• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Tentang Lokasi Penelitian 1. Sistim Pemerintahan

a. Kekuatan Lor Siw/Ur Siw dan Lor Lim

Pada saat Penjajahan Belanda Kepulaun Kei dibagi menjadi 2 (dua) kesatuan masyarakat Hukum Adat, yaitu kesatuan masyarakat Hukum Adat Lor Siw/Ur Siw dan kesatuan masyarakat Hukum Adat Lor Lim. Secara etimologis Lor berarti kumpulan orang yang mendiami wilayah/Ratschap atau kesatuan masyarakat hukum adat berdasarkan faktor geneologis, historis dan faktor teritorial, sedangkan Siw dan Lim menunjuk pada angka 9 (siw) dan 5 (lim) yang dipahami sebagai lambang institusi persekutuan adat. Artinya kuantitas massa yang banyak terorganisir dalam institusi tersebut, yang diikat dalam hukum adat Larvul Ngabal.

Hukum adat Larvul Ngabal merupakan gabungan dari dua hukum adat, yaitu hukum Larvul yang ditetapkan di desa Elaar, Kei Kecil oleh sembilaan orang Rat (raja) yang kemudian dikenal dengan nama Lor Siw/Ur Siw, dan hukum adat Ngabal ditetapkan di desa Lerohoilim, Kei Besar oleh lima orang Rat (raja) yang kemudian bernama persekutuan Adat Lor Lim.

Selanjutnya akibat proses perang, penahklukan dan perluasan wilayah

(2)

kekuasaan, kedua persekutuan masyarakat adat ini kemudian bersepakat untuk berdamai dengan menggabungkan kedua hukum adat tersebut menjadi Larbvul Ngabal.

Kesatuan masyarakat Lor Siw/Ur Siw membawahi 9 (Sembilan) Ratschap, yaitu Ratschap Famur Danar yang berpusat di Ohoi Danar, Ratschap Dit Sakmas yang berpusat di Ohoi Wain, Ratschap Dullah yang berpusat di Ohoi Dullah, Ratschap Sir Sofmas yang berpusat di Ohoi Ohoitahit, Ratschap Mer Ohoinean yang berpusat di Ohoi Ohoinangan, Ratschap Me Umfit yang berpusat di Ohoi Yamtel, Ratschap Maur yang berpusat di Ohoi Watlaar, Ratschap Mantilur Somlain yang bepusat di Ohoi Somlain, dan Ratschap Magrib yang berpusat di Ohoi Matwaer. Kesatuan masyarakat hukum adat Lor Lim membawahi 8 (delapan) Ratschap, yaitu Ratschap Tuvle yang berpusat di Tual, Ratschap Yar Badang yang berpusat Ohoi Tetoat, Ratschap Lo Ohoitel yang berpusat di Ohoi Nerong, Ratschap Tubab Yam Lim yang berpusat di Ohoi Fer, Ratschap Songli yang berpusat di Ohoi Rumat, Ratschap Kirkes yang berpusat di Ohoi Ibra, Ratschap Ub Ohoifaak yang berpusat di Ohoi Elraan (Pusat Pemerintahan Ratschap ini bisa berpindah-pindah sesuai Ohoi asal Rat/Raja), dan Ratschap Faan yang berpusat di Ohoi Faan.

Masing-masing Ratschap dipimpin oleh Rat (Raja) sebagai Kepala Ratschap, disertai dengan kelengkapan-kelengkapan Ratschap lainnya.

(3)

Setiap Ratschap memiliki daerah kekuasaan adat dan masyarakat hukum adat yang terdiri dari beberapa Ohoi/Orang Kai(Desa) dan Ohoi Soa/Dusun.

b. Pemerintahan Ratschap Maur

Karena merupakan objek penelitian maka perlu dijelaskan secara utuh keberadaan Ratschap Maur, dalam lingkup kekuatan adat Lor Siw/Ur Siw dan Lor Lim, Ratschap Maur berada pada kekuatan adat Lor Siw/Ur Siw.

