• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB II"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

8

Adapun telaah terhadap penelitian yang berkaitan dengan fokus implementasi murabahah terhadap tangguhan pembayaran jual beli pestisida, yang dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya diantaranya.

Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Tutut Handayani M. “Analisis Hukum Islam Tentang Jual Beli Pupuk Pertanian Secara Tangguh di Maddenra Kabupaten Sidrap”.1 Persamaan transaksi jual beli pupuk pertanian di Desa Maddenre Kabupaten Sidrap dengan jual beli pestisida di Desa Lambara Harapan Kabupaten Luwu Timur terletak pada cara pembayaranya yang bisa dilakukan dikemudian hari dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati oleh kedua belah pihak dan transaksinya hanya bermodalkan kepercayaan tanpa meninggalkan jaminan.

Perbedaan transaksi kedua jual beli ini terletak pada objek penelitianya dimana pada penelitian terdahulu objek yang diteliti yaitu pupuk pertanian sedangkan penelitian sekarang objek penelitianya adalah pestisida. Kemudian tempat penelitianya juga berbeda, dimana penelitian terdahulu dilakukan di Desa Maddenre Kabupaten Sidrap sedangkan penelitian sekarang di Desa Lambara Harapan Kabupaten Luwu Timur.

1 Tutut Handayani. M, “Analisis Hukum Islam tentang Jual Beli Pupuk Pertanian secara Tangguh di Maddenra Kab. Sidrap” (Skripsi Sarjana; Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum Islam:

Parepare, 2020). h. 4.

(2)

Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Nurhadiah “Sistem Jual Beli Racun Pertanian di Massulowalie Kabupaten Pinrang Perspektif Hukum Ekonomi Islam”.2

Persamaaan dengan penelitian sekarang yaitu sama-sama membahas tentang jual beli racun/pestisida pertanian dengan sistem pembayaran ditangguhkan. Hanya saja perbedaanya terletak pada lokasi penelitian dimana pembahasan tentang racun dilakukan di Kabupaten Sidrap sedangkan pembahasan tentang pestisida dilakukan di Kabupaten Luwu Timur. Serta pada penelitian terdahulu pembahasanya hanya terkait jual beli secara umum, sedangkan penelitian sekarang terfokus kepada konsep jual beli secara murabahah yang terjadi di masyarakat Desa Lambara Harapan.

Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Retni Efriyanti “Penetapan Margin Pembiayaan Murabahah berdasarkan Perspektif Fiqih Muamalah di BPRS Carana Kiat Andalas Padang Luar”.3

Persamaan penelitian dengan jual beli pestisida di Desa Lambara Harapan yaitu objek pembahasan tentang Murabahah. Sedangkan perbedaanya terletak pada lokasi penelitianya serta fokus yang diteliti. Dimana pada penelitian terdahulu yang diteliti adalah margin pembiayaan murabahah yang ada di BPRS Carana Kiat Andalas Padang Luar yang berada di Bukit Tinggi, sedangkan penelitian ini meneliti tentang jual beli pestisida pertanian berdasarkan akad murabahah yang ada di masyarakat petani sawah di Desa Lambara Harapan Kabupaten Luwu Timur.

2 Nurhadiah, “Sistem Jual Beli Racun Pertanian di Massulowalie Kabupaten Pinrang Perspektif Hukum Ekonomi Islam” (Skripsi Sarjana; Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum Islam:

Parepare, 2020). h. 3.

3 Retni Efriyanti “Penetapan Margin Pembiayaan Murabahah berdasarkan Perspektif Fiqih Muamalah di BPRS Carana Kiat Andalas Padang Luar” (Skripsi Sarjana; Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam: BukitTinggi, 2019). h. 12.

(3)

Dari ketiga penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa penelitian terdahulu berbeda dengan penelitian sekarang dengan judul “Tangguhan Pembayaran Jual Beli Pestisida pada Petani di Desa Lambara Harapan Kabupaten Luwu Timur (Perspektif Akad Murabahah)”.

B. Tinjauan Teori

1. Tangguhan Pembayaran jual beli

Waktu tidak termasuk dalam rukun jual beli. Tapi waktu mempunyai pengaruh besar terhadap keabsahan suatu transaksi, termasuk di dalamnya jual beli. Salah satu bagian dari waktu yang memiliki keterikatan kuat dengan jual beli adalah penundaan. Durasi disini berarti waktu antara akad dengan penyerahan di masa datang yang telah ditentukan, yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Durasi ini secara hukum mengikat kedua bela pihak. Tidak melaksanakan kewajiban terkait kesepakatan atas durasi waktu tanpa alasan syari’i merupakan suatu tindakan pengkhianatan dan tidak dibenarkan dalam prinsip muamalah Islam yang berlandaskan sikap amanah dan jujur. Dilihat berdasarkan waktu, jual beli dibagi menjadi dua bagian, jual beli tunai dan jual beli tertunda.

