• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Jembatan

N/A
N/A
Taufik Hidayat

Academic year: 2024

Membagikan "BAB III TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Jembatan"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

III-1

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Pengertian Jembatan

jembatan merupakan struktur yang dirancang untuk menyambungkan dua area jalan yang terpisah oleh hambatan seperti lembah dalam, sungai, danau, saluran irigasi, serta lintasan kereta api atau jalan raya yang tidak sejajar satu sama lain (Raymond dalam Budiadi,2008)

jenis jembatan berdasarkan fuingsi lokasi, bahan konstruksi dan tipe struktur sekarang ini telah mengalami perkembangan pesat sesuai dengan kemajuan jaman dan teknologi, mulai dari yang sederhana sampai pada konstruksi yang mutakhir.

3.2 Struktur Jembatan 3.2.1 Bangunan atas jembatan

Bangunan atas jembatan terdiri dari:

1. Girder atau gelagar adalah balok yang membentang secara memanjang maupun melintang di antara dua penyangga (abutment atau pier) jembatan yang berfungsi untuk menerima dan menyebarkan beban yang bekerja dari atas jembatan dan meneruskannya ke bagian struktur bawah jembatan.

2. Deck atau pelat lantai jembatan adalah seluruh lebar bagian jembatan yang di gunakan untuk lalu lintas kendaraan dan merupakan struktur pertama jembatan yang menerima beban dan meneruskan beban ke gelagar utama.

3.2.2 Bangunan bawah jembatan

Bangunan bawah jembatan terdiri dari:

1. Abutmen adalah bangunan bawah tumpuan struktur jembatan yang terletak pada kedua ujung pilar-pilar jembatan, berfungsi sebagai pemikul seluruh beban hidup (angin, kendaraan, dan lain-lain) dan beban mati (beban gelagar, dan lain- lain) pada jembatan dan meneruskan ke pondasi. Bentuk umum abutmen yang sering dijumpai baik pada jemabatan lama maupun jembatan baru pada prinsipnya semua sama yaitu sebagai pendukung bangunan atas, tetapi yang paling dominan ditinjaudari kondisi lapangan seperti daya dukung tanah dasar dan penurunan (seatlement) yang terjadi. Adapun jenis abutmen ini dapat dibuat dari bahan seperti batu atau beton bertulang dengan konstruksi seperti dinding atau tembok.

(2)

III-2 Gambar 3.1 Tipe-Tipe Abutmen

(sumber :perencanaan abutmen)

Gambar 3.2 Gambar Kerja Abutmen 1 dan 2

(Sumber: Gambar Kerja Penggantian Jembatan Tawaeli, 2023)

2. Pilar adalah sesuatu bangunan yang di desain untuk meneruskan beban dari bangunan atas, baik beban mati atau beban hidup, berat sendiri dari pilar (beban mati) ke tanah pondasi. Dari segi jenis, pilar dibuat dari beton bertulang minimal mutu sedang. Pilar jembatan dapat terbuat dari berbagai jenis bahan konstruksi, tergantung pada faktor-faktor seperti lingkungan, anggaran, dan desain struktural. Bahan yang umum digunakan meliputi beton, baja, dan kombinasi keduanya. Beton sering dipilih karena daya tahan dan kemampuannya untuk menahan tekanan, sedangkan baja digunakan untuk menghadapi beban tarik.

(3)

III-3 Gambar 3.3 Tipe-Tipe Pilar

(sumber perencanaan bangunan bawah jembatan)

Gambar 3.4 Gambar Kerja Pilar

(Sumber: Gambar Kerja Penggantian Jembatan Tawaeli, 2023)

3. Pondasi adalah bagian dari konstruksi bangunan yang berfungsi untuk menempatkan bangunan dan meneruskan beban yang disalurkan dari struktur atas ke tanah dasar pondasi yang cukup kuat menahannya tanpa terjadinya differensial settlement pada sistem strukturnya.