Secara geografis Ratschap Maur teletak pada daratan Kei Besar, memeliki wilayah petuanan yang meliputi 3 (tiga) Kecamatan yaitu :

a) Kecamatan Kei Besar Utara Barat

Beberapa Ohoi/Orang Kai (Desa) dan Ohoi Soa/Dusun adalah sebagai berikut: dusun Mun Ohoiir, dusun Mun Esoy, dusun Mun Kahar, dusun Mun Ngurditwain, Ohoi Mun Ohoitadiun, dusun Mun Werfan, Ohoi Ad Weaur, dusun Ngurvul, dusun Ohoi Wab, dusun Laar, dusun Hoor Kristen, dusun Hoor Islam, dusun Waerat, dusun ohoi Waer.

b) Kecamatan Kei Besar Utara Timur

Ohoi Ohoiraut, Ohoi Haar Ohoimel, Ohoi Langgiarhaar, Ohoi Renfan, Ohoi Banda eli, Ohoi Watlaar, Ohoi Ohoifau, Ohoi Hollat, Ohoi Kilwair, Ohoi Ohoifaruan. Dan beberapa Ohoi Soa/dusun yang terdiri dari, dusun Soin, dusun Haar GPM, dusun Haar RK, dusun Haar Ohoiwait, dusun Wasar, dusun Ur, dusun Ohoimajang Protestaan, dusun Ohoimajang Isam, dusun Renfan Islam, dusun Renfaan GPM,

(4)

dusun Fan Waf, dusun Suku 80, dusun Suku 30, dusun Banda Efruan, dusun Ohoifaruan, dusun Holat, dusun Hako, dusun Hollay, dusun Ohoiwirin, dusun Tuburngil, dusun Yamtimur.

c) Kecamatan Kei Besar

Dusun Reyamru khususnya Reyamru Hoar Wab, Karena Dusun ini dibagi ke dalam dua Ratschap yaitu Reyamru Hoar Wab masuk Ratschap Maur dan Reyamru Hoar Rat masuk Ratschap Me Umfit, Perlu diketahui bahwa Dusun Reyamru merupakan wilayah perbatasan Ratschap Maur dan Ratschap Me Umfit.

Kemudian dalam pembagian wilayah pemerintahan adat Ratschap Maur di bagi menjadi tiga wilayah yaitu, Ref Lim Rat mulai dari Ohoi Watlaar, Ohoi Ohoifau sampai Ohoi Reyamru Hoar Wab, sedangkan Ref Lim Vav mulai dari Ohoi Banda Efruan sampai Ohoi Ohoiraut dan wilayah Ohoitel Warat mulai dari dusun Waer sampe dusun Mun Ohoiir.

Dalam Ratschap Maur mempunyai sturktur pemerintahan yang terdiri dari : Saniri, Kepala Faam atau Kepala Marga, Kepala Soa atau Kepala Dusun, Kepala Desa atau Orang Kai, Rat (Raja) atau Kepala Ratschap , kemudian Staf Seniri Raja yang bertugas membantu Raja, selain itu ada Humas Raja bahasa Adatnya Marin El, Panglima Perang Raja yang di sebut

Yah Frang”, Kapitan Raja nama adatnya “Kabatian” dan Staf bagian Hukum nama adatnya Wab-Wab. Selanjutnya dalam Ratschap Maur

(5)

kekuasaaan Raja tidak terbatas dan tidak sesuai dengan batas administrasi wilayah Kabupaten, Kecamatan, Maupun Ohoi (Desa), karena kekuasaan raja sesuai dengan hak petuanan (hak ulayat) oleh anggota persekutuan . c. Pemerintahan Ohoi Ad

Pemerintahan Ohoi Ad terdiri dari empat marga yang berkuasa, yang dalam bahasa kei “Snakuat Snib Teten” disebut Koko Rahan Faak, adalah empat marga yang mempunyai kewenangan dalam pemerintahan, kewenangan dalam kekuasaan, dan dalam segala hal yang berhubungan dengan adat. Dalam empat marga yang disebut Koko Rahan Faak dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu Renuw-Lobwaer dan Baljanan-Siloinyanan.

