Penentuan koefisien limpasan didasarkan pada kategorisasi jenis tutupan lahan dan kemiringan lahan (Sayoga, R pada Tabel (3.1). Nilai koefisien limpasan sendiri merupakan nilai perbandingan jumlah air limpasan dengan jumlah curah hujan.Data yang digunakan dalam penelitian berasal dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Kecamatan Cigudeg.Curah hujan yang direncanakan merupakan faktor penting dalam menentukan debit air limpasan yang masuk ke dalam tambang.Curah hujan yang direncanakan dihitung untuk menentukan curah hujan maksimum dalam 24 jam, yang digunakan dalam menghitung intensitas curah hujan.
Ada beberapa jenis distribusi statistik yang sering digunakan untuk menentukan besarnya curah hujan terjadwal, yaitu: Normal, Gumbel, Log-Pearson Tipe III, dan Log-Normal. Untuk menentukan nilai dispersi diperlukan nilai curah hujan harian (mm/hari) pada periode berikutnya, berikut adalah contoh perhitungan curah hujan harian pada bulan Januari 2013. Perhitungan hasil rata-rata curah hujan harian disajikan secara lengkap pada gambar Tabel 4.4 di bawah ini. .
Berdasarkan pendekatan yang digunakan yaitu Rumusan Nilai Ekstrim Gumbel (E.J. Gumbel [7]), dapat diperoleh nilai rata-rata curah hujan bulanan maksimum setiap tahun pada periode tersebut. Umur tambang yang ditentukan PT Mitra Sejahtera Mandiri adalah 5 tahun dengan risiko hidrologi 40%, sehingga periode ulang curah hujan yang digunakan adalah 10 tahun.
Perhitungan Intensitas Curah Hujan Menggunakan Rumus Mononobe
Debit Air Limpasan
Pencegahan Air Limpasan
- Rancangan Saluran Pengalihan
- Lokasi Saluran Pengalihan
- Bentuk Saluran Pengalihan
- Perhitungan Dimensi Rencana Saluran Pengalihan
Dimensi saluran pengalihan diukur berdasarkan volume maksimum pada musim hujan lebat dengan memperhatikan kemiringan lereng. Berdasarkan peta rencana saluran diketahui waktu konsentrasi DAS A dan DAS C dipengaruhi oleh keberadaan saluran, sehingga dibagi menjadi beberapa segmen konsentrasi air yang berbeda untuk menghitung waktu konsentrasi. Dengan demikian, berdasarkan peta desain saluran (Lampiran H), diketahui bahwa DAS A akan terbagi menjadi tiga ruas saluran dimana ruas A.1-A.2 hanya melewati DAS A.1, sehingga tc sama dengan tcMaxA.1 . ruas A. 2-A.3 dilintasi DAS A.1 dan A.2, jadi tc adalah tcMaxA.1 yang ditambang dengan tf2-3, ruas A.3-A.4 dilintasi DAS A.1, A. 2 dan A .3 sehingga tc adalah tcMaxA.2, ditambang dengan tf3-4, juga di daerah tangkapan C, sedangkan untuk sumur tangkapan dan tangkapan B tidak mengalir ke saluran.
Berikut perhitungan waktu konsentrasi pada masing-masing DAS yang dapat dilihat pada (Tabel 4.11) di bawah ini. Berikut contoh perhitungan intensitas curah hujan pada daerah tangkapan air sumur untuk curah hujan maksimum pada bulan November. Berikut hasil perhitungan debit rencana tiap ruas rencana saluran terbuka pada (Tabel 4.14).
Untuk merancang saluran terbuka (Gambar 4.2), perlu dilakukan perhitungan kemiringan saluran yang berfungsi mengalirkan air disamping perbedaan ketinggian saluran pengalihan. Di bawah ini adalah hasil perhitungan kecepatan aliran dan kedalaman penampang basah untuk masing-masing saluran, sebagaimana tercantum pada (Tabel 4.17) di bawah ini. Setelah diperoleh parameter-parameter di atas, maka dapat dilakukan simulasi komputasi (trial and error) terhadap laju aliran sehingga nilai debit rencana (Qr) dan debit yang dapat ditampung saluran (Qs) dapat sama nilainya. sehingga diperoleh dimensi saluran pengalihan yang tepat seperti pada (Tabel 4.19) sampai (Tabel 4.23) sebagai berikut.
