• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Terkait dengan tinjauan penelitian terdahulu ada beberapa hasil penelitian yang relevan dengan fokus penelitian tentang prograstisani akademik berdasarkan perspektif psikologi kognitif mahasiswa adalah sebagai berikut:

Skripsi Shela Isna Sahara“Prokrastinasi Akademik Mahasiswa Program Studi Bki Fakultas Dakwah Dan Komunikasi Uin Sunan Kalijaga Yogyakarta Angkatan 2012 Dalam Menulis Skripsi” Program Studi Bimbingan Dan Konseling Islam Fakultas Dakwah Dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dalam penelitian ini peneliti menfokuskan pada Prokrastinasi Akademik Mahasiswa dalam penulisan Skripsi. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan dengan pendekatan metode kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor- faktor mahasiswa Bimbingan dan Konseling Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga angkatan 2012 melakukan prokrastinasi akademik adalah adanya faktor internal dan faktor eksternal. Sedangkan langkah-langkah yang dilakukan adalah dengan menghilangkan pengalih perhatian, melakukan tugas itu sendiri, mematok tujuan, menjadi sadar ganjaran, dan mempelajari kecakapan introspeksi.1 Perbedaan dari skripsi tersebut terletak pada penulisan skripsi dan perspektifnya.

Persamaan dari skripsi tersebut terletak pada penelitian terkait tentang prokrastinasi akademik dan sama-sama menggunakan metode penelitian kulitatif.

1Shela Isna Sahara “Prokrastinasi Akademik Mahasiswa Program Studi Bki Fakultas Dakwah Dan Komunikasi Uin Sunan Kalijaga Yogyakarta Angkatan 2012 Dalam Menulis Skripsi”, (Skripsi Sarjana; Program Studi Bimbingan Dan Konseling Islam Fakultas Dakwah Dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta 2017).

(2)

Skripsi Rachman Ulimas Almira“Tipologi Prokrastinasi Akademik dalam Menyusun Skripsi”program studi Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dalam penelitian tersebut peneliti menfokuskan pada tipologi prokrastinasi akademik dalam penyusunan skripsi. Metode penelitiannya menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian ditemukan tipologi prokrastinasi akademik, faktor yang terjadinya prokrastinasi pada mahasiswa yaitu keputusan secara sadar untuk menunda sehingga melakukan aktifitas diluar perkuliahan, ketertarikan akan dunia sosial, kurangnya management diri, kurang komunikasi dengan dosen pembimbing skripsi dan tidak menemukan solusi akan hambatan yang didapat dalam pengerjaan skripsi.Serta ditemukannya dampak akibat prokrastinasi yang dilakukan yaitu tertundanya skripsi sehingga tidak kunjung selesainya skripsi yang dikerjakan. Kurangnya SKS untuk memenuhi persyaratan bebas teori, mencari motivasi dari orang lainserta munculnya berbagai emosi terkait dengan penundaan.

Perbedaannya terdapat pada subyek dan tujuan dari penelitian yang dilakukan oleh Rachma, subyek yang akan diteliti adalah mahasiswa BKI UIN Sunan Kalijaga angkatan 2012, dan tujuan dari penelitian yaitu untuk mengetahui factor-faktor yang memengaruhi terjadinya prokrastinasi akademik dan langkah-langkah mahasiswa BKI angkatan 2012 dalam menghentikan prokrastinasi.2 Perbadaan pada skripsi tersebut terletak pada objek tipologi prokrastinasi akademik dalam menyusun skripsi dan teori yang digunakan dalam penelitian tersebut. Persamaan dari skripsi tersebut terletak pada penelitian terkait tentang prokrastinasi akademik dan sama-sama menggunakan metode penelitian kualitatif.

2Rachma Ulimaz Almira, “Tipologi Prokrastinasi Akademik dalam Menyusun Skripsi”, (Skripsi Strata Satu; Program Studi Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Tahun 2014).