(4)

III-4 4. Pile Cap merupakan bagian dari struktur bawah bangunan yang berfungsi sebagai

pengikat tiang pancang atau bore pile yang sudah tertanam sehingga dapat menjadi satu kesatuan dan dapat menyalurkan beban secara merata tidak hanya kepada satu tiang pancang atau bore pile saja. Pile cap juga berfungsi sebagai penahan gaya geser terhadap beban yang ada.

3.2.3 Pondasi Tiang Bor (Bore Pile)

pondasi bore pile merupakan jenis pondasi tiang yang dipasang dengan melakukan pengeboran tanah terlebih dahulu sebelum pemasangannya (Hary Christiady Hardiyatmo, 2010). Pemasangan pondasi bore pile ke dalam tanah dilakukan dengan cara mengebor terlebih dahulu, kemudian diisi tulangan yang telah dirangkai dan di cor beton. Apabila tanah mengandung air, maka dibutuhkan pipa besi atau yang biasa disebut dengan temporary casing untuk menahan dinding lubang agar tidak terjadi kelongsoran dan pipa ini akan dikeluarkan pada waktu pengecoran beton.

3.2.3.1 Jenis-Jenis Pondasi Bore Pile

Menurut (Braja M. Das, 1941), pondasi bore pile mempunyai empat jenis, diantaranya:

a. Bore pile lurus untuk tanah keras

b. Bore pile yang ujungnya diperbesar berbentuk bel c. Bore pile yang ujungnya diperbesar berbentuk trapesium d. Bore pile lurus untuk tanah berbatu-batuan

Gambar 3.5 Jenis-Jenis Pondasi Bore Pile

Sumber: Braja M.Das 1941

(5)

III-5 3.2.3.2 Metode Pelaksanaan Pondasi Bore pile

Metode pelaksanaan pondasi bore pile ada 3 macam, yaitu metode kering, metode basah dan metode casing. Berikut penjelasan perbedaan metode yang digunakan pada pelaksanaan pondasi bore pile:

1. Metode kering

Metode kering cocok digunakan pada tanah diatas muka air tanah yang ketika di bor dinding lubangnya tidak longsor, seperti lempung kaku homogen. Metode kering dapat dilakukan pada tanah di bawah muka air tanah, jika tanahnya mempunyai permeabilitas rendah, sehingga ketika dilakukan pengeboran, air tidak masuk ke dalam lubang bor saat lubang masih terbuka. Pada metode kering, lubang dibuat menggunakan mesin bor tanpa pipa pelindung tanpa casing. Dasar lubang bor yang kotor oleh rontokan tanah dibersihkan, tulangan yang telah dirangkai dimasukkan ke dalam lubang bor dan kemudian dicor.

2. Metode basah

Metode basah umumnya dilakukan bila pengeboran melewati muka air tanah, sehingga lubang bor selalu longsor bila dindingnya tidak ditahan. Agar lubang tidak longsor, di dalam lubang bor diisi dengan larutan lempung atau larutan polimer, jadi pengeboran dilakukan dalam larutan. Jika kedalaman yang diinginkan telah tercapai, lubang bor dibersihkan dan tulangan yang telah dirangkai dimasukkan ke dalam lubang bor yang masih berisi cairan bentonite (polymer). Adukan beton dimasukkan ke dalam lubang bor dengan pipa tremi, larutan bentonite akan terdesak dan terangkat ke atas oleh adukan beton. Larutan yang keluar dari lubang bor, ditampung dan dapat digunakan lagi untuk pengeboran di lokasi selanjutnya.

3. Metode Casing

Metode digunakan jika lubang bor sangat mudah longsor, misalnya tanah dilokasi adalah pasir bersih di bawah muka air tanah. Untuk menahan agar lubang bor tidak longsor digunakan pipa selubung baja (casing). Pemasangan pipa selubung ke dalam lubang bor dilakukan dengan cara memancang, menggetarkan atau menekan pipa baja sampai kedalaman yang ditentukan. Sebelum sampai menembus muka air tanahpipaselubungdimasukkan.Tanahdidalampipa

(6)

III-6 selubung dikeluarkan saat penggalian atau setelah pipa selubung sampai kedalaman yang diinginkan. Kemudian lubang bor dibersihkan kemudian tulangan yang telah dirangkai dimasukkan ke dalam pipa selubung. Adukan beton dimasukkan ke dalam lubang (bila pembuatan lubang digunakan larutan, maka untuk pengecoran digunakan pipa tremi). Pipa selubung ditarik keatas, namun terkadang pipa selubung ditinggalkan di tempat.

