisikan stres kerja sebagai suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi proses berpikir, emosi, dan kondisi seseorang, hasilnya stres yang terlalu berlebihan dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungan dan pada akhirnya akan mengganggu pelaksanaan tugas-tugasnya
.
Stres pekerjaan adalah bagian dari stres kehidupan disamping itu stres yang terlalu berat hingga melampaui batas-batas toleransi akan berkaitan langsung dengan gangguan psikis dan ketidak nyamanan fisik.
Konflik kerja yaitu ketidaksesuaian antara dua atau lebih anggota atau kelompok dalam suatu perusahaan karena kenyataan nya bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai atau persepsi. Selain itu konflik diartikan sebagai perbedaan, pertentangan dan perselisihan.
Konflik yang bertentangan dengan tujuan kelompok disebut konflik yang bersifat disfungsional. Adapun konflik kerja yang bersifat disfungsional yaitu, mendominasi diskusi, tidak senang bekerja dalam kelompok,benturan keperibadian, perselisihan antar individu dan ketegangan.
Konflik dan stres merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Dalam sebuah instansi, konflik juga dapat memicu stres yang
5
dirasakan oleh seluruh lapisan pegawai Bagian Umum Sekretariat Kantor Bupati Deli Serdang.
Bagian Umum Sekretariat Kantor Bupati Deli Serdang Salah satu instansi pemerintahan di Kabupaten Deli Serdang yang memeiliki struktur kepemimpinan sebagai berikut:
Tabel 1.1Struktur Kepemimpinan
No Jabatan Jumlah
1 Kepala Bagian Umum 1
2 Kepala Sub Bagian 2
Total 3
Berdasarkan hasil pengamatan langsung di Bagian Umum Sekretariat kantor Bupati Deli Serdang, serta hasil wawancara kepada beberapa pegawai yang bekerja di Kantor Tersebut, mengatakan kalau terdapat stres dan konflik kerja seperti halnya pelaksanaan tugas atau pembagian kerja yang tidak sesuai atau tidak merata, pegawai yang kurang bertanggung jawab untukmenyelesaikan pekerjaannya tepat waktu, hubungan ditempat ditempat kerja yang kurang Harmonis membuat stres kerja meningkat. Percekcokan dan perdebatan antar pegawai sehingga terjadinya konflik. stres pada pegawai juga dapat berpengaruh pada kinerja pegawai, karena pada dasarnya setiap instansi tentu pasti akan berupaya keras bagaimana kinerja di kantor tersebut berjalan dengan baik sesuai tujuan dari instansi nya tersebut. Sama dengan halnya dengan stres, perbedaan pendapat antar individu atau kelompok maupun antar bidang yang menimbulkan
konflik kesalahpahaman antar pegawai yang satu dengan yang lainnya sehingga memperlambat dan berpengaruh pada kinerja mereka.
Dengan demikian, berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul“Pengaruh Stres Kerja Dan Konflik Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Bagian Umum Sekretariat Kantor Bupati Deli Serdang”.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan, maka yang akan menjadi identifikasi permasalahan dalam hal ini adalah sebagai berikut:
1. Pegawai yang kurang bertanggung jawab menyelesai kan pekerjaannya tepat waktu.
2. Pelaksanaan tugas atau pembagian tugas yang tidak sesuai dan tidak merata.
3. Hubungan ditempat kerja yang kurang Harmonis antar pegawai.
4. Percekcokan antar pegawai membuat adanya konflik antar pegawai.
1.3 Batasan Dan Rumusan Masalah 1.3.1 Batasan Masalah
Dengan keterbatasan dalam kemampuan meneliti, waktu, biaya, dan tenaga untuk menghindari permasalahan yang ada agar tidak terlalu lama dalam penelitian ini, dan menghindari kekeliruan dalam manafsirkan mengenai masalah yang dibahas, maka dari itu penulis membatasi masalah yang diteliti adalah stres
7
kerja dan konflik kerja dan kinerja di Bagian Umum Sekretariat Kantor Bupati Deli Serdang.
1.3.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan Indentifikasi masalah diatas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apakah ada pengaruh stres kerja terhadap kineja pegawai Bagian Umum Sekretariat Kantor Bupati Deli Serdang?
