• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I - Repository UHN

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "BAB I - Repository UHN"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti dengan judul “Tanggung Jawab Pidana Pegawai Bank Yang Melakukan Pemalsuan Transaksi Perbankan Secara Terus Menerus (Studi Putusan Nomor: 133/Pid.Sus/2016/PN.Skg)”. Bagaimana pertanggungjawaban pidana pegawai bank yang melakukan tindak pidana pemalsuan transaksi bank lanjutan dalam putusan no.133/Pid.Sus/2016/PN.Skg. Untuk mengetahui bagaimana pertanggungjawaban pidana pegawai bank yang melakukan tindak pidana berupa penipuan transaksi bank dilanjutkan dalam putusan nomor 133/Pid.Sus/2016/PN.Skg.

Salah satunya adalah keadilan, sehingga pembahasan pertanggungjawaban pidana akan memberikan kontur yang lebih jelas. Berbicara pertanggungjawaban pidana berdasarkan hukum pidana negara-negara yang menganut 'common law system' pada prinsipnya tidak memiliki perbedaan yang mendasar dengan 'civil'. 2Sapta Candra, Jurnal Cita Hukum: “Reformasi Hukum Pidana; Konsep Pertanggungjawaban Pidana di Masa Depan Hukum Pidana Nasional”, Vol I No.1, Juni 2013, hal.40.

Akuntabilitas pidana pada dasarnya adalah mekanisme yang dibangun dalam hukum pidana untuk menanggapi pelanggaran kesepakatan untuk mengingkari tindakan tertentu. Tanggung jawab pidana adalah pengenaan celaan kepada pencipta atas tindakannya yang melanggar larangan atau menciptakan keadaan yang dilarang. Konsep tanggung jawab pidana adalah syarat-syarat yang diperlukan untuk menjatuhkan hukuman kepada seorang penjahat.

Seseorang hanya dapat dimintai pertanggungjawaban pidana jika sebelumnya telah dibuktikan bahwa orang tersebut telah melakukan perbuatan yang dilarang.

Tinjauan Umum Tindak Pidana Perbankan .1.1 Pengertian Tindak Pidana

Mengenai pengertian kejahatan dapat dilihat dari pendapat para ahli antara lain menurut VOS kejahatan adalah suatu fakta yang dapat dinyatakan dapat dipidana dengan undang-undang. Menurut P.A.F Lamintang unsur-unsur suatu tindak pidana terdiri dari dua, yaitu unsur subyektif dan unsur obyektif. Perumusan pidana dalam Buku Kedua dan Ketiga KUHP biasanya diawali dengan kata siapa saja.

Hal ini mengandung arti bahwa yang dapat melakukan kejahatan atau menjadi subjek kejahatan pada umumnya adalah manusia. Pandangan klasik berpendapat bahwa pelaku tindak pidana adalah orang perseorangan, sekalipun ia menjabat sebagai direktur atau komisaris suatu badan hukum. Sebagaimana diketahui, tindak pidana di bidang perbankan merupakan salah satu bentuk tindak pidana di bidang ekonomi.

Kejahatan perbankan adalah segala jenis perbuatan melawan hukum yang berkaitan dengan kegiatan dalam menjalankan usaha bank, baik sebagai sasaran maupun sebagai pelaku, sedangkan kejahatan perbankan adalah kejahatan yang dilakukan oleh bank. Sehubungan dengan itu, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan membagi jenis tindak pidana menjadi 2 (dua) jenis, yaitu kejahatan dan pelanggaran. Yang dikategorikan sebagai tindak pidana perbankan berdasarkan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998.

Mengenai pelanggaran yang dikategorikan sebagai tindak pidana di bidang perbankan menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 diatur dalam ketentuan Pasal 51 ayat (2). Dalam Pasal 51 ayat (2) secara tegas dinyatakan bahwa: Tindak pidana dari Pasal 48 ayat (2) adalah pelanggaran. Anwar mengatakan, perbedaan pengertian kejahatan perbankan dan kejahatan perbankan didasarkan pada perbedaan. Tindak pidana perbankan terdiri dari perbuatan-perbuatan yang melanggar ketentuan undang-undang tentang bank yang pelanggarannya dilarang dan diancam dengan undang-undang.

Sedangkan tindak pidana di bidang perbankan terdiri dari perbuatan yang berkaitan dengan kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan usaha pokok bank, perbuatan yang dapat dijerat dengan hukum pidana selain undang-undang yang berkaitan dengan perbankan, seperti Undang-Undang Hukum Acara Pidana, undang-undang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dan sejenisnya .42. Menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 yang merupakan unsur tindak pidana perbankan yaitu. Para pelaku (pelaku) kejahatan perbankan harus sangat menyadari keberadaan subjek hukum pidana dalam tatanan normatif peraturan perundang-undangan pidana.

Pengamatan juga ditujukan pada ketentuan tentang tindak pidana ekonomi, Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-Undang Perbankan yang mengatur bahwa subyek hukum pidana tidak hanya orang tetapi juga badan hukum (rechtspersoon). Penetapan kebijakan legislasi (formulasi) yang mengembangkan badan hukum pidana, salah satu pertimbangannya didasarkan pada karakteristik dan tipologi tindak pidana perbankan yang meliputi.

Tinjauan Umum Mengenai Perbuatan Berlanjut

Utrecht menyebutnya "tindakan lanjutan", Schravendijk dan Wirjono Prodjodikoro menyebutnya "tindakan lanjutan", dan Soesilo menyebutnya "tindakan lanjutan". Apapun istilah yang digunakan, sehubungan dengan apa yang dimaksud dengan perbuatan yang berlanjut pada alinea pertama rumusan itu, pada dasarnya adalah sejumlah perbuatan yang berupa delik dan kejahatan, yang satu dengan lainnya ada hubungan sedemikian rupa sehingga harus dapat dilihat sebagai satu perbuatan yang terus-menerus 50 Berdasarkan susunan kata ayat (1) dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur perbuatan yang berlanjut adalah: Perbuatan yang dimaksud adalah berupa perbuatan yang menimbulkan tindak pidana, bukan semata-mata perbuatan fisik atau perbuatan yang merupakan unsur kejahatan.

Pengertian ini lebih sesuai dengan uraian kalimat di baliknya, yang berbunyi “padahal masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran”. Adapun unsur kedua, yaitu antara perbuatan yang satu dengan perbuatan yang lain, harus ada hubungan sedemikian rupa sehingga tidak ada penjelasan lebih lanjut dalam undang-undang. Memorie van Toelichting (MvT) WvS Holland mengenai pembentukan pasal ini yaitu: “dat de different feiten de uiting ziijn van een ongeoorloofd beschluit en dat een voorgezett geliksoortigefeiten” (bahwa perbuatan yang berbeda itu harus merupakan pelaksanaan keputusan yang dilarang, dan bahwa tindak pidana lanjutan hanya dapat terjadi dari sekelompok tindak pidana yang sejenis).

MvT (Memorie van Toelichting), kriteria “tindakan-tindakan itu dihubungkan sedemikian rupa sehingga harus dilihat sebagai tindakan yang berkesinambungan” adalah: . 1) Harus ada keputusan kehendak (wilsbesluit) pencipta; Putusan sukarela yang dimaksud adalah berupa kehendak dasar (wilsbesluit) yang terbentuk sebelum orang tersebut melakukan tindak pidana pertama, yang kemudian tindak pidana berikutnya didasarkan atas kehendak dasar tersebut, dan bukan tujuan yang ditujukan pada setiap perbuatan. Setelah dasar wasiat terbentuk, maka wasiat itu terus diarahkan kepada semua tindak pidana yang akan dilakukan nantinya.

Syarat-syarat tersebut tidak boleh terlalu lama, karena jika waktunya terlalu lama akan sulit ditemukan hubungan antara tindak pidana yang dilakukan dengan putusan wasiat semula, atau hubungannya dengan tindak pidana sebelumnya (yang sejenis), artinya jika waktu.

Ruang Lingkup Penelitian

Jenis Penelitian

Metode Pendekatan

Sumber Bahan Hukum

Metode Penelitian

Analisis Bahan Hukum

Referensi

Dokumen terkait

Jika saya diterima menjadi asisten praktikum Labotorium Mekatronika Alat dan Mesin Agroindustri, saya akan melaksanakan tugas sebagai asisten dengan sebaik-baiknya dan penuh dengan