• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II: STRATEGI BELAJAR MENGAJAR.

N/A
N/A
muhamad mahmud

Academic year: 2023

Membagikan "BAB II: STRATEGI BELAJAR MENGAJAR."

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

A.Hakikat Teori Belajar Behavioristik

Salah satu faktor yang mendasari perlunya perubahan praktek pembelajaran di kelas yang masih sangat tradisional adalah faktor psikologis yang di tandai dengan munculnya teori belajar yang dikenal dengan behavioristik.

Teori belajar behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan(stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik.

Stimulans tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau dampak, berupa reaksi fisik terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat dan kecenderungan perilaku S-R (stimulus-Respon). Teori Behavioristik mementingkan faktor lingkungan, menekankan pada faktor bagian, menekankan pada tingkah laku yang nampak dengan mempergunakan metode obyektif, sifatnya mekanis dan mementingkan masa lalu.

“Gage dan Berliner menyatakan bahwa menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman” (Maziatul, 2009). Pada intinya, teori behavioristik menekankan pada pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.

Seorang siswa dianggap telah belajar sesuatu jika siswa yang bersangkutan dapat menunjukkan perubahan pada tingkah lakunya. Menurut teori ini kegiatan belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus atau apa saja yang diberikan guru kepada siswa dan output yang berupa respon atau reaksi/tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut.

Teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran di aplikasikan dari beberapa hal seperti tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang ada di sekolah-sekolah pada umumnya. Pembelajaran yang berpedoman pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah objektif, pasti, tetap, tidak berubah.

Pengetahuan telah tersusun dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan ke orang yang belajar atau siswa. “Siswa di harapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan.

Artinya, apa yang di pahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus di pahami oleh murid”

(Degeng, 2006).

Pengaruh bagi guru adalah bahwa mengajar merupakan kegiatan pemindahan pengetahuan dari benak guru ke otak siswa. Oleh karena itu peran guru sebagai pendidik harus

(2)

mengembangkan kurikulum yang terancang dengan menggunakan standart-standart tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para siswa. Karena teori behavioristik memandang bahwa sebagai pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur,maka siswa harus di hadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat.

Pembiasaan dan disiplin menjadi pegangan dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan dalam penambahan pengetahuan di kategorikan sebagai kesalahan yang perlu di hukum dan keberhasilan belajar di kategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. “Siswa adalah obyek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus di pegang oleh sistem yang berada diluar diri siswa. Demikian juga, ketaatan pada aturan juga di pandang sebagai penentu keberhasilan belajar” (Degeng, 2006). Maka dari itu perlu kita ketahui mengenai apa yang dimaksud teori belajar behavoristik dan bagai mana implikasi teori behavioristik dalam pembelajaran.

Menurut teori behavioristik,Belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah laku. Sebagai contoh, anak belum dapat berhitung perkalian. Walaupun ia sudah berusaha giat, dan gurunya sudah mengajarkannya dengan tekun, namun jika anak tersebut belum dapat mempraktekkan perhitungan perkalian, maka ia belum dianggap belajar. Karena ia belum dapat menunjukan perubahan perilaku sebagai hasil belajar.

Menurut teori ini yang terpenting adalah masukan atau Input yang berupa stimulus dan keluaran atau Output yang berupa respon. Dalam contoh di atas, stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, misalnya daftar perkalian, alat peraga, pedoman kerja, atau cara- cara tertentu, untuk membantu belajar siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut.

Menurut teori behavioristik, apa yang terjadi diantara stimulus dan respon dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati hanyalah stimulus dan respon. oleh sebab itu, apa saja yang diberikan guru(stimulus) dan apa yang dihasilkan siswa (respon), semuanya harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal yang penting untuk melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah laku.

Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat, begitu juga bila penguatan dikurangi (negative reinforcement) responpun akan tetap dikuatkan.

(3)

Kelebihan Teori Behavioristik:

(1) Membisakan guru untuk bersikap jeli dan peka terhadap situasi dan kondisi belajar.

(2) Guru tidak membiasakan memberikan ceramah sehingga murid dibiasakan belajar mandiri.

Jika murid menemukan kesulitan baru ditanyakan pada guru yang bersangkutan.

(3) Mampu membentuk suatu prilaku yang diinginkan mendapatkan pengakuan positif dan prilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negative yang didasari pada prilaku yang tampak.