2. Apakah ada pengaruh konflik kerja terhadap kinerja pegawai Bagian Umum Sekretariat Kantor Bupati Deli Serdang?
3. Apakah ada pengaruh stres dan konflik terhadap kinerja pegawai Bagian Umum Sekretariat Kantor Bupati Deli Serdang?
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui penegaruh stres kerja terhadap kinerja pegawai Bagian Umum Sekretariat Kantor Bupati Deli Serdang.
2. Mengetahui pengaruh konflik kerja terhadap kinerja pegawai Bagian Umum Sekretariat Kantor Bupati Deli Serdang.
3. Mengetahui pengaruh stres kerja dan konflik kerja terhadap kinerja pegawai Bagian Umum Sekretariat Kantor Bupati Deli Serdang.
1.5 Manfaat Penelitian
Manafat penelitian dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Untuk menambah wawasan dan memperluas pengetahuan bagi penulis khususnya yang berhubungan dengan masalah Setres, konflik dan kinerja pegawai dan menghubungkannya dengan teori perkuliahan yang diperoleh selama perkuliahan.
2. Sebagai informasi tambahan dan masukan bagi instansi tentang konflik stres dan konflik kerja yang ada hubungannya dengan kinerja pegawai.
3. Sebagai bahan refrensi bagi penelitian berikutnya bagi pihak yang membaca.
9
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Stres Kerja
A. Pengertian Stres Kerja
Dalam kehidupan sehari-hari, hampir setiap orang pernah mengalami stres walaupun kadar/tingkatannya berbeda-beda. Keadaan stres dapat disebabkan oleh berbagai persoalan yang dialami oleh individu dalam kehidupan keluarga,masyarakat,maupun ditempat kerja.
Stres kerja adalah perasaan tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan (Mangkunegara, 2013:155). Pendapat ini didukung oleh Beehr dan Newman (dalam Luthans 2006:441) yang mendifinisikan mengenai stres kerja sebagai kondisi yang muncul dari interaksi manusia dengan pekerjaannya serta dikarakteristikan oleh manusia sebagai perubahan manusia yang memaksa mereka untuk menyimpang dari fungsi normal mereka.bisa dikatakan bahwa stres kerja adalah umpan balik atas diri karyawan secara fisiologis maupun psikologis terhadap keinginan atau permintaan organisasi.
Stres kerja merupakan faktor-faktor yang dapat memberi tekanan terhadap produktivitas dan lingkungan kerja serta dapat menggangu individu.
Kemudian menurut Mangkunegara (2009) menyatakan bahwa stres kerja adalah perasaan yang menekan atau merasa tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan. Stres kerja ini dapat menimbulkan emosi tidak stabil, perasaan tidak tenang, suka menyendiri, sulit tidur, merokok berlebihan,
tidak bisa rileks, cemas, tegang, gugup, tekanan darah meningkat dan mengalami gangguan pencernaan.
B. Gejala-gejala Stres kerja
Gejala stres juga diungkapkan oleh Robbins dan Timothy (2016) tentang gejalastres meliputi hal-hal sebagai brikut:
1. Gejala Fisiologis
Stres dapat menciptakan perubahan didalam metabolisme, meningkatkan fungsi jantung dan tingkat pernapasan dan tekanan darah, membawa sakit kepala serta menimbulkan serangan jantung.
2. Gejala Psikologis
Stres memperhatikan dirinya sendiri dalam keadaan psikologis seperti ketegangan, kecemasan, sifat lekas marah, kebosanan, dan penundaan.
3. Gejala Perilaku
Gejala stres yang terkait dengan perilaku meliputi penurunan dalam produktivitas, ketidak hadiran, dan tingkat perputaran karyawan, demikian pula dengan perubahan dalam kebiasaan makan, meningkatnya merokok atau konsumsi alkohol, pidato yang cepat dan gelisah, dan gangguan tidur.gi atas tuntutan tugas, tekanan waktu karena deadline pekerjaan dan harus melakukan pengambilan keputusan yang terlalu banyak.
1) Peran dalam organisasi peran pekerjaan, harapan dalam pekerjaan dan tanggung jawab dalam pekerjaan.
2) Hubungan ditempat kerja yang terbagi atas hubungan dengan atasan dan hubungan dengan rekan kerja
11
3) Pengembangan karir yang terbagi atas kurangnya keamanan kerja (ketakutan akan tidak dipakai lagi atau pensiun dini) dan ketidakcocokan status misalnya promosi yang berlebihan, promosi yang kurang dan frustasi karena harus mengejar karir yang tinggi.