(3)

Skripsi Saifullah “Hubungan antara Dukungan Sosial Orang Tua dengan Prokrastinasi Akademik Mahasiswa Prodi Studi Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta”, Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Sampel yang digunakan adalah mahasiswa Program Studi Psikologi UIN Sunan Kalijaga angkatan 2008, 2009, 2010. Jumlah sampel 60 orang Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif. Hasil penelitian tidak di generalisirkan terhadap seluruh populasi penelitian yaitu mahasiswa Prodi Psikologi karena uji normalitas tidak terpenuhi. Hasil ini hanya bisa dikenakan pada subyek penelitian. Dari aspek dukungan orang tua hanya dukungan emosional yang mempengaruhi prokrastinasi akademik mahasiswa. Hal tersebut menjelaskan betapa pentingnya dukungan emosional dibandingkan dengan dukungan yang lain bagi mahasiswa.3 Perbedaanya dengan yang penulis teliti adalah dari segi subyek hubungan dan metode penelitian, subyek yang akan diteliti adalah mahasiswa angkatan 2012 Jurusan Bimbingan & Konseling UIN Sunan Kalijaga dengan menggunakan metode penelitian kuantitatif. Persamaan dari skripsi tersebut terletak pada penelitian terkait tentang prokrastinasi akademik.

2.2 Tinjauan Teoretis 2.2.1 Prokrastinasi

Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa latin procrastinare. Kata tersebut berarti menunda hingga esok hari. Istilah ini tersusun dari istilah pro dan crastinus.

Kata pro berarti “bergerak maju” sedangkan crastinus berarti “menjadi esok hari”.

3Saifullah “Hubungan antara Dukungan Sosial Orang Tua dengan Prokrastinasi Akademik Mahasiswa Prodi Studi Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta”, (Skripsi Strata Satu; Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Tahun 2013).

(4)

Mencari definisi prokrastinasi merupakan tugas yang sulit. Hal ini disebabkan belum tercapainya konsensus tunggal terhadap definisi prokrastinasi.

1 Pengertian Prokrastinasi

Secara umum didefinisikan bahwa prokrastinasi adalah kecenderungan perilaku untuk memulai sesuatu dengan lambat dan membawa konsekuensi yang buruk bagi “ penderita ” pelaku prokrastinasi tidak dapat menyelesaikan tugas- tugasnya. Hal ini disebabkan seseorang tersebut tidak memiliki waktu yang cukup yang sesuai dengan kapasitas kemampuan dirinya. Prokrastinasi menurut Solomon dan Rothblum adalah penundaan mulai pengerjaan maupun penyelesaian tugas yang disengaja. Dari definisi tersebut dapat dilihat bahwa perilaku prokrastinasi adalah perilaku yang disengaja. Maksudnya faktor-faktor yang menunda pengerjaan atau penyelesaian tugas berasal dari putusan dirinya sendiri.4

2 Aspek-aspek Prokrastinasi:

2.1 Aspek perceived time dimaksud dengan aspek ini adalah seseorang dengan kecenderungan prokrastinasi adalah orang-orang yang gagal menepati deadline.

Mereka berorientasi pada “masa sekarang” dan tidak mempertimbangkan “masa mendatang.” Hal ini mengakibatkan individu tersebut menjadi seseorang yang tidak tepat waktu karena gagal memprediksikan waktu yang dibutuhkan untuk mengerjakan tugas.

2.2 Aspek intention-action gap prokrastinasi ini adalah celah antara keinginan dan perilaku atau. Perbedaan antara keinginan dengan perilaku senyatanya ini terwujud dalam kegagalan mahasiswa mengerjakan tugas akademik walau

4Edwin Adrianta Surijah dan Sia Tjundjing “Prokrastinasi Akademik dan Conscientiousness“

(Fakultas Psikologi, Universitas Surabaya) h. 356. (diakses 06 Desember 2019).

(5)

sesungguhnya mahasiswa tersebut sangat menginginkan untuk mengerjakannya.

Namun, ketika tenggat waktu semakin dekat, besar celah antara keinginan dan perilaku semakin kecil. Pelaku prokrastinasi yang semula menunda pengerjaan tugas sebaliknya dapat mengerjakan hal-hal lebih dari yang ditargetkan semula.

2.3 Aspek Emotional distress merupakan aspek ketiga dari prokrastinasi Emotional distress ini tampak dari perasaan cemas saat melakukan prokrastinasi. Perilaku menunda-nunda haruslah membawa perasaan tidak nyaman. Konsekuensi negatif yang ditimbulkan memicu kecemasan dalam diri pelaku prokrastinasi.

