Fasilitas (facilities) adalah “ketersediaan” fasilitas pendukung pariwisata seperti “akomodasi”, restoran, “hiburan”, transportasi lokal. Promosi pariwisata merupakan kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh suatu organisasi penyelenggara pariwisata untuk mempengaruhi pengambilan keputusan dalam pembelian suatu produk atau jasa wisata yang ditawarkan suatu objek wisata (Sunaryo, 2013). Wisata Kebugaran-Kesehatan dan Kesehatan, yaitu wisata yang daya tariknya berupa fasilitas kegiatan olah raga dan pemeliharaan kesehatan.
Wisata petualangan, wisata yang terletak di alam dan menawarkan berbagai kegiatan wisata yang menantang atau penuh petualangan. Jenis wisata yang dikaji dalam penelitian ini adalah Nature Tourism atau wisata alam yang fokus pada ekowisata. Berdasarkan SNI tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Permukiman Di Kawasan Perkotaan dan Petunjuk Teknis Prasarana Jalan Permukiman (Jaringan Jalan dan Sistem Geometrik, Direktorat Jenderal Cipta Karya (1998), standar jaringan jalan lokal adalah lebar jalan minimal 5 m, maka lebar jalan minimal 4 m, terdiri dari damija, damaja, dawasja, bahu jalan dan trotoar.
Yang dimaksud dengan “jaringan telekomunikasi” adalah “jaringan yang berfungsi mengirimkan atau menyampaikan informasi dari suatu tempat ke tempat lain (Hardianti Deliana Putri, dkk. 2017). Akomodasi adalah “tempat dimana wisatawan dapat beristirahat, bermalam, mandi, makan, minum dan menikmati jasa yang ditawarkan (Setzer Munavist, 2009). International Ecotourism Society atau TIES (The International Ecotourism Society) Ekowisata adalah perjalanan menuju suatu objek wisata alam yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dengan melakukan pelestarian lingkungan dan juga bertanggung jawab untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal (TIES, 2000).
Dari pengertian tersebut ekowisata dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu: pertama, ekowisata sebagai produk; kedua, yaitu ekowisata sebagai “pasar”; dan yang ketiga yaitu ekowisata sebagai pendekatan pembangunan. “Ekowisata sebagai suatu produk adalah segala atraksi yang berbasis pada sumber daya alam.
Komponen”Ekowisata
Ketersediaan Prasarana Wisata Ketersediaan prasarana di suatu kawasan hendaknya dijadikan faktor pembangunan daerah, karena tidak semua kawasan wisata difasilitasi dengan infrastruktur yang memadai. C.
Pedoman Pengembangan Ekowisata
Paratisipasi Masyarakat .1 Pengertian Partisipasi
Bentuk Partisipasi Masyarkat
Pada tingkat ini masyarakat mempunyai kekuasaan untuk mengatur program atau lembaga yang berkaitan dengan kepentingannya. Upaya bersama warga ini terkait langsung dengan sumber pendanaan untuk mendapatkan bantuan tanpa melalui pihak ketiga. Kekuasaan yang didelegasikan, pada tingkat ini masyarakat diberikan wewenang untuk mengambil keputusan mengenai rencana tertentu.
Untuk menyelesaikan permasalahan, pemerintah harus melakukan negosiasi dengan masyarakat tanpa adanya tekanan dari atas, sehingga memungkinkan masyarakat memiliki tingkat kontrol terhadap keputusan pemerintah. Penempatan, pemegang kekuasaan (pemerintah) harus menunjuk sejumlah orang dari kalangan masyarakat yang terkena dampak untuk menjadi anggota suatu badan publik, di mana mereka mempunyai akses terhadap proses pengambilan keputusan. Dalam konsultasi, masyarakat tidak hanya diberi informasi, namun juga diajak untuk menyampaikan pendapat, meskipun tidak ada jaminan bahwa pendapat yang dikemukakan akan diperhitungkan dalam pengambilan keputusan.
Pemegang informasi hanya memberikan informasi kepada masyarakat mengenai usulan kegiatan, masyarakat tidak mempunyai kewenangan untuk mempengaruhi hasilnya. Informasi mungkin mencakup hak, tanggung jawab dan pilihan, namun tidak ada umpan balik atau kekuatan untuk bernegosiasi dari masyarakat. Informasi diberikan pada tahap akhir perencanaan dan masyarakat mempunyai sedikit kesempatan untuk mempengaruhi rencana yang telah disusun.
Meski terlibat dalam kegiatan, namun tujuannya lebih untuk mengubah mentalitas masyarakat dibandingkan mendapatkan data dari masyarakat itu sendiri. Kegiatan memanipulasi informasi untuk mendapatkan dukungan publik dan menjanjikan kondisi yang lebih baik meski tidak akan pernah terjadi. Sesuai dengan penjelasan mengenai 8 tingkat partisipasi, Sigit mengutip pernyataan Arnstein mengenai tipologi di atas yang terbagi dalam 3 kelompok besar yaitu tanpa partisipasi (non-partisipasi), yang meliputi: manipulasi dan terapi, partisipasi masyarakat dalam bentuk sekadar menerima ketentuan tertentu (derajat tokenisme), termasuk informasi, konsultasi dan pengambilan keputusan, partisipasi masyarakat dalam bentuk kekuasaan (derajat kekuasaan warga), termasuk kemitraan, delegasi kekuasaan, dan kekuasaan warga.
Tingkat ketiga, keempat, dan kelima adalah tingkat tokenisme, yaitu tingkat partisipasi dimana masyarakat didengarkan dan diperbolehkan mengutarakan pendapatnya, namun mereka tidak boleh mendapat kesempatan untuk mendapat jaminan bahwa pandangannya akan dipertimbangkan oleh pengambil keputusan. Masyarakat pada tingkat ini mempengaruhi proses pengambilan keputusan dengan menjalin kemitraan dengan kemampuan bernegosiasi dengan pengusaha, atau pada tingkat yang lebih tinggi dengan mendelegasikan kekuasaan dan kendali warga. Pada level 7 dan 8, masyarakat (non-elit) mempunyai suara terbanyak dalam proses pengambilan keputusan dan bahkan kemungkinan besar mempunyai kewenangan penuh untuk mengelola suatu objek kebijakan.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat
Menurut Slamet (1994), faktor internal yang mempengaruhi partisipasi masyarakat adalah jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan dan mata pencaharian.
Hutan Mangrove
Pengertian Hutan Mangrove
Fungsi Hutan Mangrove
Pelestarian Hutan Mangroveo
Rehabilitasi ekosistem mangrove Rehabilitasi hutan mangrove melalui penanaman kembali ekosistem mangrove yang rusak telah menjadi program nasional yang didukung oleh masyarakat internasional. Penanaman mangrove juga dilakukan oleh semua kalangan, mulai dari anak-anak, remaja, dewasa hingga orang tua. 24/PERMEN-KP/2016 tentang Tata Cara Rehabilitasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Bagian Ketiga Pasal 15, rehabilitasi mangrove dilakukan dengan cara: o.
Penanaman, penanaman benih mangrove yang berasal dari biji dan/atau benih alami yang terdiri dari buah dan perbanyakan. Penciptaan habitat buatan dilakukan dengan menempatkan substrat tanah pada pantai sehingga mengandung lumpur dan/atau lumpur berpasir. Menciptakan habitat buatan dengan menyediakan substrat tanah di pantai yang mengandung lumpur dan/atau lumpur berpasir.
Penelitian Terdahulu
Untuk mengetahui faktor-faktor pengembangan ekowisata di Pantai Pathok Gebang dan Pantai Ujung Pakis di Desa Jengglungharjo. Hasil akhir yang diperoleh adalah faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan pantai Pathok “Gebang” dan “Ujung Pakis”. Hasil penelitian Dimas Pandjisetya Wiyandhita dan Arwi Yudhi Koswara (2017) dengan judul “Faktor-Faktor Pengembangan Ekowisata di Pantai Pathok Gebang dan Pantai Ujung Pakis di Desa Jengglungharjo” membahas tentang faktor-faktor penentu pengembangan ekowisata di Pantai Pathok Gebang dan Desa Ujunglung Pakis di Jengg.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi adalah faktor lingkungan, sosial budaya, pendidikan, ekonomi, kelembagaan, keselamatan dan fasilitas. Penelitian ini memiliki kesamaan yaitu sama-sama bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor pengembangan ekowisata. Dalam penelitian ini tujuan penelitian hanya untuk mengetahui faktor-faktor pengembangan ekowisata di pantai Pathok Gebang dan Ujung Pakis di desa Jegglungharjo, sedangkan tujuan akhir dari penelitian ini adalah untuk membentuk arah pengembangan ekowisata.
Selain itu pada penelitian ini metode analisis yang digunakan adalah Delphi sedangkan pada penelitian ini digunakan analisis AHP. Hasil penelitian Heru Widodo, dkk (2019) dengan judul “Arah Pengembangan Kawasan Ekowisata Mangrove Pantai Tanjung Pasir Kabupaten Tangerang” membahas mengenai daya dukung lingkungan, potensi dan permasalahan mangrove, daya tarik wisata dan juga aksesibilitas. Persamaan penelitian ini dengan penelitian ini terletak pada tujuannya yaitu perumusan arah pengembangan ekowisata dan lokasi penelitian yang dimiliki hutan mangrove.
Bedanya, pada penelitian ini perumusan arah pengembangan ekowisata dilakukan dengan menggunakan analisis daya dukung lingkungan, analisis permintaan dan penawaran, analisis bencana, dan analisis SWOT. Hasil penelitian Tatag Muttaqin, dkk (2011) yang berjudul “Studi Potensi dan Strategi Pengembangan Ekowisata di Cagar Alam Pulau Sempu Kabupaten Malang Provinsi Jawa Timur” membahas tentang kondisi dan potensi Cagar Alam Pulau Sempu , yang selanjutnya akan dikembangkan strategi pengembangan ekowisata. Hasil penelitian ini memberikan arahan strategi pengembangan ekowisata berupa evaluasi fungsi dan status kawasan, bangunan.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian ini adalah bertujuan untuk merumuskan arah pengembangan ekowisata dan metode yang digunakan adalah AHP.
Sintesa Tinjauan Pustaka