4) Struktur dan iklim organisasi yaitu kesempatan yang lebih besar untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.
C. Indikator Stres Kerja
Indikator stres kerja menurut Siagan (2014:300) terbagi 5 skala penilaian yaitu:
1. Faktor intristik
2. Peran dalam organisasi 3. Hubungan ditempat kerja 4. Pengembangan karir
5. Struktur dan iklim organisasi D. Dampak Stres kerja
Dampak stres kerja dapat menguntungkan atau merugikan karyawan, dampak yang menguntungkan diharapkan akan memacu karyawan untuk dapat meneyelesaikan pekerjaan dengan bersemangat sebaik-baiknya, namun jika stres kerja tidak mampu diatasi maka akan menimbulkan dampak yang merugikan karyawan (Gitosudarmo 2000:54)
Berikut ini beberapa dampak dan akibat yang ditimbulkan dari stres kerja:
Subjektif, berupa kekhawatiran atau ketakutan,agresi,apatis, rasa bosan, depresi, keletihan, frustasi, kehilangan kendali emosi, penghargaan diri yang rendah, gugup, kesepian.
Prilaku, berupa mudah mendapat kecelakaan, kecanduan alkohol, penyalahgunaan obat, luapan emosional, makan atau merokok secara berlebihan, perilaku impulsif, tertawa gugup.
Kognitif, berupa ketidak mampuan untuk membuat keputusan yang masuk akal, daya kosentrasi rendah, kurang perhatian, sangat sensitif terhadap kriktik, hambatan mental.
Fisologis, berupa kandungan glukosa darah meningkat, denyut jantung dan tekanan darah meningkat, mulut kering, berkeringat, bola mata melebar, panas dan dingin.
Organisasi, berupa angka absensi, omset, produktivitas rendah, terasing, dari mitra kerja, komitmen organisasi dan loyalitas berkurang.
E. Faktor Penyebab stres kerja
Menurut (Robbin,2003, pp. 794-798) penyebab stres itu ada 3 faktor yaitu:
1) Faktor Lingkungan
Ada bebebrapa faktor yang mendukung faktor lingkungan, yaitu:
Perubahan situasi bisnis yang menciptakan ketidakpastian ekonomi. Bila perekonomian itu menjadi menurun, orang menjadi semakin mencemaskan kesejahteraan mereka.
Ketidak pastian politik, situasi politik yang tidak menentu seperti yang terjadi di indonesia,banyak sekali demonstrasi dari berbagai
13
kalangan yang tidak puas dengan keadaan mereka. Kejadian semacam ini dapat membuat orang merasa tidak nyaman, seperti penutupan jalan karena ada yang berdemo atau mogoknya angkutan umum dan membuat para karyawan terlambat masuk kerja.
Kemajuan teknologi, dengan kemajuan teknologi yang pesat, maka hotel pun menambah peralatan baru atau membuat sistem baru. Yang membuat karywan harus mempelajari dari awal dan meneysuai kan diri dengan itu.
Terorisme adalah sumber stres yang disebabkan lingkungan yang semakin meningkat dalam abad ke -21, seperti dalam peristiwa penabrakkan gedung WTC oleh para teroris, menyebabkan orang- orang Amerika merasa terancam keamanannya dan merasa stres.
2) Faktor Organisasi
Banyak sekali faktor didalam organisasi yang dapat menimbulkan stres. Tekanan untuk menghindari kekeliruan atau menyelesai kan tugas dalam kurun waktu terbatas, beban kerja berlebihan, bos yang menuntut dan tidak peka, serta rekan yang tidak menyenangkan. Dari beberapa contoh diatas, penulis mengkatagorikannya menjadi beberapa faktor dimana contoh-contoh itu terkandung didalamnya, yaitu:
Tuntutan tugas merupakan faktor yang terkait dengan tuntutan atau tekanan untuk menunaikan tugasnya secara baik dan benar.
Tuntutan peran berhubungan dengan tekanan yang diberikan pada seseorang sebagai fungsi dari peran tertentu yang dimainkan dalam organisasi itu. Konflik peran meciptakan harapan-harapan yang barangkali sulit dirujuk atau dipuaskan. Kelebihan peran terjadi bila karyawan diharapkan untuk melakukan lebih dari pada yang dimungkinkan oleh waktu. Ambiguitas peran tercipta bila harapan peran tidak dipahami dengan jelas dan karyawan tidak pasti menegenai apa yang harus dikerjakan.