2.4 Aspek perceived ability atau keyakinan terhadap kemampuan diri. Walaupun prokrastinasi tidak berhubungan dengan kemampuan seseorang, keragu-raguan terhadap kemampuan dirinya akan menyebabkan seseorang melakukan prokrastinasi. Hal ini ditambah dengan rasa takut akan gagal menyebabkan seseorang menyalahkan dirinya sebagai yang “tidak mampu.” Untuk menghindari munculnya dua perasaan tersebut maka seseorang dapat menghindari tugastugas kuliah karena takut akan pengalaman kegagalan.5

3 Jenis-jenis Prokrastinasi

Ferrari, dkk., membagi prokrastinasi menjadi dua, yaitu : 3.1 Fungsional Procrastinasion

Yaitu penundaan mengerjakan tugas yang bertujuan untuk memperoleh informasi yang lebih lengkap dan akurat.

5Edwin Adrianta Surijah dan Sia Tjundjing “Prokrastinasi Akademik dan Conscientiousness“

h. 357 (diakses 06 Desember 2019).

(6)

3.2 Disfungsional Procrastinasion

Yaitu penundaan yang tidak bertujuan sehingga mengakibatkan jelek menimbulkan masalah.Ada dua bentuk prokrastinasi yang disfungsional berdasarkan tujuan mereka melakukan penundaaan, yaitu desicional procrastinationdan avoidance procrastination.

Desicional procrastination adalah suatu penundaan dalam mengambil keputusan. Bentuk prokrastinasi ini merupakan suatu anteseden kognitif dalam menunda untuk memulai melakukan suatu kerja pada kondisi yang dipersepsikan penuh stres.Prokrastinasi dilakukan sebagai suatu bentuk coping yang digunakan untuk menyesuaikan diri dalam pembuatan keputusan pada situasi-situasi yang persepsikan penuh stress.Jenis prokrastinasi ini terjadi akibat kegagalan dalam mengidentifikasikan tugas, yang kemudian menimbulkan konflik dalam diri individu, sehingga akhirnya seorang menunda untuk memutuskan masalah. Desicional procrastinationini berhubungan dengan kelupaan, kegagalan proses kognitif, tetapi tidak berkaitan dengan kurangnya tingkat inteligensi seseorang.

Sementara itu, pada avoidance procrastination adalah suatu penundaan dalam perilaku tampak. Penundaan ini dilakukan sebagai suatu cara untuk menghindari tugas yang dirasa tidak menyenangkan dan sulit untuk dilakukan. Prokrastinasi dilakukan untuk menghindari kegagalan dalam menyelesaikan pekerjaan yang akan mendatang.6

Jadi, pada kesimpulan bahwa jenis prokrastinasi ada dua yaitu yang pertama Functional Procrastination yaitu penundaan mengerjakan tugas yang bertujuan untuk

6Ferrari Dkk, A Brief History Of Procrastination, (Jurnal Of Psychology, 1995). (diakses 20 Februari 20120).

(7)

memperoleh informasi yang lebih lengkap dan akurat kedua Disfuntional procrastination yaitu penundaan yang tidak bertujuan sehingga mengakibatkan jelek dan menimbulkan masalah.

2.2.2 Psikologi Kognitif

Dalam kehidupan sehari-hari kita sering menemukan istilah jiwa, nyawa, ruh, dan berbagai kata lain yang senada. Jauh sebelumnya istilah itu juga telah begitu lekat dalam kosakata bahasa yang digunakan dalam ragam budaya yang berbeda.

Peruntukan istilah tersebut merujuk pada bentuk halus dalam diri manusia yang tidak terlihat dan hanya dapat dirasakan. Bentukan halus yang tidak tampak itu menimbulkan kesulitan sendiri dalam memberikan pengertian yang tepat. Secara epistimologis, psikologi diambil dari bahasa Yunani Psyche yang berarti jiwa (soul, mind) dan logos yang berarti ilmu pengetahuan. Dengan demikian, psikologi berarti ilmu mempelajari tentang jiwa. Namun demikian kata “jiwa” bukanlah kata yang mudah dipahami begitu saja, sebab jiwa memiliki arti yang beragam dan masih sangat kabur. Dalam kehidupan sehari-hari saat kita juga sering mempertanyakan “Apa itu jiwa?”, namun tak seorang pun yang dapat menjelaskan makna jiwa dengan sangat tepat.7

1 Pengertian Psikologi Kogntitif

Psikologi kognitif didefinisikan sebagai studi tentang kognisi, proses-proses mental yang mendasari prilaku manusia yang meliputi berbagai subdisiplin termasuk memori, belajar, persepri dan penyelesaian masalah.8Istilah kognitif (cognitive)

7Abdul Rahman “Psikologi suatu Pengantar dalam Perspektif Islam” ( Kencana Prenada Media Group,Rawamangaun 2004). h. 1.

