• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Paving Block

Paving block adalah suatu komposisi bahan bangunan yang dibuat dari campuran semen portland atau bahan perekat hidrolis sejenisnya, air dan agregat dengan atau tanpa bahan tambahan lainnya yang tidak mengurangi mutu bata beton itu. paving block mulai diperkenalkan di Belanda pada awal tahun 1950 untuk menggantikan perkerasan bata di jalanan. Paving block dikenal juga dengan sebutan bata beton. Pada umumnya, Agregat yang digunakan dalam campuran paving block adalah agregat halus berupa pasir. paving block dapat berwarna seperti warna aslinya atau diberi zat warna pada komposisinya dan digunakan untuk halaman baik di dalam maupun di luar bangunan.

Paving block dibuat dari campuran semi kering dengan rasio air semen kurang dari 0,4. Namun, tidak seperti balok beton pada bangunan, paving block harus dipadatkan secara penuh agar menghasilkan densitas yang lebih tinggi.

Pemadatan dapat dilakukan dengan proses ditekan (pressing) atau digetarkan (vibrating). Proses pembuatan paving block meliputi penempatan beton cair ke dalam cetakan baja. Sebelum diratakan, paving block digetarkan dan ditekan (>10 N/mm2). Paving block langsung dibuka dari cetakan begitu mengering dan dimasukan ke dalam ruang curing dengan kelembaban kurang lebih 80%. Biasanya, paving block diberikan perawatan curing secara jenuh selama satu jam kemudian diberikan perawatan curing di udara terbuka selama 28 hari.

Biasanya paving block dibuat dengan cara manual. Pasir dan semen dicampur untuk bagian utama dalam dua tahap. Pertama pencampuran dilakukan dalam keadaan kering. Setelah itu, campuran ditambahkan air hingga adukan homogen dengan kondisi campuran tidak terlalu basah dan tidak terlalu kering.

Adukan yang sudah tercampur dimasukkan ke dalam cetakan dan ditekan dengan pelat besi bertekanan 100-125 kg/cm2 (Ginting, 2009). Paving block yang dikerjakan dengan mesin dan otomatis (preprogrammed) hasilnya tentu lebih baik,

(2)

5 lebih kuat dan lebih rapat dibandingkan dengan yang manual karena adanya getaran dan pemadatan serta kontinuitas produksi yang terpercaya (Habibi, 2004).

Merujuk pada SNI 03-0691-1996 tentang bata beton adalah suatu komposisi bahan bangunan yang dibuat dari campuran semen portland, air dan agregat dengan atau tanpa bahan lainnya yang tidak mengurangi mutu bata beton. Ditinjau dari SNI 03-0691-1996 tentang blok beton atau paving block, pada table 2.1 syarat mutu paving.

Tabel 2.1 Syarat Mutu Paving

Mutu Kuat Tekan

(MPa)

Ketahanan aus (mm/menit)

Penyerapan air rata-rata maks

Rata-rata Min. Rata-rata Min. (%)

A 40 35 0.090 0.103 3

B 20 17 0.130 0.149 6

C 15 12.5 0.160 0.184 8

D 10 8.5 0.219 0.251 10

Sumber : SNI 03-0691-1996

Adapun klasifikasi mutu paving sesuai klasifikasinya menurut SNI-03- 0691-1996:

1. mutu A : digunakan untuk jalan

2. mutu B : digunakan untuk peralatan parkir 3. mutu C : digunakan untuk pejalan kaki

4. mutu D : digunakan untuk taman dan dan penggunaan lain.

2.2 Material Penyusun Paving

Material penyusun paving block adalah suatu komposisi bahan bangunan yang terbuat dari campuran semen portland atau bahan perekat hidraulis lainnya, air dan agregat dengan atau tanpa bahan tambahan lainnya yang tidak mengurangi mutu. Material penyusun tersebut adalah:

2.2.1 Agregat

Jumlah agregat dalam beton 60-80% dari volume beton (Tjokrodimuljo, 1996). Butiran agregat diameter kecil mengisi ruang antara agregat besar sehingga menjadi satu kesatuan massa beton yang utuh dan kompak.

