BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa adalah salah satu bentuk perwujudan peradaban dan kebudayaan serta satuan lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh suatu anggota masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasi diri. Seiring berkembangnya suatu negara, masyarakat yang hidup di dalamnya tidak terlepas kaitannya dengan bahasa.
Secara umum bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan semua masyarakat untuk menyampaikan berbagai tujuan yang diharapkan.
Makna sebagai penghubung bahasa dengan dunia luar, yaitu keberadaan makna sebagai suatu jaringan sistem yang melibatkan: (1) pemakai, (2) bahasa, dan (3) dunia luar, sesuai dengan kesepakatan para pemakainya sehingga antara pembicara dan pendengar dapat memahami atau mengerti arti pembicara.
Bahasa selain menyertai kegiatan berpikir, juga menjadi kode dalam penyampaian dan pemahaman pesan, kajian makna secara totalitas harus akhirnya menambah pada tiga tingkat. Pertama, membuahkan pemahaman tentang cara makna. Pada tingkat kedua menghasilkan pemahaman tentang cara menata struktur kebahasaan secara benar sehingga menghadirkan makna
seperti yang diinginkan memahami makna, pada tingkat ketiga menghasilkan pemahaman tentang cara mengungkapkan struktur kebahasaan itu dalam konteks komunikasi secara tepat. Makna yang tersirat dan tersurat dalam sebuah bahasa yang ditulis atau diujarkan seseorang sering kali dikaitkan dengan tujuan seseorang dalam menulis atau berbicara. Berbagai tujuan yang diharapkan memiliki makna tersendiri di dalamnya. Pengetahuan akan adanya hubungan antara lambang atau satuan bahasa dengan maknanya sangat diperlukan dalam berkomunikasi dalam bahasa itu.
Menurut Djajasudarma (2013: 7) bahwa makna mengandung berbagai aspek, diantaranya adanya aspek tujuan. Dalam hal ini terdapat berbagai tujuan yang bersifat deklaratif, persuasif, imperatif, naratif, politis, dan pendidikan.
Dalam hal ini akan dikaji analisis aspek makna tujuan pada rambu-rambu lalu lintas dengan melibatkan pernyataan tujuan sifat-sifat tersebut dengan kajian semantik. Semantik mulanya berasal dari bahasa Yunani, mengandung makna to signify atau memaknai. Sebagai istilah teknis, semantik mengandung
pengertian studi tentang makna.
Makna adalah arti kata yang sudah bersifat tertentu, yaitu mempunyai arti dalam hubungan antara tanda berupa lambang bunyi ujaran dengan hal atau
barang yang dimaksudkan. Makna dalam bahasa tertentu, asal mula dan perkembangan arti suatu kata dapat diketahui melalui Semantik.
Penelitian terhadap kajian semantik dapat dilakukan pada segala macam makna yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, salah satunya adalah makna tujuan yang terdapat pada rambu-rambu lalu lintas. Upaya untuk menciptakan lalu lintas yang tertib, aman dan nyaman merupakan hal yang sangat penting karena pada saat ini para pengguna lalu lintas cenderung mengabaikan rambu-rambu lalu lintas yang ujungnya merenggut keselamatan bersama. Tidak dapat dipungkiri, setiap makna yang terdapat dalam rambu- rambu lalu lintas melahirkan konsekuensi-konsekuensi tertentu berkaitan dengan masalah keselamatan lalu lintas. Misalnya keselamatan dalam menghindari kecelakaan lalu lintas yang dapat menghilangkan nyawa seseorang.
Demikian pula dampaknya akan dirasakan oleh pihak lain yang berada di sekitar kejadian kecelakaan lalu lintas tersebut, meskipun sudah merasa tertib dalam berlalu lintas. Sebagai contoh ketika seorang pengguna jalan melanggar salah satu tata tertib lalu lintas yang terdapat dalam sebuah rambu- rambu lalu lintas Sepeda Motor, kendaraan Mobil barang dan kendaraan yang lebih lambat menggunakan lajur kiri, tetapi pengguna jalan justru
menggunakan jalan tidak sesuai dengan jalur yang sudah ditentukan dalam papan pengumuman yang akhirnya akan menimbulkan terjadinya kecelakaan lalu lintas yang merugikan banyak pihak.
Kemudian banyaknya pengendara yang tidak memiliki izin untuk mengemudi, dan tidak mengerti bentuk-bentuk rambu-rambu lalu lintas dan maknanya, sehingga dalam mengendara dapat melalakukan pelanggaran rambu-rambu lalu lintas, hal ini akan menyebabkan kecelakaan. Meski mereka yang tidak memiliki izin mengendara sudah menjadi pelanggaran tetapi setidaknya mereka harus mengetahui makna rambu-rambu lintas untuk menghidari kecelakaan yang akan merenggut nyawa seseorang.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji
”SUBSTANSI MAKNA RAMBU-RAMBU LALU LINTAS KEPOLISIAN : KAJIAN SEMANTIK”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana bentuk-bentuk simbol rambu-rambu lalu lintas Kepolisian?
2. Bagaimana substansi makna simbol rambu-rambu lalu lintas dalam kajian semantik?
3. Bagaimana aspek tujuan makna rambu-rambu lalu lintas Kepolisian?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui bentuk-bentuk simbol rambu-rambu lalu lintas kepolisian.
2. Untuk mengetahui substansi makna simbol rambu-rambu lalu lintas dalam kajian semantik.
3. Untuk mengetahui aspek tujuan makna rambu-rambu lalu lintas Kepolisian.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Secara Teoritis
a. Sebagai data dasar bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian lanjutan dalam lingkup masalah yang sejenis.
b. Hasil penelitian ini berguna untuk menambah ilmu pengetahuan tentang teori rambu-rambu lalu lintas dalam kajian semantik.
c. Hasil penelitian ini diharapakan dapat menjadi bahan kajian bagi peneliti lain yang ingin mengkaji mengenai substansi makna rambu-rambu lalu lintas dalam kajian semantik.
2. Manfaat Secara Praktis
a. Untuk menjadi sumber bagi pembaca, khususnya bagi jurusan pendidikan bahasa dan sastra Indonesia tentang bagaimana makna rambu-rambu lalu linta yang sebenarnya.
b. Semoga dengan hasil penelitian ini dapat menolong para masyarakat bahwa tujuan rambu-rambu lalu lintas sangat memberikan dampak positif bagi pengendara baik roda dua, roda tiga maupun roda empat.
E. Defenisi Istilah
1. Polisi merupakan aparat negara yang mempunyai tugas utama menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.
2. Pengemudi merupakan orang yang mengemudikan kendaraan baik kendaraan bermotor atau orang yang secara langsung mengawasi calon pengemudi.
3. Lalu lintas di dalam Undang-undang No 22 tahun 2009 didefinisikan sebagai gerak Kendaraan dan orang di Ruang Lalu Lintas Jalan, sedang yang dimaksud dengan Ruang Lalu Lintas Jalan adalah prasarana yang diperuntukkan bagi gerak pindah Kendaraan, orang atau barang yang berupa Jalan dan fasilitas pendukung.
4. Rambu lalu lintas adalah bagian dari perlengkapan jalan yang memuat lambang, huruf, angka, kalimat atau perpaduan diantaranya, yang digunakan untuk memberikan peringatan, larangan, perintah dan petunjuk bagi pemakai jalan.
5. Makna adalah arti atau maksud yang tersimpul dari suatu kata, jadi makna dengan bendanya sangat bertautan dan saling menyatu.
6. Substansi adalah watak yang sebenarnya dari sesuatu; isi, pokok, dan inti.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka
1. Penelitian Relevan
Penelitian ini berhasil apabila terkait dengan teori yang digunakan, teori sesunggunhnya merupakan landasan suatu penelitian. Teori yang digunakan dalam penelitian ini tersebar di berbagai pustaka yang erat kaitannya dengan masalah yang dibahas. Di dalam usaha menunjang pelaksanaan dan penggarapan skripsi ini, perlu mempelajari pustaka yang ada kaitannya dengan penelitian ini.
Sehubungan dengan uraian di atas, aspek teoritis yang akan dibicarakan pada tinjauan pustaka ini yaitu substansi, rambu-rambu lalu lintas, makna, dan kajian semantik. Penelitian ini relevan dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Aris Munandar (2004) dengan judul “Persepsi Masyarakat Terhadap Rambu-Rambu Lalu Lintas”. Bahwa penelitian ini bertujuan memberikan informasi dan menjadi masukan bagi masyarakat pada umumnya dan para penegak hukum pada khususnya dalam mencegah dan menanggulangi kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan kematian.
Adapun perbedaan dan persamaan dengan peneliti sebelumnya, pada peneliti sebelumnya terletak pada persepsi masyarakat terhadap menciptakan perilaku tertib berkendara, sedangkan perbedaannya pada objek makna rambu-rambu lalu lintas yang sebenarnya.
Penelitian relevan yang kedua dilakukan oleh Maghdalena Todingrara (2012) dengan judul “Terhadap Pelanggaran Lalu Lintas yang Menimbulkan Kecelakaan Berakibat Kematian”. Adapun perbedaan dan persamaan dengan peneliti sebelumnya, pada peneliti sebelumnya terletak pelanggaran lalu lintas yang dapat menimbulkan kecelakaan sedangkan perbedaannya pada objek makna rambu-rambu lalu lintas yang sebenarnya dan pelanggaran lalu lintas.
Penelitian relevan yang ketiga yang dilakukan oleh Dian Rahayu Marwati (2014) dengan judul “Analisis Aspek Makna Tujuan pada Slogan Lalu Lintas di Toraja: Tinjauan Semantik”. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bentuk slogan lalu lintas di Toraja dan fungsi aspek makna tujuan pada slogan lalu lintas. Adapun persamaan pada peneliti sebelumnya adalah terletak pada metode yang digunakan yaitu metode kualitatif yang bersifat deskriptif.
2. Semantik
a. Pengertian Semantik
Dalam penelitian substansi makna rambu-rambu lalu lintas kajian teori yang mendasar adalah ilmu semantik untuk mengkaji inti makna tujuan yang sebenarnya.
Menurut Djajasudarma (2012: 10) bahwa istilah semantik baru muncul pada tahun 1894 yang dikenal melalui American philological association (Organisasi Filologi Amerika) dalam sebuah artikel yang
berjudul Reflected Meaning: A Pint In Semantic. Semantik dinyatakan dengan tegas sebagai ilmu makna baru pada tahun 1897 dengan munculnya Essai De Semantique.
Menurut Chaer (2009: 2) menyebutkan bahwa kata ‘semantik’
dalam bahasa Indonesia (Inggris: Semantics) berasal dari bahasa Yunani sema (kata benda yang berarti ‘tanda’ atau ‘lambang’). Kata kerjanya adalah semaio yang berarti ‘menandai’ atau ‘melambangkan’. Yang dimaksud dengan tanda atau lambang di sini sebagai padanan kata sema itu adalah ‘tanda linguistik’, yaitu yang terdiri dari komponen yang mengartikan (yang berwujud bentuk-bentuk bunyi bahasa) dan komponen yang diartikan (makna dari komponen yang pertama itu).
Menurut Umar & Chaer (2002: 5) bahwa semantik mengkaji makna dari suatu lambang atau simbol, tetapi lambang atau simbol yang menjadi kajian semantik hanyalah lambang bahasa atau simbol-simbol yang berkenaan dengan bahasa sebagai alat komunikasi verbal. Objek semantik adalah telaah tentang makna yang mencakup lambang-lambang atau tanda-tanda yang menyatakan makna, hubungan makna yang satu dengan yang lainnya serta pengaruh makna terhadap manusia dan masyarakat pemakai bahasa, Mempelajari seluk beluk makna juga berarti mempelajari bagaimana setiap pemakai bahasa saling mengerti.
Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Djajasudarma (2013: 5) bahwa objek semantik adalah makna, dan makna dapat dianalisis melalui struktur dalam pemahaman tataran bahasa (fonologi, morfologi, sintaksis). Sementara itu, ilmu yang mengkaji tentang simbol- simbol yang lebih luas (kebahasaan dan non-kebahasaan) disebut dengan semiotikaatau ‘ilmu ar-rumus.
Dalam analisis semantik harus juga disadari bahwa bahasa itu bersifat unik, dan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan budaya masyarakat pemakainya. Oleh sebab itu, makna analisis semantik suatu bahasa hanya berlaku untuk bahasa itu saja, tidak dapat digunakan untuk
menganalisis bahasa lain. Kesulitan lain dalam menganalisis makna adalah adanya kenyataan bahwa tidak selalu yang menandai dan yang ditandai berhubungan sebagai satu lawan satu, artinya setiap ‘tanda linguistik’ hanya memiliki satu makna. Adakalanya hubungan itu berlaku sebagai satu lawan dua atau lebih.
Selain itu, dalam bahasa yang penuturnya terdiri dari kelompok- kelompok yang mewakili latar belakang budaya, pandangan hidup, dan status sosial yang berbeda, maka makna sebuah kata bisa menjadi berbeda atau memiliki nuansa makna yang berlainan.
b. Unsur-Unsur Semantik Unsur semantik terdiri dari:
1) Tanda
Adalah untuk menunjukan sesuatu. Contonya: bunyi ambulan dan bunyi mobil kebakaran.
2) Lambang
Contonya: orang menikah dengan lambang janur kuning dan lambang negara kita burung garuda.
3) Simbol
Terbagi dua simbol tulisan dan lisan. Contohnya: simbol tanda rambu- rambu lalu lintas
c. Manfaat Semantik
Untuk membicarakan manfaat dari kajian semantik, tentu saja kita harus melihat terlebih dahulu ranah kerja seseorang. Bagi seorang wartawan, reporter, atau orang-orang yang berkecimpung dalam dunia persuratkabaran dan pemberitaan, mereka barangkali akan memperoleh manfaat praktis dari pengetahuan tentang semantik. Pengetahuan semantik akan memudahkannya dalam memilih dan menggunakan kata dengan makna yang tepat dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat umum.
Bagi orang yang berkecimpung dalam dunia penelitian bahasa, pengetahuan semantik akan banyak memberi bekal teoritis kepadanya untuk dapat menganalisis bahasa Indonesia atau bahasa-bahasa lain yang sedang dipelajarinya. Bagi seorang guru, mempelajari semantik akan berdampak positif karena akan memberikan manfaat teoritis dan praktis. Bermanfaat secara teoritis karena teori-teori semantik akan menolongnya memahami dengan lebih baik ‘rimba belantara rahasia’ bahasa yang akan diajarkannya
itu. Selain itu, seorang guru akan memperoleh kemudahan dalam mengajarkan sebuah bahasa kepada murid-muridnya, yang selanjutnya disebut sebagai manfaat praktis.
Sedangkan bagi orang awam, mempelajari semantik pun memiliki manfaat untuk membantunya dalam memahami dunia sekitarnya yang penuh dengan informasi dan lalu lintas kebahasaan.
3. Makna
a. Pengertian Makna
Menurut Lyons (2012: 7) bahwa makna sebagai penghubung bahasa dengan dunia luar sesuai dengan kesepakatan para pemakainya sehingga dapat saling mengerti. Dengan mengkaji atau memberikan makna suatu kata ialah memahami kajian kata tersebut yang berkenaan dengan hubungan-hubungan dengan makna yang membuat kata tersebut berbeda dengan kata-kata lain.
Makna mempunyai tiga tingkatan keberadaan, yakni :
1) Pada tingkat pertama, makna menjadi isi dari suatu bentuk kebahasaan.
2) Pada tingkat kedua, makna menjadi isi dari suatu kebahasaan.
3) Pada tingkat ketiga, makna menjadi isi komunikasi yang mampu membuahkan informasi tertentu.
Pada tingkatan pertama dan kedua makna dilihat dari segi hubungannya dengan penutur, sedangkan pada tingkat ketiga makna lebih ditekankan pada makna dalam komunikasi.
b. Jenis-Jenis Makna 1) Makna Denotatif
Sebuah kata mengandung kata denotatif, bila kata itu mengacu atau menunjukan pengertian atau makna yang sebenarnya. Kata yang mengandung makna denotatif digunakan dalam bahasa ilmiah, karena itu dalam bahasa ilmiah seseorang ingin menyampaikan gagasannya. Agar gagasan yang disampaikan tidak menimbulkan tafsiran ganda, ia harus menyampaikan gagasannya dengan kata-kata yang mengandung makna denotatif.
Menurut Wallacce & chafe (2012: 8) bahwa makna denotatif ialah makna dasar, umum, apa adanya, netral tidak mencampuri nilai rasa, dan tidak berupa kiasan. Makna denotatif adalah makna dalam alam wajar secara eksplisit maka wajar, yang berarti makna kata ayang sesuai dengan apa adanya, sesuai dengan observasi, hasil pengukuran dan pembatasan.
Makna denotatif didasarkan atas penunjukan yang lugas pada sesuatu diluar bahasa atau didasarkan atas konvensi tertentu.
Berdasarkan pendapat di atas, maka penulis simpulkan bahwa makna denotatif adalah makna yang sebenarnya, umum, apa adanya, tidak mencampuri nilai rasa, dan tidak berupa kiasan. Apabila seseorang mengatakan tangan kanannya sakit, maka yang dimaksudkan adalah tangannya yang sebelah kanan sakit.
2) Makna Konotatif
Sebuah kata mengandung makna konotatif, bila kata-kata itu mengandung nilai-nilai emosi tertentu. Dalam berbahasa orang tidak hanya mengungkap gagasan, pendapat atau isi pikiran. Tetapi juga mengungkapakan emosi-emosi tertentu. Mungkin saja kata-kata yang dipakai sama, akan tetapi karena adanya kandungan emosi yang dimuatnya menyebabkan kata-kata yang diucapkan mengandung makna konotatif disamping makna denotatif.
Makna konotatif adalah makna yang berupa kiasan atau yang disertai nilai rasa, tambahan-tambahan sikap sosial, sikap pribadi sikap dari suatu zaman, dan kriteria-kriteria tambahan yang dikenakan pada sebuah makna konseptual.
Seperti kata kursi, kursi disini bukan lagi tempat duduk, melainkan suatu jabatan atau kedudukan yang ditempati oleh seseorang. Kursi
diartikan sebagai tempat duduk mengandung makna lugas atau makna denotatif. Kursi yang diartikan suatu jabatan atau kedudukan yang diperoleh seseorang mengandung makna kiasan atau makna konotatif.
3) Makna Leksikal
Makna Leksikal ialah makna kata seperti yang terdapat dalam kamus, istilah leksikal berasal dari leksikon yang berarti kamus. Makna kata yang sesuai dengan kamus inilah kata yang bermakna leksikal. Misalnya:
Batin (hati), Belai (usap), Cela (cacat).
4) Makna Gramatikal
Makna gramatikal adalah makna kata yang diperoleh dari hasil peristiwa tata bahasa, istilah gramatikal dari kata grammar yang artinya tata bahasa. Makna gramatikal sebagai hasil peristiwa tata bahasa ini sering disebut juga nosi. Misalnya: Nosi-an pada kata gantungan adalah alat.
5) Makna Asosiatif
Makna asosiatif mencakup keseluruhan hubungan makna dengan nalar diluar bahasa. Ia berhubungan dengan masyarakat pemakai bahasa, pribadi memakai bahasa, perasaan pemakai bahasa, nilai-nilai masyarakat pemakai bahasa dan perkembangan kata sesuai kehendak pemakai bahasa.
Makna asositif dibagi menjadi beberapa macam, seperti makna kolokatif, makna reflektif, makna stilistik, makna afektif, dan makna interpretatif.
a) Makna Kolokatif
Makna kolokatif lebih berhubungan dengan penempatan makna dalam frase sebuah bahasa. Kata kaya dan miskin terbatas pada kelompok farase. Makna kolokatif adalah makna kata yang ditentukan oleh penggunaannya dalam kalimat. Kata yang bermakna kolokatif memiliki makna yang sebenarnya.
b) Makna Reflektif
Makna reflektif adalah makna yang mengandung satu makna konseptual dengan konseptual yang lain, dan cenderung kepada sesuatu yang bersifat sakral, suci/tabu terlarang, kurang sopan, atau haram serta diperoleh berdasarkan pengalaman pribadi atau pengalaman sejarah.
c) Makna Stilistika
Makna stilistika adalah makna kata yang digunakan berdasarkan keadaan atau situasi dan lingkungan masyarakat pemakai bahasa itu. Sedangkan bahasa itu sendiri merupakan salah satu ciri pembeda utama dari mahluk lain didunia ini. Mengenai bahasa secara
tidak langsung akan berbicara mempelajari kosa kata yang terdapat dalam bahasa yang digunakan pada waktu komunikasi itu.
d) Makna Afektif
Makna ini biasanya dipakai oleh pembicara berdasarkan perasaan yang digunakan dalam berbahasa.
e) Makna Interpretatif
Menurut Cruse (2004: 111)Makna interpretatif adalah makna yang berhubungan dengan penafsiran dan tanggapan dari pembaca atau pendengar, menulis atau berbicara, membaca atau mendengarkan.
4. Tanda dan Lambang
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tanda diartikan menjadi alamat atau menyatakan sesuatu: tanda bahaya; bendera putih tanda menyerah, petunjuk; lampu pengatur lalu lintas yang menyalah merah tandanya harus berhenti.
Menurut Ogden & Richards (2012: 90)lambang (symbol) adalah unsur bahasa yang bersifat arbitrer dan konvensional yang mewakili hubungan objek dan signifikasinya. Kata-kata, kalimat, dan tanda-tanda yang bersifat konvensional yang lain tergolong lambang.
Menurut Pierce dalam Innis. EdLambang berciri:
a. Mengganti atau mewakili,Seseorang berkata, “kuda.” Lambang kuda mewakili atau mengganti sejenis hewan yang namanya kuda. Hal yang sama dalam urutan lambang yang disebut kalimat. Kalau seseorang berkata, “Dulla, ambillah buku itu!” Semestinya orang tadi mengambil sendiri buku itu, tiap unsur yang berupa lambang dalam kalimat, itu semuanya mengganti atau mewakili sesuatu yang dimaksud.
b. Berbentuk tertulis atau lisan, Lambang-lambang yang digunakan oleh manusia dapat berbentuk tertulis, dan dapat berbentuk lisan. Ada perbedaan antara lambang tertulis dan lambang yang digunakan secara lisan yaitu lambang yang digunakan secara lisan lebih jelas jika dibandingkan dengan lambang yang digunakan secara tertulis.
c. Bermakna Setiap lambang pasti bermakna, ada konsep, ada pesan, ada gagasan yang dimilikinya.
d. Lambang adalah aturan, aturan bagaimana seseorang menentukan pilihan dan sikap. Seseorang berkata, “Menepi” Bermakna, orang yang menerima pesan tersebut harus menepi; jika tidak, akan ada sesuatu yang terjadi.
e. Berakibat, maksudnya lambang-lambang yang karena digunakan, menimbulkan akibat tertentu.
f. Memperkenalkan, maksudnya lambang tersebut menjadi pengenal adanya sesuatu.
g. Rhematic Indexucal sinsign, yakni tanda berdasarkan pengalaman langsung yang secara langsung menarik perhatian karena kehadirannya disebabkan oleh sesuatu. Contoh, jalan yang selalu mendatangkan kecelakaan berdasarkan pengalaman; maka di tempat tersebut dipasang tanda yang memperlihatkan bahwa selalu terjadi kecelakaan di jalan itu.
Interaksionisme simbolik adalah bentuk-bentuk lain dari komunikasi yang menggunakan simbol sebagai penyampai maksud dari komunikasi tersebut. Dijelaskan dalam buku Pengantar Sosiologi Makro, teori Interaksionisme Simbolik menekankan pada pemahaman pandangan pikiran sehat terhadap realita, cara kita dalam memandang peristiwa dan situasi di sekeliling kita dan mereaksinya sebagaimana kita berbuat. Aplikasinya dalam pendidikan diwujudkan dalam bentuk kajian proses interaksi, pengelolaan dan penggunaan pengetahuan, pertanyaan tentang hal-hal yang mungkin diajarkan, materi kurikulum dan sebagainya.
Menurut Agus Salim (2008: 10-11) Teori interaksionisme simbolik menggunakan perspektif pendekatan fenomenologi yang menetapkan pandangan bahwa kesadaran manusia dan makna subjektif sebagai fokus untuk
memahami tindakan sosial. Interaksionisme simbolik dalam sosiologi berfokus pada individu, dengan demikian berusaha menganalisis interaksi individu pada tataran makro. Kelompok interaksionisme simbolik dalam hal ini khusus menitikberatkan kepada peristiwa makro dalam peristiwa keseharian, yaitu mengadakan pemahaman terhadap peristiwa interaksi yang melibatkan objek dan kejadian yang sedang berlangsung dalam kejadian keseharian dan berlangsung dalam proses interaksi itu sendiri.
5. Manajemen Lalu Lintas 1. Pengertian Lalu Lintas
Secara harafiah istilah lalu lintas dapat diartikan sebagai gerak (bolak-balik) manusia atau barang dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sarana jalan umum.
Untuk memahami pengertian lalu lintas tersebut, penulis mengemukakan beberapa pengertian lalu lintas baik menurut UULLDAJ, maupun pendapat pakar hukum. Menurut pasal 1 angka 2 UULLDAJ, “Lalu lintas adalah gerak kendaraan dan orang di ruang lalu lintas jalan”.
Sementara menurut W.J.S. Poerwodarminto (2004: 164) bahwa lalu lintas adalah:
1. Perjalanan bolak-balik.
2. Perihal perjalanan di jalan dan sebagainya.
3. Perhubungan antara sebuah tempat.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa lalu lintas adalah setiap hal yang memiliki kaitannya dalam menggunakan sarana di ruang lalu lintas jalan sebagai suatu sarana utama untuk tujuan yang ingin dicapai.
Menyadari peranan transportasi, maka lalu lintas ditata dalam sistem transportasi nasional secara terpadu dan mampu mewujudkan tersedianya jasa transportasi yang serasi dengan tingkat kebutuhan lalu lintas yang tertib, selamat, aman, nyaman, cepat, teratur, lancar dan dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat.
Lalu lintas yang mempunyai karakteristik dan keunggulan tersendiri perlu dikembangkan dan dimanfaatkan sehingga mampu menjangkau seluruh wilayah pelosok daratan dengan mobilitas tinggi dan mampu memadukan modal transportasi lain.
Pengembangan lalu lintas yang ditata dalam kesatuan sistem dilakukan dengan mengintegrasikan dan mendominasikan unsurnya yang
terdiri dari jaringan transportasi jalan kendaraan beserta pengemudinya, peraturan-peraturan dan metode sedemikian rupa sehingga terwujud suatu totalitas yang utuh dan berdayaguna dan berhasil. Pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan perlu diselenggarakan secara berkesinambungan dan terus ditingkatkan agar lebih luas daya jangkau dan pelayanan kepada masyarakat dengan memperlihatkan sebesar-besarnya kepentingan umum dan kemampuan masyarakat, kelestarian lingkungan, koordinasi antara wewenang pusat dan daerah serta unsur instansi sektor dan antar unsur terkait serta terciptanya keamanan dan ketertiban masyarakat dalam penyelesaian lalu lintas dan angkutan jalan, sekaligus dalam rangka mewujudkan sistem transportasi nasional yang handal dan terpadu.
2. Jenis Pelanggaran Lalu Lintas
Pelanggaran lalu lintas adalah perbuatan atau tindakan seseorang yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan lalu lintas dan angkutan jalan (UULLDAJ).
Jenis-jenis pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan meliputi sebagi berikut:
1) Menggunakan jalan dengan cara yang dapat merintangi, membahayakan lalu lintas yang dapat menimbulkan kerusakan jalanan.
2) Melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan fungsi rambu lalu lintas, marka dan lain-lain (pasal 275 UULLDAJ).
3) Mengemudikan kendaraan bermotor umum dalam trayek tidak singgah di terminal (pasal 276 UULLDAJ).
4) Mengemudikan kendaraan bermotor tidak dilengkapi peralatan berupa ban cadangan, pertolongan pertama pada kecelakaan dan lain-lain (pasal 278 UULLDAJ).
5) Mengemudikan kendaran bermotor yang dipasangi perlengkapan yang dapat mengganggu keselamatan berlalu lintas (pasal 279 UULLDAJ).
6) Mengemudikan kendaraan bermotor tidak dipasangi tanda nomor ditetapkan Kepolisian Republik Indonesia (pasal 280 UULLDAJ).
7) Mengemudikan kendaraan bermotor tanpa menggunakan Surat Izin Mengemudi (pasal 281 UULLDAJ).
8) Pengguna jalan tidak patuhi perintah yang diberikan petugas POLRI (pasal 282 UULLDAJ).
9) Mengemudikan kendaraan bermotor secara tidak wajar dan melakukan kegiatan lain,dipengaruhi suatu keadaaan dan dapat mengakibatkan gangguan konsentrasi dalam mengemudi jalan (pasal 283 UULLDAJ).
10) Mengemudikan kendaraan bermotor tidak mengutamakan keselamatan pejalan kaki atau pesepeda (pasal 284 UULLDAJ).
11) Mengendarai kendaraan bermotor tidak penuhi persyaratan teknis dan laik jalan yang meliputi kaca spion, klakson, dll (pasal 285 UULLDAJ).
12) Mengemudikan kendaraan bermotor melanggar rambu lalu lintas dan marka jalan (pasal 287 UULLDAJ).
13) Mengemudikan kendaraan bermotor tidak dilengkapi Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), tidak dapat menunjukkan SIM, dan tidak dilengkapi surat keterangan uji berkala dan tanda lulus uji berkala (pasal 288 UULLDAJ).
14) Mengemudikan kendaraan bermotor/penumpang yang duduk di samping tidak dikenakan sabuk pengaman (pasal 289 UULLDAJ).
15) Mengemudikan dan menumpang kendaraan bermotor tidak mengenakan sabuk keselamatan dan menggunakan helm (pasal 290 UULLDAJ).
16) Mengendarai sepeda motor tidak mengenakan helm SNI (pasal 291 UULLDAJ).
17) Mengendarai sepeda motor tanpa kereta samping mengangkut penumpang lebih dari satu orang (pasal 292 UULLDAJ).
18) Mengemudikan kendaraan bermotor tanpa menyalahkan lampu utama pada siang dan malam hari dalam kondisi tertentu (pasal 293 UULLDAJ).
19) Mengemudikan kendaraan bermotor yang akan belok atau balik arah, tanpa beri isyarat dengan lampu atau tangan (pasal 294 UULLDAJ).
20) Mengemudikan kendaraan bermotor yang akan pindah lajur atau bergerak ke samping tanpa memberi isyarat (pasal 295 UULLDAJ).
21) Mengemudikan kendaraan bermotor pada perlintasan antara Kereta Api (KA) dan jalan yang tidak berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu Kereta Api (KA) mulai ditutup (pasal 296 UULLDAJ).
22) Mengemudikan kendaraan bermotor berbalapan di jalan (pasal 297 UULLDAJ).
23) Mengemudikan kendaraan bermotor tidak pasang segitiga pengaman, lampu isyarat peringatan bahaya atau isyarat lain pada saat berhenti parkir/darurat (pasal 298 UULLDAJ).
24) Mengendarai kendaraan tidak bermotor berpegang pada kendaraan bermotor untuk ditarik, atau menarik benda (pasal 299 UULLDAJ).
25) Tidak menggunakan lajur yang telah ditentukan/lajur kiri, tidak hentikan kendaraan selama menaikkan penumpang, tidak tutup kendaraan selama berjalan (pasal 300 UULLDAJ).
26) Mengendarai kendaraan bermotor angkutan barang yang tidak menggunakan kelas jalan (pasal 301 UULLDAJ).
27) Mengendarai kendaraan bermotor umum berhenti selain di tempat yang ditentukan, ngerem, turunkan penumpang selain di tempat pemberhentian (pasal 302 UULLDAJ).
28) Mengemudikan mobil barang untuk angkut orang (pasal 303 UULLDAJ).
29) Mengemudikan kendaraan angkutan orang dengan tujuan tertentu yang menaikkan/turunkan penumpang lain di sepanjang jalan (pasal 304 UULLDAJ).
30) Mengemudikan kendaraan bermotor yang mengangkut barang khusus yang tidak dipenuhi ketentuan (pasal 305 UULLDAJ).
31) Mengemudikan kendaraan bermotor angkutan umum barang yang tidak patuhi tata cara muatan, daya angkut dan dimensi kendaraan (pasal 306 UULLDAJ).
32) Mengemudikan kendaraan angkutan barang yang tidak dimuati surat muatan dokumen perjalanan (pasal 307 UULLDAJ).
33) Orang yang mengemudikan kendaraan bermotor yang tidak memiliki izin, angkutan orang dalam trayek, angkutan orang tidak dalam trayek,
angkutan barang khusus dan alat berat, dan menyimpang dari izin (pasal 308 UULLDAJ).
34) Tidak asuransikan tanggung jawabnya untuk ganti rugi penumpang, barang, pihak ketiga (pasal 309 UULLDAJ).
35) Tidak asuransikan kendaraan dan penumpang (pasal 303 UULLDAJ).
B. Kerangka Pikir
Kerangka pemikiran merupakan proses tentang alur pikir seseorang dalam menganalisis dan memecahkan suatu persoalan atau masalah-masalah yang akan dihadapi, serta memberikan jawaban atas pertayaan-pertayaan yang diajukan dalam rumusan masalah.
Kerangka Pikir Penelitian
Substansi Makna Rambu-Rambu Lalu Lintas
Data Primer
Data SekunderSumber Data
Unit Analisis
Berupa Tanda dan Simbol
AnalisisMenggunakan Toeri Semantik Bentuk dan Makna Rambu-
Rambu Lalu Lintas
Temuan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Penelitian dikategorikan ke dalam deskriptif kualitatif karena mengidentifikasi serta mendeskripsikan masalah-masalah yang berkenaan dengan pelanggaran makna rambu-rambu lalu lintas dan respon pengendara terhadap makna rambu-rambu lalu lintas melalui wawancara. Selanjutnya penulis memperoleh data bagaimana makna dan tujuan rambu-rambu lalu lintas yang tidak diketahui.
B. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kantor kepolisian Kecamatan Rappoccini Makassar dan di jalan Sultan Alauddin tepatnya pada rambu jalan Perbatasan Gowa dan Makassar.
C. Instrumen Penelitian
Instrumen yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Lembar pedoman observasi
2. Lembar pedoman wawancara
3. Kartu data untuk memudahkan menganalisis data
PEDOMAN OBSERVASI
No Polisi dan Pengendara
BentukRambu-Rambu Lalu Lintas Keterangan
1 Nasrullah Polisi
2 Syarifuddin Pengendara
3 Kahar Polisi
4 Ansar Polisi
5 Mirnawati Pengendara
6 Jamaluddin Pengendara
PEDOMAN OBSERVASI
No Polisi dan Pengendara
BentukRambu-Rambu Lalu Lintas Keterangan
1 Nasrullah Polisi
2 Syarifuddin Pengendara
3 Kahar Polisi
4 Ansar Polisi
5 Mirnawati Pengendara
6 Jamaluddin Pengendara
PEDOMAN OBSERVASI
No Polisi dan Pengendara
BentukRambu-Rambu Lalu Lintas Keterangan
1 Nasrullah Polisi
2 Syarifuddin Pengendara
3 Kahar Polisi
4 Ansar Polisi
5 Mirnawati Pengendara
6 Jamaluddin Pengendara
PEDOMAN WAWANCARA (POLISI)
No Pertanyaan Responden Keterangan
1 Dari rambu-rambu tersebut, manakah sering terjadi pelanggaran, dan termasuk jenis larangan?
Yang sering terjadi pelanggaran adalah pelanggaran jalur arah dan termasuk
pelanggaran rambu peringatan.
Menjawab
2 Apa yang menyebabkan pengendara melanggar
rambu-rambu tersebut?
Mungkin karena mereka beranggapan bahwa tidak ada
pengatur lalu lintas dari pihak kepolisian jadi melanggar saja.
Menjawab
3 Dari pelanggaran tersebut apakah pihak kepolisian sudah memberikan penjelasan tentang makna rambu-rambu tersebut?
Sudah, karena dalam proses pengambilan SIM, pengendara diberi penjelsan mengenai rambu rambu lalu-lintas.
Menjawab
4 Termasuk jenis pelanggaran apakah gambar tersebut?
Pelanggaran lalu lintas No. 26
Menjawab
5 Apakah ada hukumnya jika dilanggar?
Iya ada, akan
dikenakan penilangan dan akan dilakukan proses secara hukum dipengadilan.
Menjawab
PEDOMAN WAWANCARA (PENGENDARA)
No Pertanyaan Responden Keterangan
1 Dari rambu-rambu tersebut, manakah sering terjadi pelanggaran, dan termasuk jenis larangan?
Yang sering terjadi pelanggaran adalah pelanggaran jalur arah dan lampu merah.
Menjawab
2 Apa yang menyebabkan pengendara melanggar
rambu-rambu tersebut?
Terburu-buru
Menjawab
3 Dari pelanggaran tersebut apakah pihak kepolisian sudah memberikan penjelasan tentang makna rambu-rambu tersebut?
Sudah
Menjawab
4 Termasuk jenis pelanggaran apakah gambar tersebut?
-
Menjawab
5 Apakah ada hukumnya jika dilanggar?
Iya ada
Menjawab
FORMAT KARTU DATA
IDENTIFIKASI
Dalam hal ini peneliti mendeskripsikan bentuk-bentuk rambu lalu lintas dan maknanya, yang terdiri dari rambu peringatan, rambu larangan, rambu perintah dan rambu petunjuk.
Data
Penelitian ini data yang diperoleh berdasarkan hasil wawancara dengan pihak kepolisian dan pengendara. Data ini terlampirkan dalam pedoman observasi dan pedoman wawancara.
ANALISIS
Peneliti menganalisis bentuk-bentuk rambu lalu lintas dalam kajian semantik yang terdiri dari:
1. Rambu Peringatan 2. Rambu Perintah 3. Rambu Larangan 4. Rambu Petunjuk
D. Sampel Sumber Data
Sampel dalam penelitian ini adalah masyarakat pengendara yang berada disekitar Jalan Sultan Alauddin tepatnya perbatasan Kabupaten Gowa dan Makassar. Kemudian penjelasan petugas kepolisian mengenai makna rambu-rambu lalu lintas serta bentuk-bentuk rambu-rambu lalu lintas.
Sumber data dalam penelitian ini adalah Pengendara berjumlah 3 orang yang memiliki kepandaian membaca dan menulis, dan Polisi yang bertugas sebagai pengatur rambu-rambu lalu lintas berjumlah 3 orang di Kantor Kepolisian Kecamatan Rappocini Makassar.
E. Teknik Pengumpulan Data
Proses teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Teknik Observasi
Peneliti mengobservasi situasi dan keadaan pengendara, selanjutnya teknik ini mendapatkan data tentang makna rambu-rambu lalu lintas di Kantor Kepolisian Kecamatan Rappocicni Makassar .
2. Teknik Wawancara
Selanjutnya, penulis juga mewawancarai polisi dan masyarakat mengenai makna rambu-rambu lalu lintas sehingga diketahui persepsi tentang makna rambu-rambu lalu lintas .
3. Teknik Rekam
Penulis menggunakan aplikasi perekam suara pada telepon genggam untuk merekam penjelasan makna rambu-rambu lalu lintas di kantor kepolisian sehingga penulis akan mendapatkan data mengenai realisasi makna rambu-rambu lalu lintas yang ada di Kantor Kepolisian Kecamatan Rappocini Makassar.
4. Teknik Catat
Makna tersebut kemudian ditranskripsi beserta tujuan rambu- rambu lalu lintas, selain itu akan didapatkan data mengenai wujud ketidakpahaman makna rambu-rambu lalu lintas di Kantor Kepolisian Kecamatan Rappocini Makassar dari data pengendara yang melakukan pelanggaran.
F. Teknik Analisis Data
Penulis merekam apa yan disampaikan oleh pengendara mengenai makna rambu-rambu lalu lintas yang mereka tidak paham maknanya.
Selanjutnya untuk mengetahui ketidakpahaman makna rambu-rambu lalu lintas terhadap pengendara yaitu dengan teknik rekam dan teknik catat.
Pertama, teknik observasi yaitu mengamati keadaan bentuk-bentuk rambu-rambu lalu lintas di Kantor Kepolisian Kecamatan Rappocicni
Makassar. Kedua melakukan wawancara dengan petugas kepolisian yang mengetahui makna dan bentuk rambu-rambu lalu lintas. Ketiga, merekam semua fenomena yang terjadi pada proses perekaman, keempat teknik catat yaitu dengan mencatat fenomena yang terjadi pada saat direkam. Lalu dari hasil transkripsi telah diperoleh data tulis yang selanjutnya dapat diidentifikasi.
Proses identifikasi dari setiap data yang dilakukan untuk mengetahui bentuk- bentuk makna rambu-rambu lalu lintas.
Setelah selesai melakukan dengan teknik rekam dan teknik catat, selanjutnya adalah dengan penyalinan ke dalam kartu data dan menganalisanya, sehingga akan diperoleh data yang relevan.
Berikut ini adalah rincian langkah-langkah dalam mengelolah data sebagai berikut :
1. Mentranskrip Data Hasil Rekaman
Setalah penulis memperoleh data dengan polisi dan masyarakat, maka selanjutnya mentranskripsi memindahkan data tersebut dengan cara menulis kembali semua hasil pendapat yang diuacpakan oleh Polisi dan masyarakat.
2. Mengidentifikasi dan Mengklarifikasi Data
Berdasarkan hasil transkripsi diperoleh data tertulis yang selanjutnya siap untuk diidentifikasi. Proses identifikasi berarti mengenali/menandai data untuk memisahkan makna rambu-rambu lalu lintas yang diketahui dan belum diketahui.
3. Menyalin ke dalam Kartu Data
Setelah data yang diperlukan sudah terkumpul, maka selanjutnya adalah penyalinan makna rambu-rambu lalu lintas yang telah diidentifikasi ke dalam kartu data. Hal itu dimaksudkan agar mudah untuk mengelompokkan bentuk-bentuk makna rambu-rambu lalu lintas.
4. Menganalisis Kartu Data
Data yang diperoleh kemudian dianalisis berdasarakan makna simbol dan teori semantik dengan peraturan lalu lintas. Dari analisis kartu data tersebut akan tergambar bentuk makna rambu-rambu lalu lintas Kepolisian Kecamatan Rappocini Makassar.
5. Menyimpulkan
Untuk tahap terakhir, hasil analisis akan menghasilkan simpulan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan.