1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
Berdasarkan peraturan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, masing-masing pemerintah daerah memiliki kuasa untuk menata dan menyelenggarakan pemerintahan daerahnya secara mandiri dengan berlandaskan pada asas otonomi dan tugas pembantuan. Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, otonomi daerah ialah suatu kebijakan atau wewenang yang dipercayakan kepada masing-masing daerah untuk mengelola dan menata pemerintahannya sendiri serta urusan yang menyangkut kepentingan rakyat dengan berlandaskan pada peraturan undang-undang yang telah ditetapkan. Menurut Wiratna (2015),otonomi daerah ialah bentuk keleluasan yang diserahkan kepada daerah dalam merumuskan peraturan-peraturan daerahnya secara mandiri, merumuskan dan melaksanakan kebijakan, serta mengatur keuangan daerah. Nkomah et al. (2016) mengungkapkan bahwa dasar pelaksanaan kebijakan otonomi daerah adalah pemerintah pusat tidak dapat mengawasi pembangunan daerah menyeluruh sendirian, oleh karena itu pemerintah pusat melepaskan otoritasnya kepada pemerintah daerah untuk turut berperan dalam penyelenggaraan pemerintah. Pelaksanaan kebijakan otonomi daerah memungkinkan daerah untuk menggali dan mengembangkan potensi daerah. Diterapkannya otonomi daerah di Indonesia, diharapkan bisa menciptakan perekonomian suatu daerah yang maju, independen, sejahtera dan berdaya saing dalam melaksanakan sistem pemerintahannya ataupun pembangunan pada daerah masing-masing. Berbagai negara saat ini tentunya sedang bersaing melakukan pembangunan agar negaranya semakin maju dan kaya dalam berbagai bidang sehingga penduduknya tidak akan mengalami kesenjangan sosial, begitupun juga yang sedang negara Indonesia lakukan. Pembangunan merupakan salah-satu bagian dari program pemerintah Indonesia yang tujuannya adalah untuk mewujudkan cita-cita Indonesia yang merdeka. Berdasarkan pendapat Suryono (2010), pembangunan adalah serangkaian upaya pertumbuhan atau perubahan
yang sudah terencana dimana dalam hal ini
dilakukan oleh suatu bangsa/negara/pemerintah secara sadar dengan maksud modernisasi pembinaan bangsa. Pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia harus terus mengalami perkembangan dan perubahan menjadi lebih baik karena salah-satu tujuan pembangunan perekonomian ialah berguna untuk membuat perekonomian suatu daerah tumbuh meningkat. Disisi lain, jika dihubungkan dengan fenomena yang terjadi di Indonesia, pembangunan perekonomian di negara Indonesia selalu berhadapan dengan masalah kemiskinan.
Kemiskinan adalah permasalahan yang belum ada ujungnya atau dengan kata lain kemiskinan masih menjadi topik utama permasalahan pemerintah Indonesia.
Berikut adalah diagram pertumbuhan jumlah penduduk miskin di Indonesia dari tahun 2016 sampai dengan tahun 2020:
Gambar 1. 1
Jumlah Penduduk Miskin Indonesia Tahun 2016-2020 Sumber: https://sumsel.bps.go.id/ (Data diolah, 2021)
Berdasarkan diagram diatas menunjukkan bahwa pada tahun 2020 terdapat 26,42 juta jiwa jumlah penduduk miskin di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin sebesar 5,09 dari tahun 2019 yang hanya sebesar 25,14 juta jiwa. Meningkatnya jumlah penduduk miskin di Indonesia ini terjadi karena dampak merajalelanya Virus Covid-19 di negara Indonesia. Dampak dari adanya pandemi Covid-19 ini menjalar keseluruh wilayah yang ada di Indonesia, termasuk juga dengan Provinsi Sumatera Selatan. Badan Pusat Statistik menerbitkan pemberitahuan bahwa Provinsi Sumatera Selatan masuk kedalam peringkat 10 (sepuluh) besar Provinsi termiskin di Indonesia.
Selain itu, BPS juga mengungkapkan bahwa peningkatan kemiskinan di Provinsi Sumatera Selatan ini adalah efek dari banyaknya masyarakat yang kehilangan
28.01
27.77
25.95
25.14
26.42
25 25.5 26 26.5 27 27.5 28 28.5 29
Tahun 2016 Tahun 2017 Tahun 2018 Tahun 2019 Tahun 2020 Jumlah Penduduk Miskin
pekerjaan di masa pandemi (Kompas.com, 2021). Berikut adalah diagram yang menunjukkan persentase di Provinsi Sumatera Selatan tahun 2016-2020:
Gambar 1. 2
Persentase Penduduk Miskin Periode Maret 2016-Maret 2020 Sumber: https://sumsel.bps.go.id/ (Data diolah, 2021)
Berdasarkan gambar 1.2 diatas dapat dijelaskan bahwa selama tahun 2016 sampai dengan tahun 2019, persentase penduduk miskin di Provinsi Sumatera Selatan mengalami penurunan. Memasuki tahun 2020, persentase penduduk miskin di Provinsi Sumatera Selatan kembali mengalami peningkatan. Masalah kemiskinan atau kesenjangan sosial yang terjadi tentunya tidak luput dari masalah pengelolaan keuangan daerahnya. Jumali (2014) mengungkapkan bahwa filosofi pengelolaan keuangan pada pemerintahan adalah bukan bertujuan untuk mensejahterakan pegawai, melainkan masyarakat. Maka dari itu, efektivitas keuangan suatu daerah harus jelas, yaitu memprioritaskan kesejahteraan masyarakat. Pengelolaan keuangan daerah yang baik dapat membuat kinerja keuangan pemerintah menjadi baik, karena pengelolaan keuangan daerah merupakan kunci untuk menilai keberhasilan pembangunan dan penyelenggaraan pemerintah. Pernyataan tersebut bertolak belakang dengan fakta yang terjadi pada Provinsi Sumatera Selatan, dimana fakta mengatakan bahwa Provinsi Sumatera Selatan masuk kedalam peringkat 10 besar Provinsi termiskin di Indonesia yang artinya kinerja keuangan pemerintah daerah Provinsi Sumatera Selatan belum dapat dikatakan baik.
Kinerja keuangan merupakan hasil atau pengukuran suatu analisis untuk memahami sejauh mana organisasi tertentu secara tepat dan benar menggunakan aturan pelaksanaan keuangan untuk menjalankan aktivitasnya (Fahmi, 2012).
Sedangkan menurut Marlia (2019), kinerja keuangan pemerintah daerah adalah
13.54%
13.39%
13.19% 13.10%
12.80% 12.82% 12.71%
12.56%12.66%
Persentase Penduduk Miskin
sebagai suatu tahapan dalam mencapai suatu output dari suatu kegiatan atau program dalam aspek keuangan daerah yang terdiri atas penerimaan dan belanja daerah menggunakan indikator keuangan yang sudah ditentukan melalui peraturan undang-undang atau bahkan kebijakan-kebijakan yang dibuat dalam satu periode anggaran. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 105 Tahun 2000 Tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah Pasal 4, pengelolaan keuangan daerah harus dilaksanakan dengan tertata yaitu sesuai dengan peraturan undang-undang yang sudah ditetapkan, efektif, tidak ada yang ditutupi serta dapat dipertanggungjawabkan agar keadilan dan kepatuhan dapat terwujud. Jika pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah sudah dikerjakan dengan baik yaitu dengan menjalankan peraturan yang telah ditetapkan, maka tentunya kinerja pemerintah sendiri dapat ditingkatkan. Berikut ini merupakan persentase efektivitas Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan selama tahun 2016-2020:
Gambar 1. 3
Rata-Rata Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2016-2020
Sumber: Data diolah, 2021
Berdasarkan gambar 1.3 diatas menunjukkan bahwa rata-rata kinerja keuangan pemerintah daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan belum sepenuhnya efektif. Diantara 17 kabupaten/kota yang ada, hanya 7 kabupaten/kota yang rata-rata rasio kinerja keuangannya diatas 100% atau dengan kata lain
108%
85% 88%
108%
59%
119%
79% 87%
109%96%110%
44%
103%109%93%
75% 91%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
140%
Rata-Rata Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan
Rata-Rata (Rasio Efektivitas)
kinerja keuangannya sangat efektif. Kabupaten Ogan Komering Ulu adalah kabupaten yang kinerja keuangannya paling tinggi diantara 16 Kabupaten/Kota yang ada. Selebihnya, kinerja keuangan pemerintah daerahnya masih berada di bawah angka 100%. Artinya poin penting yang harus diselesaikan terlebih dahulu oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan adalah urusan kinerja keuangan pemerintah, karena apabila kinerja keuangannya buruk maka masyarakat akan terus merasakan kesenjangan sosial. Begitupun sebaliknya, apabila kinerja keuangannya sudah baik maka masalah kesenjangan sosial atau kemiskinan dapat segera teratasi.
Dalam rangka mewujudkan kinerja keuangan pemerintah daerah yang baik, suatu daerah harus dapat mengenali sumber-sumber kekayaan yang dimilikinya sehingga pemerintah daerah dapat terus mengeksplor sumber-sumber penerimaan daerah dalam menunjang segala urusan keuangan pemerintah. Pendapatan Asli Daerah merupakan unsur APBD yang dapat dijadikan acuan untuk melihat baik atau buruknya kinerja keuangan pemerintah daerah karena jika kontribusi Pendapatan Asli Daerah pada suatu daerah besar maka bantuan dana dari pemerintah pusat akan sedikit sehingga dapat dikatakan bahwa tingkat ketergantungan suatu daerah terhadap pemerintah pusat akan menurun. Selain itu, jika Pendapatan Asli Daerah mengalami peningkatan maka pemerintah daerah dapat membiayai seluruh aktivitas-aktivitas pembangunan daerah dengan baik.
Sumawan & Sukartha (2016) berpendapat pertumbuhan pendapatan tahunan yang tinggi dari pajak daerah juga menunjukkan besarnya sumber dana yang dimiliki daerah. Jika sumber daya keuangan yang dimiliki dapat dimanfaatkan dan dikelola secara optimal, maka akan mencerminkan kinerja pemerintah daerah. Berikut adalah target dan realisasi Pendapatan Asli Daerah pada Provinsi Sumatera Selatan:
Tabel 1. 1
Target dan Penerimaan Pendapatan Asli Daerah Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2016-2020.
Tahun Target PAD Realisasi PAD
2016 2.733.329.640.401 2.546.177.544.349 2017 3.016.085.362.904 3.031.633.624.304 2018 3.607.819.113.842 3.528.010.712.184 2019 3.329.244.876.962 3.494.510.853.252
2020 4.051.157.668.289 1.252.166.002.324 Sumber: http://www.djpk.kemenkeu.go.id/ (Data diolah, 2021)
Berdasarkan tabel 1.1 diatas menjelaskan bahwa penerimaan pendapatan asli daerah di Provinsi Sumatera Selatan selama tahun 2016-2018 mengalami peningkatan dan hampir mencapai target yang telah ditentukan. Kemudian, pada tahun 2019-2020 penerimaan Pendapatan Asli Daerah Provinsi Sumatera Selatan mengalami penurunan dari tahun-tahun sebelumnya. Terjadinya penurunan penerimaan Pendapatan Asli Daerah tersebut menunjukkan bahwa kinerja keuangan pemerintah daerah Provinsi Sumatera Selatan juga mengalami penurunan karena apabila Pendapatan Asli Daerah yang diterima rendah maka bantuan dana transfer berupa dana perimbangan dari pemerintah pusat akan meningkat. Jika transfer dari pusat meningkat, maka tingkat kemandirian suatu daerah akan menurun sehingga hal tersebut dapat menyebabkan kinerja keuangan pemerintah daerah juga ikut menurun. Dengan demikian, Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah tolak ukur yang penting untuk menentukan tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonomi daerah secara nyata dan bertanggung jawab (Mauliza, 2014).
Dalam rangka meningkatkan pendapatan asli daerah Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Selatan, pemerintah harus mampu menggali sumber-sumber penerimaannya dari berbagai aspek agar memperoleh hasil yang maksimal yaitu dengan cara mengoptimalkan intensifikasi maupun ekstensifikasi pendapatan asli daerah. Ekstensifikasi pendapatan asli daerah dapat dilakukan dengan pengelolaan sumber penerimaan baru serta penjaringan Wajib Pajak (WP)/Wajib Retribusi baru. Intensifikasi pendapatan asli daerah dapat dilakukan dengan optimalisasi penerimaan sesuai potensi daerah serta optimalisasi penerimaan dari piutang.
Salah satu kunci untuk mencapai potensi pajak daerah yaitu melalui pemutakhiran atau validasi data pajak daerah. Selain mengoptimalkan intensifikasi maupun ekstensifikasi, pemerintah juga perlu melakukan penguatan kelembagaan, penguatan kelembagaan merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam optimalisasi penerimaan daerah. Pengutan kelembagaan dapat dilakukan melalui restrukturisasi organisasi sesuai kebutuhan daerah, peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM), modernisasi administrasi perpajakan daerah serta penyederhanaan proses bisnis. Firdausy (2017) mengungkapkan bahwa terdapat
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses optimalisasi penerimaan daerah yaitu faktor manusia, faktor keuangan, faktor peralatan, dan faktor organisasi dan manajemen.
Besar kecilnya pendapatan asli daerah yang diterima dapat mempengaruhi dana perimbangan. Kabupaten/Kota yang memiliki pendapatan asli daerah yang tinggi akan memperoleh dana perimbangan yang rendah dari pemerintah pusat, khususnya dari pos DAU dan DAK sehingga kemampuan kemandirian daerah menjadi tinggi (Ariwibowo, 2015). Dana perimbangan adalah komponen dari kebijakan transfer ke daerah yang paling besar pengalokasiannya jika dibandingkan dengan komponen lainnya. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2005 Tentang Dana Perimbangan, Dana Perimbangan merupakan salah satu pendapatan daerah yang diperoleh dari APBN dimana dana tersebut disiapkan oleh pemerintah pusat untuk pemerintah daerah dalam mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai cita-cita otonomi daerah. Tujuan dari adanya dana perimbangan ini adalah untuk mengurangi tingkat kesenjangan antar daerah serta meningkatkan pembangunan infrastruktur agar terwujudnya masyarakat yang sejahtera (Oktaviani, 2017).
Pratiwi (2018) mengungkapkan bahwa Dana Perimbangan akan memengaruhi Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah karena semakin banyak dana yang diterima dari pemerintah pusat akan menunjukkan besarnya tingkat kertegantungan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat. Hal tersebut akan mengakibatkan Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah menurun. Berikut adalah target dan realisasi penerimaan dana perimbangan di Provinsi Sumatera Selatan selama 2016-2020:
Tabel 1. 2
Target dan Penerimaan Dana Perimbangan Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2016-2020
Tahun
Target Dana Perimbangan
Realisasi Dana Perimbangan Tahun 2016
2.713.196.347.000
2.506.312.481.085 Tahun 2017
5.175.402.210.000
4.061.113.371.545 Tahun 2018
3.169.464.185.000
5.513.017.500.414 Tahun 2019
6.235.428.531.000
5.698.701.179.582
Tahun 2020
6.238.603.629.984
1.363.682.500.086 Sumber: http://www.djpk.kemenkeu.go.id/ (Data diolah, 2021)
Berdasarkan tabel 1.2 diatas menunjukkan bahwa realisasi penerimaan dana perimbangan Provinsi Sumatera Selatan tidak pernah mencapai target yang telah ditetapkan, namun penerimaan setiap tahunnya terus mengalami peningkatan.
Berdasarkan penjelasan tersebut, terjadinya peningkatan penerimaan Dana Perimbangan dalam kurun waktu berturut-turut menandakan bahwa Provinsi Sumatera Selatan masih sangat bergantung dengan bantuan dari pemerintah pusat, hal ini bisa saja terjadi karena penyelenggaraan pembangunan yang belum merata.
Pembangunan suatu daerah merupakan salah-satu bentuk upaya pemerintah dalam menjalankan pemerintahannya untuk menciptakan daerah yang otonom.
Pembangunan sarana dan prasarana pada suatu daerah merupakan wujud dari terlaksananya pembangunan daerah. Pembangunan tersebut dapat berjalan apabila perencanaannya sudah dimasukkan kedalam pos APBD, khususnya pos Belanja Modal. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan pemerintah dimana memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun anggaran dan dapat membuat aset atau kekayaan daerah serta belanja yang bersifat rutin bertambah. Sedangkan menurut Mohammed et al. (2015), belanja modal merupakan salah-satu aktivitas pemerintah dalam membuat aset tetap meningkat dalam kurun waktu yang panjang. Ayinde et al. (2015) juga menyatakan bahwa belanja modal bertujuan untuk mendanai program-program yang berkaitan dengan kesejahteraan dan kepentingan rakyat. Belanja modal juga disebut dengan aktivitas investasi suatu daerah, akan tetapi aktivitas belanja modal dalam lingkungan pemerintah tidak dimanfaatkan untuk mencari keuntungan. Belanja Modal berperan sangat signifikan dalam proses pembangunan suatu daerah karena belanja modal akan digunakan untuk menciptakan pelayanan publik yang baik.
Seiring perkembangan pembangunan yang semakin pesat setiap tahunnya diharapkan bisa membuat suatu daerah semakin mandiri dalam mendanai seluruh aktivitas keuangan daerahnya. Selain itu, belanja modal juga dapat menyediakan sarana dan prasarana infrastruktur yang memadai. Jika sarana dan prasarana sudah terpenuhi dengan baik, maka secara tidak langsung masyarakat bisa menggerakan
roda perekonomian yaitu melalui sejumlah pungutan yang diwajibkan kepada masyarakat atas sarana dan prasarana yang mereka nikmati, baik pungutan dalam bentuk pajak maupun retribusi. Darwanis & Saputra (2014), berpendapat bahwa dengan adanya belanja modal yang memiliki jumlah besar, maka produktivitas perekonomian akan meningkat dimana yang dimaksud dalam hal ini adalah kinerja keuangan pemerintah daerah. Maka dari itu, dana belanja modal diharapkan terus mengalami peningkatan setiap tahunnya serta disesuaikan juga dengan kebutuhan agar masyarakat dapat menikmati infrastruktur yang ada dengan baik sehingga melalui infrastruktur yang baik tersebut juga pemerintah dapat memungut pendapatan dari masyarakat. Dibawah ini merupakan tabel target dan realisasi penerimaan belanja modal Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2016- 2020:
Tabel 1. 3
Target dan Penerimaan Belanja Modal Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2016-2020
Tahun Target Belanja Modal Realisasi Belanja Modal Tahun 2016 1.241.874.465.010 607.740.926.745 Tahun 2017 1.768.324.028.745 1.377.382.678.424 Tahun 2018 843.255.047.139 1.537.275.105.768 Tahun 2019 1.610.369.313.953 1.606.219.507.432 Tahun 2020 2.222.333.311.498 35.982.882.980 Sumber: http://www.djpk.kemenkeu.go.id/ (Data diolah, 2021)
Berdasarkan tabel 1.3 diatas menjelaskan bahwa realisasi penerimaan belanja modal Provinsi Sumatera Selatan dalam kurun waktu 5 tahun berturut- turut belum mencapai target yang telah ditetapkan, hanya pada tahun 2018 saja penerimaan belanja modal Provinsi Sumatera Selatan mencapai target yang telah ditetapkan. Artinya pembangunan infrastruktur di Provinsi Sumatera Selatan masih belum merata, padahal Provinsi Sumatera Selatan adalah salah-satu provinsi yang banyak melakukan kegiatan pembangunan, seharusnya realisasi belanja modal yang diterima setiap tahunnya mencapai target yang sudah ditetapkan akan tetapi pada kenyataannya penerimaan belanja modal masih sangat kecil. Apabila belanja modal yang terealisasi masih sangat minim, gerakan roda perekonomian di Provinsi Sumatera Selatan akan terhambat.