(3)

6 Tabel 2.2 Batas gradasi agregat halus

Lubang ayakan (mm)

Daerah pasir I

Kasar

II agak kasar

III Agak halus

IV Halus

4.8 90 – 100 90 – 100 90 - 100 95 - 100

2.4 60 – 95 75 – 100 85 - 100 95 - 100

1.2 30 – 70 55 – 90 75 - 100 90 - 100

0.6 15 – 34 35 – 59 60 - 79 80 - 100

0.3 5 – 20 8 – 30 12 - 40 15 - 50

0.15 0 -10 0 – 10 0 – 10 0 -15

Sumber : Tjokrodimuljo, 1996

Menurut tjokodimuljo mengenai mutu dan cara uji agregat syarat agregat halus atau pasir menyatakan bahwa : modulus halus butir 1,5 sampai 3,8, kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 70 mikron (0.074 mm) maksimum 5%, kadar zat organik dalam pasir diketahui dengan mencampur campuran pasir air.

Kadarnya baik jika warna larutan lebih muda daripada warna standar, kekerasan butiran pasir kurang dari 2 kali kekerasan pasir kwarsa.

2.2.2 Air

Air diperlukan sebagai bahan pembentuk beton dan mortar untuk hidrasi semen dan membasahi butiran-butiran agregat agar mempermudah proses pencampuran bahan beton. Air juga dibutuhkan untuk reaksi pengikatan pada beton. Selain itu, air digunakan untuk masa perawatan beton setelah pengecoran.

Beton yang telah jadi akan direndam dalam air atau disiram secara berkala. Proses perawatan tersebut dikenal dengan istilah curing.

Dalam perhitungan campuran beton atau paving block, perbandingan jumlah air dan dan jumlah semen sangat berpengaruh dengan kekuatan dan proses pencampuran beton. Perbandingan tersebut dikenal dengan sebutan water-cement ratio (W/C). Perbandingan tersbeut dinyatakan dalam jumlah berat air (kg) dibagi jumlah berat semen (kg) dalam adukan beton. Semakin sedikit air yang digunakan, semakin besar kekuatan beton tetapi semakin sulit dalam proses pencampuran.

Sedangkan semakin besar air yang digunakan, semakin kecil kekuatan beton tetapi akan semakin mempermudah dalam proses pencampuran.

(4)

7 Kualitas air perlu diperhatikan karena kandungan kotoran yang ada di dalamnya akan mempengaruhi mutu beton dan mengurangi kekuatan beton. Selain dilakukan pemeriksaan visual dalam kejernihannya, perlu dilakukan pemeriksaan mengenai kandungan bahan-bahan perusak seperti asam, alkali, bahan-bahan organik, dan lain-lain. Secara umum, air yang baik digunakan sebagai bahan campuran beton adalah air yang layak diminum, tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa.

2.2.3 Semen Portland

Semen adalah sebuah material dengan properti yang bersifat adesif dan kohesif yang membuatnya dapat mengikat mineral menjadi satu kesatuan. Untuk tujuan kosntruksi, semen digunakan untuk mengikat material yang digunakan seperti batu, pasir, bata, dan lain-lain. Dalam dunia konstruksi, semen yang sering digunakan adalah jenis semen Portland atau biasa disebut Portland Cement (PC).

Nama ini diambil dari suatu daerah di Inggris yang memiliki batuan kapur berwarna sama dengan semen. Semen Portland terdiri dari komposisi utama berupa kapur, silika, alumina dan besi oksida.

Proses pembuatan semen secara garis besar terdiri dari penghancuran bahan baku, mencampur bahan tersebut menjadi satu kesatuan dengan proporsi tertentu dan membakarnya di sebuah tempat pembakaran berputar dengan temperatur sekitar 1400 oC dan bahan-bahan tersebut sebagian menyatu menjadi bola-bola yang disebut klinker. Klinker tersebut didinginkan dan ditumbuk menjadi bubuk halus, dengan ditambahkan gipsum.

