BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 LALU LINTAS
Lalu lintas adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan pejalan kaki, sepeda, mobil, bus, truk, dan semua kendaraan yang bergerak di jalan. Ini juga merujuk pada proses pergerakan kendaraan di jalan, dan interaksi antara kendaraan, pejalan kaki dan pengguna jalan lainnya. Menurut Djajoesman (1976:50), Lalu lintas diartikan sebagai gerak bolak-balik manusia atau barang dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sarana jalan. Menurut Poerwadarminta (1993:55) yaitu;
1. Perjalanan bolak balik
2. Perihal perjalanan di jalan dan sebagainya 3. Berhubungan antara suatu tempat
Definisi-definisi tersebut dapat diartikan bahwa lalu lintas adalah segala sesuatu hal yang berhubungan langsung dengan sarana jalan yang menjadi sarana utamanya untuk dapat mencapai satu tujuan yang dituju baik disertai maupun tidak disertai oleh alat angkut. Jadi di dalam lalu lintas ada 3 komponen penyusunnya yaitu manusia, kendaraan, dan jalan yang saling berinteraksi dalam proses pergerakan.
2.1.1 Karakteristik Lalu Lintas
Karakteristik lalu lintas pada suatu ruas jalan raya terdapat 3 variabel utama yang digunakan diantaranya, yaitu;
1. Volume Lalu Lintas
Volume adalah jumlah kendaraan yang melewati suatu ruas jalan selama satu satuan waktu (jam). Volume lalu lintas terbentuk dari pergerakan individu pengendara dan kendaraan yang melakukan interaksi satu sama lain pada suatu ruas jalan dan lingkungannya. Jika volume lalu lintas lebih besar dari kapasitas jalan maka akan terjadi hambatan pada akhirnya terjadi penurunan tingkat pelayanan ruas jalan bersangkutan.
Volume lalu lintas suatu jalan raya dihitungberdasarkan jumlah kendaraan yang melewati titik yang tetap pada jalan dalam satuan waktu.
V = ...(2.1) Keterangan :
V = Volume lalu lintas yang melewati suatu titik (skr/jam) n = Jumlah kendaraan yang melewati suatu jalan (skr/jam) t = Waktu pengamatan (km/jam)
2. Kecepatan Lalu Lintas
Kecepatan adalah tingkat gerakan dalam suatu jarak tertentu dalam satuan waktu (km/jam). Dalam pergerakan lalu lintas, tiap kendaraan berjalan pada kecepatan yang berbeda. Berdasarkan jenis waktu tempuh, kecepatan dapat dibedakan menjadi 3, yaitu;
1) Kecepatan setempat adalah kecepatan kendaraan pada suatu saat diukur dari suatu tempat yang ditentukan.
2) Kecepatan bergerak adalah perbandingan antara jumlah jarak yang ditempuh dengan waktu selama keadaan bergerak.
3) Kecepatan perjalanan adalah perbandingan antara jumlah jarak yang ditempuh dengan waktu perjalanan yang digunakan menemukan jarak tertentu.
Dalam perhitungannya kecepatan rata rata dibedakan menjadi dua yaitu;
1) Time Mean Speed
Adalah sebagai kecepatan rata rata dari seluruh kendaraan yang melewati suatu titik dari jalan selama periode tertentu.
2) Space Mean Speee
Yakni kecepatan rata rata dari seluruh kendaraan yang menempati Penggalan jalan selama periode waktu tertentu.
Kecepatan adalah sebagai rasio jarak yang dijalani dan waktu perjalanan.
Hubungan yang ada adalah:
S = ...(2.2) Keterangan :
S = Kecepatan (km/jam)
d = jarak yang ditempuh kendaraan (km,m) t = waktu tempuh kendaraan (jam,det) 3. Kepadataan lalu lintas
Kepadatan adalah jumlah kendaraan yang menempati panjang jalan yang diamati dibagi panjang jalan yang diamati tersebut. Kepadatan sulit untuk diukur secara pasti. Kepadatan dapat dihitung berdasarkan kecepatan dan volume. Menurut Morlock, E.K (1991), Kepadatan lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang lewat pada suatu bagian tertentu dari sebuah jalur dalam satu atau dua arah selama jangka waktu tertentu, keadan jalan serta lalu lintas pula, dan dinyatakan dalam perasamaan berikut:
D = ...(2.3) Keterangan:
D = Kepadatan kendaraan (kendaraan/km) v = Volume kendaraan (kendaraan/jm) s = Kecepatan kendaraan rata-rata (km/jam) 2.1.2 Parameter Lalu Lintas
Parameter lalu lintas adalah suatu ukuran yang digunakan untuk menjadi tolak ukur dari kegiatan lalu lintas dalam sistem transportasi, yaitu;
1. Kecepatan (S)
Kecepatan didefinisikan sebagai jarak yang dapat ditempu suatu kenderaan persatuan waktu. Satuan yang digunakan adalah meter/detik atau kilometer/jam.
S = L/ (t2-t1) ...(2.4) Keterangan :
S = kecepatan (km/jam)
L = jarak yang ditempuh oleh suatu kendaraan (jam) (t2-t1) = selang waktu yang ditempuh kendaraan (jam)
1. Kepadataan ( D )
Kepadatan adalah jumlah kendaraan persatuan panjang jalan tertentu.
Satuan yang digunakan adalah kendaraan/kilometer atau kendaraan/meter.
Menurut Tamin, 2008 Kepadatan lalu lintas merupakan karakteristik makroskopik yang secara langsung menunjukan kualitas lalu lintas dan memengaruhi kemudahan dan kenyamanan yang dapat mendorong seseorang untuk melewati jalan tersebut.