3.2.3.3 Keuntungan dan Kerugian pondasi Bore pile

Ada beberapa keuntungan dalam pemakaian pondasi bore pile dibandingkan dengan tiang pancang, yaitu:

 Pemasangan tidak menimbulkan gangguan suara dan getaran membahayakan bangunan sekitar.

 Kedalaman tiang dapat divariasikan.

Bore pile dapat dipasang menembus batuan, sedangkan tiang pancang kesulitan bila pemancangan menembus lapisan batuan.

 Diameter tiang memungkinkan dibuat besar, bila perlu ujung bawah dapat dibuat lebih besar guna mempertinggi kapasitas dukungnya.

 Tidak ada risiko kenaikan muka tanah.

Berikut beberapa kerugian dalam pemakaian pondasi bore pile dibandingkan dengan tiang pancang, yaitu:

 Pengecoran beton agak sulit bila dipengaruhi air tanah karena mutu beton tidak dapat dikontrol dengan baik.

 Pengeboran dan pengecoran bore pile dipengaruhi kondisi cuaca.

 Mutu beton hasil pengecoran bila tidak terjamin keseragaman di sepanjang badan bore pile mengurangi kapasitas dukung bore pile, terutama bila bore pile cukup dalam.

 Pengeboran dapat mengakibatkan gangguan kepadatan, bila tanah berupa pasir atau tanah yang berkerikil.

 Air yang mengalir ke dalam lubang bor dapat mengakibatkan gangguan tanah, sehingga mengurangi kapasitias dukung tiang.

(7)

III-7 3.3 Beton

Beton adalah suatu bahan konstruksi yang terbuat dari campuran agregat (pasir, kerikil, atau batu pecah) yang diikat bersama oleh bahan perekat atau matriks, yang umumnya terdiri dari semen Portland dan air. Proses pengeringan dan pengerasan beton, yang dikenal sebagai pengerasan, membuatnya menjadi material yang kuat dan tahan terhadap tekanan. Beton sering digunakan dalam pembangunan karena daya tahan yang baik terhadap tekanan, kemampuan untuk membentuk bentuk yang beragam, dan sifatnya yang dapat diubah sesuai kebutuhan konstruksi.

3.3.1 SCC (Self Compacting Concrete)

Self Compacting Concrete aatau yang umum disingkat dengan istilah SCC adlah beton Beton segar yang sangat plastis dan mudah mengalir karena berat sendirinya mengisi keseluruhan cetakan yang dikarenakan beton tersebut memiliki sifat-sifat untuk memadatkan sendiri, tanpa adanya bantuan alat penggetar untuk pemadatan.

Beton SCC yang baik harus tetap homogen, kohesif, tidak segresi, tidak terjadi blocking, dan tidak bleeding. Self compacting concrete (SCC), pertama kali dikembangkan di jepang pada tahun 1986.

Pemakaian beton SCC sebagai material repair dapat meningkatkan kualitas repair oleh karena dapat menghindari sebagian dari potensi kesalahaan manusia akibat manual compaction. Pemadatan yang kurang sempurna pada saat proses pengecoran dapat mengakibatkan berkurangnya durabilitas beton. Sebaliknya dengan beton SCC, struktur beton repair menjadi lebih padat terutama pada daerah pembesian yang sangat rapat, dan waktu pelaksanaan pengecoran juga lebih cepat.

3.3.2 Kelebihan Self Compacting Concrete (SCC) Kelebihan dari SCC diantaranya :

 Sangat encer, bahkan dengan bahan adiktif tertentu bisa menahan slump tinggi dalam jangka waktu yang lama (slump keeping admixture).