8Jonathan Ling dan Jonathan Catling “Psychology Express Cognitive Psychology” Penerjemah.

Noormalasari Fajar Widur.” Psikologi Kognitif”. (Pernerbit Erlangga 2012). h. 2.

(8)

berasal dari kata cognition atau knowing berarti konsep luas dan inklusi yang mengacu pada kegiatan mental yang tampak dalam pemerolehan, organisasi/penataan dan penggunaan pengetahuan.9. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kognitif berartiberhubungan denganatau melibatkan kognisi. Kognisi berasal dari bahasa Inggris, cognition, yang berarti kesadaran, pengertian, pengamatan. Jean Piaget menyatakan bahwa istilah kognitif adalah istilah yang mengacu pada proses-proses mental dimana manusia dapat memperoleh pengetahuan10

Jika psikologi kognitif dikonotasikan dengan kognisi, psikologi kognitif berarti cabang psikologi yang mempelajari proses-proses mental atau aktifitas pikiran manusia. Psikologi Kognitif sebagai kognisi juga dapat diartikan sebagai suatu studi ilmiah mengenai proses-proses mental atau aktifitas pikiran, sehingga psikologi kognitif sering juga disebut dengan psikologi pemrosesan informasi.Psikologi kognitif sebagai pendekatan kognitif (cognitive approach) diartikan sebagai pendekatan fenomena psikologis manusia dengan menekankan pada peran-peran persepsi, pengetahuan, ingatan dan proses-proses berpikir bagi perilaku manusia.

Pada makalah ini, istilah psikologi kognitif yang akan digunakan adalah konotasi kedua, yakni psikologi kognitif sebagai pendekatan kognitif (cognitive approach).11 2 Neuropsikologi kognitif

Neuropsikologi kognitif memiliki dampak signifikan pada pemahaman kita tentang berbagai proses otak serta bangun fungsional kognisi. Pendekatan

9Ulfiani Rahman, “ Karakter Perkembangan Anak Usia Dini”, Vol. 12 No. 1 Juni 2009. h. 51

10Jean Piaget, “Antara Tindakan Dan Pikiran”, disunting oleh Agus Cremers, (Jakarta:

Gramedia, 1988), h. 76

11Laily Nur Arifa, “Psikologi Kognitif (Cognitive Approach) Pada PAI(Penerapan Teori Perkembangan Kognitif Piaget dalam Pembelajaran PAI).

(9)

neuropsikologi kognitif adalah metode noneksperimental berdasarkan gagasan bahwa salah satu cara terbaik untuk memahami cara kerja suatu sistem adalah dengan mengamati apa yang terjadi ketika sistem itu berjalan salah. Dengan mencatat kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam sistem maka dapat dikembangkan suatu gambaran tentang bagaimana komponen-komponennya diorganisasikan dan cara kerjanya. Pada awalnya pendekatan ini hampir seluruhnya bergantung pada data dari para pasien cedera otak, meski demikian perkembangan teknik-teknik pencitraan lanjut memungkinkan data dari para peserta tanpa cedera otak guna mengembangkan teori-teori tentang fungsi otak.

2.1 Prinsip-prinsip yang mendasari neuropsikologi kognitif 2.1.1 Fokus pada simtom dan asumsi universalitas

Penelitian neuropsikologis kognitif mempelajari simtom-simtom dan bukan sindrom-sidrom. Ini karena dalam kondisi yang bahkan tampaknya merupakan gangguan yang telah diketahui dengan baik kerap terdapat perbedaaan-perbedaan nyata antara para individu yang menerima diagnosis sama contohnya beberapa orang yang menderita disleksia memiliki kesulitan membaca nonkata, sedangkan penderita lainnya tidak demikian. Sebagaimana akan kita lihat dibawah ini pada kasus pasien HM, para neuropsikolog kognitif menggunakan pendekatan studi kasus tunggal ketimbang studi kelompok, mengingat banyaknya perbedaan potensial antar individu dalam hal sejauh mana kerusakan otak yang terjadi dan jenis kerusakannya, fokus pada kelompok dapat berarti bahwa perbedaan-perbedaan yang menarik dirata- ratakan di antara para peserta dan karenanya terlewatkan oleh para peneliti.