(4) Dengan melalui pengulangan dan pelatihan yang berkesinambungan, dapat mengoptimalkan bakat dan kecerdasan siswa yang sudah terbentuk sebelumnya. Jika anak sudha mahir dalam satu bidang tertentu, akan lebih dapat dikuatkan lagi dengan pembiasaan dan pengulangan yang berkesinambungan tersebut dan lebih optimal.

(5) Bahan pelajaran yang telah disusun hierarkis dari yang sederhana sampai pada yang kompleks dengan tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian-bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian suatu ketrampilan tertentu mampu menghasilakan suatu prilaku yang konsisten terhadap bidang tertentu.

(6) Dapat mengganti stimulus yang satu dengan stimuls yang lainnya dan seterusnya sampai respons yang diinginkan muncul.

(7) Teori ini cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsure-unsur kecepatan, spontanitas, dan daya tahan.

(8) Teori behavioristik juga cocok diterapakan untuk anak yang masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru, dan suka dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung.

Kekurangan Teori Behavioristik:

(1) Sebuah konsekwensi untuk menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap.

(2) Tidak setiap pelajaran dapat menggunakan metode ini.

(3) Murid berperan sebagai pendengar dalam proses pembelajaran dan menghafalkan apa di dengar dan di pandang sebagai cara belajar yang efektif.

(4) Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh behavioristik justru dianggap sebagai metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa.

(4)

(5) Murid dipandang pasif, perlu motifasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan oleh guru.

(6) Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelsan dari guru dan mendengarkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif sehingga inisiatf siswa terhadap suatu permasalahan yang muncul secara temporer tidak bisa diselesaikan oleh siswa.

(7) Cenderung mengarahakan siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif, tidak produktif, dan menundukkan siswa sebagai individu yang pasif.

(8) Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru (teacher cenceredlearning) bersifat mekanistik dan hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan diukur.

(9) Penerapan metode yang salah dalam pembelajaran mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang tidak menyenangkan bagi siswa, yaitu guru sebagai center, otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih, dan menentukan apa yang harus dipelajari murid.

Prinsip Aplikasi Teori Behavirostik Dalam Pembelajaran

Teori behaviorisme yang menekankan adanya hubungan antara stimulus (S) dengan respons (R) secara umum dapat dikatakan memiliki arti yang penting bagi siswa untuk meraih keberhasilan belajar. Caranya, guru banyak memberikan stimulus dalam proses pembelajaran, dan dengan cara ini siswa akan merespons secara positif apa lagi jika diikuti dengan adanya reward yang berfungsi sebagai reinforcement (penguatan terhadap respons yang telah ditunjukkan). Oleh karena teori ini berawal dari adanya percobaan sang tokohbehavioristik terhadap binatang, maka dalam konteks pembelajaran ada beberapa prinsip umum yang harus diperhatikan.

Menurut Mukinan (1997: 23), beberapa prinsip tersebut adalah:

(1) Teori ini beranggapan bahwa yang dinamakan belajar adalah perubahan tingkah laku.

Seseorang dikatakan telah belajar sesuatu jika yang bersangkutan dapat menunjukkan perubahan tingkah laku tertentu.

(2) Teori ini beranggapan bahwa yang terpenting dalam belajar adalah adanya stimulus dan respons, sebab inilah yang dapat diamati. Sedangkan apa yang terjadi di antaranya dianggap tidak penting karena tidak dapat diamati.

(3) Reinforcement, yakni apa saja yang dapat menguatkan timbulnya respons, merupakan faktor penting dalam belajar. Respons akan semakin kuat apabila reinforcement (baik positif maupun negatif) ditambah.

(5)

Jika yang menjadi titik tekan dalam proses terjadinya belajar pada diri siswa adalah timbulnya hubungan antara stimulus dengan respons, di mana hal ini berkaitan dengan tingkah laku apa yang ditunjukkan oleh siswa, maka penting kiranya untuk memperhatikan hal-hal lainnya di bawah ini, agar guru dapat mendeteksi atau menyimpulkan bahwa proses pembelajaran itu telah berhasil. Hal yang dimaksud adalah sebagai berikut:

(1) Guru hendaknya paham tentang jenis stimulus apa yang tepat untuk diberikan kepada siswa.

(2) Guru juga mengerti tentang jenis respons apa yang akan muncul pada diri siswa.

(3) Untuk mengetahui apakah respons yang ditunjukkan siswa ini benar-benar sesuai dengan apa yang diharapkan, maka guru harus mampu :

(a) Menetapkan bahwa respons itu dapat diamati (observable).