Seperti yang disebutkan di atas, semen memiliki komposisi utama berupa kapur, silika, alumina dan besi oksida. Senyawa-senyawa tersebut berinteraksi satu dengan yang lain di dalam tempat pembakaran membentuk sebuah produk yang lebih kompleks, dan, terpisah dari residu kecil dari kapur yang tidak tercampur yang tidak memiliki cukup waktu untuk bereaksi, akibat dari kesetimbangan kimia yang telah tercapai. Namun, kesetimbangan tidak didapat dari proses pendinginan dan tingkat pendinginan dapat mempengaruhi derajat pengkristalan dan keberadaan amorf material pada klinker yang didinginkan. Properti dari amorf material tersebut

(5)

8 sangat berbeda dengan senyawa kristalisasi dari komposisi kimia yang sama secara nominal.

Semen Portland yang diproduksi di Indonesia dibagi menjadi lima jenis, yaitu tipe I, II, III, IV, dan V. Perbedaan dari kelima jenis semen tersebut adalah untuk mencapai tujuan atau target bangunan tertentu. Tipe- tipe semen yang digunakan di Indonesia, adalah sebagai berikut :

a. Semen Tipe I, adalah semen yang paling sering digunakan untuk bangunan dan tidak memerlukan persyaratan-persyaratan tertentu seperti jenis yang lainnya.

b. Semen Tipe II, merupakan modifikasi semen tipe I dengan maksud untuk meningkatkan ketahanan terhadap sulfat dan menghasilkan panas hidrasi yang lebih rendah. Semen jenis ini biasanya digunakan untuk bangunan yang terletak di daerah dengan tanah berkadar sulfat rendah. Semen ini memiliki kandungan C3A yang rendah.

c. Semen Tipe III, adalah semen yang cepat mengeras. Beton yang menggunakan semen tipe ini akan cepat mengeras. Kekuatan yang dicapainya dalam 24 jam setara dengan kekuatan beton dari semen biasa dalam 7 hari. Dan dalam 3 hari kekuatan tekannya akan setara dengan kekuatan tekan beton dengan semen biasa dalam 28 hari. Semen ini memiliki kandungan C3A yang tinggi.

d. Semen tipe IV, merupakan semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan kalor hidrasi rendah. Semen ini memiliki kandungan C3S dan C3A yang rendah.

e. Semen tipe V, biasanya digunakan untuk melindungi terhadap korosi akibat air laut, air danau, air tambang, maupun pengaruh garam sulfat pada air tanah. Semen tipe ini memiliki resistansi terhadap sulfat yang lebih baik dibanding semen tipe II.

2.3 Mix design Paving Block

Mix design paving belum ada ketentuan yang atau standar yang mengatur, maka mix design paving dilakukan dengan cara perbandingan semen dengan agregat untuk mencapai mutu yang diinginkan. Mix design pada penelitian kali ini

(6)

9 menggunakan pendekatan yang telah dilakukan oleh penelitian terdahulu dengan melakukan percobaan pada tiap perbandingan yang terdapat pada penelitian sebelumnya. Pengumpulan sumber jurnal atau tugas akhir ini menggunakan beberapa sumber, yaitu:

Tabel 2.3 Mix Design Pembuatan Paving block dari penelitian sebelumya

No Peneliti Perbandingan

Semen : Agregat

Kuat Tekan (Mpa)

1 Jailali (2017)

1 : 3 1 : 4 1 : 5

18.28 12.56 9.98

2 Sebayang. (2011) 1 : 5 9.10

3 Putri, E. (2019) 1 : 3 20.8

4 Togubu, J. (2019) 1 : 4 13.2

5 Wibowo, A. (2017) 1 : 4 10.019

Pada jurnal penelitian yang dilakukan Jailali (2017) membuat paving block menggunakan perbandingan bahan penyusun paving block dengan perbandingan 1 semen : 3 agregat, 1 semen : 4 agregat dan 1 semen : 5 agregat. Hasil variasi kuat tekan yaitu 18.28 MPa. 12.56 MPa.dan 9.98 MPa. Pada jurnal penelitian yang dilakukan Sebayang. (2011) membuat paving block menggunakan perbandingan bahan penyusun paving block dengan perbandingan 1 semen : 5 agregat. Hasil pengujian kuat tekan yang paling optimum yaitu sebesar 9.10 MPa. Pada jurnal penelitian yang dilakukan Putri (2019) membuat paving block menggunakan perbandingan bahan penyusun paving block dengan perbandingan 1 semen : 3 agregat. Hasil pengujian kuat tekan yang paling optimum yaitu sebesar 20.8 MPa.

Pada jurnal penelitian yang dilakukan Togubu (2019) membuat paving block menggunakan perbandingan bahan penyusun paving block dengan perbandingan 1 semen : 4 agregat. Hasil pengujian kuat tekan yang paling optimum yaitu sebesar 13.2 MPa. Pada jurnal penelitian yang dilakukan Wibowo (2017) membuat paving block menggunakan perbandingan bahan penyusun paving block dengan perbandingan 1 semen : 4 agregat. Hasil pengujian kuat tekan yang paling optimum yaitu sebesar 10.019 MPa.

(7)

10 2.4 Perawatan Benda Uji (Curing)

Perawatan benda uji dilakukan setelah benda uji mencapai final setting, artinya benda uji telah mengeras. Perawatan ini dilakukan agar proses hidrasi selanjutnya tidak mengalami gangguan. Jika hal ini terjadi, benda uji akan mengalami keretakan karena kehilangan air yang begitu cepat. Perawatan dilakukan minimal 7 hari dan benda uji untuk berkekuatan awal tinggi minimal selama 3 hari serta harus dippertahankan dalam kondisi lembab (Fauzi, 2014).

Paving block dibuat dari campuran semi kering dengan rasio air semen <

0,4. Namun, tidak seperti balok beton pada bangunan, paving block harus dipadatkan secara penuh agar menghasilkan densitas yang lebih tinggi. Pemadatan dapat dilakukan dengan proses ditekan (pressing) atau digetarkan (vibrating).

Proses pembuatan paving block meliputi penempatan beton cair ke dalam cetakan baja. paving block langsung dibuka dari cetakan begitu mengering dan dimasukan ke dalam ruang curing dengan kelembaban ≥80%. Biasanya, paving block diberikan perawatan curing di tempat teduh selama satu jam kemudian diberikan perawatan curing di udara terbuka selama 28 hari (Perdana, 2012).

Berdasarkan SNI 2493:2011 menjelaskan bahwa kecuali bila ada persyaratan lain, semua benda uji harus dirawat basah pada temperatur 23oC ± 1,7oC mulai dari waktu pencetakan sampai saat pengujian. Penyimpanan selama 48 jam pertama perawatan harus pada lingkungan bebas getaran. Seperti yang diberlakukan pada perawatan benda uji yang dibuka, perawatan basah berarti bahwa benda uji yang akan diuji harus memiliki air bebas yang dijaga pada seluruh permukaan pada semua waktu. Kondisi ini dipenuhi dengan merendam dalam air jenuh kapur dan dapat dipenuhi dengan penyimpanan dalam ruang jenuh air sesuai dengan AASTHO M 201. Benda uji tidak boleh diletakkan pada air yang mengalir atau air yang menetes. Berdasarkan SNI 2847:2013 perawatan beton harus dirawat pada suhu di atas 10oC dan dalam kondisi lembab sekurang-kurangnya selama 7 hari setelah pengecoran.

Jenis-jenis perawatan benda uji yang dapat dilakukan antara lain (Fauzi, 2014):

(8)

11 a. Perawatan dilakukan di laboratorium ataupun di lapangan. Pekerjaan perawatan dengan pembasahan ini dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:

1. Menaruh benda uji dalam ruangan yang lembab.

2. Menaruh benda uji segar dalam air.

3. Menyelimuti permukaan benda uji dengan air.

4. Menyelimuti permukaan benda uji dengan karung basah.

5. Menyirami seluruh permukaan benda uji.

6. Tempat teduh Mustaqim dkk. (2016) melakukan curing paving block dengan menempatkannya ditempat yang teduh agar menjaga hidrasi agar stabil.

b. Perawatan Dengan Penguapan

Perawatan dengan uap dapat dibagi menjadi dua yaitu perawatan dengan tekanan rendah dan perawatan dengan tekanan tinggi. Perawatan tekanan rendah berlangsung selama 10-12 jam pada suhu 40-55oC, sedangkan perawatan dengan suhu tinggi dilaksanakan selama 10-16 jam pada suhu 65-95oC, dengan suhu akhir 40-55oC. Sebelum perawatan dengan penguapan dilakukan, benda uji harus dipertahankan pada suhu 10-30oC selama beberapa jam. Perawatan dengan penguapan berguna pada daerah yang mempunyai musim dingin. Perawatan ini harus diikuti dengan perawatan pembasahan setelah lebih dari 24 jam, minimal umur 7 hari, agar kekuatan tekan dapat tercapai sesuai dengan rencana pada umur 28 hari.

c. Perawatan dengan membran

Membran yang digunakan untuk perawatan merupakan penghalang fisik untuk menghalangi penguapan air. Bahan yang digunakan harus kering dalam waktu 4 jam (sesuai final setting time), dan membentuk selembar film yang kontinyu, melekat, dan tidak bergabung, tidak beracun, tidak selip, bebas dari lubang-lubang halus dan tidak membahayakan benda uji.

Lembaran plastik atau lembaran lain yang kedap air dapat digunakan dengan sangat efesien. Perawatan dengan menggunakan membran sangat berguna untuk perawatan pada lapusan perkerasan beton (rigid pavement).

Cara ini harus dilaksanakan sesegera mungkin setelah waktu pengikat

(9)

12 beton. Perawatan dengan cara ini dapat juga dilakukan setelah atau sebelum perawatan dengan pembasahan.

2.5 Pengujian Kuat Tekan

Pengujian kuat tekan mengacu pada SNI 03-0691-1996. Prosedur pengujian melalui tahapan sebagai berikut:

1. Benda uji diletakkan sentris pada mesin tekan;

2. Mesin tekan dijalankan antara 2 sampai 4 kg/cm2 per detik;

3. Pembebanan dilakukan sampai benda uji hancur;

4. Beban maksimum yang terjadi selama pemeriksaan benda uji dicatat;

5. Kuat tekan beton dihitung dari besarnya beban per satuan luas.

Perhitungan kuat tekan menggunakan rumus berikut:

A

f'cP 2.1

Dimana:

f' c : Kuat tekan beton (MPa);

A : Luas penampang benda uji (mm2);

P : Beban tekan (N).

2.6 Penelitian Sebelumnya

Telah dilakukan penelitian tentang paving block serta pengaruhnya terhadap beda ukuran dan bentuk, dll. Berikut merupakan hasil dari penelitian terdahulu dapat dilihat pada Tabel 2. 4.

Table 2.4 Penelitian Sebelumnya

No Peneliti Hasil

1 Zabihi (2018) Judul : Compressive Strength Conversion Factors of Concrete as Affected by Specimen Shape and Size Penelitian ini digunakan sebagai gagasan pada penelitian yang dilakukan penulis karena pada

(10)

13

No Peneliti Hasil

penelitian ini bertentangan dengan penelitian No.3 dimana peningkatan ukuran benda uji menyatakan penurunan kuat tekannya, berbanding terbalik terhadap penelitian No. 3 dimana peningkatan ukuran benda uji menambah kuat tekan dari benda uji.

2 Putra (2012) Judul : Pengaruh Variasi Bentuk paving block Terhadap Kuat Tekan

Penelitian ini digunakan sebagai gagasan pada penelitian yang dilakukan penulis karena ada penelitian ini peneliti menguji kuat tekan paving utuh dan paving kubus yang dipotong dari paving utuh.

3 Vila, P. (2017) Judul : Compressive strength in concrete paving blocks.

Results leading to validate the test in half-unit specimens

Penelitian ini digunakan sebagai gagasan pada penelitian yang dilakukan penulis karena pada penelitian ini peneliti menguji kuat tekan dan efek faktor koreksi paving utuh dan paving kubus yang dipotong dari paving utuh

4 Oscen, dkk.

(2014)

Judul : Pengaruh Dimensi benda uji terhadap kuat tekan beton

Penelitian ini digunakan sebagai gagasan pada penelitian yang dilakukan penulis karena peneliti menguji tentang pengaruh terhadap kuat tekan dan efeknya pada faktor koreksi dengan benda uji kubus dan benda uji dimana nilai H adalah 2x B.

(11)

14

Penelitian

Penelitian

Gambar 2.1 Fishbone diagram

Telah banyak dilakukan penelitian terdahulu mengenai paving block. Perbedaan penelitian kali ini dengan penelitian sebelumnya adalah :

1. Pada penelitian no 1 peneliti meneliti pengujian tekan terhadap spesimen beton dengan bentuk kubus dan persegi anjang dengan tinggi 2x kubus serta pengaruh kelangsingan terhadap kuat uji tekan benda uji, sedangkan pada penelitian ini peneliti menggunakan benda uji dengan ukuran 5cm x 5cm x 5cm dengan benda uji 2 kali tinggi kubus dengan ukuran 5cm x 5cm x 10cm, pada penelitian ini penulis meneliti hubungan tersebut dengan menggunakan paving.

2. Pada penelitian no 2 peneliti meneliti pengujian kuat tekan terhadap spesimen Paving dengan bentuk kubus dan benda uji paving ukuran utuh dengan benda uji masing-masing variasi bentuk paving 1 20cm x 10cm x 8cm terhadap 8cm x 8cm x 8cm dan benda uji 2 heksagon 10 cm x 8 cm ketebalan terhadap benda uji 2 8cm x 8cm x 8cm. Pada penelitian ini peneliti menguji bentuk varian paving dengan ukuran 20cm x 10cm x 7cm dan 7cm x 7cm x 7cm.

1.Zabihi (2018)

2. Putra (2012) 3. Vila (2017)

4. Oscen, dkk. (2014)

Beda Ukuran Kubus

Paving Block Utuh dan Kubus

Paving Block Utuh dan Kubus

2 x h benda uji

(12)

15 3. Pada penelitian no 3 peneliti meneliti pengujian kuat tekan terhadap spesimen Paving dengan bentuk kubus dan benda uji paving ukuran utuh dengan benda uji masing-masing variasi bentuk paving 22cm x 11cm x 11cm terhadap 11cm x 11cm x 11cm. Pada penelitian ini peneliti menguji bentuk varian paving dengan ukuran 20cm x 10cm x 7cm dan 7cm x 7cm x 7cm.

4. Pada penelitian no 4 peneliti meneliti variasi bentuk spesimen beton yang berbeda. Pada penelitian ini penulis meneliti effect bantuk beton yang berbeda yaitu kubus, serta spesimen dengan tinggi 2x tinggi variasi kubus dengan ukuran 10cm x 10cm x 10cm, 12.5cm x 12.5cm x 12.5cm dan 15cm x 15cm x 15cm untuk kubus dan 10cm x 20cm, 12.5cm x 25cm dan 15cm x 30cm. sedangkan pada penelitian ini peneliti meneliti kuat tekan benda uji dengan beda ukuran kubus yang diuji dengan ukuran 7cm x 7cm x 7cm dan 5cm x 5cm x 5cm dengan benda uji 2 kali tinggi kubus dengan ukuran 5cm x 5cm x 10cm, pada penelitian ini penulis meneliti hubungan tersebut dengan menggunakan paving.

Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya, karena penelitian ini meneliti tentang pengaruh variasi baik bentuk maupun ukuran pada benda uji yang diuji.

Penelitian sebelumnya belum meneliti pengaruh variasi bentuk dan ukuran dengan menggunakan variasi bentuk dan ukuran yang dilakukan pada penelitian ini, sehingga penulis memutuskan untuk melakukan penelitian ini dengan menggunakan variasi bentuk dan ukuran yang sudah ditetapkan pada paving block.

Referensi

Dokumen terkait

7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab 2 tinjauan pustaka akan dijelaskan mengenai keterkaitan beberapa referensi meliputi: Komposit, Penguat, Matriks, Rule of mixture, Modulus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Energi aliran Jumlah energi dari setiap aliran yang melalui suatu penampang saluran dinyatakan sebagai jumlah tinggi air yang setara dengan jumlah dari