(10)

2.1.2 Asumsi universalitas

Jika setiap pasien berbeda, bagaimana kita dapat menarik kesimpulan yang dapat digeneralisasi tentang pemprosesan kognitif? Ini membutuhkan “asumsi universalitas” yaitu asumsi bahwa tidak terdapat perbedaan dalam pemprosesan kognitif atau proses-proses terkait di antara para individu sebelum terjadi cedera otak.

Oleh karena itu, setiap perbedaan di antara pasien diperkirakan disebabkan oleh kerusakan otak mereka.12

2.1.3 Subtraktivitas

Subtraktivitas adalah gagasan bahwa kerusakan otak menghapus modul.

Modul, atau koneksi di antara modul-modul tersebut, namun tidak dapat menambahkan modul-modul atau koneksi baru. Pengorganisasian modul-modul yaang tersisa juga diasumsikan tetap sama. Asumsi ini merupakan kaidah umum yang baik, namun penelitian tentang kekenyalan otak menunjukkan bahwa otak memang memiliki suatu kemampuan untuk membangun kembali modul-modul atau membuat koneksi-koneksi baru atau memperbaiki koneksi-koneksi lama.

2.1.4 Isomorfisme

Isomorfisme sama dengan frenologi – gagasan bahwa terdapat suatu hubungan antara struktur otak dan pikiran. Pandangan ini secara umum dianggap benar, kendati perlu dicatat bahwa fungsi-fungsi kognitif dapat memiliki modularitas fungsional namun tidak harus memiliki didistribusikan pada beberapa daerah otak.13

12Jonathan Ling dan Jonathan Catling “Psychology ExpressCognitive Psychology”

Penerjemah. Noormalasari Fajar Widur.” Psikologi Kognitif”. h. 112.

13Jonathan Ling dan Jonathan Catling “Psychology Express Cognitive Psychology”, h. 112.

(11)

2.1.5 Transparasi

Transparasi adalah pandangna bahwa fungsi yang lemah dan normal semestinya menunjukkan modul mana yang rusak. Tes-tes neuropsikologi diasumsikan untuk memungkinkan penarikan kesimpulan-kesimpulan yang sahih kinerja rendah pada tes rentang angka yang akan diasumsikan menunjukkan adanya masalah pada modul kognitif yang berhubungan dengan fungsi memori jangka pendek. Meski demikian, memiliki kompleksitas otak, mungkin saja proses-proses lain dapat mengompensasi kinerja yang rendah dan karenanya ini tidak terungkap dalam tes. Mungkin juga terdapat kelemahan-kelemahan yang diakibatkan oleh suatu modul yang berbeda dari yang diperkirakan sebelumnya, contohnya para pasien hanya mengingat sejumlah kecil kata dari suatu daftar mungkin karena mereka memiliki masalah bahasa dan bukan kelemahan memori.

2.1.6 Dissosiasi ganda

Dengan mengamati pola-pola disosiasi dimana dua proses mental yang saling berkaitan ternyata bekerja tanpa saling bergantung maka akan mungkin untuk mengembangkan pemahaman tentang organisasi modular suatu kemampuan kognitif spesifik. Contohnya, para pasien dengan kerusakan area Broca memiliki kesulitan memahami bahasa namun masih dapat berbicara dengan lancar. Pasien-pasien lain yang mengalami kerusakan pada area Wernicke mampu berbicara secara lancar namun tidak dapat memahami bahasa. Ini menunjukkan bahwa terdapat daerah berbeda pada otak untuk bahasa bicara.14

14Jonathan Ling dan Jonathan Catling “Psychology Express Cognitive Psychology”, h. 112.

(12)

3 Neurosains kognitif

Neurosains kognitif adalah sebuah bidang akademis yang mempelajari secara ilmiah substrat biologis di balik kognisi, dengan fokus khusus pada substrat syaraf dari proses mental. Membahas pertanyaan bagaimana fungsi psikologis/kognitif dihasilkan oleh otak. Neurosains kognitif adalah cabang psikologi maupun neurosains, bertindihan dengan disiplin seperti psikologi fisiologis, psikologi kognitif dan neuropsikologi. Neurosains kognitif bertopang pada teori-teori dalam sains kognitif diselaraskan dengan bukti dari neuropsikologi dan pemodelan komputasional.