(b) Respons yang ditunjukkan oleh siswa dapat pula diukur (measurable)

(c) Respons yang diperlihatkan siswa hendaknya dapat dinyatakan secara eksplisit atau jelas kebermaknaannya (eksplisit).

(d) Agar respons itu dapat senantiasa terus terjadi atau setia dalam ingatan/tingkah laku siswa, maka diperlukan sekali adanya semacam hadiah (reward).

Aplikasi teori behavioristik dalam proses pembelajaran untuk memaksimalkan tercapainya tujuan pembelajaran (siswa menunjukkan tingkah laku / kompetensi sebagaimana telah dirumuskan), guru perlu menyiapkan dua hal, sebagai berikut:

(1) Menganalisis Kemampuan Awal dan Karakteristik Siswa Siswa sebagai subjek yang akan diharapkan mampu memiliki sejumlah kompetensi sebagaimana yang telah ditetapkan dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar, perlu kiranya dianalisis kemampuan awal dan karakteristiknya. Hal ini dilakukan mengingat siswa yang belajar di sekolah tidak datang tanpa berbekal apapun sama sekali (mereka sangat mungkin telah memiliki sejumlah pengetahuan dan keterampilan yang di dapat di luar proses pembelajaran). Selain itu, setiap siswa juga memiliki karakteristik sendiri-sendiri dalam hal mengakses dan atau merespons sejumlah materi dalam pembelajaran. Ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh guru jika melakasanakan analisis terhadap kemampuan dan karakteristik siswa, yaitu:

(a) Akan memperoleh gambaran yang lengkap dan terperinci tentang kemampuan awal para siswa, yang berfungsi sebagai prasyarat (prerequisite) bagi bahan baru yang akan disampaikan.

(b) Akan memperoleh gambaran tentang luas dan jenis pengalaman yang telah dimiliki oleh siswa. Dengan berdasar pengalaman tersebut, guru dapat memberikan bahan yang lebih relevan dan memberi contoh serta ilustrasi yang tidak asing bagi siswa.

(6)

(c) Akan dapat mengetahui latar belakang sosio-kultural para siswa, termasuk latar belakang keluarga, latar belakang sosial, ekonomi, pendidikan, dan lain-lain.

(d) Akan dapat mengetahui tingkat pertumbuhan dan perkembangan siswa, baik jasmaniah maupun rohaniah.

(e) Akan dapat mengetahui aspirasi dan kebutuhan para siswa.

(f) Dapat mengetahui tingkat penguasaan bahasa siswa.

(g) Dapat mengetahui tingkat penguasaan pengetahuan yang telah diperoleh siswa sebelumnya.

(h) Dapat mengetahui sikap dan nilai yang menjiwai pribadi para siswa (Oemar Hamalik, 2002:38 - 40).

(2) Merencanakan materi pembelajaran yang akan dibelajarkan Idealnya proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru benar-benar sesuai dengan apa yang diharapkan oleh siswa dan juga sesuai dengan kondisi siswa, sehingga di sini guru tidak akan over-estimate dan atau under- estimate terhadap siswa. Namun kenyataan tidak demikian adanya. Sebagian siswa ada yang sudah tahu dan sebagian yang lain belum tahu sama sekali tentang materi yang akan dibelajarkan di dalam kelas. Untuk dapat memberi layanan pembelajaran kepada semua kelompok siswa yang mendekati idealnya (sesuai dengan kemampuan awal dan karakteristik masing-masing kelompok) kita dapat menggunakan dua pendekatan yaitu siswa,

(a) menyesuaikan diri dengan materi yang akan dibelajarkan, yaitu dengan cara guru melakukan tes dan pengelompokkan (dalam hal ini tes dilakukan sebelum siswa mengikuti pelajaran), atau (b) materi pembelajaran disesuaikan dengan keadaan siswa (Atwi Suparman, 1997:108).

Materi pembelajaran yang akan dibelajarkan, apakah disesuaikan dengan keadaan siswa atau siswa menyesuaikan materi, keduanya dapat didahului dengan mengadakan tes awal atau tes prasyarat (prerequisite test). Hasil dari prerequisite test ini dapat menghasilkan dua keputusan, yaitu: siswa dapat dikelompokkan dalam dua kategori, yakni:

a) sudah cukup paham dan mengerti, serta

b) belum paham dan mengerti. Jika keputusan yang diambil siswa dikelompokkan menjadi dua di atas, maka konsekuensinya: materi, guru dan ruang belajar harus dipisah.

