• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

1 Universitas Kristen Indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan

Saat ini penampilan merupakan unsur penting dalam kehidupan manusia.

Karena ketika pertama kali bertemu dengan seseorang, tak jarang hal yang pertama kali dilihat adalah penampilan dari orang tersebut. Saat ini seseorang yang menjaga penampilan maka akan kelihatan lebih menarik sehingga menjadi pusat perhatian publik. Sering sekali sebuah penampilan dikaitkan dengan kepribadian seseorang sehinggga tak jarang beberapa orang khususnya kaum wanita saat ini rela mengeluarkan budget lebih untuk melakukan perawatan ke salon atau klinik kecantikan, ataupun dengan menggunakan produk kosmetik agar kelihatan cantik dan menawan. Kosmetik sendiri tidak dapat dipisahkan dari keseharian seorang perempuan. Di era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini semakin pesatnya kemunculan dan beredarnya kosmetik baik itu produk dari luar negeri ataupun lokal. Sehingga mendorong para pelaku usaha untuk menciptakan produk-produk kosmetik untuk saling bersaing dalam memenuhi kebutuhan konsumen.

Dengan kemajuan teknologi dan informasi saat ini, sebagian besar masyarakat lebih memilih untuk berbelanja melalui internet, karena dianggap lebih praktis dan tidak perlu menguras energi jika dibandingkan dengan berbelanja langsung dipasar, mall ataupun toko-toko klontong. Hal ini juga disebabkan oleh munculya berbagai aplikasi khusus untuk berbelanja online seperti Shopee, Tokopedia, Buka Lapak, bahkan media sosial seperti Instagram dan Tiktok pun saat ini berkembang menjadi aplikasi yang bisa melakukan transaksi online serta menawarkan berbagai promosi menarik seperti potongan harga dan gratis ongkos kirim. Hal inilah yang dimanfaatkan para pelaku usaha sebagai wadah untuk memasarkan produknya dengan menggunakan jasa endorsement seorang artis atau influencer. Jasa

(2)

2 Universitas Kristen Indonesia

endorsement sendiri berarti jasa yang memberikan dukungan atau saran pada sebuah produk/jasa dimana dukungan tersebut dilakukan oleh orang yang memiliki pengaruh besar di media sosial, seperti public figure (artis atau influencer). Dalam hal ini para pelaku usaha akan menghubungi pihak public figure tersebut untuk mengiklankan produk atau jasanya, kemudian pihak public figure memiliki kewajiban untuk mengambil foto produk milik pelaku usaha untuk diunggah ke dalam akun sosial media pribadinya dan memberitakan hal yang baik mengenai produk tersebut, serta berhak untuk mendapatkan fee atau bayaran atas tindakan promosi produk tersebut. Dikarenakan presepsi dari public figure terhadap produk sangat berpengaruh untuk membentuk keputusan konsumen dalam membeli suatu produk.

Pengaruh iklan (promosi) dalam metode endorsement ini bergantung pada seberapa besar pengaruh influencer yang mengiklankan produk endorse tersebut didalam masyarakat, karena daya tarik seorang influencer sangat penting dalam platform Instagram atapun Tiktok karena yang dengan menampilkan wajah good looking dan body goals pastinya tak akan luput dari sorotan warganet (warga internet), sehingga produk yang di-endorse oleh influencer memiliki prospek laris dipasaran, karena pada umumnya seorang influencer akan menjadi panutan bagi followers-nya.1 Akan tetapi terkadang sangat disayangkan, sikap influencer yang kurang jeli dalam menerima tawaran endorsement, yakni dengan tidak memerhatikan dengan baik apakah produk yang akan di-endorse tersebut apakah telah mempunyai izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) atau tidak dikarenakan produk yang di-endorse belum tentu legal bahkan mungkin melanggar peraturan yang ada, dan bisa jadi produk tersebut juga telah menggunakan bahan berbahaya atau lainnya yang dapat merugikan konsumen.

1 `Jubilee Enterprise, 2012, Instagram untuk Fotografi Digital dan Bisnis Kreatif, PT.Elex Media Komputindo, Jakarta, hlm.20.

(3)

3 Universitas Kristen Indonesia

Dalam menggunakan kosmetik, konsumen sangat perlu mengetahui apakah kosmetik yang digunakan legal atau tidak dan perlu memperhatikan ingredients yang terkandung dalam kosmetik yang digunakannya yaitu dengan cara melihat penjelasan atau deskripsi produk yang biasanya tercantum pada packaging produk kosmetik, yang dimana dalam keterangan produk kosmetik tersebut apakah sudah memiliki izin edar dari BPOM atau tidak, serta mencantumkan hasil tes uji dermatologi. Seiring perkembangan zaman , legalitas suatu produk dapat dideteksi dari barcode produk dan bisa juga dengan cara memasukkan nomor pendaftaran izin edar pada telepon genggam masing-masing. Akibat kurangnya pengawasan terhadap mutu serta kualitas produk kosmetik dapat menyebabkan posisi konsumen berada di posisi yang lemah dikarenakan sekarang ini banyak sekali kasus tentang peredaran kosmetik ilegal yang tidak mempunyai izin edar padahal hal tersebut bisa sangat membahayakan konsumen.

Saat ini kasus tentang peredaran kosmetik ilegal marak terjadi khususnya di Indonesia, banyak pelaku usaha yang memperdagangkan kosmetik yang tidak sesuai persyaratan dan ketentuan undang-undang seperti tidak memasang label pada produk, tidak mencantumkan keterangan atas barang yang biasanya tercantum nama produk, ukuran produk, berat/isi bersih dari produk tersebut, komposisi produk juga sangat perlu diperhatikan, tanggal pembuatan serta aturan pakai produk tersebut agar tidak timbul efek negatif dari penggunaan produk, efek samping serta keterangan lain, yang mana jika tidak ada penjelasan pada produk tersebut konsumen tidak mengetahui informasi secara pasti terhadap kandungan produk tersebut, hal ini dapat berakibat buruk bagi konsumen saat mengkonsumsi barang tersebut, selain itu banyak sekali pelaku usaha yang menjual produk kosmetik yang jelas-jelas tidak mempunyai izin edar dari BPOM.

Seperti salah satu kasus yang terjadi pada bulan Desember 2018, yang dimana sebuah brand kosmetik bernama Derma Skin Care di Jawa Timur tertangkap basah memproduksi serta memperjual belikan produk kosmetik berbahaya yang jelas

(4)

4 Universitas Kristen Indonesia

tidak mempunyai izin edar dari BPOM. Menariknya pelaku usaha produk tersebut menggunakan jasa artis terkenal untuk mengiklankan produknya menggunakan media sosial Instagram sehingga kejadian ini semakin ramai diberitakan. Apabila diteliti dengan baik dapat dilihat bahwa didalam kasus tersebut terlihat jelas bahwa influencer tersebut tidak teliti dan berhati- hati dalam memilih produk yang akan diiklankannya.2 Padahal dalam Pasal 106 ayat (1) serta Pasal 197 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan sudah dijelaskan bahwa tidak boleh mengedarkan suatu produk farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin peredaran.

Dalam perkembangannya, kegiatan periklanan melalui jasa endorsement ini menimbulkan banyak sekali masalah yang dapat merugikan konsumen sehingga menimbulkan rasa ketidakadilan. Disisi lain, konsumen tidak dapat asal dalam melakukan permintaan pertanggungjawaban kepada pihak influencer sebagai pihak yang mengiklankan karena pada dasarnya pertanggungjawaban akan lebih melibatkan pihak pelaku usaha sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Padahal dalam praktiknya, para konsumen mengetahui produk kosmetik tersebut serta menggunakannya atas iming-iming iklan yang dilakukan oleh influencer yang mempromosikan produk tersebut. Dalam pembelian suatu produk kebutuhan konsumen akan informasi produk tersebut sangatlah penting, terutama dalam tahap pra-transaksi. Melalui hal ini konsumen dapat lebih berhati- hati lagi dalam menggunakan sumber dananya agar membeli produk yang memang sesuai dengan apa yang dibutuhkan saja. Apabila konsumen memperoleh informasi yang salah, maka akan berakibat konsumen salah dalam menjatuhkan pilihan, sehingga dapat menimbulkan kerugian3.

2 Hilda Meilisa, 2018, “Polisi Amankan Kosmetik Ilegal yang Endorse 6 Artis Indonesia”, (20 September 2022), diakses dari:https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-4330233/polisi-amankan- kosmetik-ilegal-yang-endorse-6-artis-indonesia.

3 Dedi Harianto, 2010, Perlindungan Hukum bagi Konsumen Terhadap Iklan yang Menyesatkan, Ghalia Indonesia, Bogor, hlm.5.

(5)

5 Universitas Kristen Indonesia

Perlindungan konsumen sendiri merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dari perdagangan bisnis yang sehat, dikarenakan dalam kegiatan bisnis yang sehat terdapat keseimbangan perlindungan hukum antara konsumen dengan pelaku usaha. Apabila tidak adanya perlindungan hukum yang seimbang dapat menyebabkan konsumen berada pada posisi yang tidak baik. Seharusnya setiap pelaku usaha dalam membuat informasi suatu produknya tidak boleh melakukan suatu kebohongan dengan tujuan untuk memikat para konsumen, dikarenakan informasi yang disampaikan harus sesuai dengan fakta produk tersebut, seperti ingin menyampaikan keunggulan produk, maka pelaku usaha harus menyampaikan apa adanya berdasarkan faktanya4 oleh sebab itu konsumen harus dilindungi dengan dibuatkannya suatu perlindungan konsumen yang tegas dan jelas sehingga dapat melindungi konsumen apabila terjadinya kerugian.

Pengertian perlindungan konsumen terdapat dalam Pasal 1 angka 1 UUPK yaitu

“Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.” Sedangkan berdasarkan Pasal 7 Huruf B Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen menyatakan “Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan merupakan kewajiban pelaku usaha dalam melakukan proses penawaran produknya kepada konsumen”. Dalam Pasal 9 Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juga menjelaskan bahwa pelaku usaha yang menawarkan produk melalui sistem elekronik harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar serta berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan. Serta Pasal 9 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 Tentang Perdagangan melalui Sistem Elektronik juga membahas bahwa: “Para pihak dalam Perdagangan Melalui

4 Aulia Muthiah, 2018, Hukum Perlindungan Konsumen (Dimensi Hukum Positif dan Ekonomi Syariah), Pustaka Baru Press, Yogyakarta, hlm.149.

(6)

6 Universitas Kristen Indonesia

Sistem Elektronik (PMSE) harus memiliki, mencantumkan, atau menyampaikan identitas subyek hukum yang jelas”.

Dalam Pasal 19 ayat (1) UUPK menyatakan “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan”.

Maka dengan adanya ketentuan perundang-undangan seperti Undang-Undang Kesehatan, Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan peraturan lainya yang berkaitan dengan kosmetik ilegal kasus mengenai peredaran kosmetik ilegal berkurang dan dapat ditanggulangi, karena undang-undang tersebut sudah mengatur secara tegas sanksi dari pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha yang mengedarkan kosmetik ilegal. Namun, dalam kenyataannya undang-undang tersebut belum berjalan dengan baik, terutama dari segi pengawasan atas peredaran produk kosmetik ilegal dan dari segi penerapan sanksi yang diterapkan oleh hakim, kasus kosmetik ilegal masih sangat merajalela di Indonesia, hal ini tentunya sangat merugikan pihak yang menggunakan kosmetik ilegal tersebut yaitu konsumen.

Akan tetapi dengan adanya aturan perlindungan konsumen tersebut dapat memicu para pelaku usaha untuk bertanggung jawab terhadap produk yang akan dipasarkan.5

Berdasarkan penguraian latar belakang diatas, maka penulis memiliki tekad untuk menyusun sebuah karya ilmiah atau penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul sebagai berikut “PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK KOSMETIK ILLEGAL YANG DIIKLANKAN MELALUI MEDIA SOSIAL DENGAN MELIBATKAN ENDORSEMENT INFLUENCER (Analisis Putusan Nomor 1555/Pid.Sus/2019/PN.Sby di Pengadilan Negeri Surabaya )”

5 Adrian Sutedi, 2008, Tanggung Jawab Produk Dalam Perlindungan Konsumen, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm.9.

(7)

7 Universitas Kristen Indonesia

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian Latar Belakang Masalah di atas dapat dirumuskan permasalahan-permasalahan yang akan dikemukakan dalam skripsi ini sebagai berikut:

1. Apakah tepat apabila hanya pelaku usaha saja yang dihukum sementara influencer tidak dihukum dalam Putusan Nomor 1555/Pid.Sus/2019/PN.Sby?

2. Bagaimana bentuk pertanggung jawaban dari pelaku usaha dan influencer endorsement terhadap konsumen dalam Putusan Nomor 1555/Pid.Sus/2019/PN.Sby?

C. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah berdasarkan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, UU No. No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan transaksi Elektronik, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata yang dimana dalam Undang-Undang tersebut penulis akan membahas mengenai apakah sudah tepat apabila hanya pelaku usaha saja yang dihukum sementara influencer tidak dihukum dalam Putusan Nomor 1555/Pid.Sus/2019/PN.Sby dan bagaimana bentuk pertanggung jawaban dari pelaku usaha dan influencer endorsement terhadap konsumen dalam Putusan Nomor 1555/Pid.Sus/2019/PN.Sby.

D. Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud dari penelitian dan penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi prasyarat bagi penulis agar mendapat gelar Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia. Berdasarkan latar belakang dan pokok permasalahan diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah untuk:

(8)

8 Universitas Kristen Indonesia

1. Untuk menganalisis apakah sudah tepat apabila hanya pelaku usaha saja yang dihukum sementara influencer tidak dihukum dalam Putusan Nomor 1555/Pid.Sus/2019/PN.Sby.

2. Untuk mengetahui bagaimana bentuk pertanggung jawaban dari pelaku usaha dan influencer endorsement terhadap konsumen dalam Putusan Nomor 1555/Pid.Sus/2019/PN Sby.

E. Kerangka Teori dan Kerangka Konsep 1. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah sebuah konsep abstraksi dari hasil pemikiran sendiri atau kerangka acuan yang mempunyai tujuan dasar yaitu untuk membuat atau mengadakan identifikasi sebuah kesimpulan. Setiap penelitian pastinya selalu disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis yang dimana dalam hal ini disebabkan karena adanya hubungan timbal balik yang erat antara teori dengan kegiatan pengumpulan, pengolahan, serta analisis.6 Dalam penelitian ini penulis akan memilih untuk menggunakan beberapa teori sebagai berikut:

a. Teori Kepastian Hukum

Teori Kepastian Hukum sendiri mengandung dua pengertian, yang pertama, adanya aturan yang bersifat umum membuat setiap individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan yang kedua, berupa keamanan hukum bagi setiap individu dari kewenangan pemerintahan karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu setiap individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu.7 Ciri-ciri teori Kepastian Hukum adalah tidak dapat dipisahkan dari hukum

6 L. Moleong,2002. Metode Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, hlm.34-35.

7 Riduan Syahrani, 1999, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm.23.

(9)

9 Universitas Kristen Indonesia

terutama untuk norma hukum tertulis. Pengertian kepastian adalah mengenai suatu keadaan yang pasti sedangkan Hukum secara hakikat harus pasti dan adil.

Kepastian Hukum dapat dimaknai dengan adanya kejelasan dan ketegasan terhadap berlakunya hukum di dalam masyarakat dikarenakan hal ini diharapkan tidak menimbulkan banyak salah tafsir.

Kepastian Hukum dapat juga berati hal-hal yang dapat ditentukan oleh hukum untuk hal-hal yang konkret. Kepastian Hukum sendiri adalah jaminan bahwa hukum dijalankan, bahwa yang berhak menurut hukum dapat memperoleh haknya dan bahwa sebuah putusan dapat dilaksanakan karena hukum bertugas menciptakan kepastian hukum yang jelas dengan tujuan untuk menciptakan ketertiban dalam masyarakat.

Kepastian hukum merupakan ciri yang tidak dapat dipisahkan dari hukum terutama untuk norma-norma hukum tertulis, yang dapat dipaksakan dan ditetapkan bagaimana berlakunya oleh sebuah

“instrument”.8 Hukum tanpa adanya nilai kepastian hukum akan kehilangan makna karena tidak lagi yang dapat dijadikan pedoman perilaku bagi semua masyarakat.

b. Teori Tanggung Jawab Hukum

Hans kalsen dalam teorinya mengemukakan mengenai definisi pertanggung jawaban, yaitu dimana sesorang bertanggung jawab secara hukum terhadap suatu perbuatan tertentu, atau dikarenakan seseorang memikul tanggung jawab hukum tersebut, berarti seseorang itu juga

8 Bagir Manan, 2004, Sistem Peradilan Berwibawa Suatu Pencarian, Mahkamah Agung RI, Jakarta, hlm.2.

(10)

10 Universitas Kristen Indonesia

bertanggung jawab apabila melakukan suatu perbuatan yang bertentangan atau berlawanan dengan hukum.9

Menurut pendapat Abdulkadir Muhammad teori tanggung jawab dalam perbuatan melanggar hukum (tort liability) dibagi menjadi beberapa teori, yaitu sebagai berikut:

a) Tanggung jawab yang dilakukan dengan sengaja (intertional tort liability), dimana tergugat harus sudah melakukan perbuatan sedemikian rupa sehingga merugikan penggugat atau mengetahui bahwa apa yang dilakukan tergugat akan mengakibatkan kerugian.

b) Tanggung jawab yang dilakukan karena kelalaian (negligence tort lilability), dimana didasarkan pada konsep kesalahan (concept of fault) yang berkaitan dengan moral dan hukum yang sudah bercampur baur (interminglend).

c) Tanggung jawab mutlak tanpa mempersoalkan kesalahan (stirck liability), yang dimana didasarkan pada sebuah perbuatan baik secara sengaja maupun tidak sengaja, artinya meskipun bukan karena kesalahannya tetap bertanggung jawab atas kerugian yang timbul akibat perbuatannya.10

2. Kerangka Konsep

a. Perlindungan Konsumen

Menurut Pasal 1 ayat (1) UUPK, pengertian perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.

9 Hans Kelsen, 2013, Genenral Theory of Law and State, Teori Umum Hukum dan Negara, Dasar- Dasar Ilmu Hukum Normatif sebagai Ilmu Hukum Deskriptif Empiric, Penerjemah Somardi, BEE Media, Jakarta,hlm.95.

10 Abdulkadir Muhammad, 2010, Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm.503.

(11)

11 Universitas Kristen Indonesia

b. Konsumen

Menurut Pasal 1 ayat (2) UUPK, pengertian konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan

c. Pelaku Usaha

Menurut Pasal 1 ayat (3) UUPK, pengertian pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

d. Media Sosial

Dalam buku Nasrullah, Van Dijk menyatakan bahwa media sosial adalah sebuah plaform yang memfokuskan pada eksistensi pengguna dengan memfasilitasi mereka untuk beraktifitas maupun berkolaborasi.

Oleh karena itu media sosial dapat dilihat sebagai fasilitator online yang menguatkan hubungan antar pengguna sekaligus ikatan sosial. Definisi Media Sosial menurut Tjiptono adalah teknologi berbasis internet yang menfasilitasi percakapan.11

e. Iklan

Iklan sendiri merupakan bagian dari bauran promosi (promotion mix) dan pengertian bauran promosi adalah bagian dari bauran pemasaran (marketing mix). Secara sederhana iklan dapat didefinisikan sebagai pesan yang menawarkan suatu produk yang ditujukan kepada masyarakat lewat suatu media. Sedangkan pengertian periklanan (advertising) adalah segala biaya yang harus dikeluarkan oleh sponsor

11 Fandy Tjiptono. 2016. Pemasaran : Esensi dan Aplikasi. Andi Offset, Yogyakarta, hlm.22.

(12)

12 Universitas Kristen Indonesia

untuk melakukan presentasi dan promosi nonpribadi dalam bentuk gagasan, barang atau jasa.12 Iklan adalah alat mempromosikan yang sering digunakan para pebisnis untuk mengenalkan berbagai produk atau jasa kepada pembeli.13

f. Strategi Endorsement

Strategi endorsement adalah bagian dari strategi advertising yang populer yang menggunakan juru bicara untuk memuji atau mendukung suatu brand, atau pesan yang oleh konsumen dianggap mereflesikan opinni, keyakinan atau pengalaman dari individu atau kelompok.14 Pengertian endorsement adalah suatu hubungan timbal-balik, dan bisa menjadi kegiatan promosi yang menguntungkan baik segi sang public figure, maupun bagi pelaku usaha (produsen).15

Endorser merupakan individu atau kelompok yang mengkomunikasikan pesan produk atau jasa sehingga produk atau jasa tersebut dapat dikenal masyarakat. Pesan yang disampaikan tersebut bisa berdasarkan pendapat pribadi atau pernah menggunakan produk atau jasa dari brand tersebut.16 Endorser adalah individu yang tekenal atau dihormati, seperti selebritis atau ahli dalam produk maupun jasa yang berbicara untuk sebuah perusahaan atau brand. Endorser merupakan salah satu cara untuk membentuk sebuah brand personality dan image dari sebuah produk. Istilah “endorse” umumnya digunakan masyarakat dalam menggambarkan suatu aktivitas promosi produk

12 Gary Amstrong dan Kotler Philip, 2002, Dasar-dasar Pemasaran, Jilid ke-1, Alih Bahasa Alexander Sindoro dan Benyamin Molan. Penerbit Prenhalindo, Jakarta, hlm.20.

13 Wahyu Supriyanto, 2008, Teknologi Informasi Perpustakaan, Kanisius, Yogyakarta, hlm. 19.

14 Sandra Moriaty, Nancy Mitchell dan William Well, 2011, Advertising, Kencana, Jakarta, hlm. 6-7.

15 David Ellefson, 2003, Making music your Bussines Panduan Memasuki Bisnis Musik, Gramedia Pustaka, Jakarta, hlm. 163.

16 Budi Wahyono, 2013, “Selebriti Sebagai Endorser Produk Dalam Periklanan”, (08 September 2022), diakses dari: http://www.pendidikanekonomi.com/2013/02/selebriti-sebagai-endorser-produk- dalam.html.

(13)

13 Universitas Kristen Indonesia

yang dilakukan oleh sosok terkenal (public figure) yang berpengaruh seperti artis atau influencer.17

g. Influencer

Menurut bruns, pengertian influencer adalah seseorang yang aktif dan memiliki konektivitas yang memiliki dampak dan pengaruh terhadap pengikutnya tentang banyak hal. Bisa mempengaruhi dalam hal kecantikan, makanan, fashion atau opini mereka.18 Sedangkan menurut Kadekova & Holiencinova influencer adalah individu yang memiliki jumlah pengikut di media sosial dalam jumlah yang signifikan. Kemudian individu tersebut mendapatkan tawaran untuk mempromosikan produk dari perusahaan tertentu ke pengikut mereka.

Influencer juga dapat diartikan sebagai seorang yang dapat mengubah cara berfikir maupun cara bertindak orang lain. Perubahan ini dapat terjadi pada setiap aspek kehidupan orang tersebut. Tidak hanya perubahan yang bersifat komersial tetapi juga dapat berdampak pada aspek lainnya, seperti ideologi.19

h. Kosmetik

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian kosmetik yaitu: Kosmetik adalah obat (bahan) untuk mempercantik wajah, kulit, rambut, dan sebagainya seperti bedak dan pemerah bibir”. Sedangkan kosmetika adalah ilmu kecantikan, ilmu tata cara mempercantik wajah, kulit dan rambut.

17 Sociabuzz, 2018, “THE STATE OF INFLUENCER MARKETING 2018 IN INDONESIA”, (08 September 2022), diakses dari: https://www.labana.id/wp-content/uploads/2018/03/The-State-of- Influencer-Marketing-2018-in-Indonesia-Kupas-Tuntas-Tren-Pemasaran-Endorse.pdf.

18 Yusuf Abdhul, 2022, “Pengertian Influencer Menurut Para Ahli”, (10 Desember 2022), diakses dari:

https://bukunesia.com/pengertian-influencer/#Pengertian_Influencer_Menurut_Para_Ahli.