Dimensi saluran pengalihan ini dibuat sedemikian rupa sehingga dapat menampung dan mengalirkan air sesuai rencana debit yang telah diperhitungkan sebelumnya. Berikut hasil perhitungan ukuran saluran pengalihan untuk masing-masing segmen yang tercantum pada (Tabel 4.24) di bawah ini. Berdasarkan hasil perhitungan saluran, debit air dari daerah tangkapan air PT Mitra Sejahtera Mandiri akan berkurang.
Saluran untuk menangani Daerah Tangkapan Air A dibagi menjadi tiga segmen saluran dengan ukuran saluran yang berbeda-beda sesuai dengan debit limpasan yang akan ditangani oleh saluran tersebut. Saluran ini akan mengalir ke saluran segmen A.2-A.3, saluran segmen A.2-A.3 menangani limpasan dari Daerah Tangkapan Air A.1 dan A.2 dengan panjang jalur 131 m pada titik inlet di ketinggian 260 dan . Saluran untuk menangani Daerah Tangkapan Air C ini dibagi menjadi dua segmen yaitu saluran segmen C.1-C.2 untuk menampung air limpasan dari Daerah Tangkapan Air C.1, saluran ini dibuat sepanjang 84 m dari ketinggian titik inlet 290 meter diatas permukaan laut dan ketinggian outlet pada ketinggian 270 meter diatas permukaan laut Saluran ini akan mengalir ke saluran segmen C.2-C.3, saluran segmen C.2-C.3 menangani limpasan dari Daerah Tangkapan Air C. .1 dan C.2 dengan panjang jalan 672 m pada titik inlet pada elevasi 270 dan outlet pada elevasi 130 yang akan dialirkan ke luar tambang menuju danau dekat lokasi penelitian.
Untuk melihat perbedaan nilai debit sebelum saluran bypass dan setelah saluran bypass, lihat Tabel 4.38 dan Tabel 4.39 sebagai berikut. Tabel 4.25 dan Tabel 4.26 menunjukkan debit air limpasan yang masuk ke area sumur sebelum dibangun saluran pengalihan adalah m3/jam dan setelah dibangun saluran pengalihan adalah 769,25 m3/jam.
Penanganan Air Limpasan
Hasil Sedimen
Oleh itu, peratusan air yang boleh diproses oleh terusan daripada aliran air yang masuk ialah 56.97%.
Estimasi Volume
Erodibiltas tanah
Panjang dan Kemiringan lereng
Perencanaan Pemompaan
Static Head (HC)
Perencanaan Sistem Pemompaan
Berdasarkan hasil perhitungan, hanya dibutuhkan 2 unit pompa MFC 180 untuk mengalirkan air sebesar 12.496,16 m3/hari yang bekerja selama 15,2 jam pada saat curah hujan maksimum yaitu pada bulan November. Namun debit tangkapannya bervariasi dari bulan ke bulan karena perbedaan curah hujan tergantung hujan atau tidak. Berdasarkan pertimbangan teknis pemompaan, jam pemompaan dapat disesuaikan dengan debit air yang masuk setiap bulannya (Lampiran J.2).
Perencanaan pompa dilakukan setiap enam hari sekali selama satu tahun untuk mengetahui kebutuhan pompa setiap bulannya. Permasalahan akan muncul dimana sisa air yang tidak dapat ditampung oleh pompa akan menumpuk setiap hari, dan jika tidak diolah maka air di kolam retensi akan menyebabkan banjir karena kolam retensi tidak dapat menampung air. Oleh karena itu, untuk memeriksa apakah jumlah waktu pemompaan yang ditentukan mampu menampung air dalam waktu satu tahun, sesuai dengan waktu pengurasan yang direncanakan untuk bendungan induk.
Telah dilakukan jadwal sistem pemompaan setiap enam hari sekali dengan debit pemompaan sebesar 816,03 m3/jam seperti terlihat pada (Lampiran J.2).
Perhitungan Volume Air Awal
Perhitungan Volume Air Masuk
Kapasitas Kolam Penampungan
Untuk menentukan kecepatan pengendapan dapat diperoleh dengan menggunakan rumus Stokes jika padatan kurang dari 40% dan jika persentase padatan lebih dari 40% menggunakan hukum Newton. Dimensi bak penampung dihitung berdasarkan debit air yang mengalir untuk keperluan pengolahan padatan terlarut berukuran 0,03125 mm (kelas lumpur) dengan asumsi padatan terlarut yang lebih besar dari 0,03125 mm akan diendapkan sebagaimana mestinya.
Perhitungan Luas Kolam Penampungan
Waktu Penuh Kolam Penampungan
Lama kelamaan kolam penampungan akan mengalami air dangkal, sehingga dalam perencanaan sistem drainase perlu direncanakan kapan kolam akan mengalami air tanah dan harus dilakukan drainase. Air yang masuk ke kolam penampungan bercampur material padat akibat erosi, dalam satu jam input air sebanyak 1.922,49 pada bulan November. Dari perhitungan diatas diperoleh tv < th dengan membandingkan waktu pengendapan dan waktu keluarnya air, maka dapat digunakan untuk menentukan persentase pengendapan pada bulan November.
Kemudian Anda dapat menghitung persentase sisa sedimen yang dapat dibuang oleh pompa pada bulan November. Di bawah ini (tabel 4.33) adalah hasil penghitungan sedimen yang tersisa dan terbawa pompa untuk bulan November. Berdasarkan perhitungan di atas, waktu pengurasan kolam penampungan dapat dihitung dari hasil penimbunan sedimen dengan sisa sedimen dalam satu hari.
Sehingga rencana waktu pengurasan bendungan retensi yang sebelumnya direncanakan satu tahun menjadi 1 tahun 1 bulan 9 hari. Volume ruang kosong diperoleh dengan mengurangkan volume kolam penampungan dengan volume air yang tersisa di kolam penampungan dan volume sedimen. Sebelumnya perlu diketahui bahwa volume ruang kosong dipengaruhi oleh sistem pemompaan yang direncanakan setiap enam hari sekali, dalam kurun waktu satu tahun.
Berdasarkan tabel perencanaan sistem pemompaan (Lampiran J.3), diketahui bahwa volume kolam tampungan yang digunakan diperuntukan untuk menampung air selama 6 hari, namun perlu diingat bahwa volume kolam yang mampu menampung air selama setahun untuk melekat. . Volume ruang kosong diperoleh dengan cara mengurangi volume kolam tampungan sebesar volume sisa air dan volume sedimen yang dihasilkan selama enam hari sesuai rencana pemompaan. Berdasarkan tabel perencanaan sistem pompa (Lampiran J.3), diketahui volume rongga maksimum sebesar 7.182,04 m3, volume rongga minimum sebesar 941,64 m3, dan volume rongga rata-rata sebesar 3.162,66 m3.
Jadi, volume ruang kosong pada kondisi aman adalah 7.182,04 m3, volume ruang kosong pada kondisi waspada adalah 3.162,66 m3, dan volume ruang kosong pada kondisi berbahaya adalah 941,64 m3. Perlu diingat bahwa jadwal pemompaan direncanakan sedemikian rupa sehingga air tidak melebihi kapasitas kolam penampung dengan menjadwalkan jam pemompaan yang dijadwalkan. Untuk mengetahui waktu debitnya, cari dulu debit air dan sedimen yang masuk dalam satu hari dengan cara mengurangkan debit pompa dengan debit stormwater dalam satu hari dan debit sedimen dalam satu hari. berjumlah 12.496,16 m3/hari, dengan debit sedimen maksimum 5,1824 m3/hari. Debit pompa dalam satu hari sebanyak 12.404 dengan jam pemompaan maksimal 15,2 jam dengan dua unit pompa bekerja.