Hal seperti ini tampaknya sangat susah untuk diterapkan, karena berimplikasi pada penyediaan perangkat pembelajaran yang lebih memadai, di samping memerlukan dana (budget)

(7)

yang lebih besar. Cara lain yang dapat dilakukan adalah, atas dasar hasil analisis kemampuan awal siswa dimaksud, guru dapat menganalisis tingkat persentase penguasaan materi pembelajaran. Hasil yang mungkin diketahui adalah bahwa pada pokok materi pembelajaran tertentu sebagian besar siswa sudah banyak yang paham dan mengerti, dan pada sebagian pokok materi pembalajaran yang lain sebagian besar siswa belum atau tidak mengerti dan paham.

Rencana strategi pembelajaran yang dapat dilakukan oleh guru terhadap kondisi materi pembelajaran yang sebagian besar siswa sudah mengetahuinya, materi ini bisa dilakukan pembelajaran dalam bentuk ko-kurikuler (siswa diminta untuk menelaah dan membahas di rumah atau dalam kelompok belajar, lalu diminta melaporkan hasil diskusi kelompok dimaksud).

Sedangkan terhadap sebagian besar pokok materi pembelajaran yang tidak dan belum diketahui oleh siswa, pada pokok materi inilah yang akan dibelajarkan secara penuh di dalam kelas.

Sedangkan langkah umum yang dapat dilakukan guru dalam menerapkan teori behaviorisme dalam proses pembelajaran adalah:

(1) Mengidentifikasi tujuan pembelajaran.

(2) Melakukan analisis pembelajaran.

(3) Mengidentifikasi karakteristik dan kemampuan awal pembelajar.

(4) Menentukan indikator-indikator keberhasilan belajar.

(5) Mengembangkan bahan ajar (pokok bahasan, topik, dll).

(6) Mengembangkan strategi pembelajaran (kegiatan, metode, media dan waktu).

(7) Mengamati stimulus yang mungkin dapat diberikan (latihan, tugas, tes dan sejenisnya).

(8) Mengamati dan menganalisis respons pembelajar.

(9) Memberikan penguatan (reinfrocement) baik posistif maupun negatif, serta (10) Merevisi kegiatan pembelajaran (Mukminan, 1997: 27).

B.Implementasi Teori Behavioristik dalam Pembelajaran

Teori behavioristik ini jika dikaikan dengan pembelajaran yaitu bisa diimplementasikan dengan cara Inquiri (Sukmadinata, 2003). Seperti seorang guru memberikan beberapa gambar dan diperlihatkan kepada siswa, kemudian siswa akan menghubungkan gambar-gambar tersebut secara sistematis dalam benaknya. Siswa akan menemukan sebuah cerita baru yang dihasilkan dari menghubungkan gambar. Hal ini dapat mengasah otak siswa untuk berpikir menemukan sesuatu hal yang baru dari sebuah gambar.

(8)

Implementasi teori behaviorisme melalui teori Operant Condotioning difokuskan adanya penguatan baik penguatan postif maupun penguatan negatif. Berdasarkan temuan dari hasil penelitian di atas didapatkan dalam membentuk sikap disiplin ini diperlukan kerja sama antara pihak sekolah dan orang tua.

Langkah awal yang dibentuk sudah sangat bagus dengan membuat kesepakatan tidak dari satu pihak tapi dari beberapa pihak yang melibatkan para warga sekolah. Baik kepala sekolah, para pendidik, staff administrasi (operator sekolah), penjaga sekolah, pelayan sekolah, komite sekolah, peserta didik, serta orang tua peserta didik. Dengan melakukan kesepakatan yang melibatkan banyak pihak, dapat memberikan kontribusi yang besar guna berhasilnya kegiatan pembentukan sikap disiplin pada peserta didik.

Pembentukan disiplin pada peserta didik, dimaksudkan agar kelak para peserta didik dapat mampu mengatur segala kegiatannya sehingga ketika dewasa tidak merasa banyak membuang waktu untuk hal yang tidak berguna. Dan juga untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional yakni menjadikan generasi penerus bangsa yang memiliki karakter yang kuat, mandiri, displin, dan dapat bersaing di dunia Internasional. Pembentukan disiplin ini penting dimulai sejak dini, pihak sekolah sangat konsentrasi dengan program ini, karena selain menginginkan peserta didik yang berkualitas, juga agar kegiatan pembelajaran berjalan dengan kondusif dan nyaman

Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajarmenekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman. Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pembelajaran, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia.

Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau peserta didik.

Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut.