Tuntutan antar pribadi adalah tekanan yang diciptakan oleh karywan lain. Kurangnya dukungan sosisal dari rekan-rekan dan hubungan antar pribadi yang buruk dapat menimbulkan stres yang cukup besar,khususnya diantara para karyawan yang memiliki kebutuhan sosial yang tinggi.
Struktur organisasi menetukan tingkat diferensiasi dalam organisasi, tingkat aturan dan peraturan dan dimana kepurtusan itu diambil. Aturan yang berlebihan dan kurangnya berpatisipasi dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada karyawan merupakan potensi sumber stres.
15
3) Faktor Individu
Faktor ini mencangkup kehidupan pribadi karyawan terutama faktor- faktor persoalan keluarga, masalah ekonomi pribadi dan karakteristik keperibadian bawaan.
Faktor persoalan keluarga, survei nasional secara konsisten menunjukan bahwa orang menganggap bahwa hubungan pribadi dan keluarga sebagai suatu yang sangat berharga. Kesulitan pemikiran,pecahnya hubungan dan kesulitan disiplin anak-anak merupakan contoh masalah hubungan yang mencipatakan stres bagi karyawan dan terbawa ke tempat kerja.
Masalah ekonomi, diciptakan oleh individu yang tidak dapat mengelola sumber daya keuangan mereka merupakan satu contoh kesulitan pribadi yang dapat menciptakan stres bagi karyawan dan mengalihkan perhatian mereka dalam bekerja.
Karakteristik keperibadian bawaan, faktor individu yang penting mempengaruhi stres adalah kodrat kencenderungan dasar seseorang, artinya gejala stres yang diungkapkan pada pekerjaan itu sebenarnya berasal dari dsalam keperibadian orang itu.
2.1.2 Konflik Kerja A. Pengertian Konflik
Konflik berasal dari kata confligere, conflictum (saling berbenturan) yaitu semua bentuk benturan, tabrakkan, ketidak sesuaian, ketidak serasian, pertentangan, perkelahian, oposisi dan interaksi-interaksi antagonis yang bertentangan.
Ada beberapa pengertian konflik, antara lain sebagai berikut:
a. Konflik yang negatif, dalam hal ini konflik berkaiatan dengan sifat- sifat yang berbau dengan animalistik, yang didalamnya terkandung adanya kebuasan, kekerasan, barbarisme, pengrusakan, penghancuran, destruktif, irasional, tanpa kontrol emosi, terjadi pemogokan, kerugian organisasi, pekerjaan terbengkalai, pelanggan diabaikan, hasil kerja menurun, biaya operasioanl organisasi meningkat, terjadinya kebencian, hura-hara, permusuhan, pemogokan, dan seterusnya.
b. Konflik yang positif, biasanya hal ini dikaitkan dengan hal-hal yang konstruktif yaitu adanya pertualangan, pembaharuan, inovasi, kreasi, pertumbuhan, pemuktahiran, rasionalisasi, pengembangan produk dan lainnya.
c. Konflik yang netral, dalam hal ini konflik disebabkan oleh adanya perbedaan yang disebabkan karena perbedaan perilaku, perbedaan latar belakang, perbedaan pendidikan, perbedaan kebiasaan, perbedaan adat istiadat maupun adanya perbedaan umum.
17
Robbins dan Judge, konflik merupakan suatu proses yang dimulai ketika satu pihakmerasa bahwa pihak lain dipengaruhi secara negatif, atau tentang mempengaruhi secara negative, tentang suatu yang diketahui pihak pertama.
Menurut Husein (2010) menyatakan bahwa konflik adalah sebagai sesuatu perselisihan atau perjuangan diantara dua pihak yang ditandai dengan menunjukan permusuhan secara terbuka dan menganggu dengan sengaja penacpaian tujuan pihak yang menjadi lawannya.
Sedangkan menurut Mangkunegara (2009) sedangkan konflik kerja merupakan suatu situasi dimana terjadi adanya pertentangan antara dua atau lebih anggota organisasi atau kelompok-kelompok dalam organisasi yang timbul karena adanya kgiatan bersama-sama yang mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai-nilai, dan persepsi yang berbeda.
