• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV Hukum Jaminan

N/A
N/A
ifa asmara

Academic year: 2024

Membagikan "BAB IV Hukum Jaminan"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV HUKUM JAMINAN

Tujuan Pembelajaran Umum:

Mahasiswa dapat mengetahui ruang lingkup lembaga jaminan Tujuan Pembelajaran Khusus:

Melalui pemaparan dan pendekatan dialogis, pada akhir pembahasan para mahasiswa diharapkan memiliki kemampuan:

1. Menjelaskan pengertian jaminan serta fungsinya 2. Menyebutkan ruang lingkup hukum jaminan 3. Menjelaskan macam-macam jaminan

4. Menyebutkan lembaga-lembaga jaminan di Indonesia 4.1 Pengertian Hukum Jaminan

Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling atau security of law. Berikut ini beberapa pengertian hukum jaminan menurut beberapa ahli hukum.

a. Sri Soedewi Masjhoen Sofwan

Hukum jaminan adalah mengatur konstruksi yuridis yang memungkinkan pemberian fasilitas kredit dengan menjaminkan benda-benda yang dibelinya sebagai jaminan.

Peraturan demikian harus cukup meyakinkan dan memberikan kepastian hukum bagi lembaga-lembaga kredit, baik dari dalam maupun luar negeri. Adanya lembaga jaminan dan lembaga demikian, kiranya harus disertai dengan adanya lembaga kredit dalam jumlah besar dengan jangka waktu lama dan bunga relatif rendah.

b. J. Satrio

Hukum jaminan adalah peraturan hukum yang mengatur jaminan-jaminan piutang seorang kreditur terhadap debitur.

c. H. Salim HS

Hukum jaminan adalah keseluruhan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit.

(2)

Berdasarkan beberapa pengertian hukum jaminan di atas, hukum jaminan terdapat unsur-unsur sebagai berikut:

1. adanya kaidah hukum

2. adanya pemberi dan penerima jaminan 3. adanya jaminan

4. adanya fasilitas kredit.

KUHPerdata tidak secara tegas dirumuskan apa yang dimaksud dengan jaminan.

Akan tetapi, dapat disimpulkan dari ketentuan Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUHPerdata arti dari jaminan tersebut.

Ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata menyatakan bahwa:

Segala kebendaan si berutang (debitur), baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada dikemudian hari, menjadi jaminan suatu segala perikatan pribadi debitur tersebut.

Pasal 1131 KUHPerdata tersebut mengandung asas bahwa setiap orang bertanggung jawab terhadap utangnya, tanggung jawab tersebut berupa penyediaan kekayaannya baik benda bergerak maupun benda tidak bergerak, jika perlu dijual untuk melunasi uatng-utangnya.

Asas tersebut diuraikan lebih lanjut dalam Pasal 1132 KUHPerdata, yaitu:

Kebendaan tersebut dalam Pasal 1131 menjadi jaminan bersama bagi para kreditur, dan hasil pelelangan kebendaan tersebut dibagi antara para kreditur seimbang menurut besar kecilnya piutang mereka masing-masing, kecuali alasan-alasan yang sah untuk mendahulukan piutang yang satu daripada piutang yang lain.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1132 KUHPerdata dapat diketahui bahwa:

a. Apabila seorang debitur mempunyai beberapa kreditur, pada prinsipnya kedudukan para kreditur itu adalah sama (asas paritas creditorium).

b. Asas keseimbangan tersebut dapat dikesampingkan apabila ada alasan-alasan yang sah. Alasan-alasan tersebut dapat dibentuk karena undang-undang atau karena adanya perjanjian. Misalnya; piutang-piutang yang diletakkan dengan hak privilege.

(3)

4.2 Fungsi Jaminan

Fungsi utama dari jaminan adalah untuk meyakinkan kreditur bahwa debitur mempunyai kemampuan untuk mengembalikan atau melunasi kredit yang diberikan kepadanya sesuai dengan persyaratan dan perjanjian kredit yang telah disepakati bersama.