 Tidak memerlukan pemadatan manual.

 Lebih homogen dan stabil.

 Kuat beton bisa dibuatuntuk mutu tinggi atau sangat tinggi.

 Lebih kedap, prositas lebih kecil.

 Susut lebih rendah

(8)

III-8

 Dalam jangka Panjang struktur lebih awet (durable)

 Tampilan permukaan beton lebih baik dan halus karena agregatnya biasanya berukuran kecil sehingga nilai estetis bangunan lebih tinggi.

 Karena tidak mengguanakan penggetaran manual, lebih rendah polusi suara saat pelaksanaan pengecoran.

 Tenaga kerja yang dibutuhkan juaga lebih sedikit karena beton dapat mengalir dengan sendirinya sehingga dapat menghemat biaya.

SCC cocok untuk struktur-struktur yang sangat sulit untuk dilakukan pemadatan manual misalnya karena tulangan yang sangat rapat ataupun bentuk bekisting tidak memungkinkan, sehingga di khawatirkan akan terjadi kropos apabila dipadatkan secara manual. Selain itu bisa juga diaplikasikan untuk lantai, dinding, tunel, beton precast dan lain-lain.

3.3.3 Metode Test Self Compacting Concrete (SCC) 1. Workability

Berdasrkan spesifikasi SCC dari EFNARC, workabilitas atau kelecakan campuran beton segar dapat dikatakan sebagai beton SCC apabila memenuhi kriteria sebagai berikut yaitu :

Filling ability

Passing ability

Segregation resistance

Filling ability, adalah kemampuan beton SCC untuk mengalir dan mengisi keseluruhan bagian cetakan melalui berat sendirinya.

Passing ability, adalah kemampuan beton SCC untuk mengalir melalui celah- celah antara besi tulangan atau bagian celah yang sempit dari cetakan tanpa terjadinya segregasi atau blocking

Segregation resistance, adlah kemampuan beton SCC untuk menjaga tetap dalam keadaan komposisi yang homogen selama waktu transportasi sampai pada saat pengecoran.

(9)

III-9 2. Metode Test

metode pengukuran workability telah dikembangkan untuk menentukan karakteristik beton SCC diantaranya adalah dengan uji Slump Flow

Seluruh beton yang digunakan dalam pekerjaan harus memenuhi kelecakan (workability dinyatakan dengan slump), kekuatan (dinyatakan dengan kuat tekan,strength), dan keawetan (durability, dinyatakan dengan ketahanan terhadap cuaca, abrasi, kekedapan dan kimia ) yang dibutuhkan sebagaimana disyaratkan. Untuk beton Beton Memadat Sendiri (Self Compacting Concrete, SCC), penilaian mengenai kelecakan (workability) harus dilakukan melalui uji slump flow, kecuali ditentukan untuk umur-umur yang lain oleh Pengawas Pekerjaan. Kecuali ditentukan lain, rancangan campuran harus memiliki deviasi standar rencana (Sr) sesuai dengan Tabel 3.4 dan 3.5 dari ACI 214R-11 baik pengendalian mutu beton pada waktu pelaksanaan secara umum dan percobaan campuran yang dilaksanakan di laboratorium.

Tabel 3.1 Deviasi Standar Secara Keseluruhan (Overall)

Mutu Beton Pelaksanaan Secara Umum

Percobaan Campuran Di laboratorium

<35 MPa 2,8 – 4,8 (MPa) 1,4 – 2,4 (MPa)

>35MPa 7% – 14 % fc’ 3,5% - 7% fc’

Sumber: Spesifikasi 2018 Revisi 2

Tabel 3.2 Deviasi Standar Dalam Pencampuran (within Batch)

Mutu Beton Pelaksanaan Secara Umum

Percobaan Campuran Di laboratorium

≤ 35 MPa 3 - 6 (MPa) 2 - 5 (MPa)

> 35 MPa 3% - 6% fc’ 2% - 5% fc’

Sumber: Spesifikasi 2018 Revisi 2

Sebelum dilakukan pengecoran, Penyedia Jasa harus membuat campuran percobaan menggunakan proporsi campuran hasil rancangan campuran dengan atau tanpa bahan tambah serta bahan yang diusulkan, dengan disaksikan oleh Pengawas Pekerjaan, yang menggunakan jenis instalasi dan peralatan yang sama seperti yang akan digunakan untuk pekerjaan (serta sudah memperhitungkan waktu pengangkutan).

