• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I - Repository UHN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB I - Repository UHN"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

Termasuk harta debitur yang dijamin dengan hak tanggungan sebagaimana diatur dalam Pasal 56 Undang-Undang Kepailitan jika hal itu terjadi. Untuk mengetahui akibat hukum apa yang terdapat dalam (Putusan Nomor 21/Pdt.Sus-Pailit/2020/PN Niaga.Jkt Pst), putusan pailit terhadap harta kekayaan debitur yang dibebani hak tanggungan berdasarkan Undang-undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Syarat-syarat Permohonan Pailit

Lain halnya jika kreditur meminta kepada pengadilan untuk menyatakan debitur pailit, maka dengan syarat-syarat kepailitan itu terjadi penyitaan umum atas seluruh harta debitur dan selanjutnya semua penyitaan yang telah dilakukan sebelumnya, jika ada. seperti itu, akan dilakukan. batal. Dengan demikian jelas bahwa seorang debitur tidak dapat dituntut pailit apabila debitur tersebut hanya mempunyai satu kreditur. Pengertian utang termuat dalam pasal 1 angka 6 undang-undang kepailitan, yaitu: “Utang adalah suatu kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam sejumlah uang, baik dalam mata uang Indonesia maupun dalam mata uang asing, baik langsung maupun yang akan timbul. di kemudian hari atau kontinjensi, yang timbul karena suatu perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh debitur dan bila tidak dipenuhi, memberikan hak kepada kreditur untuk mengambil manfaat dari harta debitur.” Melalui pengertian utang yang diberikan dalam Undang-Undang Kepailitan jelaslah bahwa pengertian utang harus dimaknai dengan kehati-hatian yang luas, tidak hanya mencakup utang yang timbul karena perjanjian utang piutang atau perjanjian pinjam meminjam, tetapi juga utang yang timbul karena undang-undang atau perjanjian yang dapat mengakibatkan kerugian. dihargai dengan sejumlah uang.

Syarat-syarat yang cukup agar satu utang dapat ditagih dan ditagih. Syarat bahwa suatu utang harus dapat ditagih dan ditagih menunjukkan bahwa kreditur berhak menuntut agar debitur memenuhi kinerjanya. Menurut Jono, kondisi ini menunjukkan bahwa utang harus timbul dari suatu perjanjian yang sempurna (adanya schuld dan haftung). Oleh karena itu jelas bahwa utang yang timbul karena kewajiban kodrat (adanya utang tanpa haftung) tidak dapat diajukan pailit.

Meskipun utang perjudian telah jatuh tempo, namun hal ini tidak memberikan hak kepada kreditur untuk menagih utang tersebut.

Proses Pailit

Kepailitan merupakan kewenangan mutlak pengadilan niaga dan pengaturan lembaga yang menangani kepailitan. Asas konsolidasi wajib mempunyai konsep yang lebih luas daripada sekedar membagi harta pailit kepada para krediturnya secara pari passu pro rata parte atau secara terstruktur pro rata (pembagian berdasarkan golongan kreditur). Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dalam hal yang debiturnya adalah perusahaan efek, bursa efek atau lembaga kliring dan penjaminan, dan. Dalam undang-undang kepailitan tahun 2004 terdapat ketentuan yang sangat penting mengenai tata cara permohonan pailit pada tingkat panitera pengadilan niaga, yaitu ketentuan yang menyatakan bahwa komisi wajib menolak pendaftaran permohonan pernyataan pailit. untuk lembaga perbankan, perusahaan sekuritas, saham. bursa, lembaga kliring dan penjaminan, perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, dana pensiun, dan perusahaan negara yang bergerak di bidang kepentingan umum yang diusulkan tidak memenuhi ketentuan pasal 1 ayat 3, 4, dan 5 UUK sebagaimana disebutkan. di atas.

Setelah proses pendaftaran selesai, pengadilan kemudian memanggil debitur untuk menghadiri sidang. Pada saat itu, pengadilan wajib memanggil debitur, apabila permohonan pernyataan pailit diajukan oleh kreditur penggugat, Bank Indonesia, Otoritas Pengawas Pasar Modal, atau Menteri Keuangan. Selain itu, hakim dapat memanggil kreditor apabila debitur mengajukan permohonan pailit dan terdapat keraguan apakah syarat untuk dinyatakan pailit telah dipenuhi. Panggilan tersebut harus disampaikan selambat-lambatnya tujuh hari sebelum sidang pemeriksaan pertama, dan putusan pengadilan niaga diambil paling lambat enam puluh hari setelah tanggal permohonan pailit.

Batasan waktu ketentuan acara di pengadilan niaga sangat positif karena dengan pembatasan tersebut tidak akan terjadi backlog perkara seperti pada pengadilan negeri.

Jenis-jenis Kreditur

Dalam penelitian saya, tidak ada satupun kasus kepailitan yang putusannya berlarut-larut melampaui jangka waktu yang ditentukan oleh undang-undang kepailitan. Kreditor preferensi adalah kreditor yang mempunyai keistimewaan khusus, yaitu suatu hak yang diberikan oleh undang-undang kepada seorang kreditur agar derajatnya lebih tinggi dari kreditor lain, semata-mata berdasarkan sifat debiturnya (Pasal 1134 KUHPerdata). Yakni kreditor yang memegang hak tanggungan kebendaan, yang dalam KUH Perdata disebut dengan gadai dan obligasi.

Hipotek diatur dalam pasal 1162 sampai pasal 1232 bab XXI KUH Perdata, yang saat ini hanya berlaku bagi kapal laut yang berukuran minimal 20 m3 dan terdaftar di dekat Pelabuhan dan pesawat udara. Hak gadai diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan 1160 Bab XX KUHPerdata yang berlaku terhadap barang bergerak. Hak tanggungan diatur dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan atas tanah dan segala sesuatu yang berkaitan dengan tanah, yaitu jaminan terhadap hak atas tanah tertentu serta benda-benda yang berkaitan dengan tanah.

Hak Fidusia diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, yang obyeknya merupakan agunan berupa benda-benda yang tidak dapat dijaminkan dengan gadai, hipotek, dan pembebanan.

Akibat Hukum Kepailitan

Harta debitur yang termasuk dalam harta pailit merupakan perampasan umum (penuntutan umum, penyitaan) bersama-sama dengan apa yang diperoleh pada waktu pailit. Hakikat penyitaan harta kekayaan debitur secara umum adalah tujuan kepailitan adalah untuk mengakhiri perampasan harta kekayaan orang pailit oleh para kreditornya dan mengakhiri transaksi-transaksi yang dilakukan debitur yang menyangkut harta kekayaan orang pailit dan kemungkinan besar akan menimbulkan kerugian. kepada harta para kreditornya. Oleh karena keterikatan umum itu maka harta pailit itu berstatus dikecualikan dari segala macam transaksi dan perbuatan hukum lainnya sampai harta pailit itu dikelola oleh seorang wali.

Kuasa untuk mengeluarkan harta yang dimaksud dalam harta pailit harus dibaca sepanjang debitur pailit adalah orang perseorangan dan bukan suatu badan hukum. Namun apabila tuntutan itu diajukan atau diajukan oleh atau terhadap debitur pailit, maka tuntutan itu, apabila tuntutan itu menimbulkan putusan terhadap debitur pailit, tidak mempunyai akibat hukum apa pun terhadap harta pailit. Selain itu, tuntutan untuk mencapai pemenuhan kewajiban dari harta pailit yang ditujukan kepada debitur pailit pada saat pailit hanya dapat dilakukan dengan cara mendaftar pencocokan.

Di samping itu hakikat kepailitan yang lain adalah menurut undang-undang terjadi penyitaan umum atas seluruh harta kekayaan orang pailit, artinya segala sesuatu yang berkaitan dengan harta pailit itu melalui suatu wali yang ditunjuk oleh undang-undang itu.

Tinjauan Umum Tentang Hak Tanggungan 1. Pengertian Hak Tanggungan

Pengertian Jaminan atau Agunan

Agunan adalah suatu barang, harta atau benda yang diberikan oleh debitur kepada kreditur pada saat mengajukan pinjaman. Hak penjaminan adalah suatu kaidah hubungan hukum antara penjamin (debitur) dan penerima jaminan (kreditur) sebagai akibat timbulnya hutang (pinjaman) tertentu dengan jaminan (benda atau orang tertentu). Undang-undang penjaminan tidak hanya mengatur mengenai jaminan hukum terhadap kreditur sebagai debitur, namun juga perlindungan hukum terhadap debitur sebagai debitur.

Ali Mansyur21, Hukum agunan adalah suatu aturan yang mengatur tentang hubungan hukum antara kreditur dan debitur apabila diperlukan agunan untuk memberikan kredit. Sementara itu, Sri Suedewi Mashhoen Sofwan menjelaskan hukum penjaminan adalah undang-undang yang mengatur konstruksi hukum dan membolehkan pemberian fasilitas kredit dengan menjaminkan barang yang dibeli sebagai jaminan. Ali Mansyur, Dalam Hukum Agunan adalah Hubungan Kreditur dan Debitur, Propesku.com diakses 17 Mei 2022.

