1
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) lanjut usia (lansia) adalah kelompok penduduk yang berumur 60 tahun atau lebih. Peningkatan usia harapan hidup merupakan salah satu indikasi kemajuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat. Secara global pada tahun 2013 proporsi dari populasi penduduk berusia lebih dari 60 tahun adalah 11,7% dari total populasi di dunia. Data WHO menunjukan pada tahun 2000 usia harapan hidup orang di dunia adalah 66 tahun, pada tahun 2012 naik menjadi 70 tahun dan pada tahun 2013 menjadi 71 tahun.
Data WHO pada tahun 2009 menunjukan lansia berjumlah 7,49% dari total populasi, tahun 2011 menjadi 7,69% dan pada tahun 2013 didapatkan proporsi lansia sebesar 8,1% dari total populasi (WHO, 2015).
Jumlah lansia yang berada di dunia dari tahun semakin meningkat, berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2015 ada 901.000.000 orang yang berusia 60 tahun atau lebih. Negara Asia menempati urutan pertama dengan populasi lansia terbanyak, pada tahun 2015 berjumlah 508 juta populasi lansia, yang terdiri dari total populasi lansia di dunia sebanyak 56% (United Nations, 2015). Menurut Kemenkes Republik Indonesia (2015) menyatakan Indonesia termasuk dalam lima besar negara dengan jumlah lanjut usia terbanyak. Berdasarkan sensus penduduk pada 2014 jumlah penduduk lanjut
usia di Indonesia menjadi 18,781 juta jiwa dan diperkirakan pada tahun 2025 jumlahnya akan mencapai 36 juta jiwa (Kemenkes, 2015).
Semakin bertambah usia pada lansia maka dapat menimbulkan beberapa masalah pada lansia seperti kemunduran fisik, mental, sosial, produktifitas kerja, komunikasi dan terbatasnya aksessibilitas di Indonesia (Kemenkes, 2016).
Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN, 2012) menyatakan bahwa bertambahnya jumlah penduduk dan usia harapan hidup lansia akan menimbulkan banyak masalah antara lain masalah psikologi, sosial, spiritual dan fisik. Masalah psikologi sering terjadi pada lanjut usia.
Menurut Sutikno (2007, dalam Anisa 2017).
Gangguan psikologis pada penderita hipertensi yang dipandang paling berbahaya adalah sikap mereka yang ingin tidak terlibat secara sosial. Sikap ini akan membuat mereka mudah curiga terhadap orang lain, atau menuntut perhatian berlebihan, atau mengasingkan diri dengan munculnya rasa tidak berguna dan rasa murung, rendah diri, dan depresi. Lansia mengalami masalah sosial, pada penderita hipertensi seperti kurangnya kesempatan untuk berkumpul dengan anak dan cucu. Menurut Suardiman (2011). Penurunan dalam fungsi organ akan berpengaruh pada mobilitasnya yang berdampak semakin berkurangnya kontak sosial, disamping itu perubahan nilai peran dari keluarga yang mengarah ke keluarga individualistik menyebabkan lansia kurang mendapatkan perhatian sehingga lansia akan merasa kesepian.
Kondisi spiritualitas seseorang bisa ditingkatkan dengan mengamalkan kegiatan keagamaan, bahwa kegiatan keagamaan memberikan pengaruh yang positif terhadap peningkatan kualitas hidup lansia yang ditandai dengan lansia memperoleh kesejahteraan dalam hidupnya ditandai dengan penurunan penyakit yang diderita oleh lansia ( Paul, 2012). Didukung penelitian yang dilakukan oleh Destarina (2014) dengan hasil penelitian gambaran spiritualitas lansia terbanyak adalah tinggi dengan persentase 87,2% dan spiritualitas rendah sebanyak 12,8%.
Hipertensi merupakan salah satu faktor paling berpengaruh sebagai penyebab penyakit jantung. Penderita penyakit jantung kini mencapai 8000 juta orang diseluruh dunia. Lebih dari 10-30% penduduk dewasa di hampir semua negara mengalami penyakit hipertensi, dan sekitar 50-60% penduduk dewasa akan menjadi lebih baik bila dapat mengontrol tekanan darahnya (Muhamad, 2012). Data Riskesdas (2018) prevalensi penyakit hipertensi mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan Riskesdas 2013 hipertensi naik dari 25,8 persen menjadi 34,1 persen. (Kemenkes, 2018). Pada tahun 2016 di Jawa Barat ditemukan 790.382 orang kasus Hipertansi (2,46 % terhadap jumlah penduduk > 18 tahun), dengan jumlah kasus yang diperkirakan sebanyak 8.029.245 orang, tersebar di 26 Kabupaten/kota, dan hanya 1 Kabupaten/kota (Kab. Bandung Barat ), tidak melaporkan kasus Hipertensi. (Dinkes, 2016). Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Bandung tahun 2013, didapatkan data dari usia 45-70 tahun, hipertensi berada pada urutan pertama yaitu sebanyak
43.376 (14,45%) untuk usia 45 tahun sampai dengan 69 tahun, dan pada usia lebih dari 70 tahun didapatkan hasil sebanyak 9.866 (19,48%). (Dinkes,2013).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan pada tahun 2020 Penyakit Tidak Menular (PTM) termasuk didalamnya hipertensi akan menyebabkan 73% kematian dan 60% seluruh kesakitan di dunia. Diperkirakan negara yang paling banyak merasakan dampaknya adalah negara berkembang termasuk Indonesia. Hal itu didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Suardana, et.al (2012) Prevalensi penderita hipertensi di Indonesia sendiri menurut (Depkes RI, 2007, dalam Anisa 2017) cukup tinggi, yaitu 83% per 1.000 anggota rumah tangga dan 65% nya merupakan orang yang telah berusia 55 tahun keatas. Diperkirakan 80% mempengaruhi kualitas hidup pada penderita hipertensi. Seperti halnya di Indonesia kualitas hidupnya masih terbilang rendah.
Kualitas hidup berhubungan dengan kesehatan, dimana suatu kepuasan atau kebahagian individu sepanjang dalam kehidupannya mempengaruhi mereka atau dipengaruhi oleh kesehatan (American Thoracic Society, 2004 dalam Suardana 2014).
Berdasarkan UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, upaya pemeliharaan kesehatan bagi lanjut usia harus ditujukan untuk menjaga agar tetap hidup sehat dan produktif secara sosial maupun ekonomis. Selain itu, pemerintah wajib menjamin ketersediaan pelayanan kesehatan dan memfasilitasi kelompok lanjut usia untuk tetap hidup mandiri dan produktif (Kemenkes RI, 2015). Upaya dari pemerintah melalui puskesmas sudah memberikan upaya promotif dengan
adanya poster tentang penyakit yang ditempel dilokasi-lokasi kesehatan masyarakarat, pemerintah juga menganjurkan adanya posyandu dengan berbagai kegiatan. Kegiatankegiatan tersebut antara lain pengukuran tekanan darah secara rutin, pengobatan untuk penderita hipertensi, dan penyuluhan mengenai hipertensi (Junaidi, 2010).
Keluarga sering menganggap lansia hanya berada di dalam rumah, menikmati hari-harinya dengan bersantai tanpa melakukan aktivitas apapun, padahal disisi lain kita dapat menemukan fenomena-fenomena dimana lansia dalam menjalani masa-masanya dapat tetap produktif dan berguna bagi orang lain. Keluarga sering menganggap Kualitas hidup lansia akan semakin buruk dengan bertambahnya usia maka ada perubahan seperti merasa kesepian dan sadar akan kematian, hidup sendiri, terjadi perubahan psikososial yaitu pensiun dan kurangnya kegiatan. Semakin bertambahnya umur kualitas hidup lansia akan terus menurun. Usia tua dipandang sebagai masa kemunduran, masa dimana para lansia merasakan penurunan yang terjadi pada dirinya baik secara fisik dan psikologis (Wiwi, 2012).
Kualitas hidup dijadikan sebagai aspek untuk menggambarkan kondisi kesehatan seseorang (Larasati, 2012). Kualitas hidup sebagai indikator untuk menilai intervensi pelayanan kesehatan dari segi pencegahan maupun pengobatan, determinan kualitas hidup sebagai evaluasi gejala-gejala untuk mempertimbangkan status fungsi lanjut usia dalam menyelesaikan tugas sehari- hari (Khodijah, 2013). Didukung penelitian yang dilakukan oleh Nugroho (2012)
tentang hubungan peran keluarga terhadap perilaku pencegahan komplikasi pada lansia dengan hipertensi di wilayah Puskesmas Kasih ll Bantul mendapatkan hasil adanya hubungan yang signifikan antara peran keluarga terhadap perilaku pencegahan komplikasi hipertensi pada orang tua dengan kesehatannya yang mendapatkan hasil ll (P<0,05) dengan hubungan kedekat (r= 0,478).
Menurut Beare (2007, dalam Anisa 2017). Kualitas hidup yang baik akan menjadikan lanjut usia tetap menjalankan aktivitas hidup seharihari secara normal baik fisik, kejiwaan atau mental, sosial maupun spiritual . Dampak dari rendahnya kualitas hidup buruk pada lanjut usia penderita hipertensi. Usia tua, kesepian, sosial ekonomi yang kurang sejahtera, serta munculnya beberapa penyakit degeneratif seperti jantung, kanker menyebabkan produktivitas menurun serta mempengaruhi kehidupan sosial. Sedangkan menurut Dahlia (2008, dalam Anisa 2017). Semua hal diatas adalah dampak dari rendahnya kualitas hidup lanjut usia, hal ini disebabkan oleh kondisi fisik yang semakin lemah, hubungan personal yang buruk, ketiadaan kesempatan untuk memperoleh infromasi, keterampilan baru. Salah satu penyebab kualitas hidup rendah yaitu aktivitas sosial. Aktivitas sosial merupakan salah satu dari aktivitas sehari-hari yang dilakukan oleh lansia. Lansia yang sukses adalah lansia yang mempunyai aktivitas sosial di lingkungannya. Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan sebagiannya maka muncul ganguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia (Baron dan Byrne, 1991 dalam Rusli Ibrahim, 2011). Didukung dalam penelitian yang dilakukan oleh Andini
(2015) menunjukan bahwa responden yang mengalami aktivitas sosial yang kurang (70%), berdasarkan pengamatan peneliti aktivitas sosial yang kurang sangat dipengaruhi oleh proses menua dan status kesehatan. Masalah aktivitas sosial pada lansia diperkirakan memberikan kontribusi paling besar terhadap masa tua yang sukses. Menurut Yuli (2014) Teori aktivitas atau kegiatan (activity teory) menyatakan bahwa lansia yang selalu aktif dan mengikuti banyak kegiatan sosial adalah lansia yang sukses. Lansia mempertahankan aktivitas pada usia dewasa pertengahan selama mungkin kemudian menemukan pengganti aktivitas yang sudah tidak dapat dilakukan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan maka rumusan masalah yang akan diteliti dalam literature review adalah : apakah terdapat hubungan peran keluarga terhadap kualitas hidup lansia dengan hipertensi.
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan literature review tujuan penelitian ini dibagi menjadi dua bagian yaitu sebagai berikut :
1. Tujuan Umum
Mengidentifikasi kajian matrik, aspek sustansi dan membuat pemodelan kerangka teori dari berbagai literature hubungan peran keluarga pendamping lansia terhadap kualitas hidup lansia.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi peran keluarga melalui studi literatur
b. Mengidentifikasi Gambaran kualitas hidup studi literatur
c. Menganalisis hubungan peran keluarga pendamping lansia terhadap kualitas hidup lansia dengan hipertensi.
D. Manfaat Kajian Literature 1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan mengenai ilmu keperawatan gerontik, keperawatan keluarga, KMB, sehingga menjadi pengalaman berharga mengenai hubungan peran keluarga pendamping lansia terhadap kualitas hidup lansia dengan hipertensi. Dan penelitian ini dapat menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
Bagi institusi keperawatan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan bacaan yang bermanfaat untuk mahasiswa-mahasiswi keperawatan, mengenai keperawatan gerontik, keperawatan keluarga, dan menjadi acuan bagi peneliti selanjutnya.
E. Ruang Lingkup
Kajian literatur ini menggunakan metode Literatur review. Dengan menganalisis variable peran keluarga pendamping lansia terhadap kualitas hidup lansia dengan hipertensi, untuk pencarian jurnal sampai dengan menganalisis hasil jurnal dilakukan pada mulai bulan Mei - Agustus 2020.