D = N/L ...(2.5) Keterangan :
D = kepadatan lalu lintas (smp/km)
N = jumlah kendaraan yang berada pada satu ruas jalan (smp) L = panjang ruas jalan yang akan dihitung (km)
3. Volume (V)
Volume merupakan jumlah kendaraan yang melewati suatu titik tinjau tertentu pada suatu ruas jalan per satuan waktu tertentu (kendaraan/jam).
Volume (arus) lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang melewati suatu tiitik tertentu dalam suatu ruas jalan tertentu dalam satu satuan waktu tertentu, biasa dinyatakan dalam satuan kendaraan/jam ( Tamin, 2008).
V = D . S ...(2.6) Keterangan
V = volume lalu lintas (smp/jam) D = kepadatan lalu lintas (smp/km) S = kecepatan lalu lintas (km/jam) 2.1.3 Komponen Lalu Lintas
Ada tiga komponen terjadinya lalu lintas yaitu manusia sebagai pengguna, kendaraan dan jalan yang saling berinteraksi dalam pergerakan kendaraan yang memenuhi persyaratan kelaikan dikemudikan oleh pengemudi mengikuti aturan lalu lintas yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundangan yang menyangkut
lalu lintas dan angkutan jalan melalui jalan yang memenuhi persyaratan geometrik.
1. Manusia sebagai Pengguna
Manusia sebagai pengguna dapat berperan sebagai pengemudi atau pejalan kaki yang dalam keadaan normal mempunyai kemampuan dan kesiagaan yang berbeda-beda (waktu reaksi, konsentrasi dan lain-lain). Perbedaan-perbedaan tersebut masih dipengaruhi oleh keadaan fisik dan psikologi, umur serta jenis kelamin dan pengaruh-pengaruh luar seperti cuaca, penerangan/lampu jalan dan tata ruang.
2. Kendaraan
Kendaraan digunakan oleh pengemudi mempunyai karakteristik yang berkaitan dengan kecepatan, percepatan, perlambatan, dimensi dan muatan yang membutuhkan ruang lalu lintas yang secukupnya untuk bisa bermanuver dalam lalu lintas.
3. Jalan
Jalan merupakan lintasan yang direncanakan untuk dilalui kendaraan bermotor maupun kendaraan tidak bermotor termasuk pejalan kaki. Jalan tersebut direncanakan untuk mampu mengalirkan aliran lalu lintas dengan lancar dan mampu mendukung beban muatan sumbu kendaraan serta aman, sehingga dapat meredam angka kecelakaan lalu-lintas.
2.2 SARANA DAN PRASARANA
Sarana adalah segala sesuatu yang dipakai sebagai alat untuk mencapai makna dan tujuan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008). Sedangkan prasarana adalah suatu penunjang agar dapat terlaksananya subuah proses.
2.2.1 Jalan
Kelas jalan diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan. Jalan dikelompokkan dalam beberapa kelas berdasarkan:
a. Fungsi dan intensitas lalu lintas guna kepentingan pengaturan penggunaan jalan dan kelancaran lalu lintas angkutan jalan.
b. Daya dukung untuk menerima muatan sumbu terberat dan dimensi kendaraan bermotor.
Pengelompokan jalan menurut Kelas Jalan terdiri dari:
a. Jalan Kelas I
Jalan Kelas I adalah jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 milimeter, dan muatan sumbu terberat 10 ton.
b. Jalan Kelas II
Jalan Kelas II adalah jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 milimeter, dan muatan sumbu terberat 8 ton.
c. Jalan Kelas III
Jalan Kelas III adalah jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 meter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 milimeter, ukuran paling tinggi 3.500 milimeter, dan muatan sumbu terberat 8 ton, dalam keadaan tertentu daya dukung Jalan Kelas III dapat ditetapkan muatan sumbu terberat kurang dari 8 ton.
d. Jalan Kelas Khusus
Jalan Kelas Khusus adalah jalan arteri yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang melebihi 18.000 milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 milimeter, dan muatan sumbu terberat lebih dari 10 ton.
Penetapan kelas jalan pada setiap ruas jalan yang dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas dilakukan oleh:
a. Pemerintah Pusat, untuk jalan nasional b. Pemerintah provinsi, untuk jalan provinsi
c. Pemerintah Kabupaten, untuk jalan kabupaten d. Pemerintah kota, untuk jalan kota.
2.2.2 Marka Jalan
Marka adalah suatu alat atau benda yang berada di permukaan jalan yang berfungsi untuk memberi suatu informasi tentang jalan. Marka jalan juga dapat diterapkan di fasilitas lain yang digunakan kendaraan untuk parkir maupun daerah khusus dengan kegunaan lainnya. Marka jalan digunakan di permukaan jalan untuk mengarahkan dan memberi informasi kepada pengendara maupun pejalan kaki tkeseragaman bentuk markah merupakan faktor penting untuk meminimalkan kebingungan dan keraguan atas arti markah tersebut.
Tabel 2.1 Jenis-Jenis Marka Jalan Gambar Marka
Keterangan Pengunaan
Jalan Umum
Jalan Nasional
Marka membujur utuh
1. Larangan bagi kendaraan melintasi garis tersebut
Marka membujur ganda
utuh dan putus- putus
1. Lalu lintas yang berada pada sisi garis putus-putus dapat melintasi garis ganda tersebut
2. Lalu lintas yang berada pada sisi garis utuh dilarang melintasi garis ganda tersebut
Marka membujur ganda
1. Lalu lintas yang berada pada kedua sisi garis
utuh
dilarang melintasi garis ganda tersebut
Sumber : Pd T-12-2004-B
2.2.3 Rambu Lalu Lintas
Rambu lalu lintas adalah bagian dari perlengkapan jalan yang memuat lambang, huruf, angka, kalimat dan/atau perpaduan di antaranya, yang digunakan untuk memberikan peringatan, larangan, perintah dan petunjuk bagi pemakai jalan. Rambu lalu lintas diatur menurut Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 13 tahun 201, rambu lalu lintas di bedakan berdasarkan jenisnya diantarnya adalah;
1. Rambu Peringatan
Rambu peringatan adalah rambu yang memberikan informasi berupa peringatan akan kemungkinan adanya bahaya dan sifat dari bahaya tersebut kepada pengguna jalan
Gambar 2.1 Contoh Rambu Peringatan Sumber : PM 13 tahun 2014 2. Rambu Larangan
Rambu larangan adalah rambu yang menyatakan adanya larangan bagi pengguna jalan untuk melakukan suatu tindakan tertentu. Warna dasar untuk daun rambu larangan adalah putih dengan garis tepi berwarna merah disertai lambang, huruf, dan atau angka yang berwarna hitam.
Gambar 2.2 Contoh Rambu Peringatan Sumber : PM 13 tahun 2014 3. Rambu Perintah
Rambu perintah adalah rambu yang menyatakan suatu perintah kepada para pengguna jalan dan wajib dilakukan, rambu jenis ini memiliki warna dasar biru pada daun rambunya dan bagian tepi berwarna putih. Begitu pula dengan lambang, angka, huruf, maupun kata kata yang terdapat pada rambu tersebut juga berwarna putih.
Gambar 2.3 Contoh Rambu Perintah Sumber : PM 13 tahun 2014 2.3 ANALISIS KINERJA
2.3.1 Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI 1997)
Jarak pandang adalah jarak dimana pengemudi (dengan tinggi mata 1,2 m) mampu melihat kendaraan lain atau suatu benda tetap dengan ketinggian tertentu ( 1,3 m ). Kelas jarak pandang ditentukan berdasarkan presentase dari segmen jalan yang mempunyai jarak pandang >300 m.
Tabel 2.2 Kelas Jarak Pandang
Kelas Jarak
Pandang % Segmen Dengan Jarak Pandang Paling Sedikit 300 m
A > 70%
B 30-70%
C < 30%
Sumber : MKJI 1997
1. Kecepatan Arus Bebas
Kecepatan arus bebas didefinisikan sebagai kecepatan pada saat tingkatan arus nol, sesuai dengan kecepatan yang akan dipilih pengemudi seandainya mengendarai kendaraan bermotor tanpa halangan kendaraan bermotor lain di jalan (yaitu saat arus = 0).
Kecepatan arus bebas telah diamati melalui pengumpulan data lapangan, dari mana hubungan antara kecepatan arus bebas dengan kondisi geometrik dan lingkungan telah ditetapkan dengan cara regresi. Kecepatan arus bebas kendaraan ringan telah dipilih sebagai kriteria dasar untuk kinerja segmen jalan pada saat arus = 0. Kecepatan arus bebas kendaraan berat menengah, bus besar, truk besar dan sepeda motor juga diberikan sebagai rujukan. Kecepatan arus bebas mobil penumpang biasanya adalah 10-15% lebih tinggi dari tipe kendaraan ringan lain.
Persamaan untuk penentuan kecepatan arus bebas berikut:
FV = FV0 + FVW ) x FFVSF x FFVRC ... (2.7) di mana:
FV = Kecepatan arus bebas kendaraan ringan (km/jam)
FVo = Kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan pada jalan aliyemen yang di amati (km/jam)
FVw = Penyesuaian kecepatan akibar lebar jalan (km/jam)
FFVSF = Faktor penyesuaian akibat hambatan samping dan lebar bahu FFVRC= Faktor penyesuaian akibat kelas fungsi jalan dan guna lahan
2. Kapasitas
Kapasitas didefinisikan sebagai arus maksimum yang dapat dipertahankan persatuan jam yang melewati suatu titik di jalan dalam kondisi yang ada. Untuk jalan dua- lajur dua-arah, kapasitas didefinisikan untuk arus dua-arah (kedua arah kombinasi), tetapi untuk jalan dengan banyak lajur, arus dipisahkan per arah perjalanan dan kapasitas didefinisikan per lajur.
C = CO x FCW x FCSP x FCSF ...(2.8) di mana:
C = Kapasitas (smp/jam)
CO = Kapasitas dasar (smp/jam) FCW = Faktor penyesuaian lebar jalan FCSP = Faktor penyesuaian pemisahan arah
FCSF = Faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan 3. Derajat Kejenuhan
Derajat kejenuhan didefinisikan sebagai rasio arus terhadap kapasitas, digunakan sebagai faktor kunci dalam penentuan perilaku lalu- lintas pada suatu simpang dan juga segmen jalan. Nilai Derajat kejenuhan menunjukkan apakah segmen jalan akan mempunyai masalah kapasitas atau tidak.
DS = Q / C ...(2.9) DS = Derajat kejenuhan
4. Kecepatan
Manual menggunakan kecepatan tempuh sebagai ukuran utama kinerja segmen jalan, karena ini mudah dimengerti dan diukur, dan merupakan masukan yang penting bagi biaya pemakai jalan dalam analisa ekonomi.
Kecepatan tempuh didefinisikan dalam manual ini sebagai kecepatan rata-rata ruang dari kendaraan ringan sepanjang segmen jalan :
V = L / TT... (2.10) di mana:
V = kecepatan ruang rata- rata kend ringan (km/jam) L = panjang segmen (km)
TT= waktu tempuh rata-rata dari kend. ringan sepanjang segmen (jam)
5. Hambatan Samping
Hambatan samping adalah pengaruh kegiatan di samping ruas jalan terhadap kinerja lalu-lintas, misalnya pejalan kaki (bobot 0,6) penghentian kendaraan umum atau kendaraan lainnya (bobot = 0,8), kendaraan masuk dan keluar lahan di samping jalan (bobot = 1,0) dan kendaraan lambat (bobot = 0,4)
Tabel 2.3 Penentuan Kelas Hambatan Samping
Hambatan
Samping Kode
Frekuensi Berbobot dan Kejadian
(Kedua Sisi )
Kondisi
Sangat rendah VL < 100 Daerah permukiman;jalan samping tersedia.
Rendah L 100 - 299 Daerah permukiman;beberapa
angkutan umum dan sebagainya.
Sedang M 300 - 499 Daerah industri;beberapa toko di samping jalan
Tinggi H 500 - 899 Daerah komersial
Sangat tinggi VH >350 Hampir perkotaan: banyak pasar /kegiatan niaga
Sumber: MKJI 1997 6. Tingkat Pelayanan
ITP atau indicator tingkat pelayanan adalah pada kondisi ruas jalan menunjukan secara keseluruhan di ruas jalan tersebut. Tingkat pelayanan ditentukan berdasarkan nilai kecepatan, derajat kejenuhan, hambatan samping serta kenyaman.
Tabel 2.4 Indeks Tingkat Pelayanan (ITP)
Tingkat Layanan
(LOS)
% dari kecepatan
bebas
Tingkat kejenuhan lalu
lintas
Keterangan
A ≥ 90 ≤ 0,35 Lalu lintas bebas
B ≥ 70 ≤ 0,54 Stabil
C ≥ 50 ≤ 0,77 Masih batas stabil
D ≥ 40 ≤ 0,93 Tidak stabil
E ≥ 33 ≤ 1,0 Kadang terhambat
F < 33 > 1 Dipaksakan/buruk
Sumber : MKJI 1997 2.4.2 Analisis Simpang
Persimpangan jalan adalah simpul pada jaringan jalan dimana ruas jalan bertemu dan lintasan arus kendaraan berpotongan. Lalu lintas pada masing masing kaki persimpangan menggunakan ruang jalan pada untuk setiap ruas jalan Ukuran-ukuran kinerja berikut dapat diperkirakan untuk kondisi tertentu diantaranya, yaitu;
1. Kapasitas
Kapasitas total untuk seluruh lengan simpang adalah hasil perkalian antara kapasitas dasar (C0) yaitu kapasitas pada kondisi tertentu (ideal) dan faktor- faktor penyesuaian (F), dengan memperhitungkan pengaruh kondisi lapangan terhadap kapasitas. Bentuk model kapasitas menjadi sebagai berikut:
C=Co×FW ×FM×FCS × FRSU × FLT × FRT × FMI...(2.11)
Tabel 2.5 Ringkasan variabel-variabel masukan model kapasitas
Tipe Variabel Uraian Variabel dan nama masukan Faktor model Geometrik Tipe simpang
Lebar rata-rata pendekat Tipe median jalan utama
IT WI M
FW FM FCS Lingkungan Kelas ukuran kota
Tipe lingkungan jalan Hambatan samping
Rasio kendaraan tak bermotor
CS RE SF PUM
FRSU
Lalu Lintas Rasio belok kiri Rasio belok kanan Rasio arus jalur minor
PLT PRT
QMI/QTOT FLT FRT FMI Sumber : MKJI 1997
2. Derajat Kejenuhan
Derajat kejenuhan untuk seluruh simpang, (DS), dihitung sebagai berikut:
DS = Qsmp / C...(2.12) di mana :
QSMP =Arus total (smp/jam) dihitung sebagai berikut:
QSMP = QKEND X FSMP
FSMP = Faktor smp dihitung sebagai berikut:
FSMP = (EMPLV×LV%+EMPHV×HV%+EMPMC×MC%)/100 dimana EMPLV, LV%, EMPHV, HV%, EMPMC dan MC%
adalah emp dan komposisi lalu lintas untuk kendaraan ringan, kendaraan berat dan sepeda motor.
C = Kapasitas (smp/jam)
3. Tundaan
Tundaan pada simpang dapat terjadi karena dua sebab :
a) Tundaan Lalu-Lintas (DT) akibat interaksi lalu-lintas dengan gerakan yang lain dalam simpang.
b) Tundaan Geometrik (DG) akibat perlambatan dan percepatan kendaraan yang terganggu dan tak-terganggu.
Tundaan lalu-lintas seluruh simpang (DT), jalan minor (DTMI) dan jalan utama (DTMA), ditentukan dari kurva tundaan empiris dengan derajat kejenuhan sebagai variabel bebas. Tundaan geometrik (DG) dihitung dengan rumus :
DG = (1-DS) × (PT×6 + (1-PT ) ×3) + DS×4...(2.13) dimana
DS = Derajat kejenuhan.
PT = Rasio arus belok terhadap arus total.
6 = Tundaan geometrik normal untuk kendaraan belok yang tak terganggu (det/smp).
4 =Tundaan geometrik normal untuk kendaraan yang terganggu (det/smp).
Tundaan lalu-lintas simpang (simpang tak-bersinyal, simpang bersinyal dan bundaran) dalam manual adalah berdasarkan anggapan-angapan sebagai berikut :
a) Kecepatan referensi 40 km/jam.
b) Kecepatan belok kendaraan tak-terhenti 10 km/jam.
c) Tingkat percepatan dan perlambatan 1.5 m / det 2
d) Kendaraan terhenti mengurangi kecepatan untuk menghindari tundaan perlambatan, sehingga hanya menimbulkan tundaan percepatan.
2.5 BANGKITAN DAN TARIKAN PERJALANAN
(Huntoyungo, 2018) Bangkitan pergerakan adalah pergerakan adalah tahapan awal dari permodelan transportasi untuk menghasilkan model hubungan yang mengaitkan parameter tata guna lahan dengan jumlah pergerakan yang menuju ke suatu zona atau jumlah yang meninggalkan suatu zona dan jumlah pergerakan yang tertarik ke suatu zona atau tata guna lahan.
Waktu perjalanan tergantung pada kegiatan kota, karena penyebab perjalanan adalah kebutuhan manusia untuk melakukan kegiatan dan mengangkut barang kebutuhannya. Setiap suatu kegiatan pergerakan mempunyai zona asal dan tujuan ,dimana asal merupakan zona yang menghasilkan suatu pergerakan sedangkan tujuan adalah yang menarik pelaku melakukan kegiatan.
Bangkitan pergerakan digunakan menyatakan suatu pergerakan berbasis rumah yang mempunyai asal dan atau tujuan adalah rumah atau pergerakan yang dibangkitkan oleh pergerakan berbasis bukan rumah. Tarikan pergerakan digunakan untuk menyatakan suatu pergerakan berbasis rumah yang mempunyai tempat asal dan atau tujuan bukan rumah atau pergerakan yang tertarik oleh pergerakan berbasis bukan rumah.
2.5.1 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi
Faktor-faktor yang mempengaruhi bangkitan dan tarikan pergerakan manusia menurut Tamin (2000) antara lain yaitu :
a. Bangkitan pergerakan untuk manusia :
Faktor berikut dipertimbangkan pada beberapa kajian yang telah dilakukan : a) Pendapatan
b) Pemilik kendaraan c) Struktur rumah tangga d) Nilai lahan Bangunan
e) Kepadatan daerah pemukiman f) Aksebilitas
b. Tarikan pergerakan untuk manusia: faktor yang paling sering digunakan untuk peubah tarikan pergerakan adalah luas lantai untuk kegiatan industri, komersial, pertokoan dan pelayanan lain.
2.5.2 Klasifikasi Pergerakan
Klasifikasi pergerakan dikelompokkan berdasarkan tujuan pergerakan, waktu terjadinya pergerakan dan jenis atau tipe orang yang melakukan pergerakan (Tamin, 2000).
a. Berdasarkan tujuan pergerakan Suatu model bangkitan perjalanan akan lebih baik bila ada pemisahan tujuan perjalanan. Pergerakan yang berasal dari rumah dikategorikan sebagai berikut :
1. Pergerakan ke tempat kerja
2. Pergerakan ke sekolah atau universitas ( pergerakan dengan tujuan pendidikan )
3. Pergerakan ketempat belanja
4. Pergerakan untuk kepentingan sosial dan rekreasi
b. Berdasarkan waktu Berdasarkan waktu pergerakan, biasanya dikelompokan menjadi pergerakan di jam sibuk dan pergerakan pada jam tidak sibuk. Proporsi pergerakan yang dilakukan oleh setiap tujuan pergerakan sangat berfluktuasi atau bervariasi sepanjang hari. c. Berdasarkan jenis / Tipe Orang Hal ini merupakan salah satu jenis pengelompokan yang penting karena perilaku pergerakan individu sangat dipengaruhi oleh atribut sosio-ekonomi.
2.5.3 Model Bangkitan Perjalanan
Tujuan dasar tahap bangkitan perjalanan adalah menghasilkan model hubungan yang mengaitkan parameter tata guna lahan dengan jumlah pergerakan yang menuju suatu zona atau pergerakan yang meninggalkan suatu zona. Zona asal dan tujuan pergerakan biasanya juga menggunakan istilah trip end.
(Tamin,2000).
Tahapan ini biasanya menggunakan data berbasiskan zona untuk memodelkan besarnya pergerakan yang terjadi (baik bangkitan maupun tarikan), misalnya tata guna lahan, pemilikan kendaraan, populasi, jumlah pekerja, kepadatan penduduk, pendapatan, juga moda transportasi yang digunakan. (Tamin, 2000) Bangkitan perjalanan dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu :
a.. Bangkitan pergerakan (trip production) merupakan suatu pergerakan berbasis rumah yang mempunyai tempat asal dan/atau tujuan rumah atau pergerakan yang dibangkitkan oleh pergerakan berbasis bukan rumah
b. Tarikan pergerakan (trip attraction) merupakan suatu pergerakan berbasis rumah yang mempunyai tempat asal dan/atau tujuan bukan rumah atau pergerakan yang dibangkitkan oleh pergerakan berbasis bukan rumah. (Tamin, 2000).
2.6 DAMPAK LALU LINTAS
Analisis Dampak Lalu Lintas adalah serangkaian kegiatan kajian mengenai dampak lalu lintas dari pembangunan pusat kegiatan, permukiman, dan infrastruktur yang hasilnya dituangkan dalam bentuk dokumen hasil analisis dampak lalu lintas. (Sumajouw et al., 2013) Andalalin adalah suatu studi khusus yang menilai efek-efek yang ditimbulkan oleh lalu lintas yang dibangkitkan oleh suatu pengembangan kawasan terhadap jaringan transportasi di sekitarnya.
Dikun dan Arif (1993) mendefinisikan analisis dampak lalu-lintas sebagai suatu studi khusus dari dibangunnya suatu fasilitas gedung dan penggunaan lahan lainnya terhadap sistem transportasi kota, khususnya jaringan jalan di sekitar lokasi gedung. Menurut Tamin (2000), analisis dampak lalu lintas pada dasarnya merupakan analisis pengaruh pengembangan tata guna lahan terhadap sistem pergerakan arus lalu-lintas disekitarnya yang diakibatkan oleh bangkitan lalu- lintas yang baru, lalulintas yang beralih, dan oleh kendaraan keluar masuk dari/ke lahan tersebut.
Jenis-jenis peruntukan lahan yang memerlukan kajian Andalalin adalah sebagai berikut: permukiman, universitas / sekolah, apartemen, pusat perkantoran/perdagangan, kawasan industri, restaurant, pusat perbelanjaan, toko swalayan/supermarket, hotel, terminal, pelabuhan/bandara, hotel, rumah sakit, stadion / gedung olah raga, tempat ibadah.
2.6.1 Model Bangkitan Perjalanan
Menurut Murwono (2003), fenomena dampak lalu lintas diakibatkan oleh adanya pembangunan dan pengoperasian pusat kegiatan yang menimbulkan bangkitan lalu lintas yang cukup besar, seperti pusat perkantoran pusat perbelanjaan, terminal, dan lain-lain. Lebih lanjut dikatakan bahwa dampak lalu lintas terjadi pada 2 (dua) tahap, yaitu :
1. Tahap konstruksi / pembangunan. Pada tahap ini akan terjadi bangkitan lalulintas akibat angkutan material dan mobilisasi alat berat yang membebani ruas jalan pada rute material;
2. Tahap pasca konstruksi / saat beroperasi. Pada tahap ini akan terjadi bangkitan lalu-lintas dari pengunjung, pegawai dan penjual jasa transportasi yang akan membebani ruas-ruas jalan tertentu, serta timbulnya bangkitan parkir kendaraan.
2.6.2 Sasaran Analisis Dampak Lalu Lintas
Arief (1993) menyatakan bahwa sasaran Andalalin ditekankan pada :
1. Penilaian dan formulasi dampak lalulintas yang ditimbulkan oleh daerah pembangunan baru terhadap jaringan jalan disekitarnya (jaringan jalan eksternal), khususnya ruas-ruas jalan yang membentuk sistem jaringan utama;
2. Upaya sinkronisasi terhadap kebijakan pemerintah dalam kaitannya dengan penyediaan prasarana jalan, khususnya rencana peningkatan prasarana jalan dan persimpangan di sekitar pembangunan utama yang diharapkan dapat mengurangi konflik, kemacetan dan hambatan lalu-lintas;
3. Penyediaan solusi-solusi yang dapat meminimumkan kemacetan lalu lintas yang disebabkan oleh dampak pembangunan baru, serta penyusunan usulan indikatif terhadap fasilitas tambahan yang diperlukan guna mengurangi dampak yang diakibatkan oleh lalulintas yang dibangkitkan oleh pembangunan baru tersebut, termasuk di sini upaya untuk mempertahankan tingkat pelayanan prasarana sistem jaringan jalan yang telah ada;
4. Penyusunan rekomendasi pengaturan sistem jaringan jalan internal, titik-titik akses ke dan dari lahan yang dibangun, kebutuhan fasilitas ruang parkir dan
penyediaan sebesar mungkin untuk kemudahan akses ke lahan yang akan dibangun.
2.7 MANAJEMEN REKAYASA LALU LINTAS
(Eddi et al., 2020) Manajemen dan rekayasa lalu lintas merupakan serangkaian usaha dan kegiatan yang meliputi perencanaan, pengadaan, pemasangan, pengaturan, dan pemeliharaan fasilitas perlengkapan jalan dalam rangka mewujudkan, mendukung dan memelihara keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas (PP No. 32 Tahun 2011 tentang Manajemen Dan Rekayasa, Analisis Dampak, serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas, Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas dilaksanakan untuk mengoptimalkan penggunaan jaringan Jalan dan gerakan Lalu Lintas dalam rangka menjamin Keamanan, Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas sebagaimana dimaksud di atas dilakukan dengan :
a) Penetapan prioritas angkutan massal melalui penyediaan lajur atau jalur atau jalan khusus;
b) Pemberian prioritas keselamatan dan kenyamanan Pejalan Kaki;
c) Pemberian kemudahan bagi penyandang cacat;
d) Pemisahan atau pemilahan pergerakan arus Lalu Lintas berdasarkan peruntukan lahan, mobilitas, dan aksesibilitas;
e) Pemaduan berbagai moda angkutan;
f) Pengendalian Lalu Lintas pada persimpangan;
g) Pengendalian Lalu Lintas pada ruas Jalan; dan/atau h) Perlindungan terhadap lingkungan.
Sasaran dilakukan kegiatan manajemen lalu lintas sendiri adalah :
a) Mengatur dan menyederhanakan lalu lintas dengan melakukann pemisahan terhadap tipe, kecepatan dan pemakai jalan yang berbeda untuk meminimumkan gangguan terhadap lalu lintas.
b) Mengurangi tingkat kemacetan lalu lintas dengan menaikkan kapasitas atau mengurangi volume lalu lintas pada suatu jalan.
c) Melakukan optimasi ruas jalan dengan menentukan fungsi dari jalan dan control terhadap aktivitas-aktivitas yang tidak cocok dengan fungsi jalan tersebut.
2.7.1 Kinerja Lalu Lintas
Kinerja lalu lintas perkotaan dapat dinilai dengan menggunakan parameter lalu lintas sebagai berikut:
a) Untuk ruas jalan, dapat berupa V/C Ratio, kecepatan dan kepadatan lalu lintas.
b) Untuk persimpangan dapat berupa tundaan dan kapasitas simpang. (Tamin, 2008).
Kinerja yang dibutuhkan dalam studi ini adalah sebagai berikut :
a) V/C Ratio merupakan perbandingan antara volume dan kapasitas yang menunjukkan kondisi unjuk kerja ruas jalan dalam melayani volume lalu lintas yang ada.
b) Kecepatan perjalanan rata-rata, dapat menunjukkan waktu tempuh dari titik asal ke titik tujuan di dalam wilayah pengaruh yang akan menjadi tolak ukur dalam pemilihan rute perjalanan serta analisis ekonomi.
c) Tingkat pelayanan yang menjadi indikator yang mencakup gabungan beberapa parameter baik secara kuantitatif maupun kualitatif dari ruas jalan dan persimpangan. Penentuan tingkat pelayanan ini akan disesuaikan dengan kondisi lalu lintas yang ada. Pengukuran kinerja lalu lintas yang dilakukan di dalam penelitian ini diambil berdasarkan Pedoman Buku Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997. Di mana pengukuran kinerja lalu lintas yang dilakukan terbagi atas pengukuran kinerja ruas jalan dan kinerja pada persimpangan
2.7.2 Kinerja Persimpangan
Indikator kinerja ruas jalan yang dimaksud adalah perbandingan volume per kapasitas (V/C Ratio), kecepatan dan kepadatan lalu lintas. Tiga karakteristik ini kemudian di pakai untuk mencari tingkat pelayanan (level of service). Penjelasan untuk masing-masing indikator dijelaskan sebagai berikut :
a) Kapasitas Jalan
Berdasarkan Pedoman Buku Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, menyatakan bahwa kapasitas jalan didefinisikan sebagai arus lalu lintas (stabil) maksimum yang dapat dipertahankan pada kondisi tertentu (geometri, distribusi arah, komposisi lalu lintas, dan faktor lingkungan).
Untuk jalan dua-lajur dua-arah, kapasitas ditentukan untuk arus dua arah (kombinasi dua arah), tetapi untuk jalan dengan banyak lajur, arus dipisahkan per arah dan kapasitas ditentukan per lajur. Kapasitas ruas jalan dibedakan untuk jalan perkotaan, jalan luar kota, dan jalan bebas hambatan.
Selain itu, ada dua faktor yang mempengaruhi nilai kapasitas suatu ruas jalan yaitu faktor jalan dan faktor lalu lintas. Faktor jalan yang dimaksud berupa lebar lajur, kebebasan samping, jalur tambahan atau bahu jalan, keadaan permukaan, alinyemen dan kelandaian jalan. Faktor lalu lintas yang dimaksud adalah banyaknya pengaruh berbagai tipe kendaraan terhadap seluruh kendaraan arus lalu lintas pada suatu ruas jalan. Hal ini juga diperhitungkan terhadap pengaruh satuan mobil penumpang (smp). Sedangkan kapasitas dasar yaitu kapasitas segmen jalan pada kondisi geometri, pola arus lalu lintas, dan faktor lingkungan yang ditentukan sebelumnya (ideal).
b) Kecepatan
Sesuai dengan Pedoman Buku Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, kecepatan didefinisikan dalam beberapa hal antara lain: Kecepatan tempuh adalah kecepatan rata-rata kendaraan (km/jam) arus lalu lintas dihitung dari panjang jalan dibagi waktu tempuh rata - rata kendaraan yang melalui segmen jalan. Kecepatan tempuh digunakan sebagai ukuran utama kinerja segmen jalan, karena mudah dimengerti dan diukur, dan merupakan masukan yang penting untuk biaya pemakai jalan dalam analisa ekonomi
c) Kepadatan Ruas
Kepadatan dapat didefinisikan sebagai jumlah kendaraan rata-rata dalam ruang.
Satuan kepadatan adalah kendaraan per km atau kendaraan-km per jam. Seperti halnya volume lalu lintas, kepadatan juga dapat dikaitkan dengan penyediaan jumlah lajur jalan (Tamin, 2008).
d) Tingkat Pelayanan
Tingkat pelayanan (Level Of Service, LOS) adalah ukuran yang menunjukkan karakteristik mobilitas suatu persimpangan, sebagaimana yang ditentukan oleh penundaan kendaraan, dan faktor sekunder, yaitu perbandingan volume/kapasitas.
Khisty & Lall, (2003).
2.7.3 Kinerja Persimpangan
Analisis yang akan dilakukan di persimpangan meliputi jenis pengendalian yang di terapkan dan pengukuran kinerja persimpangan tanpa lampu lalu lintas.
a) Komponen kinerja Persimpangan Tanpa Lampu Lalu Lintas Sesuai Pedoman Buku Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997 komponen kinerja persimpangan tidak berlampu lalu lintas terdiri dari kapasitas simpang, derajat kejenuhan, tundaan, dan peluang antrian.
b) Tundaan Lalu Lintas Jalan Utama (DTMA) adalah tundaan lalu lintas rata- rata semua kendaraan bermotor yang masuk persimpangan dari jalan utama. Tundaan lalu lintas jalan utama (DTMA) untuk simpang tidak bersinyal
c) Tundaan Lalu Lintas Jalan Minor adalah tundaan simpang rata-rata dan tundaan jalan utama rata-rata. Tundaan lalu lintas jalan minor (DTMI) untuk simpang tidak bersinyal
d) Tundaan Geometrik Simpang (DG) adalah tundaan geometrik rata-rata seluruh kendaraan bermotor yang masuk simpang. Tundaan lalu lintas jalan minor (DTMI) untuk simpang tidak bersinyal
e) Tundaan Simpang (D) adalah untuk simpang tidak bersinyal
f) Peluang Antrian (QP %) Rentang nilai peluang antrian QP % ditentukan dari hubungan QP % dan derajat kejenuhan DS serta ditentukan dengan grafik.
Tingkat pelayanan pada persimpangan mempertimbangkan faktor tundaan dan kapasitas persimpangan
2.7.5 Kinerja Jalan
Kinerja Jaringan Jalan Dalam penulisan penelitian ini, perangkat lunak CONTRAM 5,0 (Continous Traffic Assigment Model 5,0) digunakan untuk membuat model pembebanan lalu lintas. CONTRAM pada dasarnya menggunakan prinsip lintasan minimum (Shortest path) dan pengemudi diasumsikan telah mengenal kondisi lalu lintas yang ada, sehingga mereka akan memilih rute dengan waktu perjalanan minimum, kecuali untuk mobil penumpang umum yang mempunyai rute tetap. Berdasarkan pertimbangan waktu minimum, perjalanan kendaraan dari tempat asal ke tempat tujuan dibebankan ke masing – masing ruas yang membangun lintasan minimum tersebut menurut variasi waktu (interval). Selain variasi waktu, CONTRAM mengelompokkan kendaraan yang bergerak dari setiap pasangan asal tujuan dalam paket–paket kendaraan guna mengurangi lamanya waktu perhitungan.
2.8 PENELITIAN TERDAHULU
Pada bagian ini mencantumkan beberapa hasil penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian yang akan dilakukan, kemudian membuat ringkasan baik penelitian yang sudah terpublikasikan atau belum terpublikasikan.
1. Haris Muhammadun, dkk ( 2013 ) melakukan penelitian tantang “Analisis Dampak Lalu Lintas Kawasan Industri Studi Kasus PT. Banten Energy Internasional, Kecamatan Kramatwatu Kab. Serang” dengan menggunakan metode MKJI 1997 Tujuan utama dengan dilakukakannya kegiatan dimaksud adalah salah satunya untuk menghindarkan diri dari kemacetan lalu lintas akibat dampak kegiatan kawasan industri yang dikembangkan.
Karena jika kemacetan sudah terjadi, maka berbagai kerugian tidak saja dirasakan oleh masyarakat pada umumnya, tetapi juga pengelola kawasan yang melakukan investasi menjadi terganggu secara operasional maupun distribusinya.
2. Rahardjo Samiono, dkk (2020) melakukan penelitian “Analisis Kinerja Lalu Lintas Akibat Kontruksi Pembangunan Fly Over Tanjung Barat Jakarta Selatan” dengan menggunakan metode MKJI 1997, tujuan penelitian menganalisis kinerja lalu lintas Jl. Tanjung Barat Raya saat masa kontruksi dan sebelum pembangunan Fly Over Tanjung Barat dan mengetahui tingkat pelayanan Jl. Tanjung Barat Raya saat masa kontruksi dan sebelum pembangunan Fly Over Tanjung Barat.
3. Hayu Rahayu, dkk (2021) melakukan penelitian “Analisis Dampak Lalu Lintas Akibat Pembangunan Best Western Star Hotel Dan Star Apartement Semarang Terhadap Kinerja Jaringan Jalan Sekitar” dengan menggunakan MKJI 1997. Metode tersebut digunakan untuk menganalisis kondisi ruas jalan dan simpang bersinyal. Jumlah luas kamar tiap unit hotel dan unit apartemen dihitung untuk mendapatkan bangkitan yang terjadi. Besarnya bangkitan Best Western Star Hotel dan Star Apartemen kemudian dibebankan pada masing-masing ruas jalan, setelah mendapatkan volume kendaraan terbebani bangkitan dilakukan analisis kinerja ruas jalan dan kinerja simpang bersinyal. Dari data jumlah kendaraan tiap tahun mulai dari tahun 2007 hingga tahun 2011 didapatkan angka pertumbuhan. Angka pertumbuhan tersebut digunakan untuk memprediksi kondisi lalu lintas 5 tahun yang akan datang, sehingga dapat dipilih solusi yang dapat mengatasi permasalahan hingga 5 tahun kedepan.
Hasil-hasil analisis adalah sebagai berikut : 1) Bangkitan yang ditimbulkan Best Western Star Hotel dan Star Apartemen adalah 844 smp/jam. 2) Angka pertumbuhan kendaraan bermotor tiap tahun adalah 3,94% 3) Manajemen lalu lintas saja dirasa tidak mampu mengatasi permasalahan kemacetan yang terjadi 4) Perlu dilakukan pelebaran di Jalan Sriwijaya dan merubah jalan Lampersari menjadi jalan 1 arah 5) Perlu dilakukan desain ulang waktu hijau.
4. Eko Karyanto (2004) melakukan penelitian “Dampak Aktivitas Industri Terhadap Kinerja Jalan Arteri Primer Banjaran-Adiwerna Kabupaten Tegal” dengan menggunakan metode MKJI 1997 dari hasil analisis,
diketahui adalah potensi pergerakan sebesar 75% adapun kapasitas jalan arteri primer Banjaran-Adiwerna berdasarkan analisis adalah 3114 smp/jam. Akibatnya kinerja jalan arteri primer Banjaran-Adiwerna yang dihasilan 0,9 termasuk dalam kategori pelayanan kurang baik. Tujuan penelitian tersebut adalah menganalisis nilai V/C ratio baik dalam periode jam puncak maupun pada periode bukan jam puncak serta memberikan solusi terbaik atas dampak yang ditimbulan terhadap kinerja jalan yang ada
5. Melia Christina, dkk (2015) melakukan penelitian “Study Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas daerah Banten Lama” dengan menggunakan metode MKJI 1997, tujuan dilakukan penelitian terserbut adalah untuk mengetahui kapasitas ruang parkir Kawasan Banten Lama, mengetahui peningkatan lalu lintas di Kawasan Banten Lama, merumuskan manajemen rekayasa lalu lintas untuk Kawasan Banten Lama.