Renuw dan Lobwaer mempunyai kewenangan dalam hal kekuasaan pemerintahan orang kai/kepala ohoi, sedangkan Baljanan dan Siloinyanan mempunyai kewenangan pada masalah “Matu, Hawer”/sasi dan “Nuh Kanatun / Batas Tanah” atau tanah dusun dan segala macam, yang punya kewenangan berbicara soal tanah, masalah batas tanah, dan berbicara soal sasi terhadap wilayah-wilayah tertentu.

Jadi empat marga ini berbagi tugas dan kewenangan, tetapi secara struktural empat marga ini mempunyai posisi yang sama, masing-masing sesuai dengan pembagian kewenangan, sehingga terhadap marga lain atau bagian-bagian lain yang ada di dalam lingkungan Ad Ohoi Fit berada di bawah empat marga atau Koko Rahan Faak yang menentukaan. Di dalam

(6)

lingkungan Koko Rahan Faak. Empat marga ini masing-masing mempunyai kepala Marga, kepala marga Renuw di marga Renuw, Lobwaer di marga Lobwaer, Baljanan di marga Baljanan, kepala marga Siloinyanan di marga Siloinyanan. Selanjutnya masing-masing di dalam empat marga atau Koko Rahan Faak juga mempunyai identitas masing-masing, salah satu identitas adalah Rumah, rumah marga Renuw itu disebut Rahan Fadir, di dalam Rahan Fadir menghimpun banyak unsur atau menjadi satu bagian dalam struktur, marga renuw sendiri terdiri dari beberapa marga lagi, yang pertama, renuw itu selaku Ankod atau pemegang kekuasaan di Rahan Fadir, dan diikuti oleh marga Renuwyaan, sesuai dengan silsilah keturunan, kemudian marga Tanarubun, marga Renuwat, marga Laratyanan (sudah punah), marga Lakorubun (sudah punah) , dan marga Watubun.

Kemudian dalam strata adat marga-marga yang ada dibawah marga renuw atau bernaung dibawah Rahan Fadir disebut dengan “Mastomat, Yamar Aar antara lain ada marga Hoor, marga Afdan, marga Tayanan, Lasibyanan, Rahayaan, Tanarubun, itulah yang disebut dengan istilah “Rein Raahn Nean. secara struktural Renuw bersama-sama dengan Lobwaer, karena Renuw dan Lobwaer merupakan dua marga yang ada dalam satu bagian dalam struktur kekuasaan di Ohoi Ad ohoifit, karena itu Rein Rahan Nean menggabungkan marga Renuw dan marga Lobwaer sebagai sumber pemersatu untuk memperkuat identitas atau kapasitas Renuw-Lobwaer

(7)

sebagai dua marga yang terhimpun dalam satu bagian khusus dalam lingkungan kesuasaan adat yang ada di Ad Ohoifit, kemudian marga Renuw sendiri mempunyai Mastomat yang secara klasifikasi itu ada kelompok yang disebut dengan Riri yang dimiliki oleh marga Renuw dan menyandang pula marga Renuw yang biasa disebut dengan Ri Tamarvut, Ri Tamarvut murni dan tidak ada marga lain didalamnya selain orang-orang marga Renuw sendiri.

Sedangkan marga Baljanan-Siloinyanan adalah dua marga yang masing-masing punya identitas berbeda, Rumah marga Baljanan disebut sebagai identitas marga baljanan itu disebut Rahan Rahbail berdiri bersama dengan Yamar Aar Ren-ren dan Mastomat Riri, Yamar Aar Ren-ren terdiri dari, marga Rahawarin, marga Kamomjanan, marga Falau, marga Tutwaiubun, sedangkan Mastomat Ri adalah mereka yang ikut menyandang marga Baljanan dengan stratafikasi Ri-ri, rumah marga Siloinyanan disebut Rahan Tormas marga Siloinyanan berdiri dengan posisi sendiri dengan Yamar Aar Rein dan Mastomat Ri, Yamar Aar Rein terdiri dari marga Tukyaur, marga Helokil dan Rahawarin Ohoirenan, begitupun dengan Mastomat Ri terdiri dari marga Torlain dan stratafikasi Ri-ri yang juga menyandang marga Siloinyanan.

Rumah marga Lobwaer disebut Rahan Rahwadan, marga Lobawaer disisi lain ada dalam satu ikatan bersama dengan marga Watubun, yang juga

(8)

adik dari marga Renuw punya hubungan tersediri sehingga marga Watubun juga berdiri sebagai posisi untuk memperkuat satu ikatan antara Fadir dan Rahwadan dalam hal ini marga Lobwaer dengan membagi Mastomat Ri yandu ialah marga Fouw dan marga Lobwaer yang sebagaian ialah Ri tapi secara kolektifitas dari sisi solidaritas marga Lobwaer dan marga Renuw sama-sama punya hubungan yang hampir setara, tidak secara sistim tapi secara umum tetap mempunyai komunikasi atau mempunyai hubungan timbal balik antara Riri masing-masing baik dari marga Renuw maupun dari marga Fouw dan marga Lobwaer Riri, sehingga marga Renuw Riri dan marga Fouw dan Lobwaer Riri yang lebih memperkuat satu kesatuan Renuw-Lobwaer yang adalah dua marga tetapi ada dalam satu bagian jadi dalam bahasa kei itu disebut “renuw-lobwaer adalah rahan anru mot fo waung” artinya dua marga berbeda tetapi punya satu kesatuan.1

d. Pemerintahan Ohoi Ohoiraut

Adapun struktur Pemerintahan Ohoi Ohoiraut adalah sebagai berikut, sesuai dengan sejarah turun-temurun dan sisilah keturunan yang mempunyai kewenangan dalam hal pemerintahan Orang Kai/Kepala Ohoi, dalam kewenangan kekuasaan dan dalam segala hal yang berhubungan dengan adat adalah marga Niloar.

1Wawancara Bapak Engelberg Renuw, (Tokoh Adat Ohoi Ad ), Ohoi Ohoiraut, 18-03-2020/jam19:31 WIT

(9)

Kemuadian seiring berjalannya waktu marga Niloar punah, dan kewenangannya diberikan kepada marga Rumangun, setelah itu marga Rumangun pun punah dan kekuasan tersebut kembali diberikan kepada marga Tangunubun, dan marga Tangunubun sudah lima generasi memegang jabatan kekuasaan pemerintahan orang kai/kepala ohoi sampai dengan saat ini. Adapun marga-marga yang bernaung di bawah kekuasaan adat Ohoi Ohoiraut adalah sebagai berikut “yamar aar rein” marga Niloar diantaranya marga Efay, marga Ngutra, marga Wasar, dan marga Wusuk.

Yamar aar rein marga Tangunubun adalah marga Ubyaan, marga Berkat, marga Falau, dan marga Karwai. Begitu pula dengan mastomat ri adalah marga Niloar, marga Rumagun, marga Uryaan, marga Labay, marga Katloi, marga Ohoiwutun, dan marga Tangunubun yang secara stratafikasi adalah Riri.2

2. Kebiasaan Masyarakat Ohoi Ad Dan Ohoi Ohoiraut

Terdapat beberapa prinsip dan sikap hidup masyarakat Ohoi Ad dan Ohoi Ohoiraut dapat diuraikan sebagai berikut: Pertama, sikap rela menolong, istilah yang dipakai untuk menjelaskan sikap hidup masyarakat Ohoi Ad dan masyarakat Ohoi Ohoiraut ini ialah Maren atau Hamaren. Maren berarti bekerja bersama-sama. Sikap dasar menolong sesama ini terjadi secara spontan, tanpa undangan resmi. Misalnya membuka kebun baru, mendirikan rumah

2Wawancara Bapak Yusuf Tangunubun, (Tokoh Adat Ohoi Ohoiraut), Ohoi Ohoiraut, 22-04- 2020/jam 15.02 WIT

(10)

(termasuk gereja atau masjid), hajatan perkawinan atau kematian. Semua orang yang merasa terkait dalam kekerabatan bekerja bersama-sama. Jadi ada semacam kerelaan dari setiap orang untuk membantu sesama dalam kekerabatan yang telah terjalin. Sikap rela menolong ini pada dasarnya dilakukan demi kelesatarian hubungan dengan orang lain. Dengan demikian ada perasaan wajib untuk menolong sesama.

Kedua, sikap percaya bahwa orang lain akan membantu, sikap ini erat kaitannya dengan sikap rela menolong yakni dengan membantu orang lain, dia sendiri percaya bahwa orang lain juga akan membantu setiap usaha dan pekerjaannya.

Ketiga, sikap hormat dan taat kepada atasan. Ketaatan dan penghargaan kepada atasan mejadi kebiasaan diseluruh daerah kei, atasan menurut pandangan orang kei, orang yang dapat mempersatukan suatu kelompok kekerabatan. Dia memiliki kekuasaan dan merupakan representasi hukum yang mengatur seluruh kosmos. Seorang atasan lebih merupakan unsur transenden, mengatasi seluruh koletivitas. Oleh karena itu kedudukannya patut dihormati dan ditaati.

Keempat, sikap tahu berterima kasih. Dalam bahasa kei disebut “tet ya”.

Istilah ini memiliki makna yang sangat mendalam , artinya “karena kebaikanmu, engkau saya tempatkan dalam lubuk hati agar engkau dekat

(11)

dengan saya”. Jadi hakikat dari ucapan terima kasih orang kei adalah kebaikan orang lain perlu dibalas dengan sikap yang mengeratkan hubungan sosial.

Adapun bentuk-bentuk kekerabatan masyarakat Ohoi Ad dan juga Ohoi Ohoiraut, memiliki kesamaan gagasan dasar yakni sikap hidup kolektif, semangat solidaritas, dan kekeluargaan, mengutamakan suatu persaudaraan yang diikat dalam keluarga. Perjanjian adat mengkondisikan semua orang untuk saling membantu dan menganggap orang lain sebagai keluarga sendiri.

Semua orang terikat dalam relasi kekeluargaan tanpa membedakan agama.

Kebersamaan yang berpusat pada keluarga. Hubungan antar pribadi selalu didasarkan atas hubungan “saudara”. Semua orang dilihat sebagai saudara dari satu keluarga. Hal ini jelas dalam struktur keluarga ala Kei lewat isitilah “Teen fo teen, yanyanat fo yanyanat, yaan fo yaan, warin fo warin, yanur fo yanur, mangohoi fo mangohoi”. Ini bermakna bahwa keluarga Kei memiliki struktur yang memaksa setiap anggota keluarga untuk memiliki status sendiri. Inti dari struktur ini adalah menempatkan orang tua sebagai atasan dan anak sebagai bawahan.

Sikap kolektif orang kei. Dalam tindakan kolektif (sosial) orang kei selalu memprioritaskan aspek hukum, bahkan memutlakannya. Didalam kehidupan bersama, hukum adat selalu dijunjung tinggi diatas segalannya.

Ketaatan terhadap hukum ini didasarkan pada cita-cita agar kekerabatan semakin terwujud.

(12)

Adapaun penyelesaian sengketa secara adat yang berlaku di Ohoi Ad, Ohoi Ohoiraut bahkan wilayah kei pada umunya adalah para tokoh adat mengelar forum pertemuan/dudu adat dan menghadirkan dua atau lebih orang yang bersengketa bersama dengan pihak-pihak lain yang punya hubungan emosional dengan persoalan yang sedang disengketakan, kemudian kedua pihak di mintai keterangan dan informasi yang merupakan pegangan dari kedua belah pihak atau lebih yang bersengketa, selanjutnya dibandingkan dan di uji sesuai dengan tom snib/informasi lain yang betul-betul diketahui atau berdasarkan pada panduan hukum adat kei misalnya yang terkandung dalam hukum adat Larwul Ngabal seperti contoh salah satu unsur hukum adat “Hira i ni ntub fo i ni, it did ntub fo it did” yang artinya “Milik orang biarlah miliknya, milik kita biarlah milik kita”. Dengan demikian semua penyelesaian sengketa adat tetap berpatokan pada hukum adat Larwul Ngabal agar mendapat putusan pasti secara adat.3

3. Tentang Mata Pencaharian

Seperti kebanyakan masyarakat Maluku, mata pencarian orang kei merupakan suatu kombinasi dari kegiatan bercocok-tanam, berburu dan menangkap ikan di perairan sekitar pantai. Menangkap ikan adalah aktivitas sekunder; masyarakat kei umumnya menghabiskan lebih banyak waktu untuk bercocok tanam. Warga Ohoi menangkap ikan dengan menggunakan

3Wawancara Bapak Simon Tangunubun (Kepala Ohoi/Orang Kai Ohoi Ohoiraut), Ohoi Ohoiraut, 22- 03-2020/jam. 15:22WIT

(13)

perangkap ikan, kail, lembing, dan jala atau dengan mengumpulkan ikan-ikan yang terjebak pada terumbu karang, dan ceruk-ceruk pantai pada saat air laut surut.

Beberapa masyarakat memperdagangkan sebagian hasil panen atau tangkapannya kepada para tengkulak atau di pasar-pasar kota Tual, Langgur dan Elat. Hasil panen sisanya hanya untuk makanan keseharian mereka.

Sumber pendapatan tunai lainnya adalah penjualan kopra, penjualan cangkang kerang lola (tectus niloticus), penjualan rumput laut, usaha dagang enceran, sumbangan dari anggota keluarga di rantau, dan gaji pegawai negeri.4

B. Bentuk-bentuk Penyelesaian Sengketa Hak Atas Tanah Adat

Sebagaimana telah dijelaskan pada tinjauan pustaka bahwa, setiap terjadinya sengketa para pihak selalu mencari berbagai cara untuk dapat menyelesaikannya, baik melalui pengadilan (Litigasi) maupun diluar pengadilan (non-Litigasi).5

Adapun penyelesaian sengketa diluar pengadilan yang dilakukan atas dasar itikad baik oleh para pihak, diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif penyelesaian sengketa. Merujuk pada Pasal 1

4Wawancara Ibu Hobertina Tangunubun (Tokoh Masyarakat Ohoi Ohoiraut ), Ohoi Ohoiraut, 22-04- 2020/Jam 15:08

5Ibid,Hal.7

(14)

angka 10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, alternatif penyelesaian sengketa terdiri dari penyelesaian diluar pengadilan dengan menggunakan metode:

1) Konsultasi adalah suatu tindakan yang bersifat “personal” antara suatu pihak tertentu (klien) dengan pihak lain yang merupakan pihak konsultan memberikan pendapatnya kepada klien sesuai dengan keperluan dan kebutuhan kliennya.

2) Negosiasi adalah suatu upaya penyelesaian sengketa para pihak tanpa melalui proses pengadilan dengan tujuan mencapai kesepakatan bersama atas dasar kerja sama yang lebih harmonis dan kreatif.

3) Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalu proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator.

4) Konsiliasi adalah penengah akan bertindak sebagai kosilitator dengan kesepakatan para pihak dengan mengusahakan solusi yang dapat diterima.

5) Penilaian ahli adalah pendapat ahli untuk suatu hal yang bersifat teknis dan sesuai dengan bidang keahliannya.6

Terhadap permasalahan yang berlangsung antara Ohoi Ad dan Ohoiraut, akibat dari adanya klaim terhadap batas tanah antara Ohoi Ad dan Ohoi Ohoiraut, saat masyarakat Ohoi Ad mengambil hasil laut di perbatasan antara kedua ohoi tersebut, begitupun sebaliknya dengan pihak Ohoi Ad yang tetap mengklaim bahwa tanah itu masih ada dalam wilayah petuanan Ohoi Ad. Oleh sebab itu dengan

6Frans Hendra Winarta, Hukum Penyelesaian Sengketa Arbitrase Nasional dan Internasional, Sinar Grafika, Jakarta,2011,Hal.7-8

(15)

adanya perbedaan pendapat ini yang menimbulkan sengketa antara kedua belah pihak.