B. Faktor-faktor penyebab konflik
Faktor penyebab konflik atau akar-akar pertentangan suatu konflik (Soerjono Soekarno, 2006:91-92) antara lain:
1. Perbedaan antara individu-individu
Perbedaan pendirian dan perasaan mungkin akan melahirkan bentrokan antara mereka, terutama perbedaan pendirian dan perasaan.
Sehingga, hal ini lantas menjadi faktor penyebab konflik yang signifikan.
2. Perbedaan Kebudayaan
Perbedaan keperibadian dari orang perorangan tergantung pula dari pola-pola kebudayaan yang menjadi latar belakang pembentukan
sertaperkembangan keperibadian, yang sedikit banyak akan mempengaruhi keperibadian seseorang dalam kebudayaan tersebut.
3. Perbedaan Kepentingan
Perbedaan kepentingan antar individu maupun kelompok merupakan sumber lain dari pertentangan baik kepentingan ekonomi, politik, dan sebagainya.
4. Perubahan Sosial
Perubahan sosial yang berlangsung dengan cepat untuk sementara waktu akan mengubah nilai-nilai yang ada dalam masyarakat yang dapat menyebabkan munculnya golongan-golongan yang berbeda pendiriannya.
C. Indikator-indikator konflik
Menurut Mangkunegara (2009:155) yang menjadi indikator-indikator konflik kerja adalah:
1) Ketegangan masalah pribadi 2) Visi yang berbeda dalam pekerjaan 3) Perbedaan pendapat
4) Perbedaan dalam menentukan penyebab permasalahan 5) Perbedaan dalam menentukan solusi permasalahan\
6) Perbedaan dalam menentukan cara penyelesaian konflik 7) Konflik emosional
8) Perselisihan pribadi
9) Lelah secara mental dengan pekerjaan.
19
D. Akibat Terjadinya Konflik
Ada beberapa akibat yang dapat ditimbulkan oleh adanya pertentangan atau konflik (Soejono Soekanto,2006:95-96),yakni:
Bertambahnya solidaritas in-group apabila suatu kelompok bertentangan dengan kelompok lain, maka solidaritas dalam kelompok tersebut akan bertambah erat.
Hancurnya atau retaknya kesatuan kelompok pecahnya, persatuan dalam kelompok apabila pertentangan dalam satu kelompok itu terjadi.Perubahan harta benda dan jatuhnya korban manusia. Akomondasi, dominasi dan takluknya salah satu pihak.
E. Cara penyelesaian konflik
Penyelesaiannya dengan cara untuk menyelesaikan konflik (Soerjono Soekanto,1990:77:78), yaitu:
1. Coercion (Paksaan)
Penyelesaian dengan cara memaksa dan menekan pihak lain agar menyerah. Coercion merupakan suatu cara dimana salah satu pihak berada dalam keadaan yang lemah bila dibandingkan dengan pihak lawan. Cara ini sering kurang efektif karena salah satu pihak harus mengalah dan menyerah secara terpaksa.
2. Compromiese (kompromi)
Suatu cara dimana pihak-pihak yang terlibat saling mengurangi tuntutannya, agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang ada.
3. Arbitration (Arbitrasi)
Merupakan suatu cara untuk mencapai suatu kesepakatan diantara kedua belah pihak. Pihak ketiga mendegarkan keluhan kedua pihak dan berfungsi sebagai “hakim” yang mencari pemecahan meningkat.
4. Mediation (Penengahan)
Mengguanakan mediator yang diundang untuk menengahi sangketa.
Mediator dapat membantu mengumpulkan faktam, menjalin komunikasi yang terputus, menjernihkan dan memperjelas masalah serta melapangkan jalan untuk pemecahan masalah secara terpadu.
5. Conciliation (Konsiliasi)
Merupakan suatu usaha untuk mempertemukan keinginan-keinginan dari pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya suatu persetujuan bersama.
Konsep sentral dari teori konflik adalah wawenang dan posisi yang keduanya merupakan fakta sosial. Distribusi wawenang dan kekuaasaan secara tidak merata menjadi faktor yang menentukan konflik sosial secara sistematik, karena dalam masyarakat selalu terdapat golongan yang saling bertentangan yaitu pengusaha dan yang dikuasai ( Soetomo,1995:33)
Teori konflik melihat apapun keteraturan yang terdapat dalam masyarakat merupakan pemaksaan terhadap anggotanya oleh mereka yang berada diatas dan menekan peran kekuasaan dalam mempertahankan ketertiban dalam masyarakat (George Ritzer dan Douglas J.Goodman,2008:153).
21
2.1.3 Kinerja
A. Pengertian Kinerja
Kinerja instansi pemerintah merupakan gambaran mengenai tingkatan pencapaian sasaran ataupun tujuan instansi pemerintahan sesuai dengan program dan kebijakan yang ditetapkan.
Mangkunegara (2009) mengemukakan bahwa kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Perusahaan selalu menginginkan keuntungan, penghematan, dan efesiensi untuk mempertahankan perusahaannya, tetapi dalam pencapaian tersebut perusahaan harus bisa mengoptimalkan kinerja karyawan.
Menurut Gaol (2014) mendefiniskan bahwa kinerja merupakan suatu istilah secara umum yang digunakan untuk sebgaian atau seluruh tidankan atau aktivitas dari suatu organisasi pada suatu priode dengan referensi pada sejumlah standar seperti biaya-biaya masalalu atau yang diproyeksikan dengan dasar efisiensi, pertanggung jawaban atau akuntabilitas manajemen dan sebagainya.
Sedangkan menurut Wibowo (2010) kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Maka dari uraian diatas dapat diartikan kinerja mmerupakan hasil dari seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya. Hasil kinerja yang baik dan memuaskan tergantung dengan bagaiamana seseorang tersebut melaksanakan tugasnya, hasil kerja yang baik tergantung dengan karyawan itu sendiri.
B. Faktor-faktor pencapaian kinerja
Faktor-faktor penentu pencapaian pegawai individu dalam organisasi menurut Mangkunegara (2009) adalah sebagai berikut:
1) Faktor individu
secara psikologis, individu yang normal adalah individu yang memiliki integritas yang tinggi anatara psikis (rohani) dan fisiknya (jasmaniah), dengan adanya integritas yang tinggi anatara fungsi psikis dan fisik, maka individu tersebut memiliki kosentrasi diri yang baik. Kosentrasi yang baik ini merupakan modal utama individu manusia untuk mampu mengelola dan mendayaguankan potensi dirinya secara optimal dalam melaksanakan kegiatan atau aktivitas kerja sehari-hari dalam mencapai tujuan organisasi.
2) Faktor lingkungan orgnisasi.
Faktor lingkungan kerja organisasi sangat menunjang bagi individu dalam mencapai prestasi kerja. Faktor lingkungan organisasi yang dimaksud antara lain uraian jabatan yang jelas, autoritas yang memadai, target kerja yang menantang, pola konumikasi kerja efektif, hubungan kerja humoris, iklim kerja respek dan dinamis, peluang berkarir dan fasilitas kerja yang relatif memadai. Dari pendapat diatas dapat dijelaskan, bahwa faktor individu dan faktor lingkungan organisasi berpengaruh terhadap kinerja pegawai.
23
C. Indikator-Indikator Kinerja
Menurut Mangkunegara (2009) mengemukakan bahwa indikator kerja yaitu:
1) Kualitas
Kualitas kerja adalah seberapa baik karyawan mengerjakan apa yang seharusnya dipekerjakan.
2) Kuantitas
Kuantitas adalah seberapa lama seorang pegawai bekerja dalam satu harinya. Kuantitas kerja ini dapat dilihat dari kecepatan kerja setiap pegawai itu masing-masing.
3) Pelaksanaan tugas
Pelaksanaan tugas adalah seberapa jauh karyawan mampu melakukan pekerjaannya dengan akurat atau tidak ada kesalahan.
4) Tanggung jawab
Tanggung jawab terhadap pekerjaan adalah kesadaran akan kewajiban karywan untuk melaksanakan pekerjaan yang diberikan perusahaan.
D. Tujuan kinerja
Menurut Mangkunegara (2009) adapun bagi karyawan, tujuan pelaksanaan kinerja aadalah:
1) Membantu para karyawan untuk mengerti apa yang seharusnya mereka kerjakan dan mengapa hal tersebut harus dikerjakan serta memberikan kewawenangan dalam mengambil keputusan.
2) Memberikan kesempatan bagi para karyawan untuk mengembangkan keahlian dan kemampuan baru.
3) Mengenali rintangan-rintangan peningkatan kinerja dan kebutuhan sumber daya yang memadai.
4) Karyawan memproleh pemahaman yang lebih baik mengenai pekerjaan dan tanggung jawab mereka.
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian-penelitian yang menyangkut pengaruh stres kerja dan konflik kerja terhadap kinerja karyawan menunjukan hasil yang beraneka ragam sebagai berikut:
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu yang berkenan dengan judul penelitian
No Nama Penelitian Judul Penelitian Hasil Penelitian
1. Muhammad
Irwan (2017)
Pengaruh Stress dan konflik kerja terhadap kinerja karyawan PT.
Kalla Kakao Industri Di Kota Makassar
Berdasarkan hasil penelitian secara statistik variabel dependen yaitu stress dan konflik kerja berpengaruh dan signifikan terhadap kinerja karyawan
2. Tamauka
Marsello Geovanni,dkk (2015)
Pengaruh konflik peran, konflik kerja dan stres kerja terhadap kinerja karyawan pada PT.air Manando
Konflik peran, stres kerja dan konflik kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan pada PT.Air Manado
25
3. Ikwanushalihin
(2013) Pengaruh stres
dan konflik kerja terhadap kinerja pegawai pada kantor
kecamatan di kota bangun kabupaten kutai kartanegara
Secara bersama-sama stres dan konflik
berpengaruh signifikan, ini berarti stres dan konflik masih
memberikan peran yang mempengaruhi kinerja pegawai di kantor camat
4. Herdianti Husain (2019)
Pengaruh Stres kerja terhadap kinerja pegawai pada kantor pengadilan Tata Usaha Negara Makasar.
Stres kerja berpengaruh terhadap kinerja
pegawai pada kantor pengadilan Tata usaha Negara
5. Trywan Nadeak
(2016)
Pengaruh stres kerja dan konflik kerja terhadap kinerja pegawai pada KANWIL DPJ SUMUT II PEMATANG SIANTAR
Konflik kerja yang ada pada Kawil DJP SUMUT II Pematang siantar brada pada kategori tidak baik,hal ini dapat dilihat dari dimensi konflik fungsional dan konflik disfungsional
2.3 Kerangka Konseptual
Berpijak pada kajian pustaka dan beberapa hasil penelitian sebagaimana telah dipaparkan, berikut dikemukakan kerangka pemikiran penelitian. Untuk menjelaskan bagaimana pola hubungan antar variabel yang diteliti dan bagaimana konsep teori sehingga dapat mengambil kesimpulan sementara (Hipotesis Sementara), maka dapat digambarkan sebuah kerangka penelitian:
Keterangan:
1. Hubungan Stres kerja terhadap Kinerja
Hubungan Variabel Stres kerja () berpengaruh terhadap variabel kinerja (Y) terbukti dari penelitian terdahulu Herdianti Husain (2019), yang hasil penelitiannya disebutkan bahwa stres kerja berpengaruh terhadap kinerja pegawai pada Kantor Pengadilan Tata Usaha Negara.
2. Hubungan Konflik kerja terhadap Kinerja
Hubungan variabel Konflik kerja () berpengaruh terhadap variabel kinerja (Y) terbukti dari penelitian terdahulu Trywan Nadeak (2016), yang hasil penelitiannya disebutkan bahwa konflik kerja yang ada pada Kanwil DJP SUMUT II Pematang Siantar berada pada kategori tidak baik, hal ini dapat dilihat dari dimensi konflik fungsional dan konflik disfungsional.
3. Hubungan Stres kerja dan konflik kerja terhadap kinerja
Hubungan stres kerja () dan konflik kerja () berpengaruh terhadap variabel kinerja (Y) terbukti dari penelitian terdahulu Ikhwanushalihin (2013), yang hasil penelitiannya disebutkan bahwa secara bersama-sama stres dan konflik berpengaruh signifikan , ini berarti stres dan konflik masih memberikan peran yang mempengaruhi kinerja pegawai di camat.
27
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
2.4 Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka konseptual maka hipotesis penelitian ini adalah:
1. Stres kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja Pegawai Bagian Umum Sekretariat Kantor Bupati Deli Serdang.
2. Konflik kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja Pegawai Bagian Umum Sekretariat Kantor Bupati Deli Serdang.
3. Stres kerja dan konflik kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja Pegawai Bagian Umum Sekretariat Kantor Bupati Deli Serdang.
Stres Kerja
Konflik Kerja
Kinerja Y