Jual beli dengan pembayaran tertunda sedangkan barang diterima terlebih dahulu ketika akad adalah hal yang lumrah dalam transaksi sehari-hari. Faktor kebutuhan penjual dan pembeli menjadikan model transaksi ini menjadi solusi untuk beberapa kendala. Transaksi semacam ini diperbolehkan selama tidak bertentangan dengan aturan-aturan umum muamalah, seperti riba, ketidakpastian, kecurangan, paksaan, dan lain-lain.4

4 Rahmat Hidayat, ‘Analisis Kedudukan Waktu dalam Keabsahan Praktek Jual Beli Syariah’, Al-Istinbath: Jurnal Hukum Islam, 4. 1 (2019). h. 131-132.

(4)

Bai’ muajjal adalah jual beli komoditas, dimana pembayaran atas harga jual dilakukan dengan tempo/waktu tertentu di waktu mendatang. Dalam Bai’ muajjal terdapat beberapa ketentuan. Penentuan harga dalam jual beli yang dilakukan secara tempo (deferred payment) dibolehkan untuk berbeda dengan jual beli yang dilakukan secara tunai (cash). Harga dalam jual beli tempo diperbolehkan lebih besar jumlahnya daripada jual beli secara tunai. Jika harga telah disepakati dalam kontrak jual beli, maka harga tersebut tidak bisa berubah, yakni harga itu mengalami penurunan jika pembayaran dilakukan lebih cepat dari jadwal yang ditentukan, atau mengalami kenaikan, jika terjadi keterlambatan dalam pembayaran.

Jika komoditas dijual secara cicilan/angsuran, penjual harus senantiasa mengingatkan kepada pembeli untuk membayar angsuran yang telah jatuh tempo, sehingga pembayaran angsuran bisa tetap lancar. Untuk mengamankan pembayaran angsuran, penjual diperbolehkan untuk meminta jaminan kepada pembeli, agar pembeli bersungguh-sungguh dalam melakukan pembayaran. Selain itu, jaminan tersebut bisa dijadikan sebagai buffer jika pembeli gagal dalam membayar angsuran.

Bai’ muajjal ini merupakan refleksi jika jual beli murabahah dilakukan secara cicilan/angsuran dalam proses pembayaran harga yang disepakati dalam kontrak jual beli.5

Dalam murabahah, nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda pembayaran. Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. Namun, jika nasabah dinyatakan pailit atau gagal menyelesaikan

5Dimyauddin Djuwaini, Figh Muamalah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), h. 126-127.

(5)

pembayarannya maka bank harus menunda tagihan utang sampai ia menjadi sanggup kembali, atau berdasarkan kesepakatan.6

a. Pendapat Ulama

Ada perbedaan pendapat dikangan ulama ahli fiqh:

1) Jumhur ulama ahli fiqh, seperti Abu Hanifah, Muhammad bin Idris (As-Syafi’i), Said bin Ali, Dawud, Abu Tsaur dan Muayyid Bilahi berpendapat bahwa jual beli yang pembayaranya ditangguhkan dan ada penambahan harga untuk pihak penjual, karena penangguhan itu adalah harga mereka melihat pada dalil umum yang membolehkan. Menurut jumhur menetapkan bahwa seorang pedagang boleh manaikkan harga menurut yang pantas. Karena pada asalnya dalam urusan muamalat boleh selagi belum ada nash yang mengharamkanya. Sebaliknya kalau sampai pada batas kedzaliman maka hukumnya berubah menjadi haram.

2) Sebagian ulama mengharamkan seperti imam malik dan lain-lain, menurut mereka bahwa penambahan harga itu dikaitkan dengan masalah waktu dan hal itu berarti tidak ada bedanya dengan riba. Pendapat lainnya yang senada mengatakan bahwa upaya menaikkan harga diatas yang sebenarnya lantaran kredit (penangguhan pembayaran) lebih dekat kepada riba nasi’ah (harga tambahan) dan jelas-jelas dilarang dalam nash.7

Harga jual beli secara tunai dan kredit atau tunda sangat berbeda, kalau tunai harganya agak lebih murah, sedangkan kredit/tunda lebih mahal. Hal ini dikarenakan ada unsur kemanfaatan baik jual beli tunai atau kredit. Menurut Zaid bin Ali berpandangan bahwa penjualan suatu barang secara kredit atau tunda dengan harga

6Mardani, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2017), h. 43.

7 Hendi Suhendi, fiqih muamalah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), h. 67.

(6)

yang lebih tinggi daripada harga tunai merupakan salah satu bentuk transaksi yang sah dan dapat dibenarkan selama transaksi tersebut dilandasi oleh prinsip saling ridha antar kedua belah pihak.8

Jual beli secara kredit hukumnya adalah mubah. Nabi pernah melakukan pembelian gandum dengan pembayaran tunda, Nabi menggadaikan baju besi sebagai jaminanannya. Perbuatan Nabi tersebut menjadi pijakan para ulama untuk menetapkan hukum mubah pada akad jual beli bayar tunda.

Jual beli secara tunda merupakan hutang bagi pembeli. Maka dari itu kedua belah pihak (penjual dan pembeli) sama-sama melakukan pencatatan.9 Perintah mencatat terdapat dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah/2:282,

اَذِإ ْا َٰٓوُنَماَء َنيِذَّلٱ اَهُّيَأَٰٓ َي ۡكٱَف ى ّٗ مَسُّم ٖلَجَأ َٰٓ ىَلِإ ٍنۡيَدِب مُتنَياَدَت

َُٰٓهوُبُت ( ٢٨٢ ) Terjemahnya:

Hai orang-orang yang beriman apabila kamu melakukan jual beli tidak secara tunai untuk waktu tertentu maka tuliskanlah.10

b. Hal-hal yang perlu diperhatikan

Berikut ini beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan jual beli tangguh atau anggsur, yaitu:

1) Disyaratkan kepastian jumlah anggsuran dan jangka waktu pembayaran untuk menghindari pertikaian dan rusaknya akad.

2) Apabila pembeli terlambat membayar anggsuran pembayaran, penjual tidak boleh menaikkan harga atau menambah nilai pembayaran dari yang telah disepakati.

8 Adiwarman A. Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), h. 12.

9 Ikit, et al., eds., Jual Beli dalam Perspektif Ekonomi Islam (Yogyakarta: Gava Media, 2018), h.127.

10 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Al-Karim, (Bandung: CV Penerbit Diponegoro 2015), h. 48.

(7)

3) Penjual boleh mensyaratkan waktu tertentu sebagai tempo pembayaran dan berhak mengambil keseluruhan harga apabila pembeli tidak menepatinya.

4) Penjual tidak boleh menahan barang selama anggsuran belum dilunasi akan tetapi harus menyerahkanya pada saat akad.

5) Apabila barang telah diterima oleh pembeli dalam keadaan baik dan rusak di tangan pembeli, maka pembeli tidak berhak mengembalikannya kepada penjual dan tetap berkewajiban membayar harga yang telah disepakati.11

c. Keabsahan pembayaran tangguh

Seorang muslim diperbolehkan membeli barang dengan pembayaran harganya secara kontan atau menangguhkanya hingga waktu tertentu atau secara angsuran yang penting atas dasar kerelaan. Jual beli tangguh dicontohkan oleh Rasulullah dalam bentuk perbuatan.

ِد ِحا َوْلا ُدْبَع اَنَث َّدَح ٍدَسَأ ُنْب ىَّلَعُم اَنَث َّدَح َثَّدَح َلاَقَف ِمَلَّسلا يِف َنْح َّرلا َمي ِحا َرْبِإَدْنِعاَن ْرَكَذ َلاَق ُشَمْعَلأْااَنَث َّدَح

ُد َوْسَلأْا يِن

ِإ ٍ يِدوُهَي ْنِم اًماَعَط ى َرَتْشا َمَّلَس َو ِهْيَلَع ُ َّاللَّ ىَّلَص َّيِبَّنلا َّنَأ اَهْنَع ُ َّاللَّ َي ِضَر َةَشِئاَع ْنَع ٍلَجَأ ىَل

ْن ِم اًع ْرِد ُهَنَه َر َو

12 ٍديِدَح Artinya:

Telah menceritakan kepada kami Mu’alla bin Asad telah menceritakan kepada kami ‘Abdul Wahid telah menceritakan kepada kami Al A’masy berkata;

kami membicarakan tentang gadai dalam jual beli kredit (salam) dihadapan Ibrahim maka dia berkata, telah menceritakan kepada saya Al Aswad dari

‘Aisyah radliallahu ‘anha bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah membeli makanan dari orang yahudi yang akan dibayar beliau pada waktu tertentu dikemudian hari dan beliau menjaminkannya (gadai) dengan baju besi.

11 Lely Shofa Imama, ‘Konsep dan Implementasi Murabahah pada Produk Pembiayaan Bank Syariah’. h. 232.

12 Abu Abdullah Muhamaad Bin Ismail Al-Bukhari bin Ibrahim bin Al-Muqhirah bin Bardizbah, Imam al-Bukhari, Sahih Bukhari (Bairut: Darul Ibnu Katsir al-Yammah, t.th), hadis No.1926. h. 138.

(8)

Kegiatan ekonomi bisnis yang sangat di gemari kebanyakan masyarakat adalah jual beli. Baik secara tunai atau secara angsuran. Salah satu transaksi yang cepat mendapatkan barang dan keuntungan adalah jual beli kredit. Jual beli sistem kredit masuk di segala bentuk sistem bisnis. Sistem ini mulai diminati banyak kalangan, karena rata-rata manusia itu kalangan menengah ke bawah, yang mana kadang-kadang mereka terdesak untuk membeli barang tertentu yang tidak bisa dia beli dengan kontan, maka kredit adalah pilihan yang mungkin dirasa tepat.