(10)

III-10 Dalam kondisi beton segar, adukan beton harus memenuhi syarat kelecakan (nilai slump) yang telah ditentukan. Pengujian kuat tekan beton umur 7 hari dari hasil campuran percobaan harus mencapai kekuatan minimum 90% dari nilai kuat tekan beton rata-rata yang ditargetkan dalam rancangan campuran beton (mix design) umur 7 hari dan memenuhi persyaratan deviasi standar. Bilamana hasil pengujian beton berumur 7 hari dari campuran percobaan tidak menghasilkan kuat tekan beton yang disyaratkan, maka Penyedia Jasa harus melakukan penyesuaian campuran dan mencari penyebab ketidak sesuaian tersebut, dengan meminta saran tenaga ahli yang kompeten di bidang beton untuk kemudian melakukan percobaan campuran kembali sampai dihasilkan kuat tekan beton di lapangan yang sesuai dengan persyaratan.

1. Penyesuaian campuran

Apabila sifat kelecakan pada beton dengan proporsi yang semula dirancang sulit diperoleh, maka Penyedia Jasa boleh melakukan perubahan rancangan agregat, dengan syarat dalam hal apapun kadar semen yang semula dirancang tidak berubah, juga rasio air/semen yang telah ditentukan berdasarkan pengujian yang menghasilkan kuat tekan yang memenuhi tidak dinaikkan. Pengadukan kembali beton yang telah dicampur dengan cara menambah air atau oleh cara lain tidak diizinkan. Slump flow (diameter rata-rata beton segar yang mengalir membentuk lingkaran dengan konus slump terbalik) sesuai ASTM C1611/C1611M-14 dengan rentang dalam Tabel 3.7 di bawah:

Tabel 3.3 Ketentuan Slump Flow

Komponen

Slump Flow (mm) T500 = 2 – 7 detik Beton Tanpa Tulangan atau dengan Penulangan Ringan

(seperti tiang bor)

550 – 650 Beton dengan Penulangan Rapat (beton pada umumnya

seperti, kolom)

650 – 750 Beton dengan bentuk yang rumit atau pengecoran yang

sulit (ukuran nominal maksimum agregat 9,5 mm)

750 - 850 Sumber: Spesifikasi 2018 Revisi 2

(11)

III-11 T500 adalah waktu (dalam detik) yang diperlukan oleh tepi massa beton untuk mencapai diameter 500 mm sejak cetakan pertama kali diangkat dalam pengujian slump flow. Ketentuan penerimaan hasil uji SCC dengan berbagai alat atau metoda pengujian ditunjukkan dalam Tabel 3.8 di bawah:

Tabel 3.3 Ketentuan Penerimaan Hasil Uji untuk SCC

Metoda Satuan

Nilai Rentang Pencarian Minimum Maksimum

Slump flow mm 550 850

T500 slump flow detik 2 7

J-ring mm 0 10

V-funnel detik 8 12

V-funnel pada T 5 menit

detik 0 +3

L-box (h/h1) 0,8 1,0

U-box (h2/hj) 0 30

Fill box % 90 100

Sumber: Spesifikasi 2018 Revisi 2

Bilamana pengujian beton pada umur yang lebih awal sebelum 28 hari menghasilkan kuat beton di bawah kekuatan yang disyaratkan, maka Penyedia Jasa tidak diperkenankan mengecor beton lebih lanjut sampai penyebab dari hasil yang rendah tersebut dapat diketahui dengan pasti dan sampai telah diambil tindakan-tindakan yang menjamin bahwa produksi beton memenuhi ketentuan yang disyaratkan dalam Spesifikasi. Bilamana beton tidak mencapai kekuatan yang disyaratkan, atas persetujuan Pengawas Pekerjaan kadar semen dapat ditingkatkan asalkan tidak melebihi batas kadar semen maksimum karena pertimbangan panas hidrasi.