4.3 Ruang Lingkup Jaminan

Ruang lingkup hukum jaminan (dalam H.Salim HS, 2004:8-9) meliputi jaminan umum dan khusus. Jaminan khusus terdiri atas:

a. Jaminan Kebendaan

Jaminan kebendaan, dibagi menjadi:

1. Jaminan benda bergerak, meliputi gadai dan fidusia

2. Jaminan benda tidak bergerak, meliputi hak tanggungan, hipotek

b. Jaminan Perorangan, meliputi borg, tanggung-menanggung (tanggung renteng), dan garansi bank.

4.4 Asas-asas dalam Hukum Jaminan

Terdapat lima asas penting dalam hukum jaminan yang dipaparkan sebagai berikut.

a. Asas publicitet

Asas publicitet yaitu asas bahwa semua hak, baik hak tanggungan, hak fidusia, dan hipotek harus didaftarkan. Pendaftaran ini dimaksudkan supaya pihak ketiga dapat mengetahui bahwa benda jaminan tersebut sedang dilakukan pembebanan jaminan.

Pendaftaran hak tanggungan di Kantor Badan Pertanahan Kabupaten/Kota, pendaftaran fidusia dilakukan di Kantor Pendaftaran Fidusia pada Kantor Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, sedangkan pendaftaran hipotek kapal laut dilakukan di depan pejabat pendaftar dan pencatat balik nama, yaitu syahbandar.

b. Asas specialitet

Asas specialitet yaitu bahwa hak tanggungan, hak fidusia, dan hipotek hanya dapat dibebankan atas persil atau atas barang-barang yang sudah terdaftar atas nama orang tertentu.

(4)

c. Asas tidak dapat dibag-bagi

Asas tidak dapat dibag-bagi yaitu asas dapat dibaginya utang tidak dapat mengakibatkan dapat dibaginya hak tanggungan, hak fidusia, hipotek, dan hak gadai walaupun telah dilakukan pembayaran sebagian.

d. Asas inbezittstelling

Asas inbezittstelling yaitu barang jaminan (gadai) harus berada pada penerima gadai.

e. Asas horizontal

Asas horizontal yaitu bangunan dan tanah bukan merupakan satu kesatuan. Hal ini dapat dilihat dalam penggunaan hak pakai, baik tanah Negara maupun tanah hal milik. Bangunannya milik dari yang bersangkutan atau pemberi tanggungan, tetapi tanahnya milik orang lain, berdasarkan hak pakai.

4.5 Macam-macam Jaminan

4.5.1 Jaminan Perorangan (Personal Guaranty)

Jaminan perorangan adalah jaminan seseorang dari pihak ketiga yang bertindak untuk menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban dari debitur. Atau, jaminan perorangan adalah suatu perjanjian antara seorang berpiutang (kreditur) dengan pihak ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban si berutang (debitur).

Maksud adanya jaminan perorangan adalah untuk pemenuhan kewajiban si berutang, yang dijamin pemenuhan seluruhnya atau sampai suatu bagian tertentu, harta benda si penanggung (penjamin) dapat disita dan dilelang menurut ketentuan perihal pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan.

Jaminan perorangan dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu:

a. Penanggungan (borg)

Perjanjian penanggungan menurut ketentuan Pasal 1820 KUHPerdata adalah suatu perjanjian, yang pihak ketiga, demi kepentingan kreditur mengikatkan dirinya untuk memenuhi perikatan debitur, apabila debitur tidak memenuhi perikatannya.

Sifat perjanjian penanggungan utang adalah bersifat tambahan (accesoir), sedangkan perjanjian pokoknya adalah perjanjian kredit atau perjanjian pinjam uang antara debitur dengan kreditur.

b. Tanggung-menanggung

(5)

Hampir serupa dengan tanggung renteng c. Perjanjian garansi

Menurut ketentuan Pasal 1316 KUHPerdata yaitu bertanggung jawab guna kepentingan pihak ketiga.

4.5.2 Jaminan Kebendaan

Jaminan kebendaan adalah suatu tindakan berupa suatu penjaminan yang dilakukan oleh si berpiutang (kreditur) terhadap debiturnya untuk memenuhi kewajiban- kewajiban dari si berutang (debitur).

Pemberian jaminan kebendaan berupa penyediaan secara khusus suatu bagian dari kekayaan seseorang, si pemberi jaminan, dan menyediakannya untuk pemenuhan (pembayaran) kewajiban seorang debitur. Kekayaan tersebut dapat berupa kekayaan si debitur sendiri atau kekayaan pihak ketiga. Pemberian jaminan kebendaan ini kepada si berpiutang (kreditur) tertentu, memberikan hak istimewa (hak privilege) kepada si kreditur dibandingkan dengan kreditur lainnya.

Dari pengertian benda sebagai kekayaan seseorang, benda yang dimaksud termasuk juga kekayaan yang tidak dapat dilihat, misalnya hak piutang, sebab yang dimaksud dengan benda (zaak) dalam arti luas adalah sesuatu yang dapat dihaki orang lain.

Berdasarkan hal tersebut, pada prinsipnya tidak semua benda jaminan dapat dijaminkan pada lembaga perbankan atau lembaga keuangan nonbank, namun benda yang dapat dijaminkan adalah benda-benda yang memenuhi syarat sebagai berikut:

a. Dapat secara mudah membantu perolehan kredit oleh pihak yang memerlukannya;

b. Tidak melemahkan potensi (kekuatan) si pencari kredit untuk melakukan atau meneruskan usahanya;

c. Memberikan kepastian kepada si kreditur, dalam arti bahwa benda jaminan setiap waktu tersedia untuk dieksekusi dan dapat dengan mudah diuangkan untuk melunasi utangnya debitur.

(6)

4.6 Lembaga-lembaga Jaminan di Indonesia

Lembaga-lembaga jaminan yang akan dibahas berikut ini adalah lembaga jaminan kebendaan yang paling sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari.

4.6.1 Hak Tanggungan

a. Pengertian Hak Tanggungan

Menurut ketentuan Pasal 1 UU No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, yang dimaksud dengan hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam UU No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain.

Berdasarkan pengertian di atas, pada prinsipnya hak tanggungan adalah hak yang dibebankan pada hak atas tanah beserta benda-benda lain yang merupakan kesatuan dengan tanah. Benda-benda lain tersebut berupa bangunan, tanaman, dan hasil karya yang melekat secara tetap pada tanah.

b. Ciri-ciri Hak Tanggungan

Hak tanggungan sebagai lembaga hak jaminan atas tanah yang kuat mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1) Hak tanggungan memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahului kepada pemegangnya (droit de preference).

2) Hak tanggungan selalu mengikuti objek yang dijaminkan dalam tangan siapa pun objek itu berada (droit de suite).

3) Hak tanggungan memenuhi asas spesialitas dan publisitas, sehingga mengikat pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

4) Hak tanggungan mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya.

(7)

c. Objek Hak Tanggungan

Menurut Pasal 4 UU 4 Tahun 1996, hak atas tanah yang dapat dibebani hak tanggungan adalah:

1) Hak guna usaha;

2) Hak guna bangunan;

3) Hak pakai atas tanah negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan;

4) Hak pakai atas tanah hak milik;

5) Hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang telah ada atau yang akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut;

6) Rumah susun dan hak milik atas satuan rumah susun.

d. Proses Pembebanan Hak Tanggungan

Proses pembebanan hak tanggungan dilakukan melalui dua tahapan kegiatan, yaitu:

1) Tahap pemberian hak tanggungan

Pada tahap ini diawali dengan janji untuk memberikan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian utang piutang yang bersangkutan.

Pemberian hak tanggungan dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sesuai dengan peraturan yang berlaku.

2) Tahap pendaftaran

Pemberian hak tanggungan wajib didaftarkan selambat-lambatnya tujuh hari pada Kantor Pertanahan setelah penandatanganan APHT.

Pendaftaran hak tanggungan dilakukan oleh Kantor pertahanan dengan membuat buku tanah hak tanggungan dan mencatatnya dalam buku tanah hak atas tanah yang menjadi objek hak tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan. Jika tanah yang dijadikan objek jaminan tersebut belum mempunyai sertifikat, maka tanah tersebut wajib terlebih dahulu disertifikasi.

(8)

Sertifikat hak tanggungan memiliki kekuatan eksekutorial, karena di dalamnya memuat irah-irah “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA…”. Artinya ketika debitur tidak mampu membayar utangnya, hak atas tanah yang menjadi tanggungan utangnya dapat langsung dijadikan pelunasan utang tanpa harus adanya putusan hakim pengadilan terlebih dahulu.

e. Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) dan Janji-janji yang Terkandung di dalamnya

APHT dibuat oleh PPAT menurut wilayah kerjanya masing-masing. Menurut Pasal 11 ayat (1) UU No. 4 Tahun 1996, APHT wajib memuat hal-hal sebagai berikut:

1) Nama dan identitas pemegang dan pemberi hak tanggungan;

2) Domisili pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada no 1;

3) Penunjukan secara jelas utang yang dijamin;

4) Nilai tanggungan;

5) Uraian yang jelas mengenai objek hak tanggungan.

Mengenai janji-janji yang dapat dicantumkan dalam APHT adalah sebagai berikut:

1) Janji yang membatasi kewenangan hak tanggungan untuk menyewakan objek hak tanggungan dan/atau menentukan atau mengubah jangka waktu sewa dan/atau menerima uang sewa di muka, kecuali dengan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari pemegang hak tanggungan;

2) Janji yang membatasi kewenangan pemberi hak tanggungan untuk mengubah bentuk atau tata susunan objek hak tanggungan, kecuali dengan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari pemegang hak tanggungan;

3) Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang hak tanggungan untuk mengelola objek hak tanggungan berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi letak objek hak tanggungan apabila debitur cidera janji;

4) Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang hak tanggungan untuk menyelamatkan objek hak tanggungan, jika hal itu diperlukan untuk pelaksanaan

(9)

eksekusi atau untuk mencegah menjadi hapusnya atau dibatalkannya hak yang menjadi objek hak tanggungan karena tidak dipenuhi atau dilanggarnya ketentuan uandang-undang;

5) Janji bahwa pemegang hak tanggungan pertama memiliki hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri objek hak tanggungan apabila debitur cidera janji.

f. Hapusnya Hak Tanggungan

Hak tanggungan dapat hapus dengan alasan-alasan sebagai berikut:

1) Hapusnya utang yang dijamin dengan hak tanggungan;

2) Dilepaskannya hak tanggungan oleh pemegang hak tanggungan ;

3) Pembersihan hak tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri;

4) Hapusnya hak atas yang dibebani hak tanggungan.

Apabila hak tanggungan hapus, Kantor Pertanahan melakukan roya (pencoretan) catatan hak tanggungan pada buku tanah hak atas tanah dan sertifikatnya. Sertifikat hak tanggungan dinyatakan tidak berlaku oleh Kantor Pertanahan.

g. Eksekusi Hak Tanggungan

Apabila debitur cidera janji maka objek hak tanggungan dapat dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan pemegang hak tanggungan berhak mengambil seluruh atau sebagian dari hasilnya untuk pelunasan utangnya, dengan hak mendahulu (hak preferen) dari kreditur-kreditur lainnya.

Pada prinsipnya setiap eksekusi harus dilaksanakan melalui pelelangan umum, dengan cara ini diharapkan dapat diperoleh harga yang paling tinggi untuk objek hak tanggungan. Kreditur berhak mengambil pelunasan piutang yang dijamin dari hasil penjualan objek hak tanggungan. Dalam hal hasil penjualan melebihi piutang tersebut yang setinggi-tingginya sebesar nilai tanggungan, sisanya menjadi hak pemberi hak tanggungan.

(10)

4.6.2 Gadai a. Pengertian

Menurut ketentuan Pasal 1150 KUHPerdata, gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang yang berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang berpiutang lainnya, dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkannya untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana yang harus didahulukan.

Pada gadai ada kewajiban dari seseorang debitur untuk menyerahkan benda/barang bergerak yang dimilikinya sebagai jaminan pelunasan utang, serta memberikan hak kepada si berpiutang (kantor pegadaian) untuk melakukan penjualan atau pelelangan atas barang tersebut apabila si debitur tidak mampu menebus kembali barang dimaksud dalam jangka waktu yang telah ditentukan.

Jaminan gadai dalam pelaksanaannya dilakukan oleh lembaga pegadaian.

Pegadaian adalah suatu lembaga keuangan bukan bank yang memberikan kredit kepada masyarakat dengan corak khusus yang telah dikenal di Indonesia sejak tahun 1901.

Aturan mengenai gadai tercantum dalam Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1161 KUHPerdata, dan secara kelembagaan diatur dalam PP No. 10 Tahun 1990 Tentang Pegadaian. Lembaga pegadaian saai ini berbentuk Perusahaan Umum (Perum) di bawah naungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

b. Saat Terjadinya Hak Gadai

Untuk terjadinya hak gadai terdapat dua tahapan yang perlu dilakukan, yaitu:

1) Tahap pertama

Tahap pertama untuk terjadinya hak gadai adalah perjanjian pinjam uang dengan janji sanggup memberikan benda bergerak sebagai jaminannya. Perjanjian ini bersifat konsensuil dan obligatoir.

(11)

2) Tahap kedua

Penyerahan benda gadai dalam kekuasaan penerima gadai. Benda yang dijadikan objek gadai adalah benda bergerak oleh karena itu,benda tersebut harus dilepaskan dari kekuasaan debitur atau pemberi gadai. Penyerahan itu harus nyata, tidak hanya berupa pernyataan dari debitur, tetapi benda itu harus secara jelas diserahkan pada pihak penerima gadai.

c. Sifat dan Tujuan Usaha Pegadaian

Sifat dari lembaga pegadaian adalah menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasar atas prinsip pengelolaan perusahaan.

Sejalan dengan sifatnya tersebut, tujuan pokok dari lembaga pegadaian adalah:

1) Turut melaksanakan dan menunjang pelaksanaan kebijaksanaan dan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya melalui penyaluran uang pinjaman atas dasar hukum gadai.

2) Pencegahan praktik ijon, pegadaian gelap, riba, dan pinjaman tidak wajar lainnya.

Karakteristik dari lembaga pegadaian adalah hanya memberikan pinjaman untuk jangka waktu pendek, yaitu berkisar antara 3 sampai 6 bulan, serta dalam jumlah kredit yang relatif kecil.

d. Kegiatan Usaha Pegadaian

Dalam menjalankan kegiatan usahanya, lembaga pegadaian akan memberikan pinjaman uang tunai dalam jangka pendek kepada setiap orang dengan persyaratan dan prosedur yang mudah dan sederhana.

Persyaratan dan prosedur yang mudah dan sederhana tersebut dapat digambarkan sebagai berikut, yaitu calon debitur menyerahkan barang bergerak miliknya sendiri atau milik orang lain yang dikuasakan kepadanya disertai keterangan singkat mengenai identitas peminjam dan tujuan penggunaan kredit.

Setelah agunan ditaksir oleh juru taksir dan ditentukan taksiran harganya, peminjam dapat langsung menerima pinjaman dari kasir.

(12)

4.6.3 Fidusia a. Pengertian

Menurut Subekti (2001: 79) perkataan fidusia berarti “secara kepercayaan”

ditujukan kepada kepercayaan yang diberikan secara bertimbal balik oleh salah satu pihak yang lain, bahwa pihak ketiga akan melihatnya sebagai pemindahan hak milik, sebenarnya di antara para pihak hanya merupakan suatu jaminan saja untuk suatu utang.

Menurut UU No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak khususnya bangunan yang tidak dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam UU No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya.

b. Prinsip-prinsip Jaminan Fidusia

Menurut Munir Fuady (2002: 52) jaminan fidusia mengundang beberapa prinsip penting, yaitu:

1) Secara riil, pemegang fidusia hanya berfungsi sebagai pemegang jaminan saja, bukan sebagai pemilik yang sebenarnya.

2) Hak pemegang fidusia untuk mengeksekusi barang jaminan, baru ada jika ada wanprestasi dari pihak debitur.

3) Apabila utang sudah dilunasi, objek jaminan fidusia harus dikembalikan kepada pihak pemberi fidusia.

4) Jika hasil penjualan (eksekusi) barang fidusia melebihi jumlah utangnya, sisa hasil penjualan harus dikembalikan kepada pemberi fidusia.

c. Syarat-syarat Sahnya Peralihan dan Pemberian Hak dalam Fidusia

Untuk sahnya peralihan hak dalam konstruksi hukum yang berkaitan dengan jaminan fidusia harus memenuhi persyaratan-persyaratan berikut ini:

1) adanya perjanjian

2) adanya titel untuk peralihan hak

3) adanya kewenangan untuk menguasai benda dari orang yang menyerahkan benda

(13)

4) penyerahan benda dengan cara constitutum possessorium artinya penyerahan kepemilikan benda tanpa harus menyerahkan fisik benda sama sekali.

Berdasarkan persyaratan di atas, pemberian fidusia terdiri dari tiga fase, yaitu:

1) Fase perjanjian obligatoir

Proses jaminan fidusia diawali dengan suatu perjanjian obligatoir. Perjanjian obligatoir dapat berupa perjanjian pinjam uang dengan jaminan fidusia antara pihak pemberi fidusia (debitur) dengan pihak penerima fidusia (kreditur).

2) Fase perjanjian kebendaan

Fase berikutnya adalah perjanjian kebendaan. Perjanjian kebendaan ini berupa penyerahan hak milik debitur kepada kreditur yang dilakukan secara constitutum possessorium.

3) Fase perjanjian pinjam pakai

Pada fase ini dilakukan perjanjian pinjam pakai, artinya benda yang dijadikan objek fidusia yang hak miliknya telah berpindah kepada pihak kreditur dipinjam pakaikan kepada pihak debitur. Ini berarti bahwa setelah diikat dengan jaminan fidusia, maka benda yang menjadi objek fidusia secara fisik tetap dikuasai oleh debitur.

d. Akta dan Objek Jaminan Fidusia

Akta jaminan fidusia harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1) Akta jaminan fidusia berupa akta notaris 2) Akta dibuat dalam bahasa Indonesia 3) Akta harus berisi hal-hal sebagai berikut:

a) identitas pemberi dan penerima fidusia b) hari, tanggal, dan jam pembuatan akta fidusia c) data jaminan pokok yang dijamin dengan fidusia

d) uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia e) nilai penjaminannya

f) nilai benda yang menjadi objek jaminan fidusia.

Benda yang dapat dijadikan objek jaminan fidusia adalah:

1) Benda tersebut harus dapat dimiliki dan dialihkan secara hukum 2) Berupa benda berwujud dan benda tidak berwujud, termasuk piutang

(14)

3) Benda bergerak dan benda tidak bergerak yang tidak diikatkan dengan hak tanggungan.

e. Hapusnya Jaminan Fidusia

Jaminan fidusia dapat hapus karena beberapa alasan berikut ini:

1) Utang yang dijamin oleh jaminan fidusia hapus

2) Pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia 3) Benda yang menjadi jaminan fidusia musnah.

f. Eksekusi Fidusia

Eksekusi fidusia dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu:

1) Secara fiat eksekusi, yaitu melalui penetapan pengadilan

2) Secara parate eksekusi, yaitu dengan menjual benda yang dijadikan objek jaminan fidusia di depan pelelangan umum tanpa memerlukan penetapan pengadilan

3) Dijual di bawah tangan oleh pihak kreditur sendiri.

4.7 Rangkuman

1. Hukum jaminan adalah keseluruhan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit.

2. Fungsi utama dari jaminan adalah untuk meyakinkan kreditur bahwa debitur mempunyai kemampuan untuk mengembalikan atau melunasi kredit yang diberikan kepadanya sesuai dengan persyaratan dan perjanjian kredit yang telah disepakati bersama.

3. Ruang lingkup hukum jaminan meliputi jaminan umum dan jaminan khusus.

Jaminan khusus dibagi menjadi dua macam, yaitu jaminan kebendaan dan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan dibagi menjadi jaminan benda bergerak dan jaminan benda tidak bergerak.

4. Asas-asas hukum jaminan terdiri dari: asas publicitet, asas specialitet, asas tidak dapat dibagi-bagi, asas inbezittstelling, asas horizontal.

5. Lembaga-lembaga jaminan yang sering ditemukan di masyarakat yaitu:

(15)

a. Hak tanggungan

Menurut ketentuan UU No. 4 Tahun 1996 hak tanggungan adalah hak yang dibebankan pada hak atas tanah beserta benda-benda lain yang merupakan kesatuan dengan tanah. Benda-benda lain tersebut berupa bangunan, tanaman, dan hasil karya yang melekat secara tetap pada tanah.

b. Gadai

Pada Pasal 1150 KUHPerdata gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang yang berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang berpiutang lainnya, dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkannya untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya- biaya mana yang harus didahulukan.

c. Fidusia

Menurut ketentuan UU No. 42 Tahun Tahun 1999 jaminan fidudia adalah hak jaminan atas benda bergerak khususnya bangunan yang tidak dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam UU No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya.

4.8 Latihan/Soal

1. Jelaskan perbedaan antara jaminan kebendaan dan jaminan perorangan!

2. Tuliskan syarat-syarat dan manfaat benda jaminan yang Anda ketahui!

3. Jelaskan pengertian hak tanggungan!

4. Jelaskan pengertian dan unsur-unsur gadai yang Anda ketahui!

5. Tuliskan objek jaminan fidusia menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia!

Referensi

Dokumen terkait

“Gadai adalah suatu hak yang diperolah seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan

Dalam kitab undang-undang hukum perdata, gadai diartikan sebagai suatu hak yang di peroleh kreditor (si berpiutang) atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh

Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani

Dalam kitab undang-undang hukum perdata, gadai diartikan sebagai suatu hak yang di peroleh kreditor (si berpiutang) atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh

Jaminan kebendaan dan jaminan perorangan timbul dari perjanjian yang bertujuan untuk adanya kepastian hukum bagi kreditor atas pelunasan utang atau

Pengertian gadai menurut konvensional adalah gadai adalah suatu hak yang diperoleh oleh orang yang berpiutang atas suatu benda bergerak yang diberikan oleh orang yang berpiutang

Strategi Pemasaran Produk Lelang Barang Jaminan Di PT Pegadaian Persero Cabang Metro Gadai adalah hak yang diterima individu yang berpiutang atas penyerahan barang bergerak padanya

Kewajiban melakukan roya tersebut apabila tidak dilakukan oleh kreditur tentunya akan merugikan debitur karena debitur tidak dapat menjadikan benda yang dimilikinya tersebut sebagai