Transaksi jual beli dengan memakai sistem tangguhan pembayaram merupakan salah satu transaksi yang biasa dilakukan masyarakat Indonesia dewasa ini, transaksi ini sangat diminati masyarakat, karena pembeli bisa langsung memakai produk yang diimpikannya, tanpa harus membayar kontan. Transaksi ini tentunya sudah sangat merakyat di Indonesia, tapi masih banyak dari mereka yang masih bertanya-tanya, bagaimana hukum sistem jual beli tersebut menurut syari’at Islam, apakah Nabi Muhammad Saw. pernah melakukannya.

Dalam Konteks perbankan Islam, beberapa argument diajukan untuk mendukung keabsahan harga lebih tinggi untuk penjualan pembayaran tunda:

1) Bahwa teks-teks syariah tidak melarangnya.

2) Bahwa ada perbedaan antara tunai yang ada sekarang dan tunai yang ada di dimasa yang akan datang menurut Ali Khafii, fuqaha kontemporer, “kebiasaan (urf) yakni, tunai yang diberikan segera lebih tinggi dari tunai yang diberikan pada masa yang akan datang”.

3) Bahwa peningkatan ini tidak bertentangan waktu yang diijinkan untuk pembayaran. Oleh karena itu, tidak sama dengan riba Islam yang dilarang dalam Al-Qur’an.

(9)

4) Peningkatan dibayar pada waktu penjualan, bukan setelah penjualan terjadi.

5) Bahwa peningkatan karena faktor yang mempengaruhi pasar seperti permintaan dan persediaan, dan peningkatan atau jatuhnya nilai beli dari uang sebagai akibat inflasi atau deflasi.

6) Bahwa penjual melakukan aktivitas komersial yang produktif dan dikenal. Rafiq al-Misri, pakar perbankan Islam saat ini dan pendukung pandangan ini, menyatakan bahwa peningkatan menunjukkan bunga pada pinjaman, dia mengatakan bahwa: “Dalam penjualan pembayaran tunda, tidaklah mungkin menyamakan penjual dengan lintah darat, walaupun pembelian pembayaran tunda dalam realitasnya terdiri dari penjualan tunai dan pinjaman dengan bunga. Namun demikian, penjual sendiri menggabungkan dua aktivitas ini dalam satu aktivitas, yakni “penjualan”. Pembeli dalam praktik kasus ini paling tidak melakukan aktivitas komersial yang produktif dan sah menurut hukum.

7) Bahwa penjual diijinkan untuk membayar harga apapun yang ia inginkan. Rafiq al-Misri mengatan: “Penjual, sebagai prinsip utama, bebas menentukan harga untuk barangnya. Jika harga sangat tinggi, maka pembeli menolak membeli barang itu atau mencari pengganti, atau penjual lain akan masuk pasar membawa keseimbangan”.

Argument diatas diajukan oleh bank-bank Islam untuk membenarkan peningkatan penjualan pembayaran tunda yang sangat berkaitan dengan lama waktu hutang. Bank-bank Islam tentu saja menerima hukum peningkatan ini, dan menjadi praktik standar untuk menetapkan harga yang lebih tinggi dalam penjualan

(10)

pembayaran yang ditunda selama transaksi yang secara eksplisit tidak melibatkan pertukaran uang dengan uang.13

2. Akad Murabahah

Kata murabahah diambil dari bahasa arab dari kata “ar-ribhu” yang berarti kelebihan dan tambahan (keuntungan). Sedangkan menurut istilah murabahah adalah salah satu bentuk jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam pengertian lain murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan keutungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Pembayaran atas akad jual beli murabahah dapat dilakukan secara tunai maupun kredit. Hal inilah yang membedakan murabahah dengan jual beli lainnya adalah penjual harus memberitahukan kepada pembeli harga barang pokok yang dijualnya serta jumlah keunntungan yang diperoleh.14

Menurut Muhammad Syafi’i Antonio, Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam murabahah, penjual harus memberitahu harga pokok yang ia beli dan menentukan tingkat keuntungan yang disepakati.15

Merujuk Fatwa DSN No.04/DSN-MUI/IV/2000 tanggal 01 April 2000 tentang Murabahah, dinyatakan bahwa : “Murabahah adalah menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba”.16

13 Wiroso, Jual Beli Murabahah, (Yogyakarta: UII Press, 2005), h. 95-96.

14 Fithriana Syarqawie, Fikih Muamalah, (Banjarmasin: Iain Antasari Press, 2015), h. 43.

15 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktik, (Jakarta : Gema Insani, 2001), h. 101.

16 Fatwa DSN No.04/DSN-MUI/IV/2000 tanggal 01 April 2000 tentang Murabahah.

(11)

Al-Qur’an dan Hadis tidak membuat acuan langsung yang berkenaan dengan murabahah, walaupun ada beberapa acuan di dalamnya untuk menjual, keuntungan, kerugian, dan perdagangan. Para ulama awal seperti Malik dan Syafi’i yang secara khusus menyatakan bahwa penjualan murabahah berlaku, tidak menyebutkan referensi dari hadis yang jelas. Al-Kaff, kritikus kontemporer terhadap murabahah, menyimpulkan bahwa murabahah merupakan “salah satu penjualan yang tidak dikenal sepanjang masa Nabi atau sahabatnya”. Menurutnya, ulama yang masyhur mulai mengungkapkan pandangan mereka mengenai murabahah pada perempat pertama abad kedua Hijrah, atau lebih. Para ahli hukum membenarkan murabahah berdasarkan landasan lain.

Malik mendukung validitasnya dengan acuan pada praktek orang-orang Madinah: “Ada konsensus pendapat disini (di Madinah) mengenai hukum orang yang membeli baju di sebuah kota, dan mengambilnya ke kota lain untuk menjualnya berdasarkan suatu kesepakatan berdasarkan keuntungan”. Syafi’i, tanpa bermaksud untuk membela pandangannya oleh teks syariah, mengatakan: “jika seseorang menunjukkan komoditas kepada seseorang dan mengatakan, “kamu beli untukku, aku akan memberimu keuntungan begini”. Kemudian orang itu membelinya, maka transaksi itu sah”. Ulama Hanafi, Marghinani, membenarkannya berdasarkan

“kondisi penting bagi validitas penjualan di dalamnya, dan juga karena manusia sangat membutuhkannya. Ulama syafi’i, Nawawi, secara sederhana mengemukakan bahwa: “penjualan murabahah sah menurut hukum tanpa bantahan”.17

17 Abdullah Saeed, Bank Islam dan Bunga (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h. 137-138.

(12)

Sebenarnya transaksi jual beli yang dilakukan dengan pembayaran tangguh disebut bai’ al-mu’ajjal, sedangkan yang dicicil disebut bai’ at-taqsith.18 Murabahah muajjal dicirikan dengan adanya penyerahan barang diawal akad dan pembayaran kemudian (setelah awal akad), baik dalam bentuk anggsuran maupun dalam bentuk lump sum (sekaligus).19

a. Landasan Syariah Murabahah 1) Al-Qur’an

Firman Allah QS. Al-Baqarah/2:275,



⧫❑➔→⧫

❑⧫



⧫❑❑→⧫



☺

❑→⧫



⧫⧫

⬧



▪☺

⬧



❑⬧

☺

⧫



❑⧫

◆



⧫

⧫▪◆

❑⧫

☺⬧

◼◆

⬧→❑⧫



◼▪

⧫⬧

⬧⬧

⧫

◼

◼◆

◼



⧫◆

⧫

⬧⬧

⬧



➔



→



Terjemahnya:

18 Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah (Jakarta: Zikrul Hakim, 2007), h. 40.

19 Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), h. 115.

(13)

Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. Barang siapa mendapat peringatan dari Tuhan-Nya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah.

Barang siapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal didalamnya.20

2) Hadis

Tidak ada Hadis yang memiliki rujukan langsung dengan menggunakan istilah murabahah. Namun, yang menjelaskan tentang jual beli dengan secara tangguh terdapat dalam Hadis dari riwayat Ibnu Majah, dari Syuaib sebagai berikut:

َلَع ُلله َّىلَص يِبَّنلا َّنَأ ِه ْي

ِف ٌثَلاَث : َلاَق َمَّلَس َو ِهِلآ َو َّنِه ْي

َبلا :ةَك َرَبلا ُع ْي

ُطْلَخ َو ,ةَض َراَقُملا َو , ٍلَجَأ َىلِإ ِرْيِعَشلاِب رُبلا

َبْلِل ْي ِت

21 ِع ْي َبْلِل َلا Artinya:

Tiga perkara yang didalamnya terdapat keberkahan: menjual dengan pembayaran secara tangguh, muqaradhah (nama lain dari mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah dan tidak untuk dijual.

Hadis diatas mengutarakan adanya suatu keberkahan dalam tiga hal salah satunya adalah secara tangguh, dimana dalam transaksi jual beli dengan memberikan masa tenggang dalam pembayaran (tangguh) karena didalamnya tersirat sifat baik

20 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Al-Karim, h. 47.

21 Al-Imam Abu Abdillah Muhammad bin Yasid Ibnu Majah Al-Quznawi, tt.. Sunnan Ibnu Majah, Jilid II (Bairut: Dar-al Fikr). No. 2289. h. 390.

(14)

hati, memberikan kemudahan dan pertolongan bagi orang yang membutuhkan dengan cara penundaan pembayaran.

b. Rukun dan Syarat Murabahah

Rukun dari akad murabahah yang harus dipatuhi dalam transaksi ada beberapa yaitu:

1) Pelaku akad, yaitu ba’i (penjual) adalah pihak yang memiliki barang untuk dijual, dan musytari (pembeli) adalah pihak yang memerlukan dan akan membeli barang.

2) Objek akad, yaitu mabi’ (barang dagangan) dan tsaman (harga); dan 3) Shighah, yaitu ijab dan qabul

Beberapa syarat pokok murabahah menurut Usmani (1999), antara lain sebagai berikut:

1) Penjual secara eksplisit menyatakan biaya perolehan barang yang akan dijualnya dan menjual kepada orang lain dengan menambahkan tingkat keuntungan yang diinginkan.

2) Tingkat keuntungan dalam murabahah dapat ditentukan berdasarkan kesepakatan bersama dalam bentuk lumpsum atau persentase tertentu dari biaya.

3) Semua biaya yang dikeluarkan penjual dalam rangka memperoleh barang, seperti biaya pengiriman, pajak, dan sebagainya dimasukkan kedalam biaya perolehan untuk menentukan harga agregat dan margin didasarkan pada harga agregat ini.

Akan tetapi, pengeluaran yang timbul karena usaha, seperti gaji pegawai, sewa tempat usaha, dan sebagainya tidak dapat dimasukkan kedalam harga untuk suatu transaksi. Margin yang diminta itulah yang meng-cover pengeluaran-pengeluaran tersebut.

(15)

4) Murabahah dikatakan sah hanya ketika biaya-biaya perolehan barang dapat ditentukan secara pasti. Jika biaya-biaya tidak dapat dipastikan, barang/komoditas tersebut tidak dapat dijual dengan prinsip murabahah. 22

Wahbah az-Zuhaili mengatakan murabahah itu di syaratkan beberapa hal:

1) Mengetahui harga pokok. Dalam jual beli murabahah disyratkan agar mengetahui harga pokok atau harga asal. Karena mengetahui harga merupakan syarat sah dalam jual beli ini.

2) Mengetahui keuntungan. Hendaknya margin keuntungan juga diketahui oleh pembeli. Karena margin tersebut termasuk bagian dari harga.

3) Harga pokok merupakan sesuatu yang dapat diukur, dihitung, dan ditimbang. Baik pada waktu terjadi jual beli ataupun setelahnya.

Jual beli murabahah merupakan jual beli amanah, karena pembeli memberikan amanah kepada penjual untuk memberitahukan harga pokok barang tanpa bukti tertulis. Atau dalam kata lain dalam jual beli tidak diperbolehkan berkhianat. Apabila terjadi jual beli murabahah dan terdapat cacat pada barang, maka dalam hal ini ada dua pendapat ulama fiqh. Yaitu menurut pendapat ulama hanafiyyah penjual tidak perlu menjelaskan adanya cacat pada barang, karena cacat itu sudah termasuk harga pada barang tersebut. Sementara jumhur ulama tidak membolehkan menyembuyikan cacat barang yang dijual karena hal itu termasuk khianat.23

Melihat rukun dan syarat seperti telah disebutkan sebelumnya, sebenarnya setiap hari terjadi transaksi jual beli di kalangan masyarakat, namun tidak bisa dikatakan sebagai akad murabahah karena meskipun secara rukun sudah ada penjual,

22 Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2017), h. 82-84.

23 Tri Setiady, ‘Pembiayaan Murabahah dalam Perspektif Fiqh Islam, Hukum Positif, dan Hukum Syariah’, Fiat Justisia: Jurnal Ilmu Hukum, 8. 3 (2014), h. 522.

(16)

pembeli, barang/objek, harga, dan ijab qabul, tetapi pada umumnya penjual tidak memberitahu berapa biaya modalnya kepada pembeli. Bahkan jika bisa pembeli jangan sampai tau berapa biaya modal barang yang dijual tersebut.

c. Perbedaan Jual Beli Murabahah dengan Bunga24 Tabel 2.1. Perbedaan Murabahah dengan Bunga

No Murabahah Bunga/Riba

1

Barang sebagai objek, nasabah berutang barang, bukan berutang uang

Uang sebagai objek, nasabah berutang uang

2 Sektor moneter terkait dengan sektor riil, sehingga menyentuh langsung sektor riil

Sektor moneter dan riil terpisah, tidak ada keharusan mengaitkan sektor moneter dan riil

3 Mendorong percepatan arus barang, mendorong produktivitas dan entrepreneurship, yang pada giliranya meningkatkan

employment

Tidak mendorong percepatan arus barang, karena tidak mewajibkan adanya barang, tidak mendorong produktivitas yang pada akhirnya menciptakan unemployment 4 Pertukaran barang dengan uang Pertukaran uang dengan uang 5 Margin tidak berubah Bunga berubah sesuai tingkat bunga 6 Akad jual beli dan memenuhi

rukun jual beli

Tidak ada akad jual beli, tetapi langsung sebagai komoditas 7 Bila macet, tidak ada bunga

berbunga

Terjadi compound interest 8 Jika nasabah tidak mampu

membayar, tidak ada denda (QS.

Al-Baqarah (2):282).

Denda/bunga 9 Jika nasabah dinilai mampu,

tetapi tidak membayar, dikenakan denda untuk

mendidik. Dananya untuk sosial, bukan pendapatan bank.

Denda/bunga berbunga cenderung menzalimi/eksploitasi, tidak

mendidik dan denda bunga menjadi pendapatan bank.

10 Terjadi pemindahan kepemilikan, barang sekaligus menjadi

Tidak ada pemindahan kepemilikan

24 Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah (Jakarta: Kencana, 2012), h. 139-140.

(17)

jaminan.

11 Tidak membuka jalan spekulasi Bunga membuka peluang/menjadi lahan spekulasi

12 Sah, halal, penuh berkah Tidak sah, haram, dan jauh dari berkah serta mendapat laknat.

13 Uang sebagai alat tukar (purchashing power)

Over supply of money (inflasi dan devaluasi)

Sumber Data: Fiqh Ekonomi Syariah 2016

d. Hikmah Jual Beli Murabahah

Akad murabahah digunakan oleh bank untuk memfasilitasi nasabah melakukan pembelian dalam rangka memenuhi kebutuhan akan:

1) Barang konsumsi seperti rumah, kendaraan/alat transportasi, alat-alat rumah tangga, dan sejenisnya (tidak termasuk renovasi atau proses membangun).

2) Pengadaan barang dagangan.

3) Bahan baku dan/atau bahan pembantu produksi (tidak termasuk proses produksi).

4) Barang modal seperti pabrik, mesin dan sejenisnya.

5) Barang lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah dan disetujui bank.25 Manfaat Pembiayaan berdasarkan akad Murabahah:

1) Bagi Bank, sebagai salah satu bentuk penyaluran dana untuk memperoleh pendapatan dalam bentuk margin.

2) Bagi Nasabah, merupakan salah satu cara untuk memperoleh barang tertentu melalui pembiayaan dari bank. Nasabah dapat mengangsur pembayaran dengan jumlah anggsuran yang tidak akan berubah selama masa perjanjian.26

C. Kerangka Konseptual

25 Muhamad, Manajemen Pembiayaan Bank Syari’ah (Yogyakarta: Upp Stim Ykpn, 2016). h.

58.

26 A. Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2012). h.

205.

(18)

Penelitian ini berjudul “Tangguhan Pembayaran Jual Beli Pestisida pada Petani di Desa Lambara Harapan Kabupaten Luwu Timur (Perspektif Akad Murabahah)”. Untuk memperjelas maksud dari judul tersebut maka perlu adanya penguraian defenisi operasional untuk mengetahui konsep dasar atau batasan dalam penelitian ini sehingga dapat menjadi suatu interprestasi dasar dalam pengembangan penelitian.

1. Tangguhan Pembayaran

Tangguhan pembayaran adalah pembayaran yang sepenuhnya atau sebagian ditunda karena alasan tertentu misalnya karena kondisi keuangan.27

2. Jual Beli

Secara etimologi, jual beli adalah proses tukar-menukar barang dengan barang. Secara terminologi, jual beli menurut ulama Hanafi adalah tukar-menukar maal (barang atau harta) dengan maal yang dilakukan dengan cara tertentu. Atau tukar menukar barang yang bernilai dengan semacamnya dengan cara yang sah dan khusus, yakni dengan ijab qabul atau mu’aathaa (tanpa ijab qabul). Menurut imam An-Nawawi dalam kitab Majmu’ mengatakan bahwa jual beli adalah tukar-menukar barang dengan barang dengan maksud memberi kepemilikan.28

3. Pestisida

Secara harfiah, ‘pestisida’ berarti pembunuh hama. Berdasarkan SK Menteri Pertanian RI Nomor 434.1/Kpts/Tp.270/7/2001, pestisida adalah semua zat kimia

27 Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemdikbud RI, “KBBI Daring, 2016), diakses pada 11 Agustus 2021. (https://kbbi.kemdikbud.go.id).

28Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam 5 (Jakarta: Gema Insani, 2011), h.82-83.

(19)

atau bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk beberapa tujuan seperti memberantas atau mencegah hama dan penyakit yang merusak tanaman, atau hasil-hasil pertanian, memberantas rerumputan, mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan, mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman (tetapi tidak termasuk dalam golongan pupuk), memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan piaraan dan ternak, memberantas hama-hama air, memberantas atau mencegah binatang-binatang yang bisa menyebabkan penyakit pada manusia.29

4. Perspektif

Pada dasarnya perspektif adalah sudut pandang yang berbeda-beda. Baik ketika menyelesaikan masalah, melihat suatu peristiwa yang terjadi, dan cara pandang dalam memahami berbagai gejala yang terjadi berdasarkan keyakinan orang yang mempelajari objek tersebut.30

5. Akad

Secara bahasa akad berarti ikatan atau perjanjian, yang berasal dari kata

“akada” (jamak:’uqud), dengan sesuatu objek baik berupa pengalihan objek yang berbentuk materi atau jasa dalam suatu kondisi yang disepakati kedua belah pihak.

Akad dalam hukum Islam diartikan sebagai ikatan antara para pihak dalam melakukan suatu hubungan dua arah. Hubungan ini dapat berlaku untuk keperluan materi berupa benda yang bergerak maupun tidak.

Akad dalam hukum Islam tidak hanya sebuah kewajiban para pihak melainkan juga adanya hubungan yang kuat antara seseorang dengan Khalik-Nya

29 Panut Djojosumarto, Pestisida & Aplikasinya (Jakarta: Agromedia Pustaka, 2008), h. 1-2.

30 Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemdikbud RI, “KBBI Daring, 2016), diakses pada 11 Agustus 2021. (https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/Perspektif).

(20)

karena itu menunaikan akad disamping sebuah kebutuhan manusia secara umum dan juga merupakan kewajiban agama untuk dipenuhi karena itu perintah Allah Swt.31

6. Murabahah

Murabahah adalah akad jual beli dimana harga dan keutungan disepakati antara penjual dan pembeli. Jenis dan jumlah barang dijelaskan dengan rinci. Barang diserahkan pada saat akad jual beli dan pembayaran bisa dilakukan secara tunai, menganggsur/cicilan atau sekaligus. Murabahah ini suatu perjanjian yang disepakati antara bank dan nasabah, dimana bank menyediakan pembiayaan untuk pembelian bahan baku atau modal kerja lainnya yang dibutuhkan nasabah yang akan dibayar kembali oleh nasabah sebesar harga jual bank (harga beli bank+margin keuntungan) pada waktu yang ditetapkan.32

D. Kerangka Pikir

Kerangka pikir adalah sebuah gambaran atau model berupa konsep yang didalamnya menjelaskan tentang hubungan antara variabel yang satu dengan variabel yang lain. Hubungan tersebut dikemukakan dalam bentuk diagram atau skema dengan tujuan untuk mempermudah memahami.33

Menjelaskan tentang kerangka pikir calon peneliti yang membahas tentang jual beli pestisida pertanian di tengah masyarakat Desa Lambara Harapan Kabupaten

31 Ridwan Nurdin, Fiqh Muamalah (Sejarah, Hukum dan Perkembanganya) (Banda Aceh:

Yayasan Pena, 2014), h. 65.

32 A. Rio. Makkulau Wahyu, Bank Islam di Indonesia (Surakarta: Kakata Group, 2019), h.

178.

33 Muhammad Kamal Zubair, et al., eds., Pedoman Penulisan Karya Ilmiah IAIN Parepare, (Parepare: IAIN Parepare Nusantara Press, 2020), h. 21.

(21)

Luwu Timur. Penelitian ini terfokus pada tangguhan pembayaran jual beli pestisida yang ditinjau berdasarakan cara pembayaranya yaitu pembayaran secara tunai dan pembayaran secara tangguh. Kemudian bagaimana relevansi akad murabahah terhadap jual beli pestisida yang ada di masyarakat.

Berdasarkan uraian diatas, disusunlah bagan kerangka pikir yang akan diteliti sebagai berikut:

Gambar 2.1. Bagan Kerangka Pikir Perspektif Akad Murabahah

Tunai Tangguh

Jual Beli Pestisida

Referensi

Dokumen terkait

meneliti transaksi jual beli piring terjadi transaksi jual beli dilakukan oleh kedua belah pihak sesuai dengan persyaratan hukum Islam tentang jual beli. Kedua belah pihak

1) Pembiayaan berdasarkan perjanjian transaksi jual beli, yaitu fasilitas pembiayaan yang berlandaskan perjanjian atau akad jual beli antara bank dengan

Salah satu bentuk praktik jual beli tanaman yang berkembang di Desa Kedondong Kecamatan Bagor Kabupaten Nganjuk adalah praktik jual beli hasil kebun berupa buah mangga

―Implementasi Etika Bisnis Islam Dalam Transaksi Jual Beli Pada Pedagang Di Pasar Tradisional (Studi Kasus Di Pasar Bareng Kecamatan Jekulo Kabupaten Kudus

Maksud dari hadis jual beli mabrur di atas adalah jual beli tidak adanya unsur tipu menipu dan sengaja untuk merugikan orang lain. Selain Al-Qur’an dan Hadis Nabi dalam Islam

2019, Implementasi Transaksi Jual Beli Berdasarkan Perspektif Ekonomi Islam di Pasar Induk Minasa Maupa Kabupaten Gowa, Skripsi Program Studi Ekonomi Islam Fakultas Ekonomi dan Bisnis

viii ABSTARK Rufaidah Konita, 2023 : Transaksi Jual Beli Daging Sapi Di Pasar Sempolan Kecamatan Silo Kabupaten Jember Kata kunci : Transaksi, Jual Beli, Perspektif Etika Bisnis

Ijma Adapun dasar hukum yang mengatur jual beli sesuai dengan dalil ijma, yaitu yang mana para ulama sepakat tentang diperbolehkannya atau dihalalkannya transaksi jual beli serta