(12)

III-12 3.4 Pengujian CSL dan PDLT

Pengujian yang dilakukan untuk mengetahui integritas dan daya dukung dari pondasi Bore pile sendiri yaitu pengujian CSL (Cross-Hole Sonic Logging) dan PDA (Pile Dynamic Analysis).

1. CSL (Cross-Hole Logging)

Crosshole Sonic Logging Test (CSL) merupakan salah satu metode uji non- destruktif yang digunakan untuk mengevaluasi integritas struktur beton seperti bored pile, tiang pancang, dan dinding penahan tanah. Metode ini menggunakan gelombang suara yang ditransmisikan melalui beton, dengan tujuan untuk mendeteksi adanya cacat pada beton seperti retak, void, atau ketidakseragaman struktur beton. Pengujian ini dilakukan untuk mengevaluasi integritas struktural bore pile. Metode ini melibatkan pengiriman gelombang suara antara dua lubang bore pile dan perekama gelombang suara yang melewati material di dalam bore pile Dengan menganalisis perubahan waktu gelombang suara, dapat diidentifikasi adanya cacat atau ketidakseragaman dalam beton atau material di dalam bore pile

1) Prinsip dasar CSL

 CSL bekerja dengan memanfaatkan gelombang ultrasonik yang dikirim dan diterima melalui lubang-lubang di dalam tiang pancang yang diisi dengan air atau gelombang gel perekat.

 Gelombang ultrasonik memiliki kecepatan yang berbeda dalam medium yang berbeda, dan perbedaan kecepatan ini memberikan informasi tentang integritas dan kontinuitas beton di sepanjang lintasan gelombang tersebut.

2) Proses pengujian CSL

 Pada awalnya, dua atau lebih lubang di dalam tiang pancang diisi dengan air atau gel perekat. Biasanya, satu lubang diisi sebagai lubang pengirim (transmitter) dan lubang lainnya diisi sebagai lubang penerima (receiver).

 Gelombang ultrasonik dikirim melalui lubang pengirim dan kemudian dideteksi oleh sensor di lubang penerima.

 Kecepatan gelombang diukur, dan data ini kemudian dianalisis untuk mendapatkan informasi tentang kondisi beton di sepanjang lintasan gelombang tersebut.

(13)

III-13 3) Intrerpretasi data CSL

 Data yang diperoleh dari pengujian CSL dapat memberikan informasi tentang adanya void, retak, atau perubahan signifikan dalam kualitas beton di dalam tiang pancang.

 Variasi kecepatan gelombang ultrasonik dapat mengindikasikan daerah yang rusak atau tidak homogen dalam struktur beton.

4) Keuntungan pengujian CSL

 Non-destruktif: Pengujian CSL tidak merusak struktur tiang pancang atau pondasi.

 Tingkat akurasi tinggi, Dapat mendeteksi cacat kecil dan memberikan informasi detil tentang kondisi internal beton.

 Penggunaan yang efektif, Dapat digunakan untuk pengujian pondasi yang ada atau selama konstruksi.

2. PDLT (Pile Dynamic Load Test)

PDLT merupakan salah satu metode pengujian yg di gunakan untuk mengetahui kapasitas daya dukung pondasi dan tanah serta penurunan yg terjadi setelah pondasdibebankan. Beban yg di berikan mempunyai berat 5 ton. Hasil dari pengujian dapat memberikan kesimpulan tentang pondasi bangunan jembatan. Pengujian ini digunakan untuk mengevaluasi integritas struktural bore pile. PDLT mengukur waktu yang dibutuhkan oleh gelombang akustik untuk memantul Kembali setelah dipancarkan ke ujung bore pile. Variasi dalam waktu pantulan dapat mengindikasikan adanya kerusakan atau ketidakseragaman dalam material bore pile

1) Prinsip Dasar PDA:

 PDA bekerja dengan memantau dan menganalisis respons dinamis dari tiang pancang selama proses pemancangan.

