• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I - Repository UHN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "BAB I - Repository UHN"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

Dampak peraturan perundang-undangan nikah siri terhadap kedudukan anak ditinjau dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 dan RUU Islam. Untuk mengetahui kedudukan hukum nikah siri lihat UU Nomor 16 Tahun 2019 dan Kompilasi Hukum Islam.

TINJAUAN PUSTAKA

  • Dasar Hukum Perkawinan
  • Hukum Melakukan Perkawinan
  • Tujuan Perkawinan
  • Asas – Asas Perkawinan
  • Rukun dan Syarat Perkawinan
  • Hak dan Kewajiban Suami Terhadap Isteri a. Hak Suami Atas Isteri
  • Kewajiban Istri Terhadap Suami
  • Pencegahan dan Pembatalan Perkawinan

Dasar hukum perkawinan terdapat dalam Pasal 28 B ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi “Setiap orang berhak membentuk keluarga dan. Dasar hukum perkawinan juga terdapat dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan yang diatur dalam Bab I tentang Dasar-Dasar Perkawinan yang terdiri dari 5 pasal yaitu dari Pasal 1 sampai dengan Pasal 5. Dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor Tahun 2019 Tahun 2019 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan dengan berkaitan dengan arti pernikahan yang menyatakan bahwa.

Selain Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan, landasan hukum perkawinan juga terdapat pada Pasal 2 hingga Pasal 10 Kompendium. Dan Pasal 4 Kompilasi Hukum Islam menyatakan: “Perkawinan sah apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan. Tahun 2019 dan penyusunan hukum Islam adalah perkawinan yang pelaksanaannya sesuai dengan hukum agama masing-masing, artinya dalam Islam adalah perkawinan yang memenuhi seluruh rukun dan syarat-syarat perkawinan.

Ketentuan-ketentuan yang menjadi hakikat dan asas perkawinan adalah sebagaimana dijelaskan atau diatur dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan. Keabsahan Perkawinan Berdasarkan Hukum Agama dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan disebutkan bahwa suatu perkawinan sah apabila dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaan masing-masing. Selain itu, setiap perkawinan harus dicatatkan menurut ketentuan hukum. peraturan - undangan yang sah. Undang-Undang Monogami Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan menganut asas monogami, hanya saja jika yang bersangkutan menghendaki, karena undang-undang dan agama yang bersangkutan membolehkan, seorang suami boleh beristri lebih dari satu.

Menyulitkan perceraian karena tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia dan sejahtera abadi, maka Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan berpegang pada prinsip menyulitkan perceraian. 27 Abdul Aziz Muhammad Azam dan Abdul Wahhab Sayyid Hawwaz, Fikih Munakahat, Amzah, Jakarta, 2009, hlm.59 .. perkahwinan yang telah diatur dari Perkara 6 hingga Perkara 12 Undang-undang No. 16 Tahun 2019 tentang Perkahwinan.

  • Akibat Perkawinan Siri

Hanya saja pengertian nikah siri yang dikenal pada masa lalu sajalah yang berbeda dengan nikah siri pada masa kini. Dahulu yang dimaksud dengan nikah siri adalah perkawinan yang dilakukan menurut rukun perkawinan dan syarat-syarat syariat, hanya saja saksi diminta untuk tidak membeberkan asal muasal perkawinan tersebut kepada khalayak umum, masyarakat dan tentunya di sana. tidak ada walimatul-'ursy. Nikah siri jika diartikan menurut terminologi fiqh dilarang dalam Islam karena ada unsur siri (menjaga rahasia nikah dari orang banyak).

Makna nikah siri yang lain dan lebih umum dalam pandangan masyarakat Islam Indonesia adalah perkawinan yang hanya memenuhi ketentuan-ketentuan agama saja, yaitu terpenuhinya syarat-syarat dan keharmonisan perkawinan. Menurut hukum Indonesia, perkawinan siri tidak sah karena tidak mengikuti ketentuan hukum perkawinan (munahakat) yang baku dan benar sesuai dengan ajaran agama Islam. Yang dimaksud dengan perkawinan siri adalah perkawinan yang tidak dicatatkan pada suatu instansi yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.