Dasar Hukum Hak Tanggungan

UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas tanah dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah, selain hak milik, juga memperhatikan perkembangan yang telah dan akan terjadi dalam bidang pengaturan dan pengurusan hak atas tanah serta pemenuhan kebutuhan masyarakat umum. dan hak untuk bercocok tanam. , dan hak pakai bangunan yang ditetapkan sebagai obyek hak tanggungan berdasarkan Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok-Pokok Agraria23, hak pakai atas tanah-tanah tertentu, yang harus didaftarkan dan yang menurut sifatnya dapat dialihkan, juga harus dibebani dengan hak tanggungan. Sebagaimana diatur dalam undang-undang no. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, serta tentang Penyelenggaraan Unifikasi Hukum Pertanahan Negara. Tanah dan air serta kekayaan alam yang dikandungnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Perekonomian nasional diselenggarakan atas dasar demokrasi ekonomi dengan prinsip persatuan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan hidup, kemandirian, dan menjaga keseimbangan kemajuan serta kesatuan perekonomian nasional.

Asas-asas Hak Tanggungan

Hipotek adalah suatu hak tanggungan atas tanah untuk pelunasan utang-utang tertentu, yang memberikan kedudukan utama kepada kreditur. Artinya apabila debitur ingkar janji, maka kreditur pemilik Hak Tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan hak memesan efek terlebih dahulu terhadap kreditur lain. Secara singkat pengertian Hak Tanggungan adalah penguasaan hak atas tanah yang didalamnya memuat kewenangan bagi kreditur untuk melakukan sesuatu terhadap tanah tersebut.

Asas peminatan ini terlihat dari penjelasan Pasal 11 ayat 1 UUHT yang menyatakan: “Ketentuan ini menentukan isi yang wajib berlakunya Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT). Memaksakan hak tanggungan sebagai jaminan atas tanah bukan bersifat memaksa, tetapi begitu hak tanggungan itu ada, ya sudah. Ketentuan UUHT harus dilaksanakan. Hak tanggungan semata-mata dimaksudkan untuk melunasi utang-utang dengan cara menjual sendiri bidang tanah yang dijaminkan dengan HT dan memperoleh pelunasan dari penjualan itu sampai sebesar nilai HT atau nilai tagihan kreditur. 10) Hak tanggungan sebagai jura in re aliena (yang terbatas).

Hak tanggungan ini bersifat eksklusif sebagai perjanjian penilai, merupakan perjanjian pelengkap/lanjutan dari perjanjian utang pokok.

Kedudukan Kreditur Pemegang Hak Tanggungan

Jika debitur mengingkari janjinya, maka berdasarkan :. a) hak Pemberi Gadai Pertama untuk menjual Obyek Gadai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6; atau. Dalam Pasal 8 ayat 2, UUHT mengatur bahwa kewenangan untuk mengadili subjek Hak Gadai (pengalihan Hak Gadai) harus berada pada pemberi Hak Gadai pada saat Hak Gadai didaftarkan. Sehubungan dengan ketentuan tersebut, maka hak gadai hanya dapat dikenakan terhadap hak atas tanah yang telah dimiliki oleh pemegang hak gadai.

Oleh karena itu, hak atas tanah yang baru dimiliki oleh seseorang di kemudian hari tidak dapat dijamin dengan suatu Obligasi untuk pelunasan suatu utang. 26 Belinda, Tesis: “Pengaruh putusan pailit debitur terhadap kreditur pemegang hak tanggungan” (Medan: Universitas Sumatera Utara, 2009), hal: 50-53. Demikian pula tidak mungkin membebankan Hak Tanggungan atas suatu hak atas tanah yang hanya ada pada waktu yang akan datang.

Berdasarkan Pasal 4 ayat (4) UUHT, hak tanggungan dapat dikenakan tidak hanya terhadap hak atas tanah yang menjadi subjek hak tanggungan, tetapi juga terhadap bangunan, tanaman, dan hasil pekerjaan yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut.

Objek Hak Tanggungan

Bangunan, loji dan kerja yang merupakan satu unit dengan tanah adalah apa yang dimaksudkan oleh UUHT untuk "Perkara yang berkaitan dengan tanah".

Ruang Lingkup Penelitian

Sumber Data

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus umum, kamus hukum, jurnal yang merupakan tambahan untuk penulisan skripsi ini yang berkaitan dengan penelitian.

Metode Pengumpulan Data

Metode Analisa Data

Referensi

Dokumen terkait