 Selama pengujian, palu jatuh dari ketinggian tertentu untuk memancangkan tiang ke dalam tanah. Energinya ditransfer ke tiang dan tanah di sekitarnya.

 Sensor-sensor pada tiang dan permukaan tanah merekam gelombang respons yang kemudian dianalisis untuk mendapatkan informasi tentang karakteristik tiang dan tanah.

(14)

III-14 2) Instrumen PDA:

 Pada umumnya, instrumen PDA terdiri dari sensor-sensor yang ditempatkan pada pondasi dan di permukaan tanah.

 PDA dapat mencakup accelerometer untuk mengukur percepatan, geophone untuk mengukur kecepatan, dan strain gauge untuk mengukur tegangan pada pondasi.

3) Proses Pengujian PDA:

 Sebelum pengujian dimulai, sensor-sensor terpasang pada pondasi dan di sekitar area pondasi.

 Saat palu jatuh dan menumbuk tiang, data respons dinamis direkam oleh sensor.

 Data tersebut kemudian dianalisis untuk mengukur kecepatan, percepatan, dan tegangan yang terjadi selama pengujian.

4) Interpretasi Data PDA:

 Data yang dihasilkan dari pengujian PDA digunakan untuk mengevaluasi kekuatan dan integritas pondasi.

 Informasi yang diperoleh mencakup kecepatan pemancangan, distribusi tegangan, dan kekuatan geser tanah sekitar tiang.

5) Keuntungan Pengujian PDA:

 Evaluasi Performa Tiang: PDA membantu menilai efektivitas dan performa dari pondasi.

 Deteksi Cacat: Mampu mendeteksi cacat atau kelemahan pada tiang yang mungkin tidak terlihat secara visual.

 Optimasi Desain: Data PDA dapat digunakan untuk memperbaiki desain pondasi danmeningkatkankeandalanstruktur

(15)

III-15 Gambar 3.6 Denah Titik Bore Pile

(Sumber: Gambar perencanaan penggantian jembatan tawaeli, 2023)

(16)

III-16 Gambar 3.7 Detail pembesian pondasi

(Sumber: Gambar perencanaan penggantian jembatan tawaeli, 2023)

Referensi

Dokumen terkait

PAD yang terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba usaha daerah dan penerimaan lain – lain. Sedangkan dalam Bab IV tentang Sumber Penerimaan Daerah

Kadar K tidak cukup (defisien) dapat menyebabkan stomata membuka hanya sebagian dan menjadi lebih lambat dalam penutupan.Gejala kekurangan K ditunjukkan dengan tanda-tanda

Konsentrasi terendah bahan pada tabung yang ditunjukkan dengan hasil biakan yang mulai tampak jernih (tidak ada pertumbuhan mikroba) adalah KHM dari bahan uji. Selanjutnya biakan

Dari hasil uji gaskromatografi (GC) terhadap minyak turunan biji kacang tanah yang digunakan sebagai bahan baku untuk menghasilkan biodiesel telah ditunjukkan bahwa kandungan

Menurut Nugroho Agung (2011) pengertian perilaku pengguna teknologi informasi oleh Wajib Pajak adalah penerimaan atau penolakan yang ditunjukkan oleh Wajib Pajak terhadap

mempelai perempuan atau wakilnya, dan qabul (penegasan penerimaan mengikatkan diri sebagai suami istri) yang dilakukan mempelai laki-laki atau wakilnya, maka akad

xiii DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel ...54 Tabel 3.2 Skala Likert dengan skor tiap pernyataan ...58 Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas Variabel Motivasi ...62 Tabel

Hasil penelitian ini adalah secara parsial uji t menunjukkan bahwa 1 Kualitas produk memiliki pengaruh signifikan terhadap kepuasan konsumen pada Bakpia Almair Kediri, dengan