• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB I"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pergaulan merupakan suatu proses interaksi yang saling membutuhkan, itulah salah satu arah dan tujuan pembangunan nasional yang berlangsung hingga saat ini, yaitu membangun manusia indonesia seutuhnya, yang memahami hak dan kewajibannya dalam tatanan kehidupan yang saling menghormati satu sama lainnya namun dari kenyataannya dalam interkasi kehidupan masyrakat tidak jarang terjadinya kesalahpahaman yang menimbulkan perbedaan-perbedaan pendapat yang memicu timbulnya konflik maupun pertentangan baik itu antara perorangan maupun kelompok yang berakibat terganggunya keseimbangan dalam kehidupan bermasyrakat.

Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah melahirkan berbagai dampak, baik dampak positif maupun dampak negatif, karena di satu sisi memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan dan peradaban manusia, namun di sisi lain menjadi sarana efektif perbuatan melanggar hukum. Teknologi informasi dan komunikasi juga telah mengubah perilaku dan pola hidup masyarakat secara global, dan menyebabkan dunia menjadi tanpa batas1.

1 Andi Hamzah, Aspek-Aspek Pidana di Bidang Komputer, Sinar Grafika, Jakarta, 1990, hlm. 43

(2)

Kemajuan teknologi pada era ini era globalisasi telah berkembang sedemikian pesatnya. Teknologi yang merupakan produk dari modernitas telah mengalami lompatan yang luar biasa, karena sedemikian pesatnya, pada giliranya manusia, yang kreaktor teknologi itu sendiri kebingungan mengendalikannya. Bahkan bisa dikatakan teknologi berbalik arah mengendalikan arah manusia. Perbuatan hukum di dunia maya merupakan fonomena yang sangat mengkhawatirkan mengingat tindakan perjudian, penipuan, terorisme, penyebaran informasi deskrutif telah menjadi bagian aktifitas pelaku kejahatan di dunia maya. Dunia maya tersebut seperti memiliki dua sisi yang sangat bertolak belakang. Disatu sisi internet mampu memberikan manfaat dan kemudahan bagi para penggunanya terutama dalam hal informasi dan komunikasi. Namun disisi lain di manfaatkan oleh para pelaku yang kurang bertanggung jawab.

Awalnya, teknologi (internet) sebetulnya merupakan sesuatu yang bersifat netral, artinya teknologi itu bebas nilai. Teknologi tidak dapat dilekati sifat baik dan jahat. Akan tetapi perkembangannya kehadiran teknologi pihak- pihak yang berniat jahat untuk menyalah gunakannya dalam perspektif ini, teknologi dapat menjadi faktor kriminogen, artinya faktor yang menyebabkan timbulnya keinginan orang untuk berbuat jahat atau memudahkan terjadinya kejahatan.

Pada dekade terakhir, telah muncul kejahatan dengan dimensi baru, sebagai akibat dari penyalagunaan internet. Sepertinya halnya di dunia nyata,

(3)

di dunia maya, internet ternyata mengundang tangan-tangan kriminal dalam beraksi, baik untuk mencari keuntungan materi maupun untuk sekedar melampiaskan keisengan. Hal ini memunculkan fenomena khas yang sering disebut dalam bahasa asing sebagai cyber crime (kejahatan di dunia maya).

Pencemaran nama baik melalaui media sosial termasuk kategori tindak pidana cyber yang diatur dalam Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disingkat UU ITE), yang berbunyi : “setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”.

Pencemaran nama baik bersifat subjektif, yaitu penilaian terhadap pencemaran nama baik tergantung pada pihak yang diserang nama baiknya.

Pencemaran nama baik hanya dapat diproses oleh polisi apabila ada pengaduan dari pihak yang merasa dicemarkan nama baiknya2.

Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi No.50/PUU-VI/2008 penafsiran norma yang termuat dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE mengenai penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, tidak bisa dilepaskan dari genusnya yaitu norma hukum pidana yang termuat dalam Bab XVI tentang penghinaan yang termuat dalam Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP. Sehingga

2 Adami Chazawi, Hukum Pidana Positif Penghinaan, ITS Press, Surabaya, 2009, hlm. 83

(4)

konstitusional Pasal 27 ayat (3) UU ITE harus dikaitkan dengan Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP.

Dengan demikian segala unsur tindak pidana pencemaran nama baik dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE, mengacu pada pemahaman dan esensi unsur pencemaran nama baik dalam Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP. Pencemaran nama baik atau penghinaan dimaksudkan untuk menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan maksud diketahui oleh umum, dan perkara tindak pidana pencemaran nama baik yang dilakukan melalui media sosial yang dalam prosedur harus melihat perundang-undangan ITE, juga para penegak hukum harus benar-benar mengobjektifkan perkara tersebut. Untuk menentukan adanya unsur tindak pidana pencemaran nama baik perlu adanya pengobjektifan dari pihak penyidik pada proses penyidikan baik itu pemeriksaan barang bukti (bukti elektronik), keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan tersangka, yang terdapat dalam Pasal 184 KUHAP.

Penghinaan dan pencemaran nama baik pada dasarnya merupakan tindakan yang sudah dianggap sebagai bentuk ketidakadilan sebelum dinyatakan dalam undang-undang karena telah melanggar kaidah sopan santun. Bahkan lebih dari itu, Penghinaan dan pencemaran nama baik dianggap melanggar norma agama jika dalam substansi pencemaran itu terdapat fitnah.

Pasal 1 Butir 5 KUHAP mencantumkan Penyelidikan adalah

(5)

serangkaian tindakan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga kuat sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang. Dari beberapa uraian yang dijelaskan diatas sudah dapat dipastikan bahwa institusi Kepolisian Republik Indonesia merupakan pemegang peranan yang paling penting dalam usaha penegakan tindak pidana pencemaran nama baik.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-VI/2008 atas Judicial Review Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (1) UU No. 11 Tahun 2008, Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa “penghinaan yang diatur dalam KUHP (penghinaan offline) tidak dapat menjangkau delik penghinaan dan pencemaran nama baik yang dilakukan di dunia cyber (penghinaan online) karena ada unsur “di muka umum”. Memasukkan dunia maya ke dalam pengertian “diketahui umum”, “di muka umum”, dan “disiarkan”

sebagaimana dalam KUHP, secara harfiah kurang memadai, sehingga diperlukan rumusan khusus yang bersifat ekstensif yaitu kata

“mendistribusikan” dan/atau “mentransmisikan” dan/atau “membuat dapat diakses” muatan pencemaran nama baik”. Berdasarkan pendapat Mahkamah Konstitusi tersebut dapat disimpulkan bahwa unsur “di muka umum ‟tidak menjadi unsur dalam penyebaran informasi elektronik. Dalam UU ITE telah diatur rumusan khusus yang bersifat ekstensif yaitu kata “mendistribusikan”

dan/atau “mentransmisikan” dan/atau “membuat dapat diakses”. Ketiga istilah tersebut dapat dijelaskan pengertiannya sebagai berikut:

(6)

Mendistribusikan adalah perbuatan menyebarluaskan informasi atau dokumen elektronik melalui media elektronik, seperti web, mailing list.

Mentransmisikan adalah perbuatan mengirimkan, memancarkan, atau meneruskan informasi melalui perangkat telekomunikasi, seperti Handphone, Email. Membuat dapat Diakses adalah perbuatan memberi peluang suatu informasi atau dokumen elektronik dapat diakses oleh orang lain, seperti membuat link atau memberitahu password suatu sistem elektronik.

Unsur “muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik” yang diatur dalam Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik mengacu pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana, khususnya dalam BAB XVI tentang Penghinaan. Pasal 310 berbunyi :

1) Barang siapa supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama 9 bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

2) Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan, atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama 1 tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

3) Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas membela diri.

(7)

4) sengaja menyerang kehormatan atau nama baik

5) dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang

Pasal ini memberikan dasar pemahaman atau esensi mengenai penghinaan atau pencemaran nama baik, yaitu tindakan menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan maksud untuk diketahui oleh umum. Oleh karena itu, perbuatan mendistribusikan, mentransmisikan, membuat dapat diaksesnya dalam pasal ini haruslah dimaksudkan untuk menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan maksud untuk diketahui oleh umum. Orang tersebut haruslah pribadi kodrati (naturlijk persoon) dan bukan pribadi hukum (rechts persoon). Pribadi hukum tidak mungkin memiliki perasaan terhina atau nama baiknya tercemar mengingat pribadi hukum merupakan abstraksi hukum. Meskipun pribadi hukum direpresentasikan oleh pengurus atau wakilnya yang resmi, tetapi delik penghinaan hanya dapat ditujukan kepada pribadi kodrati, sama seperti pembunuhan atau penganiayaan. Tidak mungkin pribadi hukum dapat dibunuh atau dianiaya secara harfiah.

Kasus yang dialami oleh Prita ini terjadi antara tahun 2008-2009 lalu.

Kasus ini berawal dari rasa kecewa Prita atas pelayanan Rumah Sakit Omni Internasional yang ditulis melalui email dan disebarkan melalui mailing list (milis). Berita itu menyebar dari milis A ke milis B, hingga akhirnya terbaca

(8)

oleh pihak RS. Omni. Pihak Rumah Sakit Omni memperkarakan Prita dengan delik aduan pencemaran nama baik.Prita dikenakan pasal berlapis yaitu Pasal 310 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang pencemaran nama baik dengan ancaman hukuman 1,4 tahun, Pasal 311 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang pencemaran secara tertulis dengan ancaman hukuman 4 tahun. Selain itu, Prita juga akan dikenakal Pasal 27 Ayat 3 Undang-Undang 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik melakukan penelitian hukum dengan judul : “Analisis Unsur Materiil Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Melalui Media Sosial”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka penulis merumuskan masalah yang akan dibahas adalah : Bagaimana pembuktian unsur materiil tindak pidana pencemaran nama baik melalui media sosial?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang penulis angkat dalam pembahasan ini adalah : 1. Untuk menganalisis mengkaji dan di bahas tentang pembuktian unsur

materiil tindak pidana pencemaran nama baik melalui media social

2. Sebagai syarat dalam menyelesaikan studi S1 pada Fakultas Hukum Universitas Pattimura.

D. Kegunaan Penelitian

(9)

1. Untuk mengetahui pembuktian unsur materiil tindak pidana pencemaran nama baik melalui media sosial

2. Sebagai masukan bagi aparat penegak hukum proses pemeriksaan perkara dalam pembuktian unsur materiil tindak pidana pencemaran nama baik melalui media sosial.

E. Kerangka Teoritis

Pencemaran nama baik secara harafiah adalah tindakan untuk menjadikan seseorang itu rendah diri "humble", atau menjatuhkan taraf seseorang itu dalam masyarakat. Bagaimanapun, istilah ini mempunyai banyak persamaan dengan emosi atau perasaan malu. Pencemaran nama baik secara kebiasaannya bukanlah merupakan pengalaman yang elok, karena ia mengurangkan ego. Pencemaran nama baik tidak memerlukan pelibatan orang lain, ia boleh jadi kesadaran mengenai taraf diri seseorang, dan boleh menjadi satu jalan bagi menghapuskan perasaan bangga yang tidak sepatutnya.

Pencemaran nama baik terhadap orang lain sering digunakan sebagai satu cara seseorang untuk menunjukkan kuasanya kepada orang lain, dan merupakan bentuk biasa penderaan atau penekanan3. Hal atau keadaan yang dikomunikasikan atau dipublikasikan lewat internet dapat dikatakan merupakan penghinaan atau pencemaran nama baik bila hal atau keadaan merupakan suatu yang merusak reputasi ataupun yang membawa kerugian

3 http://ms.wikipedia.org/wiki/PencemaranNamaBaik di akses pada 17 Januari 2014

(10)

material bagi pihak korban. Publikasi atau komunikasi tentang diri pihak lain dapat dikatakan pencemaran nama baik, baik dilakukan dengan kata-kata atau tulisan yang terang-terangan maupun dengan bentuk yang tersembunyi, namun mengandung konotasi merusak reputasi seseorang atau suatu badan.

Pada prinsipnya, mengenai pencemaran nama baik diatur dalam KUHP, Bab XVI tentang Penghinaan yang termuat dalam Pasal 310 sampai dengan Pasal 342 KUHP. Melihat pada penjelasan R. Soesilo dalam Pasal 310 KUHP, dapat kita lihat bahwa didalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ada beberapa macam pencemaran nama baik yakni4:

1. Penistaan (Pasal 310 ayat (1) KUHP)

Menurut R. Soesilo, supaya dapat dihukum menurut pasal ini, maka penghinaan itu harus dilakukan dengan cara “menuduh seseorang telah melakukan perbuatan tertentu” dengan maksud agar tuduhan itu tersiar (diketahui oleh orang banyak). Perbuatan yang dituduhkan itu tidak perlu suatu perbuatan yang boleh dihukum seperti mencuri, menggelapkan, berzina dan sebagainya, cukup dengan perbuatan biasa, sudah tentu suatu perbuatan yang memalukan.

2. Penistaan dengan surat (Pasal 310 ayat (2) KUHP)

Menurut R. Soesilo sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan Pasal 310 KUHP, apabila tuduhan tersebut dilakukan dengan tulisan (surat) atau

4 R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Politea, Bogor, hlm.

225

(11)

gambar, maka kejahatan itu dinamakan “menista dengan surat”. Jadi seseorang dapat dituntut menurut pasal ini jika tuduhan atau kata- kata hinaan dilakukan dengan surat atau gambar.

3. Penghinaan ringan (Pasal 315 KUHP)

Penghinaan seperti ini dilakukan di tempat umum yang berupa kata- kata makian yang sifatnya menghina. R Soesilo, dalam penjelasan Pasal 315 KUHP, sebagaimana kami sarikan, mengatakan bahwa jika penghinaan itu dilakukan dengan jalan lain selain “menuduh suatu perbuatan”, misalnya dengan mengatakan “anjing”, “asu”, “sundel”, “bajingan” dan sebagainya, masuk Pasal 315 KUHP dan dinamakan “penghinaan ringan”5.

Pencemaran nama baik melalui media sosial termasuk kategori tindak pidana cyber yang diatur dalam Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik berbunyi “setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”. Pencemaran nama baik hanya dapat diproses oleh penyidik apabila ada pengaduan dari pihak yang merasa dicemarkan nama baiknya6. Dalam kaitan dengan itu maka tindak pidana pencemaran nama baik melalui media elektronik perlu ditanggulangi oleh aparat penegak hukum dalam hal ini kepolisian.

5 Ibid, hal. 228

6 Adami Chazawi, Op. Cit. hlm. 83

(12)

Sesuai dengan Tap MPR Nomor. VII/MPR/2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia, maka disebutkan pada Pasal 9 bahwa Tugas Bantuan Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah7:

1. Dalam keadaan darurat Kepolisian Negara Republik Indonesia memberikan bantuan kepada Tentara Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.

2. Kepolisian Negara Republik Indonesia turut serta secara aktif dalam tugas-tugas penanggulangan kejahatan internasional sebagai anggota International Criminal Police Organization-Interpol.

3. Kepolisian Negara Republik Indonesia membantu secara aktif tugas pemeliharaan perdamaian dunia (peace keeping operation )

Selanjutnya menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Indonesia, dalam Pasal 13 menerangkan bahwa Tugas Pokok Kepolisian Negara Indonesia adalah:

a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;

b. Menegakkan hukum, dan;

7 UUD 1945 Setelah AMANDEMEN ke-dua tahun 2000, GBHN 1999, TAP- TAP MPR pada sidang Tahunan MPR tahun 2000. Dilengkapi dengan pengangkatan Presiden dan Wakil Presiden RI. Pidato Kenegaraan Presiden RI, Komisi-komisi di MPR dan DPR RI., Daftar anggota MPR RI., Susunan Kabinet GOTONG ROYONG Periode 2001-2004. Penerbit, CV. Pustaka Setia. Cetakan III Revisi September,2001, Hal 150.

(13)

c. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.

Kemudian untuk mempertegas tugas pokok dari kepolisian ini, pada Pasal 14 ayat 1 menyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas:

a. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dari pemerintah sesuai kebutuhan;

b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan;

c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;

d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional;

e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;

f. Melakukan koordinasi pengawasan dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik sebagai pegawai negeri sipil, dan bentuk- bentuk pengamanan swakarsa;

g. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undang lainnya

(14)

h. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian;

i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;

j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;

k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian; serta

l. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang¬- undangan.

Menurut Pasal 1 butir 4 menyebutkan, Penyelidikan adalah Pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh Undang - Undang ini untuk melakukan penyelidikan, dan pada pasal 4 mengatakan, Penyelidik adalah setiap pejabat polisi negara Republik Indonesia8.

Sedangkan pada pasal 1 butir 1 mengatakan, bahwa Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.

8 M. Budiarto dan K. Wantjik Saleh, Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana Tahun 1981. Penerbit Ghalia Indonesia. hlm. 31

(15)

kemudian pasal 6 ayat (1) mengatakan bahwa, Penyidik adalah : a. pejabat polisi negara Republik Indonesia;

b. pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang oleh undang- undang, dan Pasal 6 ayat 2 mengatakan bahwa : “ syarat kepangkatan pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah9.

Penyidik pembantu adalah pejabat Polisi Negara Indonesia yang diangkat oleh kepolisian Negara Republik Indonesia berdasarkan syarat kepangkatan tertentu yang juga melakukan tugas penyelidikan (pasal 1 ayat 3 jo pasal 10 KUHAP)10. Dengan demikian, tidak semua pejabat Polisi Negara Republik Indonesia berkedudukan sebagai penyidik, tetapi hanyalah sebagai Polisi Negara yang mempunyai syarat kepangkatan tertentu saja.

Sistem pembuktian yang dipakai dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia terdapat dalam pasal 138 KUHAP, karena KUHAP merupakan Hukum Acara Pidana yang dipakai pada Peradilan Pidana di Indonesia.

Untuk mempertahankan ketentuan-ketentuan Hukum Pidana diperlukan Hukum Acara Pidana. Hukum Acara Pidana mengatur cara mempertahankan Hukum Pidana, atau dengan perkataan lain Hukum Acara Pidana mengatur Hukum Pidana (KUHP). Sebelum terdakwa dinyatakan bersalah dan kemudian dijatuhkan pidana oleh hakim, maka diadakan pembuktian terlebih

9 Ibid, hlm. 37

10 Ibid, hlm. 34

(16)

dahulu dalam sidang pengadilan. Dengan demikian bukti dalam Hukum Pidana tidak pernah akan mencapai kebenaran yang mutlak, akan tetapi hanya akan mencapai kebenaran yang relatif11. Pembuktian merupakan masalah yang memegang peranan dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan.

Melalui pembuktian ditentukan nasib terdakwa. Apabila hasil pembuktian dengan alat-alat bukti yang ditentukan undang-undang “tidak cukup”

membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa, terdakwa

“dibebaskan” dari hukuman. Sebaliknya, kalau kesalahan terdakwa dapat dibuktikan dengan alat-alat bukti yang disebut dalam pasal 184 KUHAP , terdakwa dinyatakan “bersalah”. Kepadanya akan dijatuhkan hukuman. Oleh karena itu, hakim harus hati-hati, cermat dan matang menilai dan mempertimbangkan nilai pembuktian.

Sehubungan dengan begitu pentingnya pembuktian di atas, Ridwan Syaharani, menyebutkan bahwa pembuktian merupakan sesuatu untuk membuat terang suatu peristiwa pidana yang sedang diperiksa, hal mana tiada lain didasarkan pada pertimbangan untuk kepentingan dan kelancaran peradilan yang dilaksanakan negara dalam menyelenggarakan kekuasaan kehakiman (Yudikatif) guna menegakan hukum dan keadilan demi kelancaran peradilan sebagai bagian dari tugas negara tersebut12.

11 R. A. Karim Nasution, Masalah Hukum Pembuktian Dalam Proses Pidana, Kejaksaan Agug R.I. 1980, Jilid 1, hlm. 23

12 Ridwan Syaharani, Beberapa Hal Tentang Hukum Acara Pidana, Alumni, Bandung, 1983, hlm. 129

(17)

Sejalan dengan pendapat di atas, M. Yahya Harahap menjelaskan bahwa “pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang di benarkan undang-undang membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang yang boleh dipergunakan hakim membuktikan kesalahan yang didakwakan”13.

Ketentuan tentang alat-alat bukti yang terdapat dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP menentukan Alat bukti yang sah ialah keterangan saksi;

keterangan ahli; surat; petunjuk; keterangan terdakwa.

F. Metode Penelitian

Suatu kegiatan ilmiah agar lebih terarah dan rasional memerlukan suatu metode yang sesuai dengan obyek yang dibicarakan, sebab metode pada dasarnya merupakan cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yaitu memecahkan masalah14. Berkaitan dengan itu, maka di dalam penulisan ini metode penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, Yuridis Normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual. Menurut Peter Mahmud Marzuki,

13 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hlm. 273

14 Hadari, Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, University Gadjah Mada Press, Yogyakarta, 2007, hlm. 65

(18)

pendekatan perundang-¬undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani15.

Jenis penelitian yuridis normatif disebut juga penelitian hukum kepustakaan, yaitu suatu metode atau cara yang dipergunakan di dalam penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan kepustakaan yang ada16.

2. Tipe Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang dikemukakan. Maka, tipe penelitian ini bersifat deskriptif analitis, artinya dengan data yang ada dianalisa dan diteliti dan dapat dipertegas pendirian dan digunakan pandangan para ahli serta pemikir-pemikir yuridis guna memperkuat teori sekaligus dapat ditarik beberapa kesimpulan dari permasalahan yang dikemukakan17.

Tipe penelitian deskriptif analitis merupakan metode yang bertujuan mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap suatu obyek penelitian yang diteliti melalui sampel atau data yang telah terkumpul dan membuat kesimpulan yang berlaku umum18.

15 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2007, hlm. 1

16 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2009, hlm. 13-14

17 Rony Hanitijjo Soemitro, Metodologi Hukum dan Juri Metri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1980, hlm. 12

18 http://www.bimbingan.org/pengertian-deskriptif-analitis.htm (Menurut Soegyono)

(19)

3. Sumber Bahan Hukum

Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penulisan ini terdiri dari Bahan Hukum Primer dan Bahan Hukum Sekunder19.

1) Bahan Hukum Primer, merupakan bahan hukum yang mengikat, yang terdiri dari peraturan perundang-undangan, serta yang berkaitan dengan permasalahan yang diangkat, yakni:

a)Undang-Undang Dasar 1945;

b)Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP);

c)Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana d)Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

2) Bahan Hukum Sekunder, merupakan bahan hukum yang berhubungan erat dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis, memahami serta mendukung bahan hukum primer, antara lain:

a)Buku-buku kepustakaan yang dijadikan referensi untuk menunjang penulisan skripsi ini;

b)Karya ilmiah para sarjana hukum c)Dokumen-dokumen; dan

d)Hasil-hasil penelitian hukum

19 Baher Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, CV. Mandar Maju, Bandung, 2008, hlm. 56

(20)

3) Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan infomasi maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti:

a)Kamus hukum;

b)Internet;

c)Majalah hukum; dan d)Indeks Komulatif.

4. Teknik Pengumpulan bahan hukum dan Analisa Bahan Hukum a. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Perpustakaan sebagai sarana untuk memperoleh bahan hukum primer, sekunder maupun tersier dan bisa juga bahan hukum tersebut diperoleh dari berbagai sumber bahan hukum. Setelah bahan-bahan hukum itu dikumpulkan diidentifikasi, serta dipilah-pilah sesuai dengan urgensinya dan dijadikan sebagai bahan analisis terkait dengan permasalahan yang sudah dirumuskan sehingga memperoleh jawaban dan solusi yang tepat.

b. Analisis Bahan Hukum

Bahan Hukum primer, Bahan Hukum sekunder, maupun Bahan Hukum tersier setelah dikumpulkan kemudian diklasifikasikan dan dianalisis dengan cara menghubungkan atau teori dengan teori yang lain atau menghubungkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk menjawab permasalahan yang ada, maka data hukum yang dikumpulkan dianalisis secara kualitatif, kemudian dipaparkan secara deskriptif, sistematis

(21)

dan logis menuju pada penarikan kesimpulan secara khusus yang bertujuan untuk mendapatkan dan memahami gejala-gejala yang timbul. Paradigma ilmu lainnya sebagai suatu sarana untuk membantu mempertajam analisis20.

Dipilihnya metode ini karena data yang dikumpulkan lebih bersifat normatif. Oleh sebab itu, analisis hasil penelitian dan pembahasannya lebih beriorientasi pada pengujian data yang disajikan berdasarkan kerangka teori yang dilengkapi dengan beberapa dokumen disertai pendapat para ahli.

G. Sistematika Penulisan

Dalam memberikan gambaran secara jelas mengenai keseluruhan dan isi penulisan ilmiah ini, maka penulis membagi penulisan ini menjadi beberapa bagian. Adapun sistematika dari penulisan ilmiah ini adalah sebagai berikut: Bab I yang merupakan Bab Pendahuluan yang mengguraikan Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Kerangka Teoritis, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan. Bab II Tinjauan Pustaka terdiri dari Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik, Sistem Pembuktian Menurut KUHP Pencemaran Nama Baik Menurut KUHP dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008. Bab III Hasil dan Pembahasan terdiri dari Mekanisme Pemeriksaan Perkara Pidana, Delik Aduan dan Pencemaran Nama Baik, Pembuktian Unsur Materiil Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Melalui Media Sosial. Bab VI

20 Matthew B. Milles dan Michel Huberman, Analisis Data Kualitatif, UII Press, Jakarta, 1992, hlm. 12

(22)

Penutup yang terdiri dari kesempulan dan saran

Referensi

Dokumen terkait

Adapun ketentuan Ketentuan Hukum Tentang Penahanan Anak Pelaku Tindak Pidana terdapaat dalam Pasal 32 ayat 1, 2, dan 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem

Kasus yang dimaksud adalah kasus Baiq Nuril Maknun, yang melibatkan tindak pidana siber sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat 1 juncto Pasal 45 ayat 1 Undang-Undang Informasi dan