Karena sifatnya yang multidisiplin, para ilmuan neurosains kognitif dapat memiliki bermacam latar belakang. Selain disiplin yangberkaitan di atas, ilmuan neurosains kognitif dapat berasal dari latar belakang neurobiologi, rekayasa biologi, psikiatri, neurologi, fisika, sains komputer, linguistik, filsafat dan matematika.

Metode yang diterapkan dalam neurosains kognitif adalah paradigma eksperimental dari psikofisika dan psikologi kognitif, pencitraan syaraf fungsional, elektrofisiologi, genomik kognitif dan genetika perilaku. Studi pasien dengan gangguan kognitif karena lesi otak merupakan aspek penting dalam neurosains kognitif. Pendekatan teoritis antara lain neurosains komputasional dan psikologi kognitif.

Pusat neurosains kognitif merupakan pandangan kalau fungsi kognitif tertentu berkaitan dengan daerah tertentu di otak. Pandangan ini muncul dari beragam teori.

Gerakan frenologis gagal memasok landasan ilmiah untuk teori mereka dan telah ditolak. Walau begitu, asumsi utama frenologis kalau daerah tertentu di otak berkaitan dengan fungsi tertentu masih berlaku, walau pengukuran tengkorak masa

(13)

kini dilakukan secara elektrofisiologi, dan apa yang diukur lebih berhubungan dengan otak daripada penampakan tengkorak luar.

Akar pertama neurosaisn kognitif berada pada frenologi, yang merupakan pendekatan pseudoilmiah yang mengklaim kalau perilaku dapat ditentukan oleh bentuk tulang. Pada awal abad ke-19, Franz Joseph Gall dan J. G. Spurzheim percaya kalau otak manusia terlokalisasi dalam sekitar 35 bagian. Dalam bukunya, The Anatomy and Physiology of the Nervous System in General, and of the Brain in Particular, Gall mengklaim bahwa tonjolan besar di salah satu bagian ini berarti daerah otak tersebut lebih sering digunakan oleh orang tersebut. Teori ini mendapat perhatian publik, membawa pada publikasi jurnal frenologi dan penciptaan frenometer, yang mengukur tonjolan di kepala subjek manusia.15

4 Revolusi Kognitif

Saat ini pengkajian mengenai aktivitas mental kembali menjadi buah bibir.

Ketika pembatasan behaviorisme telah diterima secara luas, peneliti berskap terbuka terhadap pendekatan lain tetapi kecaman terhadap behaviorisme tidak terlalu berdampak besar jika bukan karena adanya perubahan teknologi yang menghasilkan cara baru dalam memandang aktivitas mental. Pendekatan baru yang berkembang di akhir tahun 1950an dan di awal 1960an ini terkait langsung dengan perkembangan komputer dan mendominasi bidang yang dalam periode transisi dengan bagaimana aktivitas mental manusia terjadi. Komputer merupakan sebuah alat yang membantu peneliti menjelaskan mekanismeinternal yang menghasilkan perilaku.

Psikolog/ilmuwan komputer Herbert A. Simon dan Alan Newel serta pakar linguistik

15Anas Suprapto, “Pengembangan Metodologi Pembelajaran PAI Melalui Teori Pemrosesan Informasi dan Teori Neuroscience”, Vol. 2, No. 1, 2015, h. 36.

(14)

Noam Chomsky memainkan peranan vital dalam revolusi ini dengan memberikan contok bagaimana kemajuan dapat dicapai dengan membandingkan pikiran dan mesin hitung.

Revolusi kognitif berkembang ketika peneliti mengembangkan metode baru untuk menguji perkiraan dari model komputasi yang sering menjelaskan urutan aktivitas mental utama aktivitas mental utama yang terjadi. Meode-metode ini merupakan bagian penting dalam revolusi kognitif karena metode ini membuat aktivitas mental dapat dipelajari secara lebih objektif daripada introspeksi dan dengan demikian, memantu banyak peneliti untuk bergerak lebih jauh di luar behaviorisme tanpa melepaskan keinginan untuk memperoleh bukti empirik yaitu berupa temuan fakta baru melalui observasi yang sistematis.16

5 Akar Pendekatan Kognitif

Walaupun para filsuf sudah lama tertarik dengan sifat dan karakteristik pikiran manusia, psikoligi kognitif baru dimulai secara serius setelah teori evolusi Charles Darwin memperluas pandangan tentang asal-usul manusia, artinya setalah pikiran manusia dipandang dalam konteks biologis ilmuan dapat mulai mempelajari bagaimana proses berpikir dapat berubah seiring dengan berkembangan manusia, dapat dipengaruhi oleh situsi-situasi yang berbeda dan dibentuk oleh budaya.

Penjelasan yang baru saja diberikan merupakan contoh kognitif; ilmuan tidak dapat bertindak sebagai peneliti psikologi sampai mereka dapat berpikir dengan cara tertentu.

5.1 Akar Psikologi Gestalt

16Edward E. Smith dan Stephen M. Kosslyn “Psikologi Kognitif Pikiran dan Otak

Diterjemahkan dari Cognitive Psychology: Mind and Brain. (Penerbit : Pustaka Pelajar, Cetakan 1, 2004). h. 7.

(15)

Psikologi Gestalt merupakan merupakan gerakan intelektual yang dimulai di Jerman sebelum abad ke-20. Gerakan tersebut sangat berpengaruh di Jerman pada tahun 1920 dan masuk ke Amerika pada tahun 1930 ketika para advokad di Jerman melarikan diri dari fasisme. Ada tiga prinsip penting dalam teori Gestalt sebagai berikut:

5.1.1 Manusia mencari makna didalam lingkungannya.

5.1.2 Manusia mengorganisasikan sensasi yang mereka terima dari lingukan menjadi persepsi yang bermakna.

5.1.3 Stimulus yang kompleks tidak dapat direduksi menjadi bagian-bagian dari satu kesatuan.

Gestalt dalam bahasa Jerman berarti pola atau konfigurasi. Teori Gestalt memandang bahwa konfigurasi dari stimulus yang kompleks adalah inti dari stimulus itu sendiri. Dari perspektif ini elemen-elemen komponen dari sebuah stimulus atau pengalaman yang tidak dapat digabungkan untuk menciptakan kembali stimulus yang sebenarnya, esensi dari stimulus terletak pada hubungan kompleks dan konfigurasi secara keselujruhan dimana pola dan konfigurasi tersebut hilang apabila bagian- bagian stimulus dianalisis secara terpisah.

2.2.3 Cognitive Behavior

Pada dasarnya menyakini bahwa pola pemikiran manusia terbentuk melalui proses rangkaian Stimulus Kognitif Respon (SKR), yang saling berkait dan membentuk semacam jaringan SKR dalam otak manusia, dimana proses kognitif akan menjadi faktor penentu dalam menjelaskan bagaimana manusia berpikir, merasa dan bertindak.

Prinsip 1

(16)

Stimulus

Kognisi Emosi Tingkah Laku

Pikiran Perasaan Perbuatan

Respon

Sementara dengan adanya keyakinan bahwa manusia memiliki potensi untuk menyerap pemikiran yang rasional dan irasional, dimana pemikiran yang irasional dapat menimbulkan gangguan emosi dan tingkah laku, maka Terapi Cognitive Behavior diarahkan kepada modifikasi fungsi berpikir, merasa dan bertindak, dengan menenkankan peran otak dalam menganalisa, memutuskan bertanya, berbuat, dan memutuskan kembali. Dengan merubah status pikiran dan perasaannya, klien diharapkan dapat merubah tingkah lakunya, dari negatif menjadi positif

Prinsip 2

Disfungsi

Status Kognisi / Pikiran Disfungsi

Status Emosi / Perasaan Disfungsi

Status Konasi / Perbuatan

Bagaimana seseorang menilai situasi dan bagaimana cara mereka mengintepretasikan suatu kejadian akan sangat berpengaruh terhadap kondisi reaksi emosional yang kemudian akan mempengaruhi tindakan yang akan dilakukan. Skema pola interpretasi ini sangat erat hubungannya dengan latar belakang pengalaman, perkembangan nilai-nilai dan kapasitas diri. Sistem keyakinan / kepercayaan adalah penyebab utama dari gangguan perilaku.

(17)

Demi memahami psikopatologi mental dan perilaku, kognitif behavior mencoba menguraikan penyebabnya sebagai akibat dari:

Adanya distorsi dalam pemikiran manusia walaupun pada umumnya masalah gangguan mental psikologis berakar pada masa anak-anak, namun gangguan tersebut diperkuat dengan cara pengulangan pada masa selepas masa kanak-kanak. Dialaog internal didalam diri individu memegang peran penting dalam tingkah laku yang ditampilkan. Mereka memfokuskan diri dalam memeriksa / menyimpulkan asumsi dan mmbentuk konsep yang salah atau negatif. Selanjutnya konsep negatif tersebut akan mempengaruhi kualitas perasaan yang ditampilkan untuk menjadi negatif, dan perasaan negatif akan mengrahkan tingkah laku menjadi negatif pula.17

2.3 Tinjauan Konseptual

Untuk dapat memperoleh gambaran yang jelas agar tidak menimbulkan kesalahpahaman atas judul penelitian ini, maka penulis perlu menjelaskan beberapa maksud dari subjudul sebagai berikut:

2.3.1 Prokrastinasi

Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa latin procrastinare. Kata tersebut berarti menunda hingga esok hari. Istilah ini tersusun dari istilah pro dan crastinus.

Kata pro berarti “bergerak maju” sedangkan crastinus berarti “menjadi esok hari”.Secara umum didefinisikan bahwa prokrastinasi adalah kecenderungan perilaku untuk memulai sesuatu dengan lambat dan membawa konsekuensi yang buruk bagi “ penderita ” pelaku prokrastinasi tidak dapat menyelesaikan tugas-tugasnya.

17A. Kasandra Oemardjoedi “Pendekatan Cognitive Behavior Dalam Psikoterapi ”(Kreativ Media Jakarta Edisi Pertama 2013). h. 6.

(18)

2.3.2 Psikologi Kognitif

Psikologi kognitif didefinisikan sebagai studi tentang kognisi, proses-proses mental yang mendasari prilaku manusia yang meliputi berbagai subdisiplin termasuk memori, belajar, persepri dan penyelesaian masalah. Istilah kognitif (cognitive) berasal dari kata cognition atau knowing berarti konsep luas dan inklusi yang mengacu pada kegiatan mental yang tampak dalam pemerolehan, organisasi/penataan dan penggunaan pengetahuan.

2.3.3 Cognitive Behavior

Pada dasarnya Cognitive Behavior menyakini bahwa pola pemikiran manusia terbentuk melalui proses rangkaian Stimulus Kognitif Respon (SKR), yang saling berkait dan membentuk semacam jaringan SKR dalam otak manusia, dimana proses kognitif akan menjadi faktor penentu dalam menjelaskan bagaimana manusia berpikir, merasa dan bertindak.

2.4 Bagan Kerangka Pikir

Kerangka pikir merupakan gambaran tentang pola hubungan antara konsep dan variabel secara koheren yang merupakan gambaran yang utuh terhadap fokus penelitian. Jadi kerangka berfikir merupakan sintesa tentang hubungan antar variabel yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan. Berdasarkan teori-teori tersebut, selanjutnya dianalisis secara kritis dan sistematis, sehingga menghasilkan sintesa tentang hubungan antar variabel yang diteliti. Sintesa tentang hubungan variabel tersebut, selanjutnya digunakan untuk merumuskan hipotesis.18

18Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D) (Bandung: Alfabeta, 2012), h. 92.

(19)

Berdasarkan dari berbagai teori dan konsep yang dideskripsikan sebelumnya, peneliti akan mengkaji dan menguraikan tentang prokrastinasi akademik bedasarkan perspektif psikologi kognitif. Sehingga serdasarkan uraian diatas maka dapat digambarkan bagan kerangka pikir sebagai berikut:

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir Prokrastinasi Akademik

Bentuk Distorsi Kognitif

Jenis-jenis Prokrastinasi 1. Fungsional

Procrastination 2. Disfungsional

Procrastination

Perilaku Prokrastinasi Akademik

Cognitif Behavior 1. Over Generalisation

2. Personalization 3. Mind Reading

4. Magnification or minimization 5. Labeling and mislabeling

6.

Bentuk Prokrastinasi

1. Lazy Procrastination 2. Profession Procrastination 3. Organization Procrastination 4. Traveling Procrastination 5. Sosial Care Prokrastination

Psikologi Kognitif

Mahasiswa FUAD

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan Tujuan Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora UIN Sunan Kalijaga adalah menghasilkan sar jana ilmu sosial dan humaniora yang memiliki kemam- puan akademik dan profesional yang