• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I - Perpustakaan Poltekkes Malang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "BAB I - Perpustakaan Poltekkes Malang"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Stunting (kerdil) adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan yang kurang jika dibandingkan dengan umur.Menurut World Health Organization (WHO)kondisi ini diukur dengan nilai z-score yang kurang dari minus dua standard deviasi pertumbuhan anak.Balita stunting termasuk masalah gizi kronik yang disebabkan oleh banyak faktor seperti kondisi sosial ekonomi, gizi ibu saat hamil, kesakitan pada bayi, dan kurangnya asupan gizi pada bayi. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir, akan tetapi kondisi stunting baru dapat dilihat setelah bayi berusia 2 tahun.

Stunting merupakan masalah gizi di Indonesia yang saat ini menjadi prioritas utama pemerintah. Riset Kesehatan Dasar (Riskesda) tahun 2018 melaporkan anak pendek di Indonesia sejumlah 30,8% terdiri dari 19,3%

pendek dan 11,5% sangat pendek. Prevelensi di jawa timur tahun 2018 sejumlah 32,81%, terdiri dari 12,92% balita pendek dan 29,89% balita sangat pendek. Dinas Kesehatan Kabupaten Malang tahun 2019 menyatakan angka kejadian stunting di kabupaten malang masih tergolong tinggi. Jumlah balita di Kabupaten Malang sebanyak 145.202 balita, 3,4% diantarannya dalam kategori sangat pendek dan 12,6% dalam kategori pendek.

(2)

Pembangunan kesehatan dalam periode tahun 2015-2019 difokuskan pada empat program prioritas yaitu penurunan angka kematian ibu dan bayi, penurunan prevalensi balita pendek (stunting), pengendalian penyakit menular dan pengendalian penyakit tidak menular.Upaya peningkatan status gizi masyarakat termasuk penurunan prevalensi balita pendek menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional yang tercantum di dalam sasaran pokok Rencana Pembangunan jangka Menengah Tahun 2015 – 2019 (RPJMN, 2015- 2019).

Periode balita ini merupakan periode yang sensitif karena akibat yang ditimbulkan terhadap bayi pada masa ini akan bersifat permanen dan tidak dapat dikoreksi. Untuk itu diperlukan pemenuhan gizi yang adekuat pada usia ini (Mucha, 2013). Pemenuhan gizi yang kurang dimungkingkan akan berdampak pada kondisi balita pendek atau stunting.Menurut Mitra (2015) stunting berkaitan dengan meningkatnya risiko kesakitan dan kematian, perkembangan otak suboptimal sehingga perkembangan motorik terlambat, terhambatnya pertumbuhan, penurunan prestasi akademik, meningkatkan risiko obesitas, lebih rentan terhadap penyakit tidak menular dan peningkatan risiko penyakit degenerative.Pernyaatan ini didukung oleh penelitian dari Maria, dkk (2015) dan didapatkan hasil bahwa anak yang stunting perkembangan motoriknya lebih banyak yang kurang (22%) jika dibanding dengan anak yang tidak stunting (2%) yang menyatakan ada hubungan yang signifikan antara stunting dengan perkembangan motorik anak.

(3)

Deteksi dini pada balita stunting perlu ditingkatkan agar tidak menimbulkan dampak yang lebih serius pada anak di masa yang akan datang.

Salah satunya dengan menggunakan tes Denver Development Screening Test(DDST).Tes ini bukan tes diagnostic atau tes IQ. Tujuan DDST adalah mengkaji dan mengetahui perkembangan anak yang meliputi motorik kasar, bahasa, motorik halus dan personal sosial pada anak usia satu bulan sampai dengan enam tahun.

Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Malang 2019 menyatakan, wilayah dengan kejadian stunting tertinggi berada di wilayah kerja Puskesmas Pakis dengan jumlah balita sangat pendek 16 (0,2%) dan jumlah balita pendek 2470 (30,5%) dari total balita 8180 dan desa yang menjadi lokasi khusus stunting berada di Desa Kedungrejo dengan jumlah balita stunting 77 (24,3%) dari jumlah balita 316. Berdasarkan latar belakang di atas yang menjadi dasar peneliti untuk melakukan penelitian dengan judul hubungan stunting dengan perkembangan balita usia 2-5 tahun menggunakan skrinning perkembangan DDST, untuk mengetahui adakah hubungan antara stunting dengan perkembangan balita.

1.2 Rumusan Masalah

Adakah hubungan stunting dengan perkembangan balita usia 2-5 tahun dengan menggunakan skrinning perkembangan DDST ?

(4)

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan stunting dengan perkembangan balita usia 2-5 tahun dengan menggunakan skrinning perkembangan DDST

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi stunting pada balitausia 2-5 tahun

b. Mengidentifikasi perkembangan pada balita usia 2-5 tahun dengan menggunakan skrinning perkembangan DDST

c. Menganalisis hubungan stunting dengan perkembangan balita usia 2-5 tahun

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis

Dapat diggunakan untuk memberikan informasi dan pengetahuan tentang hubungan stunting terhadap perkembangan balita dengan menggunakan skrinning deteksi dini perkembangan menggunakan DDST

1.4.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu masukan dalam melakukan deteksi dini perkembangan pada balita stunting menggunakan skrinning perkembangan DDST sebagai upaya untuk pencegahan penyimpangan perkembangan pada balita stunting.

Referensi

Dokumen terkait

Upaya Promotif dan Preventif Terhadap Masalah Stunting Melalui Home Visit...46 C.. Karakteristik Ibu Balita

Tabel Distribusi Tingkat Konsumsi Energi Balita Gizi Kurang Sebelum dan Sesudah Konseling Gizi .... Tabel Distribusi Tingkat Konsumsi Protein Balita Gizi Kurang Sebelum dan Sesudah

Maka salah satu alternatif solusi untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian, menaikkan kualitas pelayanan, serta mengefisiensikan biaya yang berdampak pada rumah sakit upaya yang

2 2 informasi berbasis web dapat dilakukan dalam pelaksanaan pelaporan bulanan rawat inap yang meliputi laporan data kesakitan dan laporan data pelayanan rawat inap, hal ini akan

Karena cukup tingginya angka kematian ibu nifas yang dikarenakan masalah-masalah tersebut maka pemerintah telah mempunyai program untuk memantau dan memperkecil angka kematian ibu

BBLR berhubungan dengan angka kematian dan kesakitan bayi, selain itu juga berhubungan dengan kejadian gizi kurang di kemudian hari yaitu pada periode balita.7, 8 Angka Kematian Bayi

Diperkirakan balita di Indonesia 30% dari 250 juta jiwa penduduk di Indonesia dan berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga SKRT Nasional jumlah balita yang susah dalam mengontrol buang

Hasil penimbangan bulanan di posyandu teratai, desa Ngebruk kecamatan Poncokusumo pada tahun 2017 jumlah balita S sebanyak 335 balita, jumlah balita yang memiliki KMS sebanyak K 348