• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PENGUJIAN EKSPERIMENTAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB III PENGUJIAN EKSPERIMENTAL"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

Penelitian dasar sebagai pendukung pengujian skala penuh ini meliputi pengujian mekanik material, pengujian perilaku geser beton konvensional dan beton geopolimer (SCGC) serta pengamatan efek lekatan pada tulangan dan interlocking. Data sifat mekanik material beton bertulang untuk berbagai benda uji diperoleh melalui pengujian material pada baja tulangan dan beton konvensional serta beton geopolimer SCGC. 43 Proporsi campuran desain beton konvensional (BK) dan beton geopolimer self compacting (SCGC) dalam satu (1) kubus beton dapat dijelaskan pada Tabel 3.

Hasil uji kuat tekan silinder beton konvensional adalah f'c = 31,11 MPa dan kuat tekan silinder beton geopolimer SCGC adalah f'c = 31,49 MPa dengan data lengkap seperti pada Tabel 3 Perilaku material beton komposit antara beton konvensional dan Beton geopolimer SCGC harus diperhatikan dan perilaku penyusutan beton harus diperhitungkan secara khusus. Perilaku penyusutan pada beton geopolimer perlu diteliti lebih lanjut karena proses pengerasan pada beton geopolimer tidak sama dengan beton konvensional, hal ini dikarenakan beton geopolimer tidak mengandung semen.

Pada penelitian ini pengamatan terhadap proses penyusutan beton geopolimer dilakukan dengan menggunakan metode pengamatan berkala dengan uji penempatan seperti pada Gambar 3. 45 beton geopolimer dilakukan setiap 15 menit pada 2 jam pertama setelah penuangan, kemudian diamati setiap 30 menit. . dalam satu jam berikutnya sampai umur beton mencapai 56 hari. Data pengamatan penyusutan beton geopolimer menunjukkan besar penyusutan beton pada proses pengerasan beton kurang dari 0,2 milimeter mm/mm = 667.

Dari data hasil uji penyusutan beton self-compacting geopolymer (SCGC) sebesar 667  lebih besar dari 200  (ACI, 2008) dan 400  (PCA).

Gambar 3. 3. (a) Balok uji haunch beton konvensional/geopolimer (b) Penampang dan penulangan  balok dan kolom
Gambar 3. 3. (a) Balok uji haunch beton konvensional/geopolimer (b) Penampang dan penulangan balok dan kolom

Perilaku geser beton konvensional dan beton geopolimer SCGC

Binder

Pada campuran beton geopolimer, bahan pengikatnya terdiri dari fly ash kelas F dan alkaline activator (AA). Fly ash merupakan limbah hasil pembakaran batubara pada tungku pembangkit listrik tenaga uap yang berbentuk bulat halus dan bersifat pozzolan serta dapat digunakan sebagai bahan campuran beton. Fly ash yang berperan sebagai pengganti semen pada beton geopolimer harus diuji dengan SEM-EDX (Gambar 3.10 dan Gambar 3.11) dan XRF.

Fly ash yang digunakan pada penelitian ini adalah fly ash dari PLTU Tanjung – Jati B Jepara. Fly ash yang diperoleh dari pembangkit listrik PLTU Tanjung – Jati B Jepara mempunyai pola bentuk yang tidak beraturan (berat). Bentuk bola fly ash tampak heterogen dan mempunyai jarak antar partikel yang berbeda-beda karena perbedaan diameter partikel yang besar.

Pengujian XRF terhadap fly ash Tanjung Jati B Jepara dilakukan di Sucofindo Surabaya dengan hasil pengujian seperti terlihat pada Tabel 3. Aktivator basa yang digunakan adalah natrium silikat (Na2SiO3) dan natrium hidroksida (NaOH), dimana natrium silikat berperan untuk mempercepat polimerisasi reaksi sedangkan natrium hidroksida bekerja dengan mereaksikan unsur Al (alumina) dan Si (silika) yang terkandung dalam abu terbang sehingga menghasilkan ikatan polimer yang kuat. Penggunaan aktivator alkali dalam produksi geopolimer mempunyai peranan penting sebagai pengikat unsur alumina dan silika yang terkandung dalam abu terbang, sehingga terbentuk ikatan polimerisasi dan mempercepat reaksi yang terjadi.

Natrium hidroksida berfungsi mereaksikan unsur Al dan Si yang terdapat pada fly ash sehingga mampu menghasilkan ikatan polimer yang kuat. Pada campuran fly ash dan hidroksida yang diamati secara mikrometer terlihat terdapat ikatan yang kurang kuat namun lebih rapat dan tidak terdapat retakan seperti pada campuran natrium silikat dan fly ash. Sedangkan pada proses pembuatan basah, pasir silika (SiO2) dicampur dengan natrium hidroksida (NaOH) melalui proses filtrasi sehingga menghasilkan natrium silikat murni.

Natrium silikat mempunyai dua bentuk yaitu padat dan larutan, sedangkan bentuk larutan lebih umum digunakan untuk campuran beton. Namun dalam perkembangannya natrium silikat dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan antara lain untuk campuran semen, pengikat keramik, pelapis, campuran cat dan berbagai keperluan industri seperti kertas, fiber dan tekstil. Beberapa penelitian dapat membuktikan bahwa natrium silikat dapat digunakan sebagai bahan campuran beton (Li et al., 2020).

Gambar 3. 10. Analisis EDX fly ash PLTU Tanjung – Jati B Jepara
Gambar 3. 10. Analisis EDX fly ash PLTU Tanjung – Jati B Jepara

Agregat halus dan agregat kasar

54 Pada penelitian ini digunakan larutan aktivator basa dari campuran larutan NaOH 12 M dan natrium silikat jenis Be52 (Na2SiO3). Na2SiO3 Be52 mengandung 14,55% Na2O, 33,76% SiO2 yang pada proses pembentukan garam (kristalisasi) menggunakan konsentrasi 52o Be. Na2SiO3 Be52 mempunyai sifat fisika yang lebih cair dibandingkan Na2SiO3 Be58, karena lebih banyak larutan NaOH yang digunakan dalam produksi Na2SiO3 Be52.

Dengan sifat fisik yang lebih cair diharapkan dapat dihasilkan campuran beton geopolimer dengan nilai slump flow yang tinggi. Pada penelitian ini nilai perbandingan NaOH 12 M dan Na2SiO3 Be52 yang digunakan adalah 1:2,5 (Ekaputri dan Triwulan, 2013).

Metode campuran SCGC

Spektrofotometer adalah instrumen untuk mengukur transmisi atau penyerapan suatu benda uji sebagai fungsi panjang gelombang (Basset, 1994). Teknik spektroskopi inframerah (IR) digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsi senyawa, menentukan struktur molekul, menentukan kemurnian dan mempelajari reaksi yang sedang berlangsung. Wilayah ini sering digunakan untuk perbandingan pita demi pita dari spektrum senyawa yang diketahui dengan spektrum senyawa yang tidak diketahui untuk mengidentifikasi senyawa.

Dari pengujian spektroskopi FT-IR dengan 6 benda uji yaitu beton konvensional (BK), beton konvensional + superplasticizer (BKSP), beton geopolimer (BG), beton geopolimer + superplasticizer (BGSP), beton geopolimer pemadatan sendiri (SCGC) dan superplasticizer (SP) diperoleh spektrum infra merah seperti pada Gambar 3. Informasi pembentukan puncak (peaks) direpresentasikan pada hubungan antara bilangan gelombang (cm-1) dengan transmisi dan serapan (%) oleh daerah serapan dan transmisi sinar infra merah yang disinari pada benda uji. Pada daerah gugus fungsi antara cm-1 diperoleh informasi bahwa urutan tingkat pengenceran (kemampuan kerja) keenam (6) sampel uji dimulai dari jenis sampel yang paling sedikit encernya.

59 Dengan demikian, beton geopolimer self compacting (SCGC) terbukti merupakan jenis beton geopolimer yang paling encer dibandingkan dengan BK, BKSP, BG dan BGSP.

Gambar 3. 13. (a) Horizontal slump flow SCGC (b) Slump flow time (T50)  3.3.3. FT-IR (Fourier Transform Infrared)
Gambar 3. 13. (a) Horizontal slump flow SCGC (b) Slump flow time (T50) 3.3.3. FT-IR (Fourier Transform Infrared)

Desain Penelitian

Pengujian balok lentur (balok prismatis)

Dongkrak hidrolik dan load cell berkapasitas 500 kN digunakan untuk memberikan beban terpusat di tengah bentang balok. Pengujian benda uji BC-1 dan BC-2 dilakukan dengan pembebanan bentang tengah monotonik sebagai beban terpusat dengan sistem kendali perpindahan hingga tercapai kondisi beban maksimum (ultimate). a) Pengujian sinar prismatik (b) Pengaturan pengujian sinar prismatik 3.4.2. Bagian beton geopolimer diberi warna yang berbeda dengan balok prismatik sehingga mudah untuk mengamati perilaku kedua elemen tersebut.

Pengaturan pengujian balok pinggul ditunjukkan pada Gambar 3. a) Pengujian balok samping (beton konvensional) (b) Pengujian balok samping (beton geopolimer) (c) Pengujian pengaturan balok samping.

Gambar 3. 15. (a) Pengujian balok prismatis  (b) Set up pengujian balok prismatis  3.4.2
Gambar 3. 15. (a) Pengujian balok prismatis (b) Set up pengujian balok prismatis 3.4.2

Evaluasi terhadap Metode Uji, Dampak dan Perbaikannya

Penyimpangan metode pengujian terhadap kaidah Teoritis

Menggunakan bekisting yang terbuat dari bahan yang stabil, kuat, rata dan tidak menyerap air serta tidak mengalami pembengkakan dan penyusutan. Pemasangan dan perakitan tulangan mengedepankan keakuratan diameter, penempatan, jarak dan kualitas sesuai dengan rencana analitis. Merencanakan dan merinci sistem pendukung engsel dan roller yang benar agar berfungsi dalam kerangka dasar rencana.

Tinjauan pengaruh ketidaksempurnaan benda uji terhadap hasil

Pemodelan Balok Benda Uji 1. Perilaku material

Perilaku beton

Perilaku baja tulangan

Interaksi antara dua elemen secara umum dapat didefinisikan menjadi dua jenis, yaitu antarmuka bawaan dan antarmuka koneksi geser. Antarmuka terintegrasi adalah suatu kondisi dimana tidak ada perbedaan slip atau regangan pada dua elemen yang bertemu satu sama lain. Antarmuka slip ikatan adalah suatu kondisi dimana dapat terjadi slip atau perubahan tegangan pada sambungan dua elemen.

Antarmuka yang terjadi pada pengujian balok adalah hubungan antara tulangan baja dengan beton dan hubungan antara beton lama dengan beton baru.

Elemen

Mesh yang dapat digunakan dalam model umumnya terdiri dari dua jenis yaitu segitiga (segitiga) dan segi empat (persegi panjang). Mata jaring persegi lebih umum digunakan untuk memodelkan bentuk yang relatif beraturan, sedangkan mata jaring segitiga digunakan untuk bentuk yang kurang beraturan. Hasil model dipengaruhi oleh mesh, baik jenis mesh, ukuran mesh dan titik sampel (titik Gauss) yang digunakan pada mesh.

Batasan atau syarat batas merupakan penentuan suatu elemen yang diasumsikan tidak mengalami perpindahan atau rotasi. Kondisi batas dapat dinyatakan dalam arah sumbu tertentu antara sumbu x, y dan/atau z baik perpindahan maupun rotasi. Beban pada model secara umum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pembebanan yang dikontrol gaya dan pembebanan yang dikontrol regangan.

Analisis linier dapat digunakan untuk elemen dengan deformasi kecil, biasanya pada kasus struktur leleh saja. Analisis nonlinier digunakan untuk struktur yang mengalami deformasi besar, biasanya digunakan untuk struktur yang mengalami keruntuhan. Perbedaan kedua jenis analisis tersebut terletak pada fungsi tegangan-regangan material, dimana pada analisis non linier lebih mewakili kondisi material sebenarnya.

Beberapa metode dapat digunakan untuk mencari konvergensi, Newton – Raphson dan kekakuan konstan yang umum digunakan. Metode Newton – Raphson memberikan konvergensi yang lebih cepat tetapi relatif tidak stabil, sedangkan kekakuan konstan memerlukan waktu lebih lama namun lebih stabil.

Gambar 3. 20. Tipe elemen dalam FEA
Gambar 3. 20. Tipe elemen dalam FEA

Gambar

Gambar 3. 1. (a) Balok uji prismatis beton konvensional (b) Penampang dan penulangan  balok dan kolom
Tabel 3. 1. J enis benda uji balok uji lentur  Kode
Gambar 3. 3. (a) Balok uji haunch beton konvensional/geopolimer (b) Penampang dan penulangan  balok dan kolom
Gambar 3. 4.  Bagan alir proses riset
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bagaimanakah mutu kuat tekan beton Self Compacting Concrete (SCC) yang menggunakan variasi pasir lokal Sumatera Selatan (pasir halus, sedang dan kasar) pada pembuatan