Menurut Kim (1992) behavioris berasumsi bahwa tujuan pembelajaran yang penting dapat ditentukan dan diukur sepenuhnya, dan beberapa behavioris berpendapat bahwa mengajar bertujuan untuk menciptakan instruksi yang baik. Peserta didik diharapkan akan memiliki

(9)

pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid. Demikian halnya dalam pembelajaran, pembelajar dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidikan hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif.

Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata.

Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman. Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pembelajaran, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia.

Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau peserta didik.

Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut.

Menurut Kim (1992) behavioris berasumsi bahwa tujuan pembelajaran yang penting dapat ditentukan dan diukur sepenuhnya, dan beberapa behavioris berpendapat bahwa mengajar bertujuan untuk menciptakan instruksi yang baik. Peserta didik diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid. Demikian halnya dalam pembelajaran, pembelajar dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidikan hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif.

Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata.

Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman. Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pembelajaran, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia.

Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau peserta didik.

Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui

(10)

proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Menurut Kim (1992) behavioris berasumsi bahwa tujuan pembelajaran yang penting dapat ditentukan dan diukur sepenuhnya, dan beberapa behavioris berpendapat bahwa mengajar bertujuan untuk menciptakan instruksi yang baik. Peserta didik diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid. Demikian halnya dalam pembelajaran, pembelajar dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para peserta didiknya. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar peserta didik diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pembelajaran untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis- mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pembelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka. Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka peserta didik atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri peserta didik. Metode penguatan behavioristik sangat efektif dalam menciptakan perilaku positif pada lingkungan belajar. Metode seperti itu secara positif mempengaruhi pembelajaran pada peserta didik (Faryadi, 2007).

Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristic

ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas

“mimetic”, yang menuntut peserta didik untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar. Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut

(11)

jawaban yang benar. Maksudnya bila peserta didik menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa peserta didik telah menyelesaikan tugas belajarnya.

Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran.

Bentuk Pelaksanaan Metode Pembelajaran Behavioristik Penerapan teori belajar Behavioristik dalam pendidikan menurut Irham & Wiyani (2015) terlihat dalam beberapa hal diantaranya:

(1) bahan-bahan pengajaran sudah siap digunakan;

(2) bahan pelajaran tersusun secara hierarkies, dari sederhana ke rumit dan kompleks;

(3) pembelajaran berorientasi hasil yang terukur dan teramati dalam bentuk perilaku yang diinginkan;

(4) pengulangan dan latihan digunakan untuk membentuk kebiasaan;

(5) apabila perilaku yang diinginkan muncul diberi penguatan positif dan yang kurang diinginkan mendapat penguatan negatif. Proses pembelajaran yang berpijak pada teori belajar Behavioristik adalah sebagai berikut:

(1) menentukan tujuan pembelajaran dalam bentuk standart kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) serta indikator ketercapaian;

(2) menentukan materi pelajaran yang akan diberikan;

(3) merinci materi menjadi bagaian-bagaian kecil dalam bentuk pokok bahasan, sub pokok bahasan, dan sebagainya;

(4) memberikan stimulus berupa pertanyaan-pertanyaan, latihan-latihan, dan tugastugas dalam proses pembelajaran;

Adapun Langkah-langkah pelaksanaan teknik yaitu dengan menggunakan metode Inquiri sebagai berikut:

 Tahap Persiapan

Persiapkan ruangan tempat belajar yang nyaman dan variatif sehingga peserta didik tidak merasa tentukan tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran yang akanPerhatikan perbedaan individual dan kelompok 4.Persiapkan alat dan bahan yang akan digunakan yang dapat menunjang motivasi siswa untuk melaksanakan proses belajar

(12)

 Tahap Pelaksanaan

Guru memperlihatkan gambar secara individual atau kelompok, Apabila dilakukan secara kelompok, maka buatlah menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 4-5 orang ..Selama belajar itu berlangsung perhatikan minat, keseriusan, ketekunan, keaktifan, kerja samanya dalam mengamati dan merespons gambar yang diperlihatkan, Teliti kesukaran yang dialami siswa, serta mengadakan variasi belajar sehingga timbul respons yang berbeda untuk peningkatan dan penyempurnaan kecakapan atau keterampilan berbahasa, baik keterampilan berbicara, menulis, menyimak, ataupun keterampilan

 Tahap Penilaian

Selama pembelajaran berlangsung, guru melakukan koreksi dan penilain terhadap psoses pelaksanaan pembelajaran, baik dari kerjasama, keaktifan siswa dalam melaksanakan belajar, serta hasil kerja sama siswa. Berilah reward yang berupa hadiah atau pujian bagi siswa/kelompok yang berprestasi.