Jadi, nikah siri dapat diartikan sebagai perkawinan yang tidak dicatatkan pada instansi yang berwenang, tetapi dilakukan menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Sedangkan nikah siri adalah perkawinan yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi tanpa diketahui orang-orang di lingkungan sekitarnya. Nikah siri merupakan suatu akad nikah antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang pelaksanaannya hanya berdasarkan ketentuan agama Islam, tanpa memperhatikan ketentuan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan.

  • Perlindungan Hukum Terhadap Anak
  • Kedudukan Hukum Anak Menurut Hukum Islam
  • Kedudukan Hukum Anak Menurut UU Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perkawinan

Oleh karena itu, Pasal 2 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan sebagai syarat sahnya suatu perkawinan. Perlindungan hukum terhadap anak di Indonesia diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan, namun diatur secara khusus dalam Undang-Undang No. Permasalahan kedudukan anak ini terutama berkaitan dengan pihak ayah, sedangkan secara umum dapat dikatakan tidak demikian. sehingga sulit untuk mengetahui siapa ibu dari anak yang dilahirkan tersebut.

Mencari tahu siapa bapak seorang anak masih dapat menimbulkan kesulitan dalam Undang-undang Perkawinan, Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 yang menyatakan bahwa anak luar nikah mempunyai hubungan hukum hanya dengan ibunya saja atau juga antara keluarga ibu dengan anak yang dilahirkannya. perkawinan, maka anak itu sah dalam pengasuhan dan pengawasan ibunya, sehingga ibu mempunyai kewajiban untuk mengasuh dan mengasuh serta berhak memperoleh warisan yang timbul baik antara ibu dan anak maupun dengan keluarga ibu dan anak. 16 Tahun 2019 tidak mengenal anak haram dari ibunya karena anak yang lahir di luar nikah adalah anak dari ibu yang melahirkannya.

Pengingkaran yang dilakukan suami terhadap anak yang lahir akibat perselingkuhan istrinya dengan laki-laki lain berarti beban pembuktian dalam ketentuan ini dibebankan oleh undang-undang kepada suami yang melakukan pengingkaran tersebut. Artinya, ia tidak mempunyai hubungan hukum dengan ayahnya (Pasal 42 dan Pasal 43 UU Perkawinan). 3. Alasan lain mempunyai anak di luar nikah. penyangkalan) yang dilakukan laki-laki terhadap anak isterinya dan praktek perkawinan di bawah tangan, terjadinya anak di luar nikah juga dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut: Anak yang dilahirkan diinginkan oleh ibu dan bapaknya, namun sebenarnya orang tuanya ingin hidup bersama tanpa perkawinan. atau yang biasa disebut hidup bersama dalam masyarakat.

Tinjauan Umum Mengenai Pemeliharaan Anak dalam Perkawinan Siri 1. Pemeliharaan Anak Dari Perkawinan Siri

  • Perlindungan Hukum Terhadap Hak Anak Dari Perkawinan Siri Pengertian perkawinan menurut UUP Pasal 2 ayat (1) yaitu Perkawinan adalah

1948/K/PID/1991 tentang perkara poligami yang tidak sah, perkawinan di bawah tangan dan tidak dicatatkan pada instansi yang berwenang, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan perkawinan sah adalah perkawinan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, yaitu perkawinan yang dilangsungkan menurut ketentuan agama dan kepercayaan, serta dicatatkan menurut peraturan yang berlaku. Pengakuan anak, yaitu pengakuan sah oleh ayah terhadap anaknya yang lahir di luar perkawinan yang sah dengan persetujuan ibu kandung anak tersebut. Pengesahan anak, yaitu pengesahan status hukum anak yang lahir di luar perkawinan yang sah, menjadi anak sah dari suami istri.

Namun apabila seorang anak mempunyai hubungan perdata dengan bapaknya dan keluarga bapaknya, maka menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“Dalam Undang-undang yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum berumur 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Penyimpangan dari ketentuan UUP Pasal 2 ayat (2) dan KHI Pasal 5 dan Pasal 6 yang menimbulkan syarat sosial yaitu perkawinan agama ada pula perkawinan yang tidak dicatatkan, dan perkawinan privat, ada juga yang menyebutnya dengan nikah siri.Perkawinan pendamping yang tidak dicatatkan di masyarakat biasa disebut dengan nikah siri, ada dua jenis yaitu yang pertama nikah. dilakukan tanpa wali yang sah, atau perkawinan yang dilakukan dengan melanggar Rukun dan Syarat yang ditetapkan Syariat, biasanya secara siri (diam-diam) lengkap.

Kedua, perkawinan yang dilakukan memenuhi rukun dan syarat-syarat menurut syariat Islam, diumumkan, namun tidak dicatatkan pada lembaga KUA karena alasan tertentu dan berbelit-belit, misalnya karena perceraian yang tidak dicatatkan di pengadilan agama tidak dilakukan. keluar, ada yang karena faktor biaya yaitu tidak mampu membayar administrasi, pencatatan, ada pula yang karena takut ketahuan melanggar aturan. Berdasarkan uraian kedua model atau jenis perkawinan yang tidak dicatat di atas, maka tulisan ini menggunakan model perkawinan yang kedua yang tidak dicatat, yaitu perkawinan yang memenuhi Rukun dan Syarat Nikah yang sesuai syariat, namun tidak terdaftar di KUA. Perkawinan tidak dicatatkan mempunyai dampak terhadap perkawinan itu sendiri dan terhadap anak yang dilahirkan.

Sebagai anak yang lahir dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dasar negara Pancasila, maka negara wajib memberikan perlindungan hukum terhadap anak yang lahir dari perkawinan tidak dicatatkan. Mengenai pencatatan perkawinan, istilah inilah yang digunakan dalam UU No. 32 Tahun 1954 khusus untuk pencatatan perkawinan.

METODOLOGI PENELITIAN

  • Ruang Lingkup Penelitian
  • Jenis Penelitian
  • Sumber Bahan Hukum
  • Metode Pengumpulan Data
  • Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan pendekatan hukum normatif yaitu dengan mengkaji atau menganalisis data sekunder berupa bahan hukum sekunder dengan memahami hukum sebagai seperangkat peraturan atau norma positif dalam sistem hukum yang mengatur kehidupan manusia. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau bahan sekunder.55 Dalam metode penelitian kepustakaan, penulis menggunakan data sekunder56 yaitu data yang diperoleh dari bahan pustaka.57. Pendekatan perundang-undangan merupakan penelitian yang mengutamakan bahan hukum berupa peraturan perundang-undangan sebagai bahan acuan dasar dalam pelaksanaan penelitian.

Metode legislasi yang penulis gunakan adalah peraturan perundang-undangan yang erat kaitannya dengan hak anak hasil perkawinan siri dalam pengertian undang-undang no. 16 Tahun 2019 tentang pernikahan. Pendekatan konseptual merupakan salah satu jenis pendekatan dalam penelitian hukum yang menawarkan cara pandang analitis untuk menyelesaikan permasalahan dalam penelitian hukum, dilihat dari aspek konsep hukum yang melatarbelakanginya, atau dapat juga dilihat dari nilai-nilai yang terkandung dalam norma suatu peraturan. . tentang konsep.konsep yang digunakan. Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang utama, seperti bahan hukum yang berwenang, yaitu bahan hukum yang mempunyai kewenangan.Bahan hukum primer meliputi peraturan perundang-undangan dan seluruh dokumen resmi yang memuat ketentuan hukum.

Bahan hukum sekunder adalah dokumen atau bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer seperti buku, artikel, jurnal, hasil penelitian, makalah dan lain sebagainya yang relevan dengan permasalahan yang akan dibicarakan. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus dan ensiklopedia. Dalam penelitian hukum, data sekunder meliputi bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mengikat.

Referensi

Dokumen terkait

Perkawinan menurut Undang-Undang No.1 tahun 1974 pasal 1, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan

Perkawinan yang terdapat dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 yang berisi: “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai

Poligami merupakan perkawinan antara seorang pria dengan lebih dari satu wanita dalam waktu yang sama, atau antara seorang wanita dengan beberapa orang pria pada waktu yang sama

Dalam Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan dinyatakan “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan

Berdasarkan penelitian Hayati (2009) mengenai perkawinan beda usia bahwa faktor yang mempengaruhi seorang pria menikahi seorang wanita yang berusia jauh lebih tua yaitu

Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, “Perkawinan adalah ikatan lahir dan bathin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai

Telah disebutkan pula di dalam Pasal 1 Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang berbunyi : “Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai