• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB I"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan analisis dan penyusunan permasalahan lebih lanjut dalam disertasi yang berjudul Tindak Pidana Kepemilikan dan Perawatan Satwa yang Dilindungi. Untuk mengetahui bagaimana penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana kepemilikan dan pemeliharaan satwa yang dilindungi sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat (2) UU No. 5 Tahun 1990. Selain itu juga sebagai pedoman dan masukan bagi aparat penegak hukum maupun masyarakat umum dalam menentukan kebijakan dan langkah pemberantasan tindak pidana kepemilikan dan pemeliharaan satwa yang dilindungi.

Hasil penelitian tersebut diharapkan dapat menjadi masukan untuk meningkatkan peran Polri dalam upaya penanggulangan tindak pidana kepemilikan dan perawatan satwa langka yang dilindungi.

Metode Penelitian

Sumber utama bahan hukum yang dapat memberikan informasi langsung dan berkaitan dengan permasalahan penelitian berupa peraturan hukum dan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. 2) Bahan hukum sekunder, meliputi literatur yang berkaitan dengan peran Polri dalam kepemilikan dan perawatan satwa yang dilindungi, untuk mendukung penelitian yang dilakukan. 3) Bahan hukum tersier, meliputi bahan yang memberikan informasi mengenai bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang berbentuk kamus.

Pengumpulan bahan hukum yang penulis gunakan berkisar pada instrumen yaitu studi kepustakaan untuk dapat memperoleh bahan hukum untuk penelitian berupa buku, artikel dan bahan pustaka lain yang relevan.

Sistematika Penulisan

PENDAHULUAN

BAB III Bagaimanakah proses penegakan hukum terhadap tindak pidana kepemilikan dan pemeliharaan satwa

Bab ini berisi jawaban atas rumusan masalah kedua yang telah penulis sebutkan sebelumnya. Bab ini menguraikan tentang proses hukum dan akibat hukum yang berkaitan dengan tindak pidana yang berkaitan dengan kepemilikan dan pemeliharaan hewan.

Penutup

Jenis Tindak Pidana Kepemilikan Dan Pemeliharaan Satwa 1.Pengertian Tindak Pidana

  • Unsur-Unsur Tindak Pidana

Dalam ajaran monoisme, konsep pertanggungjawaban pidana, rasa bersalah, kesanggupan bertanggung jawab dan alasan memaafkan tidak dapat dipisahkan dari konsep delik pidana. Van Schravendijk, mendefinisikan tindak pidana sebagai “perbuatan seseorang yang bertentangan dengan keyakinan hukum sehingga perbuatan itu diancam dengan hukuman, asalkan dilakukan oleh orang yang dapat dimintai pertanggung jawaban”. Komariah Emong Supardjaja, mengatakan bahwa tindak pidana atau kejahatan adalah “perbuatan manusia yang memenuhi definisi pelanggaran melawan hukum dan pelakunya bersalah karena melakukan pelanggaran tersebut.”19.

Vos mengatakan bahwa tindak pidana adalah “perbuatan manusia yang diancam dengan pidana berdasarkan peraturan perundang-undangan, sehingga merupakan perbuatan manusia yang pada umumnya dilarang dan diancam pidana berdasarkan hukum pidana.”21. Objek suatu tindak pidana yang diakui dalam KUHP adalah manusia (natuurlijk person), yang pada dasarnya dapat menjadi pelaku suatu tindak pidana, sebagaimana terlihat pada perumusan delik dalam KUHP, yang diawali dengan kalimat “Siapa” jelas menunjuk pada orang atau orang.23. Sebaliknya pengertian tindak pidana dalam ajaran atau doktrin dualisme hanya mengacu pada perbuatan baik aktif maupun pasif.

Dengan kata lain, apakah seseorang yang melakukan perbuatan itu benar-benar dihukum karena melakukan tindak pidana atau tidak, di luar pengertian tindak pidana.24. Barda Nawawi Arief menyatakan bahwa “tindak pidana secara umum dapat diartikan sebagai perbuatan yang bertentangan dengan hukum baik formil maupun materiil”. Delik pidana juga dapat diartikan sebagai dasar utama untuk menjatuhkan pidana kepada seseorang yang melakukan tindak pidana, berdasarkan tanggung jawab seseorang terhadap perbuatan yang dilakukannya.

Menurut Lamintang, tindak pidana dalam KUHP secara umum dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu unsur subjektif dan objektif. Objek tindak pidana yang disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya adalah Satwa Liar yang dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Jenis-Jenis Konservasi Satwa dan Tumbuhan30.

Bentuk Tindak Pidana Kepemilikan Dan Pemeliharaan Satwa Yang Dilindungi 1.Pengertian Satwa Yang Dilindungi

  • Jenis-Jenis Satwa Yang Dilindungi
  • Bentuk Tindak Pidana Kepemilikan dan Pemeliharaan Satwa Yang Dilindungi Adi O.S Harriej, menyatakan bahwa : 34

UU No. Undang-undang nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistem pada ayat pertama pasal 20 membagi satwa dan tumbuhan menjadi dua jenis yaitu satwa dan tumbuhan yang dilindungi dan satwa dan tumbuhan yang tidak dilindungi. Satwa dan tumbuhan yang dilindungi adalah satwa dan tumbuhan yang dalam keadaan bahaya. kepunahan dan populasinya langka. Peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur tentang satwa dan tumbuhan yang dilindungi tertuang dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 7 Tahun 1999 tentang Konservasi Jenis Tumbuhan dan Satwa, serta Penetapan Satwa atau Tumbuhan yang Dilindungi pada Pasal 4, 5, dan 6 pemerintah ini. Peraturan. 7 Tahun 1999 tentang Konservasi Jenis Tumbuhan dan Satwa, secara umum diketahui di Indonesia terdapat 236 nama satwa yang dilindungi yang terdiri dari 70 jenis mamalia yaitu.

Beberapa alasan mengapa kepemilikan satwa yang dilindungi merupakan suatu perbuatan yang merugikan diri sendiri dan orang lain antara lain, pertama, memelihara satwa yang dilindungi berarti membahayakan diri kita dan anggota keluarga, yaitu: Bentuk Tindak Pidana Kepemilikan dan Perawatan Satwa yang Dilindungi Adi O.S Harriej, menyatakan bahwa :34 Adi O.S Harriej, menyatakan bahwa :34. Sanksi pidana terhadap pelaku kejahatan terhadap satwa liar yang dilindungi tercantum dalam pasal 40 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990, yaitu: 35. a.

Dalam ketentuan pidana undang-undang ini, tindak pidana terhadap hewan dibedakan menjadi dua, yaitu tindak pidana kejahatan dan tindak pidana kelalaian. Delik pidana tercantum pada Pasal 40 ayat 1 dan 2, dan delik kelalaian pada Pasal 3 dan 4. Hal ini terlihat dari sanksi yang dijatuhkan kepada pelaku kekejaman terhadap hewan dan kelalaian pidana, termasuk penggunaan sanksi pidana dasar (penjara, hukuman penjara dan denda).

4. Tujuan pemberian sanksi bagi pelaku kejahatan terhadap satwa yang dilindungi Maksud dari ketentuan pidana di atas adalah untuk menimbulkan efek jera bagi pelaku kejahatan terhadap satwa. Hal ini merupakan cara berpikir yang logis, yaitu dengan menggunakan ancaman hukuman yang berat sebagai salah satu cara untuk menciptakan efek jera bagi pelanggar yang terlibat dalam kejahatan terhadap hewan.36.

Tinjauan Umum Penegakan Hukum 1. Pengertian Penegakan Hukum

  • Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum
  • Aparat Penegak Hukum
  • Pengertian Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)

Kewajiban hakim menurut undang-undang pasal 27 U no. 14 Tahun 1970 yang berbunyi, Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Hadirnya undang-undang baru ini semakin menegaskan eksistensi Kejaksaan yang independen dan bebas dari pengaruh pemerintah atau pihak lain. Oleh karena itu, undang-undang Kejaksaan yang baru dipandang lebih kuat dalam mendefinisikan kedudukan dan peran Kejaksaan Indonesia sebagai lembaga pemerintah negara yang menjalankan kekuasaan negara di bidang penuntutan pidana.52 3.

Kewenangan kepolisian sebagai penyidik ​​sangat luas dan besar, jika tidak dilakukan pengawasan vertikal dan horizontal serta tidak diimbangi dengan mentalitas yang baik dan profesionalisme yang tinggi maka cita-cita pembentuk undang-undang tentu tidak akan terwujud.55. Penasihat hukum adalah seseorang yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan undang-undang untuk memberikan bantuan hukum. Untuk mewujudkan kekuasaan kehakiman yang bebas dari campur tangan dan pengaruh luar diperlukan profesi advokat yang bebas, mandiri dan bertanggung jawab terhadap terselenggaranya peradilan yang jujur, adil, dan terjaminnya kepastian hukum bagi seluruh pencari keadilan. menghormati hukum. kebenaran, keadilan dan hak asasi manusia, umat manusia. Dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, pengacara atau advokat dilindungi oleh Undang-undang No. 18 Republik Indonesia Tahun 2003 tentang Pengacara.

Ketentuan tersebut antara lain dapat dilihat pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 1983 tentang Penerapan Hukum Acara Pidana. Selain Polri, yang dimaksud dengan penyidik ​​adalah pegawai negeri tertentu yang diberi kewenangan khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan (lihat Pasal 1 ya. Tidak semua pegawai negeri bisa menjadi penyidik, dan tidak semua undang-undang ada klausul yang menyatakan bahwa .

Beberapa undang-undang secara khusus mengatur penyidikan oleh PPNS, antara lain UU Perikanan No. 9 Tahun 1985, UU-. Dalam undang-undang tersebut, PPNS diatur dalam Pasal 39 ayat (3) yang menyatakan bahwa PPNS mempunyai urusan di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dan karena kewajibannya mempunyai kewenangan sebagaimana diatur dalam pasal tersebut.

Proses Penegakan Hukum Tindak Pidana Kepemilikan dan Pemeliharaan Satwa 1. Tahap-Tahap Penegakan Hukum

  • Tahap-Tahap Penegakan Hukum Tindak Pidana Kepemilikan dan Pemeliharaan Satwa Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) secara garis besar mengenal 3 (tiga)

Penegakan hukum pidana terhadap kasus penyelundupan satwa yang dilindungi oleh kepolisian daerah atau setempat bersama PPNS BKSDA setempat dilakukan secara saling berkoordinasi. 65 Nabila Syahni, “Penerapan Hukum Pidana Terhadap Penyelundupan Satwa Dilindungi Berdasarkan UU No. 5 tahun ini hal. Polisi mengadakan siaran pers dan kemudian masyarakat melihatnya, sehingga mereka tahu bahwa memelihara dan memelihara hewan yang dilindungi tanpa dokumen yang sah adalah tindakan yang salah.

Misalnya saja perdagangan satwa dilindungi melalui media sosial yang saat ini mudah ditangkap karena kini polisi mempunyai tim bernama Cyber ​​Patrol. Kasus penyelundupan satwa dapat dikatakan menjadi faktor pendorong terjadinya kasus penyelundupan satwa dilindungi. Selain itu, polisi juga dapat mengetahui adanya kasus penyelundupan satwa dilindungi melalui karantina atau melalui petugas di bagian pemeriksaan bandara akibat pemeliharaan awal penjualan satwa langka tersebut.

Penyidik ​​​​Polri juga meminta bantuan BKSDA untuk memeriksa apakah yang dibawa tersebut merupakan satwa dilindungi atau bukan. BKSDA memiliki tenaga ahli bernama PEH (Pengendali Ekosistem Hutan) yang mengetahui apakah satwa tersebut termasuk jenis yang dilindungi atau tidak. Selain proses standar tersebut, dalam penegakan hukum oleh PPNS BKSDA, kasus-kasus yang melibatkan satwa dilindungi dapat dideteksi terutama melalui kegiatan kehutanan melalui pengawasan melalui patroli.

BKSDA juga dapat menerima laporan dari Aviation Security (AVSEC) bandara bahwa sedang terjadi upaya penyelundupan hewan di bandara. Barang bukti berupa satwa dilindungi itu tidak diserahkan kepada jaksa, melainkan dititipkan padanya. Dalam dakwaan dan tuntutan JPU dalam kasus penyelundupan satwa dilindungi, ia merujuk pada UU No. Pasal 21 ayat (2) huruf a dan c, karena menurut jaksa, perbuatan penyelundupan yang dilakukan terdakwa memenuhi unsur Pasal 71.

Kasus penyelundupan satwa yang dilindungi merupakan tindak pidana umum, meskipun putusan biasanya menyebutkan tindak pidana tertentu.

PENUTUP

Saran

  • Jurnal

Bagi pemerintah, hendaknya pemerintah lebih memperhatikan, merawat dan melindungi satwa yang dilindungi tersebut agar tidak menjadi satwa yang punah dan endemik di Indonesia, begitu pula kita. Hiariej , Eddy O.S, Pokok Hukum Pidana, Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka 2016 J.C.T, Simorangkir, Kamus Hukum, Jakarta : Bumi Aksara 1983. Kartonegoro, Diktat Kuliah Hukum Pidana, Kuliah Mahasiswa Hukum, Jakartatur. ., Jakarta: Sinar Grafis 2011.

Moeljatno, Tindak Pidana dan Tanggung Jawab Pidana, Jakarta: Bina Aksara1983 Muhammad, Rusli, Potret retsinstitution af den indonesiske, PT RajaGrafindo Persada: Jakarta,. Supardjaja, Komariah Emong, Ajaran Melawan Hukum dalam Hukum Pidana Indonesia; Studi Kasus Penerapan dan Pengembangan Ilmu Fikih, Bandung: Alumni 2002. Sri Mulyati, Hiroshi Kobayashi, Sekilas Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Jakarta: Perlindungan Hukum dan Konservasi Alam 2006.

Nabila Syahni, 2018 “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyelundupan Satwa Dilindungi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990”.

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang adalah : ”Tindakan perekrutan, penampungan, pengangkutan,

Secara yuridis yang dimaksud tindak pidana korupsi sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 2 ayat [1] dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang Nomor