Salahudin sebagaimana Arkanudin, mengemukakan bahwa penyelesaian sengketa adalah persoalan dan pilihan. Setiap pilihan yang diambil harusnya mempertimbangkan kesesuaian budaya dan lingkungan dimana resolusi itu dipergunakan, sehingga dapat menghindari hambatan-hambatan cultural dan struktur sosial.7

Adapun pilihan untuk meneyelesaikan suatu masalah sengketa sebagaimana disebutkan diatas, selanjutnya diserahkan sepenuhnya kepada keinginan masing-masing dari kedua belah pihak. Kedua belah pihak yang menyetujui untuk menyelesaikan sengketa tersebut diluar pengadilan berarti penyelesaian sengketa tersebut berdasarkan kehendak para ihak dengan cara damai.8

C. Penyelesaian Sengketa Tanah Adat Pada Ohoi Ad Dan Ohoi Ohoiraut

Terkait dengan penyelesain permasalahan/sengketa tanah adat antara masyarakat Ohoi Ad dan masyarakat Ohoi Ohoiraut. Menyangkut dengan proses penyelesaian antara kedua belah pihak, setelah ada laporan pengaduan bapak Christian Baljanan (Kepala Ohoi Ad) saat itu kepada Pemerintah Daerah dalam hal

7Arkaanudin, Resolusi Konflik Pertanahan Berdasarkan Pranata Adat, http://arkarudin.blogspot.com/rewolusi-konflik-pertanahan-berdasarkan-pranata-adat.htm/

8Ibidd hal 5

(16)

ini bapak Christian Rahanra sebagai Bupati Maluku Tenggara pada tahun 1979, terkait dengan klaim dari pihak masyarakat Ohoi Ohoiraut terhadap hak milik atas tanah perbatasan antara Ohoi Ad dan Ohoi Ohoiraut. Selanjutnya berdasarkan pengaduan dari bapak Chirstian Baljanan (Kepala Ohoi Ad) pada saat itu dari pihak pemerintah daerah hanya menaruh/menancap sasi pada lokasi tempat sengketa tanpa melakukan tindakan lanjut menggenai penyelesaian sengketa tersebut, sehingga belum ada penyelesaian dari pihak pemerintah daerah.9

Kemudian seiring berjalannya waktu sampai kepada pada masa pemeritahan bapak Andreas Rentanubun sebagai Bupatti Maluku Tenggara pada tahun 2009, barulah melakukan upayah penyelesaian dengan membuat pertemuan antara kedua pihak tersebut dan mengambil langkah sebagai berikut:

1) Melakukan pemberian surat pemanggilan kepada pihak Ohoi Ad dan pihak Ohoi Ohoiraut.

2) Melakukan musyawarah terbuka dan melibatkan Kepala Bagian Pemerintahan Kabupaten Maluku tenggara, pihak Ohoi Ad di antaranya Kepala Ohoi Ad (Welhelmus Renuw), Tokoh adat (Koko Rahan Faak/Renuw-Lobwaer dan Baljanan-Siloinyanan), tokoh masyarakat (Aminadap Tayanan) dan juga pihak Ohoi Ohoiraut di antaranya Pejabat Ohoi Ohoiraut (Jeri Tanlain), tokoh adat

9Wawancara Bapak Janci Siloinyanan (Kepala Ohoi/Orang Kai Ohoi Ad), Ohoi Ad, 11-03- 2020/jam.20:00WIT

(17)

dan tokoh masyarakat (Simon Tangunubun), untuk mendengar pendapat dan sekaligus penyelesaian masalah sengketa.10

Langkah yang diambil oleh pihak pemerintah daerah ini pun mengalami jalan buntu akibat tidak adanya kesepakatan antara kedua belah pihak, karena hasil dari pertemuan itu adalah untuk makan bersama , tetapi pihak dari Ohoi Ad yang diwakili oleh Kepala Ohoi Ad bersama seluruh perangkat Ohoi Ad tetap berpatokan pada putusan perdata No.01/1970 yang menerangkan bahwa bukti sah kepemilikan tanah ada pada Ohoi Ad.11

Pemerintah Daerah pun mengapresiasi langkah tersebut, maka pihak Pemerintah Daerah mengembalikan permasalahan sengketa ini untuk diselesaiakan secara kekeluargaan karena sudah ada putusan pengadilan yang sudah inkrah dan bukti sah ada pada Ohoi Ad sesuai dengan putusan perdata 01/1970 pengdilan negeri Tual.12

Perlu dijelaskan juga bahwa menganai upaya penyelesaian sengketa Ohoi Ad dan Ohoi Ohoiraut, sebelum masa Pemerintahan Kepala Ohoi Ad Christian Baljanan dan Kepala Ohoi Ohoiraut Ibu Te Meun Rumangun, sudah ada beberapa upaya penyelesaian yang telah dilakukan, berawal dari vonis taruhan nyawa yang dibuat dan disepakati bersama oleh pihak Ohoi Ad dan pihak Ohoi Ohoiraut pada

10Wawancar Bapak Simon Tangunubun (Kepala Ohoi/Orang Kai Ohoi Ohoiraut ), Ohoi Ohoiraut, 22- 03-2020/jam.15:22WIT

11Wewncara Bapak Gustaf Renuw (Tokoh Adat Ohoi Ad), Ohoi Ad, 19-03-2020/jam:20:30WIT

12Wawancara Ibu Deby Bunga (Kepala Bagian Hukum, Pemerintah Daerah Kab.Malra), Langgur, 01- 04-2020/jam:12:04.WIT

(18)

tahun 1911 yang kemudian di menangkan oleh Sohaik Renuw (Sohaikubun) dari pihak Ohoi Ad.13

Selanjutnya pada tahun 1970 sengketa ini kemudian di bawah ke Pengadilan Negeri Tual oleh pihak Ohoi Ohoiraut sebagai penggugat dan pihak Ohoi Ad sebagai tergugat, berdasarkan pembuktian dan fakta-fakta yang terungkapkan dalam persidangan maka dengan tegas pengadilan negeri tual, menjatuhkan putusan pada tanggal tanggal 17 Pebruari 1970 dengan Nomor Perkara, No. 01/1970 yang menerankan bahwa “Waer (objek sengketa) seluruhnya yang dituntut oleh penggugat, adalah hak milik tergugat yang menurun dari nenek moyang mereka, bukan hak milik dari penggugat yang menurun dari nenek moyang mereka”.14

Berdasarkan prinsip “Ius Curia Novit/Curia Novit Juas” bahwa hakim dianggap mengetahui dan memahami segala hukum, dalam memeriksa dan memutusakan perkara, dapat mengadili hukum adat yang berlaku dalam masyarakat adat Kei, sehingga dapat memutuskan suatu keputusan yang adil sesuai yang diharapkan.

Meskipun telah adanya putusan pengadilan tersebut, namun sampai dengan saat ini pihak masyarakat Ohoi Ohoiraut terus melakukan tindakan-tindakan yang dianggap bertantangan dengan putusan pengadilan, tindakan-tindakan yang

13Wawancara Bapak Enos Efay (Tokoh Adat Ohoi Ohoiraut), Ohoi Ohoiraut, 22-03-2020/jam 17:01WIT

14Wawancara Bapak Welhelmus Renuw, (Tokoh A dat Ohoi Ad), Ohoi Ad, 19-03-2020/jam.19:20WIT

(19)

dilakukan diantaranya, masyarakat Ohoi Ohoiraut terus mengkomplain hak milik atas tanah/objek sengketa berdasarkan cerita dan tindakan-tindakan sejarah, adapun masyarakat Ohoi Ohoiraut masih terus mengambil hasil dari objek sengketa baik hasil hutan maupun hasil laut, bahkan pihak Ohoi Ohoiraut memaksa setiap orang atau masyarakat Ohoi Ad yang mengambil hasil dari objek sengketa untuk wajib meminta izin kepada pihak Ohoi Ohoiraut. Dengan demikian menggenai tindakan- tindakan yang dilakukan pihak Ohoi Ohoiraut tersebut, hal ini yang membuat sehingga masalah ini terus berlarut-larut tanpa adanya penyelesaian kekeluargaan antara kedua belah pihak sampai dengan saat ini.

Referensi

Dokumen terkait

The article is an argument for understanding supervision work as leveraging students’ intellectual knowledgeability through active relational mediation, which I suggest is more likely