• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada Proyek Konstruksi Milik Pemerintah Daerah di Kecamatan Pujud Kabupaten Rokan Hilir Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Pada Pasal 86 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ditegaskan bahwa setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja.69

Dasar hukum yang lebih spesifik mengatur mengenai keselamatan kerja adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja mengatur mengenai keselamatan kerja dalam segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air, maupun di udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia. Ketentuan tersebut berlaku dalam tempat kerja dimana:

1. Dibuat, dicoba, dipakai, atau dipergunakan mesin, pesawat, alat, perkakas, peralatan, atau instalasi yang berbahaya atau dapat menimbulkan kecelakaan, kebakaran, atau peledakan.

2. Dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut, atau disimpan bahan atau barang yang dapat meledak dan mudah terbakar.

69 Pasal 86 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

(2)

3. Dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan, atau pembongkaran rumah, gedung, atau bangunan lainnya, termasuk bangunan pengairan, saluran atau terowongan di bawah tanah, dan sebagainya atau dimana dilakukan pekerjaan persiapan.

4. Dilakukan usaha pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan hutan, pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan, dan lapangan kesehatan.

5. Dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan emas, perak, logam atau bijih logam lainnya, batu-batuan, gas, minyak, atau mineral lainnya, baik di permukaan atau di dalam bumi maupun di dasar perairan.

6. Dilakukan pengangkutan barang, binatang, atau manusia, baik di daratan, melalui terowongan, di permukaan air, dalam air, maupun di udara.

7. Dikerjakan bongkar muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga, dok, stasiun, atau gudang.

8. Dilakukan penyelaman, pengambilan benda, dan pekerjaan lain di dalam air.

9. Dilakukan pekerjaan dalam ketinggian di atas permukaan tanah atau perairan.

10. Dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau rendah.

11. Dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur, atau lobang.

(3)

12. Dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan, terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut, atau terpelanting.

13. Terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu, kotoran, api, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara, atau getaran.

14. Dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah.

15. Dilakukan pemancaran, penyiaran atau penerimaan radio, radar, televisi, atau telepon.

16. Dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan, atau riset (penelitian) yang menggunakan alat teknis.

17. Dibangkitkan, dirubah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan, atau disalurkan listrik, gas, minyak, atau air.

18. Diputar film, dipertunjukkan sandiwara, atau diselenggarakan rekreasi lainnya yang memakai peralatan, instalasi listrik, atau mekanik.70 Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja untuk:

1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan.

2. Mencegah, mengurangi, dan memadamkan kebakaran.

3. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan.

4. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya.

70 Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

(4)

5. Memberi pertolongan pada kecelakaan.

6. Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja.

7. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara, dan getaran.

8. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, baik fisik maupun psikis, peracunan, infeksi, dan penularan.

9. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai.

10. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik.

11. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup.

12. Memelihara kebersihan, kesehatan, dan ketertiban.

13. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara, dan proses kerjanya.

14. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman, atau barang.

15. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan.

16. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan, dan penyimpanan barang.

17. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya.

18. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.71

71 Pasal 3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

(5)

Sedangkan, dasar hukum yang lebih spesifik mengatur mengenai kesehatan kerja adalah Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan.72

Pemerintah menetapkan standar kesehatan kerja. Pengelola tempat kerja wajib menaati standar kesehatan kerja tersebut dan menjamin lingkungan kerja yang sehat serta bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan kerja, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.73

Pengelola tempat kerja wajib melakukan segala bentuk upaya kesehatan melalui upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan, dan pemulihan bagi tenaga kerja. Pekerja wajib menciptakan dan menjaga kesehatan tempat kerja yang sehat dan menaati peraturan yang berlaku di tempat kerja. Dalam penyeleksian pemilihan calon pegawai pada perusahaan/instansi, hasil pemeriksaan kesehatan secara fisik dan mental digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan.74

Pengusaha wajib menjamin kesehatan pekerja melalui upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan, dan pemulihan, serta wajib menanggung seluruh biaya pemeliharaan kesehatan pekerja. Pengusaha menanggung biaya atas gangguan kesehatan akibat kerja yang diderita oleh pekerja sesuai dengan

72 Pasal 164 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

73 Marihot Pahala Siahaan, Hukum Bangunan Gedung di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), hlm. 21.

74 Pasal 165 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

(6)

peraturan perundang-undangan. Pemerintah memberikan dorongan dan bantuan untuk perlindungan pekerja sebagaimana dimaksud di atas.75

Dari observasi awal yang dilakukan di Kecamatan Pujud Kabupaten Rokan Hilir, peneliti menemukan permasalahan bahwa pada proyek konstruksi milik Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir yang ada di Kecamatan Pujud, yaitu proyek renovasi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) M. Yunus Pujud, perusahaan pelaksana proyek tersebut tidak melaksanakan standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) kepada para pekerja/buruh, sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

CV Wido Star sebagai perusahaan pelaksana proyek yang mengerjakan proyek renovasi SMK M. Yunus Pujud yang telah membiarkan para pekerja/buruh tidak ada yang menggunakan peralatan dan perlengkapan kerja yang safety untuk melindungi keselamatan dan kesehatannya dalam bekerja tentunya telah melanggar ketentuan dalam Pasal 86 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang menegaskan bahwa setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja.

Instansi pemerintah sebagai pemilik proyek seharusnya melakukan pemeriksaan terhadap peralatan dan perlengkapan kerja setiap perusahaan yang mengikuti tender proyek agar memenuhi standar keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 13 Tahun

75 Pasal 166 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

(7)

2003 tentang Ketenagakerjaan. Peralatan dan perlengkapan kerja perusahaan dijadikan salah satu syarat wajib untuk dapat mengikuti proses tender proyek di instansi pemerintahan.

Gambar I.1.

Proyek Renovasi SMK M. Yunus Pujud

Gambar di atas menunjukkan bahwa para pekerja/buruh yang sedang mengerjakan proyek renovasi SMK M. Yunus Pujud tanpa menggunakan peralatan dan perlengkapan kerja yang safety sesuai dengan standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) untuk melindungi keselamatan dan kesehatannya dalam bekerja.

Menurut Pasal 86 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal, diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja, yang dimaksudkan untuk memberikan

(8)

jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi.76

Para pekerja, terutama buruh kasar (kuli bangunan), tidak dapat disalahkan dalam hal tidak dilaksanakannya standar keselamatan dan kesehatan kerja oleh perusahaan. Buruh kasar hanya bekerja mengandalkan tenaganya dengan peralatan dan perlengkapan kerja yang telah disediakan oleh perusahaan. Mereka tidak akan berani untuk protes karena mereka sangat membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya.

Pada Pasal 87 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ditegaskan bahwa setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan. Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, pelaksanaan, tanggung jawab, prosedur, proses, dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif.77

76 Pasal 86 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

77 Pasal 87 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

(9)

B. Perlindungan Hukum bagi Pekerja/Buruh pada Proyek Konstruksi Milik Pemerintah Daerah di Kecamatan Pujud Kabupaten Rokan Hilir yang Sesuai Dengan Standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa hak-hak bagi pekerja/buruh yang merupakan tenaga kerja kontrak adalah sebagai berikut:

1. Perlakuan yang sama tanpa diskriminasi. (Pasal 6) 2. Pelatihan kerja. (Pasal 12 Ayat 3)

3. Penempatan kerja. (Pasal 31)

4. Tidak ada masa percobaan. (Pasal 58 Ayat 1) 5. Waktu kerja. (Pasal 77 Ayat 2)

6. Waktu kerja lembur. (Pasal 78 Ayat 1) 7. Upah kerja lembur. (Pasal 78 Ayat 2) 8. Waktu istirahat dan cuti. (Pasal 79 Ayat 2) 9. Waktu untuk beribadah wajib. (Pasal 80)

10. Tenaga kerja perempuan yang haid. (Pasal 81 Ayat 1) 11. Tenaga kerja perempuan yang melahirkan. (Pasal 82) 12. Tenaga kerja perempuan yang menyusui. (Pasal 83)

13. Perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja. (Pasal 86 Ayat 1) 14. Penghasilan yang layak. (Pasal 88 Ayat 1)

15. Upah minimum. (Pasal 90 Ayat 1)

(10)

16. Jaminan sosial tenaga kerja. (Pasal 99 Ayat 1) 17. Hak uang pesangon. (Pasal 156 Ayat 2)

18. Hak uang penghargaan masa kerja. (Pasal 156 Ayat 3)

Adapun hambatan-hambatan dalam pelaksanaan standar keselamatan dan kesehatan kerja pada proyek konstruksi pemerintah di Kecamatan Pujud Kabupaten Rokan Hilir adalah sebagai berikut:

1. Mahalnya harga safety tools yang merupakan peralatan dan perlengkapan kerja yang memenuhi standar keselamatan dan kesehatan kerja.

2. Para pekerja terbiasa bekerja tanpa menggunakan safety tools.

3. Lemahnya pengawasan dari Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Rokan Hilir terhadap pelaksanaan standar keselamatan dan kesehatan kerja.

4. Terbatasnya jumlah pegawai yang ada pada Seksi Norma K3 Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Rokan Hilir.

Pekerjaan konstruksi sangat rentan terhadap kecelakaan, sehingga merupakan hal yang mustahil untuk menyatakan bahwa dalam proyek konstruksi tidak akan terjadi kecelakaan kerja. Pembangunan yang dilaksanakan dengan teknologi tingkat tinggi maupun dengan teknologi sederhana pasti memiliki risiko yang dapat menimbulkan kecelakaan kerja.

Dalam mengatasi masalah-masalah tersebut, pemerintah telah mengeluarkan undang-undang dan berbagai peraturan menyangkut keselamatan dan kesehatan kerja.

(11)

C. Penegakan Hukum dan Sanksi terhadap Pelanggaran Standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada Proyek Konstruksi Milik Pemerintah Daerah di Kecamatan Pujud Kabupaten Rokan Hilir Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Adapun penegakan hukum terhadap pelanggaran dalam pelaksanaan standar keselamatan dan kesehatan kerja pada proyek konstruksi pemerintah berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah sebagai berikut:

1. Mewajibkan setiap perusahaan yang ingin mengikuti proses lelang proyek di Kabupaten Rokan Hilir harus memiliki peralatan dan perlengkapan kerja yang memenuhi standar keselamatan dan kesehatan kerja.

Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir sebagai penyedia proyek dapat membuat kebijakan yang mewajibkan setiap perusahaan yang ingin mengikuti proses lelang proyek konstruksi yang terdapat pada semua instansi di Kabupaten Rokan Hilir harus memiliki peralatan dan perlengkapan kerja yang memenuhi standar keselamatan dan kesehatan kerja. Pemerintah dapat melakukan sidak ke masing-masing kantor perusahaan untuk membuktikan bahwa perusahaan tersebut telah memiliki peralatan dan perlengkapan kerja yang memenuhi standar keselamatan dan kesehatan kerja.

Peralatan dan perlengkapan kerja yang memenuhi standar keselamatan dan kesehatan kerja dapat dijadikan salah satu persyaratan wajib bagi setiap

(12)

perusahaan yang ingin mengikuti proses lelang proyek di Kabupaten Rokan Hilir. Kebijakan tersebut tentunya akan sejalan dengan ketentuan yang diamanatkan oleh Pasal 86 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bahwa setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja.

2. Pemberian sanksi yang tegas sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Menurut Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Rokan Hilir, berdasarkan Pasal 190 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, perusahaan yang melanggar ketentuan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja dapat dikenai sanksi administratif berupa:

1. Teguran.

2. Peringatan tertulis.

3. Pembatasan kegiatan usaha.

4. Pembekuan kegiatan usaha.

5. Pembatalan persetujuan.

6. Pembatalan pendaftaran.

7. Penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi.

8. Pencabutan izin.

Sejalan dengan itu, setiap penyedia jasa dan/atau pengguna jasa yang tidak memenuhi standar keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan dalam penyelenggaraan jasa konstruksi dapat dikenai sanksi administratif berupa:

(13)

1. Peringatan tertulis.

2. Denda administratif.

3. Penghentian sementara kegiatan layanan jasa konstruksi.

4. Pencantuman dalam daftar hitam.

5. Pembekuan izin.

6. Pencabutan izin.78

Apabila ada perusahaan yang bergerak di bidang jasa konstruksi yang tidak melaksanakan standar keselamatan dan kesehatan kerja, sebaiknya Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir langsung saja mencabut izin usaha perusahaan tersebut. Hal ini dikarenakan perusahaan tersebut telah melakukan kejahatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM), yaitu dengan sengaja membiarkan para pekerjanya bekerja dengan peralatan dan perlengkapan seadanya sedangkan tingkat risiko bekerja di bidang konstruksi cukup tinggi berpotensi mengakibatkan kecelakaan kerja.79

3. Peningkatan pengawasan Dinas Tenaga Kerja terhadap pelaksanaan standar keselamatan dan kesehatan kerja oleh perusahaan.

Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Rokan Hilir harus lebih meningkatkan pengawasannya terhadap pelaksanaan standar keselamatan dan kesehatan kerja pada perusahaan-perusahaan yang ada di Kabupaten Rokan Hilir, khususnya pada proyek-proyek konstruksi pemerintah yang dikerjakan oleh perusahaan

78 Pasal 96 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.

79 Nazarkhan Yasin, Penyelesaian Sengketa Konstruksi, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004), hlm. 40.

(14)

swasta. Hal ini sesuai dengan tupoksi dari Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Rokan Hilir, khususnya Seksi Norma K3.

Selain itu, Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Rokan Hilir juga harus rutin melakukan sidak ke setiap perusahaan yang ada di Kabupaten Rokan Hilir untuk memastikan bahwa standar keselamatan dan kesehatan kerja benar-benar dijalankan oleh setiap perusahaan kepada para pekerjanya.

4. Penambahan jumlah pegawai di Seksi Norma K3.

Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Rokan Hilir sebaiknya mengadakan penambahan jumlah pegawai, khususnya yang bertugas di Seksi Norma K3.

Hal ini sangat mendesak untuk segera dilakukan mengingat terbatasnya jumlah pegawai di seksi tersebut dan sangat banyaknya jumlah perusahaan-perusahaan yang ada di Kabupaten Rokan Hilir yang akan rutin disidak untuk memastikan bahwa pelaksanaan standar keselamatan dan kesehatan kerja telah dijalankan oleh masing-masing perusahaan.

Apabila penambahan jumlah pegawai pada Seksi Norma K3 belum dapat dilaksanakan dalam waktu dekat, sebaiknya Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Rokan Hilir melakukan kerja sama lintas sektoral dengan Badan Satpol PP Kabupaten Rokan Hilir agar pengawasan terhadap pelaksanaan standar keselamatan dan kesehatan kerja di Kabupaten Rokan Hilir dapat berjalan dengan baik.

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian Siti Maisarah Lubis pada tahun 2017 yang berjudul Manajemen Resiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada Proyek Konstruksi Gedung (Studi Kasus