19 Dany Garjito, 2020, “Pengertian Influencer, Jenis-Jenis Influencer yang Belum Banyak Diketahui”, (10 Desember 2022), diakses dari: https://www.suara.com/news/2020/08/22/142445/pengertian- influencer-jenis-jenis-influencer-yang-belum-banyak-diketahui.

(14)

14 Universitas Kristen Indonesia

Berkaitan dengan hal tersebut, berdsarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor1175/MenKes/PER/VIII/2010 tentang Notifikasi Kosmetika, disebutkan juga mengenai pengertian kosmetik yaitu Kosmetik adalah suatu bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ bagian luar) atau gigi terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik.

F. Metode Penelitian

Penelitian hukum merupakan suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu-isu hukum yang dihadapi. Penelitian sendiri merupakan sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk memperkuat, membina serta mengembangkan ilmu pengetahuan yang merupakan pengetahuan yang tersusun secara sistematis dengan penggunaan kekuatan pemikiran, yang dimana ilmu pengetahuan tersebut dapat diperiksa dan ditelaah secara kritis, serta akan berkembang secara terus menerus atas dasar penelitian-penelitian yang dilakukan. Guna mendapatkan hasil yang maksimal, maka metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang penulis gunakan dalam melakukan penyusunan penulisan hukum ini adalah menggunak penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan, yang dimana metode penelitian hukum ini dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Bahan-bahan penelitian tersebut disusun secara sistematis, dikaji,

(15)

15 Universitas Kristen Indonesia

kemudian ditarik suatu kesimpulan guna mengetahui hubungannya dengan masalah yang diteliti.

2. Jenis Data

Jenis data yang penulis gunakan untuk penyusunan penelitian ini adalah data sekunder. Data Sekunder sendiri adalah data yang diperoleh dari bahan-bahan hukum yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini.

Berikut pemaparannya:

1) Bahan Hukum Primer

Pengertian bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mengikat. Maksudnya adalah bahan hukum yang terdiri dari peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penelitian.20 Beberapa peraturan perundang-undangan yang digunakan dalam penyusunan penelitian ini diantaranya:

a) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana b) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana c) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

d) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen;

e) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;

f) Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No.

HK.00.05.4.1745 Tahun 2003 Tentang Kosmetik;

g) Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No.

HK. 00.05.4.3870 Tahun 2003 Tentang Pedoman Cara Pembuatan Kosmetik yang baik;

20 Soerjono Soekanto dan Sri Mamduji, 2012, Penelitian Hukum Normatif, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm.13.

(16)

16 Universitas Kristen Indonesia

h) Keputusan Kementerian Kesehatan No.

386/Men.Kes/SK.IV/1994 Tentang Pedoman Periklanan:

Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan- Minuman;

i) Peraturan Kementerian Kesehatan No.

96/Men.Kes/Per/V/1977 tentang Wadah, Pembungkus, Penandaan serta Periklanan Kosmetika, dan Alat Kesehatan;

j) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik;

k) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;

l) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran Siaran iklan;

m) Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 Tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan;

n) Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Pengawasan Produksi dan Peredaran Kosmetika.

2) Bahan Hukum Sekunder

Pengertian bahan hukum sekunder, yaitu suatu bahan yang menjelaskan bahan hukum utama seperti rancangan undang- undang, hasil penelitian, karya hukum, buku, terbitan berkala, teori hukum, pendapat ahli, dan situs internet yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

3) Bahan Hukum Tersier

Pengertian bahan hukum tersier adalah untuk memberikan penjelasan lebih mendalam mengenai bahan hukum primer dan

(17)

17 Universitas Kristen Indonesia

sekunder, seperti ensiklopedia, dan artikel-artikel yang berkaitan dengan tanggung jawab pelaku usaha, sebagai pelengkap bahan hukum sekunder.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penyusunan penelitian hukum ini adalah dengan cara melalui studi kepustakaan.

Pengertian studi kepustakaan sendiri adalah analisis data-data yang diperoleh melalui peraturan perundang-undangan, buku-buku, jurnal, internet, hasil peneltian, tesis dan lain sebagainya yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

4. Analisa Data

Analisis data yang digunakan penulis dalam menyusun penelitian hukum ini adalah analisis deskriptif. Maksudnya adalah menggambarkan serta menguraikan semua data yang diperoleh dari hasil studi kepustakaan yang berkaitan dengan judul penelitian hukum secara jelas dan rinci kemudian dianalisis kembali guna menjawab permasalahan yang diteliti.

Analisis deskriptif sendiri memang ditujukan untuk pemecahan masalah dan juga pelaksanaan metode deskriptif ini tidak terbatas hanya sampai pada tahap pengumpulan dan penyusunan data, tetapi juga meliputi analisa dan interpretasi tentang arti data itu sendiri. Sebagai cara untuk menarik kesimpulan dari data-data yang dikumpulkan dipergunakan metode analisis kualitatif, yang dilakukan dengan cara menginterpretasikan, menguraikan, menjabarkan serta menyusun secara sistematis, logis dan sesuai dengan tujuan penelitian hukum ini.. Seluruh data yang dikumpulkan, kemudian dianalisa secara kualifikatif dan kemudian diuraikan secara deskriptif.

(18)

18 Universitas Kristen Indonesia

G. Sistematika Penulisan

Sistematika Penulisan adalah untuk memberi gambaran yang jelas dan komprehensif mngenai penulisan hukum ini. Penelitian yang penulis lakukan ini dibagi menjadi beberapa bab, seperti berikut ini :

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis akan menguraikan Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Ruang Lingkup Penelitian, Kerangka Teori dan Kerangka Konsep, Metode Penelitian, serta Sistematika Penulisan penelitian hukum ini.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini, akan diuraikan mengenai kajian pustaka yang berkenaan dengan judul dan masalah yang diteliti yang memberikan landaan/kerangka teori serta akan diuraikan juga mengenai kerangka pemikiran/konsep.

BAB III : PEMBAHASAN RUMUSAN MASALAH PERTAMA Pada bab ini akan berisikan hasil penelitian dan juga pembahasan untuk pokok permasalahan yang pertama yaitu apakah tepat apabila hanya pelaku usaha saja yang dihukum sementara influencer tidak dihukum dalam Putusan Nomor 1555/Pid.Sus/2019/PN.Sby.

BAB IV : PEMBAHASAN RUMUSAN MASALAH KEDUA Pada bab ini akan berisikan hasil penelitian dan juga pembahasan untuk pokok permasalahan yang kedua yaitu bagaimana bentuk pertanggungjawaban dari pelaku usaha dan influencer endorsement terhadap konsumen dalam Putusan Nomor 1555/Pid.Sus/2019/PN Sby.

(19)

19 Universitas Kristen Indonesia

BAB V : PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan yang merupakan jawaban permasalahan berdasarkan hasil penelitian dan berisi saran dari penulis.

Referensi

Dokumen terkait

Rancangan aplikasi web ini diharapkan akan lebih memperluas informasi dan mengenalkan website permohonan cuti pegawai melalui media komputer secara interaktif, sehingga

menurut pengalaman bujukan yang paling cepat untuk mereka terima adalah bujukan dari teman pergaulannya. Oleh karena itu dibutuhkan perhatian dan pengawasan lebih dari

Inoculation with Å313 also caused discoloration and shrinkage of roots at all three cell densities tested which indicates that observations on developing root systems is one suit-

Studies at the University of Reading (UK) compared silage quality, feed intake and digestibility of maize silage with maize±sun¯ower (MS), maize±kale (MK) and maize±runner bean

Emulsifier fase minyak merupakan bahan tambahan yang dapat larut dalam minyak yang berguna untuk menghindari terpisahnya air dari emulsi air

To convert cassava stems into glucose, there are two main step processwere done in this research: Swelling of cassava stemsby using acid solvent as

Ketika berbicara lewat selang, maka kita dapat mendengar suara teman yang berada di ujung yang lain, sedangkan saat ditutup dengan kain bunyi akan

Hal ini mengindikasikan bahwa Olimart Siantar salah satu tempat pilihan untuk mengganti ataupun membeli produk Pelumas otomotif Pertamina Lubricants yang memberi kenyamanan