Pada teori behavioristik, hal yang penting dalam belajar adalah membuat input yang berupa stimulus dan output yang berupa respons. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respons berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respons tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur, yang dapat diamati hanyalah perubahan yang ditampilkan dalam bentuk Tindakan (Sumadi, S., 2014). Dari empat hukum yang ditawarkan oleh Thorndike semuanya dapat diaplikasikan dalam proses pembelajaran dengan melibatkan siswa untuk mengkonstrusi pikirannya sebagai respons atas stimulus yang diberikan oleh pendidik.

(13)

BAB III

KESIMPULAN

Teori belajar memiliki beberapa fungsi dalam proses pembelajaran, antara lain fungsi pemahaman, fungsi prediktif, fungsi kontrol, dan fungsi rekomendatif. Melalui fungsi rekomendatif, teori behavioristik dapat merekomendasikan pedoman instruksional kepada pendidik, yang berupa stimulus-stimulus yang tepat dalam proses pembelajaran sehingga memunculkan respon peserta didik yang merupakan hasil belajar yang diinginkan.Teori belajar behavioristik menjelaskan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dari beberapa teori belajar behavioristik yang dikembangkan dapat disimpulkan bahwa untuk memunculkan respon yang diharapkan dibutuhkan penguatan (reinforcement).Aplikasi teori belajar behavioristik sangat cocok untuk perolehan kemampaun yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur- unsur seperti: Kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan dan sebagainya sehingga model yang paling cocok adalah Drill dan Practice, contohnya: dimanfaatkan di pendidikan anak usia dini, TK untuk melatih kebiasaan baik, karena anak-anak sangat mudah meniru perilaku yang ada dilingkungannya dan sangat suka dengan pujian dan penghargaan. Sedangkan untuk pendidikan menengah dan pendidikan tinggi teori behavioristik ini banyak digunakan antara lain untuk melatih percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan komputer, berenang, olahraga dan sebagainya.

(14)

Daftar Pustaka

Thorndike, Edward, 1911, Animal Intelligence Diterbitkan, Experimental Studies.

Rahyubi, Heri, 2012, Teori-Teori Belajar dan Aplikasi Pembelajaran Motorik, (Deskriptif dan Tinjauan Kritis), Cet-I, Bandung: Nusa Media.

Sumadi Suriyabrata, 2014, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Muhibbinsyah, 2013, Psikologi Pendidikan, (Pendekatan Baru), Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sujanto, Agus, 2009, Psikologi Umum, Jakarta: Bumi Aksara

Sukmadinata, Nana Syaodih, 2003, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya.

Elvia Baby Shahbana, Fiqh kautsar farizqi, Rachmat Satria,2020, Implementasi teori belajar behavioristik,Malang, Jurnal Serunai Administrasi

Sugi Harni, Indina Tarjiah,2018,Implementasi Teori Behaviorisme dalam membentuk disiplin siswa SDN Cipinang besar utara 04 petang jatinegara Jakarta timur, Jakarta ,Universitas Negeri Jakarta

(15)

Referensi

Dokumen terkait

a) Menentukan kompetensi dasar, indikator dan tujuan pembelajaran untuk dimodifikasi ke bentuk pembelajaran dengan LKS. b) Menentukan ketrampilan proses terhadap kompetensi

“Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang memuat identitas mata pelajaran, standar kompetensi (SK), kompetensi dasar

Menganalisis Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD). Menyiapkan perangkat pembelajaran yang akan diterapkan di kelas sebagai tindakan pada siklus I,

Menganalisis Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD).. Menyiapkan perangkat pembelajaran yang akan diterapkan di kelas sebagai tindakan pada siklus I, yaitu

pelajaran • Memuat identitas mata pelajaran atau tema pelajaran, standar kompetensi (SK), kompetensi dasar (KD), materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator

Materi yang di sampaikan sesuai dengan standar kompetensi ( SK ) dan kompetensi dasar ( KD ), selain itu untuk mempermudah penyampaian materi mahasiswa PPL menggunakan metode

Guru menjelaskan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) kepada peserta didik. Kemudian disampaikan tujuan pembelajaran sesuai dengan kompetensi dasar,

RPP dikembangkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran peserta didik dalam upaya mencapai Kompetensi Dasar (KD). Setiap pendidik pada satuan