Berdasarkan penjelasan penulis mengenai latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang membahas mengenai Dana Perimbangan dan Belanja Modal dalam mempengaruhi Kinerja Keuangan Daerah pada 17 Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2016-2020 melalui Pendapatan Asli Daerah sebagai Variabel Intervening. Maka dari itu, penulis menyimpulkan bahwa judul penelitian yang akan peneliti angkat adalah sebagai berikut: “Pengaruh Dana Perimbangan dan Belanja Modal terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah melalui Pendapatan Asli Daerah sebagai Variabel Intervening pada Provinsi Sumatera Selatan”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti merumuskan masalah- masalahnya sebagai berikut:
1. Apakah secara langsung Dana Perimbangan berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah?
2. Apakah secara langsung Belanja Modal berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah?
3. Apakah secara langsung Dana Perimbangan berpengaruh terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah?
4. Apakah secara langsung Belanja Modal berpengaruh terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah?
5. Apakah secara langsung Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah?
6. Apakah secara tidak langsung Dana Perimbangan berpengaruh terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah melalui Pendapatan Asli Daerah?
7. Apakah secara tidak langsung Belanja Modal berpengaruh terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah melalui Pendapatan Asli Daerah?
1.3 Ruang Lingkup Penelitian
Peneliti memberikan batasan dalam penelitian ini agar penelitian ini dapat terfokus dan tidak meluas ke hal diluar pembahasan. Adapun batasan yang peneliti tentukan adalah: Dana Perimbangan, Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah dan Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah pada 17 Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2016-2020.
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apakah secara langsung Dana Perimbangan berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah.
2. Untuk mengetahui apakah secara langsung Belanja Modal berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah.
3. Untuk mengetahui apakah secara langsung Dana Perimbangan berpengaruh terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah.
4. Untuk mengetahui apakah secara langsung Belanja Modal berpengaruh terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah.
5. Untuk mengetahui apakah secara langsung Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah.
6. Untuk mengetahui apakah secara tidak langsung Dana Perimbangan berpengaruh terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah melalui Pendapatan Asli Daerah.
7. Untuk mengetahui apakah secara tidak langsung Belanja Modal berpengaruh terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah melalui Pendapatan Asli Daerah.
1.4.2 Manfaat Penelitian
Manfaat yang didapatkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Memberikan informasi dan meningkatkan wawasan bagi penulis mengenai apakah Dana Perimbangan dan Belanja Modal pada Provinsi Sumatera Selatan dapat mempengaruhi Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah melalui Pendapatan Asli Daerah.
2. Penulis berharap, penulis dapat mengamalkan ilmu-ilmu yang sudah didapatkan selama proses penyusunan skripsi ini, tidak hanya dari sisi teori tetapi juga dari sisi praktiknya.
3. Menjadi bahan evaluasi bagi Pemerintah Daerah dalam memperbaiki Kinerja Keuangan Pemerintah.
4. Memberikan informasi dan masukan kepada Pemerintah Daerah sehingga dapat dijadikan sebagai acuan oleh Pemerintah dalam membuat kebijakan.
5. Penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi dalam mengembangkan teori- teori mengenai Dana Perimbangan, Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah dan Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah.
6. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi atau bahan bacaan untuk peneliti selanjutnya sehingga dapat memberikan ilmu, wawasan, konsep dan pemikiran baru mengenai ilmu Akuntansi khususnya Akuntansi Sektor Publik.
7. Dapat memberikan motivasi kepada peneliti selanjutnya agar lebih baik lagi dalam mengembangkan teori-teori yang berhubungan dengan Dana Perimbangan, Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah dan Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah.