BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Sesuai dengan judul yang diangkat yakni, “Perananan Perwira Jaga Pada Situasi Jarak Pandang Terbatas” maka sebagai deskripsi data akan dijelaskan tentang keadaan sebenarnya yang terjadi di kapal, sehingga dengan deskripsi ini penulis mengharapkan agar pembaca mampu dan bisa merasakan tentang semua hal yang terjadi selama penulis melaksanakan penelitian.
Berikut akan diuraikan mengenai data-data kapal tempat Penulis mengadakan penelitian:
Name Of Ship’s : MV. KUTAI RAYA DUA
Nationality : INDONESIA
Port Of Registry : SAMARINDA
Call Sign : Y E E Z
IMO Number 8820183
Type Of Ship : Cargo (Logs Carrier)
Builder Of Ship : Higaki Ship Building Co.Ltd (Imabari- Japan)
Date of Keel Lying : 26 SEPTEMBER 1988 Date of Launching : 25 JANUARI 1989 Date of Delivery : 23 MARET 1989
Owner : PT. KUTAI TIMBER INDONESIA
Gross Tonnage (GRT) : 4.255 MT
Net Tonnage (NRT) : 2.683 MT
L O A : 107,33 METERS
L B P : 99,95 METERS
MAIN ENGINE TYPE : HANSHIN DIESEL 6EL40
AUXILIARY ENGINE :2 X YANMAR S165L-T 200SN / 1200 RPM
SPEED (MAXIMUM) : 14,40 Knot
CREWS : 24 Person including master
Kapal MV. KUTAI RAYA DUA mempunyai trayek atau route yang berubah atau tramping ship, dimana route yang ditempuh tidak terjadwal dan berubah-ubah, pergantian route itu karena adanya lokasi pemuatan loading yang tidak tetap sesuai kebijakan Kantor Pusat di Probolinggo.
Gambar 4. 1. Kapal MV. KUTAI RAYA DUA
B. Hasil Penelitian
Adapun temuan tentang peranan perwira jaga pada situasi jarak pandang terbatas diatas kapal berdasarkan observasi, wawancara dan kuisioner yang dilakukan penulis saat penelitian, sehingga berkaitan dengan rumusan masalah yang dibahas.
Peranan perwira jaga pada situasi jarak pandang terbatas sangat berpengaruh pada terwujudnya pelayaran yang aman. Pada saat di perairan lepas, berlabuh jangkar, memasuki ataupun keluar alur pelayaran perlu tindakan tepat dari perwira jaga di atas kapal. Setiap perwira jaga memiliki tindakan tersendiri yang umumnya dilakukan pada situasi jarak pandang terbatas. Hal inilah yang menyebabkan Penulis mengatakan perlu peran dan tindakan tepat perwira jaga sehingga dapat meningkatkan keselamatan pelayaran. Disini penulis mengamati dan menyimpulkan peran dan tindakan apa saja yang perlu dilakukan perwira jaga pada situasi jarak pandang terbatas.
1. Penyajian Data
a. Kejadian Pertama : Melakukan pengamatan secara maksimal serta dibantu Radar untuk mengetahui keadaan sekitar kapal dan mengetahui jarak terdekat bertemu dengan object lain.
Tanggal : 20 Februari 2020 Voyage : 04
Pelayaran : Probolinggo Menuju : P. Tawa,Obimayor
Kejadian pertama yang Penulis dapati yaitu pada saat kapal melewati Selat Selayar. Daerah ini diketahui sebagai perairan yang ramai akan nelayan. Karena jarak pandang terbatas disebabkan oleh kabut dan
hujan lebat, perwira jaga menyalakan radar untuk membantu penglihatan pada saat melihat kabut dan awan tebal masih didepan kapal. Sehingga kapal dapat melewati Selat Selayar dengan aman dengan menghindari nelayan yang posisinya sudah diketahui dengan bantuan radar.
Gambar 4. 2. RADAR FURUNO RCU 014/MU -190 b. Kejadian Kedua : Melakukan isyarat bunyi (suling) dan
menyalakan lampu navigasi pada saat memasuki alur pelayaran.
Tanggal : 04 Februari 2020 Voyage : 05
Pelayaran : Probolinggo Menuju : Samarinda
Kejadian kedua yaitu pada waktu berlayar di Alur Pelayaran Sungai Mahakam pada keadaan kabut dan drizzle. Pada keadaan itu dengan dibantu oleh pilot, kapal penulis masuk Alur Sungai Mahakam, Samarinda. Alur ini merupakan alur pelayaran yang padat oleh tugboat, barge dan kapal cargo dengan panjang kurang dari 150 meter.
Ditengah alur megalami situasi jarak pandang terbatas, untuk memberikan perhatian kepada kapal lain pandu menginformasikan posisi melalui Rasio VHF dan dibantu perwira menyalakan lampu navigasi serta menyalakan isyarat bunyi. Isyarat bunyi yang dilakukan pada saat itu adalah 1 (satu) suling panjang dengan selang waktu tidak lebih dari 2 menit dengan tujuan memberikan perhatian terhadap kapal lain. Semua dilakukan dengan bantuan penglihatan oleh radar kapal.
Gambar 4. 3. Kapal Memasuki Alur Pelayaran Sungai Samarinda c. Kejadian ketiga : Mengambil posisi kapal secara rutin dan
membaring objek tetap dengan bantuan radar pada saat berlabuh jangkar.
Tanggal : 09 Juni 2020 Voyage : 10
Pelayaran : Berau Menuju : Probolinggo
Kejadian ketiga yaitu pada waktu kapal berlabuh di perairan Sungai Berau, Kalimanta Timur. Pada saat itu terjadi hujan dan kabut
serta diikuti angin dan arus banjir dari hulu yang kuat pada siang hari.
Kemudian saat bersamaan dengan adanya kapal yang masuk ke sungai terdeteksi di AIS (Automatic Indication System) dengan jarak yang terlalu dekat dengan kapal penulis. Perwira jaga pada saat itu langsung memberitahu kapten dan menyalakan lampu berlabuh jangkar serta lampu akomodasi kapal. Kapten dengan segera memberikan isyarat bunyi suling tiga tiupan beruntun, yakni satu tiup pendek satu tiupan panjang dan satu tiup pendek. Perwira jaga saat itu atas perintah kapten berjaga di main deck dan menaikkan tangga akomodasi.
Pada hari yang sama dikarenakan angin dan arus banjir yang kencang dari hulu, perwira jaga dengan rutin setiap 30 menit menentukan posisi kapal dengan baringan objek tetap dengan bantuan radar. Perwira jaga juga melihat pergerakan kapal karena
dikhawatirkan kapal larat dan kandas.
Gambar 4. 4. Posisi Berlabuh Kapal MV. KUTAI RAYA DUA
d. Hasil Wawancara
Situasi jarak pandang terbatas dapat menimbulkan risiko tubrukan maupun kapal kandas pada situasi tertentu pada waktu berlayar. Pada situasi jarak pandang terbatas penggunaan radar dapat membantu penglihatan (lookout) menjadi lebih baik dan dapat mengetahui posisi kapal serta objek terdekat yang beresiko terjadi tubrukan. Penggunaan isyarat bunyi sesuai dengan Collision Regulation perlu dilakukan untuk memberikan sinyal untuk kapal lain yang diatur pada Collision Regulation number 35 tentang isyarat bunyi pada jarak pandang terbatas. Penggunaan penerangan lampu kapal juga diperlukan pada situasi jarak pandang terbatas. Dalam keadaan berlabuh jangkar lampu akomodasi dan lampu jangar perlu dinyalakan pada situasi jarak pandang terbatas meskipun siang hari. Dan lampu navigasi juga perlu dinyalakan pada situasi jarak pandang terbatas meskipun siang hari.
Jika diperlukan dapat menggunakan lampu sorot untuk memberikan perhatian kepada kapal lain. Dalam memasuki alur pelayara sesuai perintah dan sepengetahuan kapten, perwira jaga/ ABK dapat melakukan penjagaan atau stand by di haluan untuk menginformasikan keadaan di depan kapal.
Pada situasi jarak pandang terbatas ketika kapal berlabuh jangkar perlu melakukan penentuan posisi kapal secara rutin untuk mengetahui kapal larat atau tidak. Perwira jaga perlu cepat mengetahui apabila kapal dalam keadaan larat agar cepat juga dalam pengambilan tindakan yang tepat. Tindakan yang dilakukan seperti menyalakan
echosounder dapat mengetahui kapal kandas apabila kapal sudah larat. Apabila perwira jaga navigasi dalam situasi jarak pandang terbatas merasa ragu dalam mengambil tindakan dapat dengan segera memanggil dan memberitahu nakhoda.
2. Analisis Data
a. Kejadian Pertama : Melakukan pengamatan secara maksimal serta dibantu Radar untuk mengetahui keadaan sekitar kapal dan mengetahui jarak terdekat bertemu dengan object lain.
Sesuai dengan Colision Regulation Rule Number 5 bahwa setiap kapal diwajibkan untuk melakukan pengamatan dan tujuannya adalah untuk dapat membuat penilaian yang lengkap tentang situasi dan bahaya tubrukan. sesuai dengan Collusion Regulation Rule Number 19 bahwa kapal melaksanakan pengamatan sekeliling kapal dibantu dengan menggunakan RADAR (Radio Detection and Ranging). Pada kejadian ini menentukan posisi hanya dapat dilakukan dengan bantuan alat modern seperti RADAR (Radio Detection and Ranging) dan penggunaan dasar ilmu pelayaran datar seperti membaring dengan benda disekiling kapal tidak di lakukan karna keterbatasan dan kondisi yang tidak memungkinkan.
b. Kejadian kedua : Melakukan isyarat bunyi (suling) dan menyalakan lampu navigasi pada saat memasuki alur pelayaran.
Sesuai Collision Regulation Rule Number 19 bagi kapal-kapal yang tidak saling melihat jika sedang bernavigasi di/dekat suatu daerah lautan luas dengan penglihatan terbatas dapat memasang penerangan
navigasi/lampu jalan dan wajib membunyikan isyarat kabut sesuai dengan Collision Regulation Rule Number 35 (Sound Signal In Restricted Visibility).
c. Kejadian ketiga : Mengambil posisi kapal secara rutin dan membaring objek tetap dengan bantuan radar pada saat berlabuh jangkar.
Sesuai Collision Regulation Rule Number 19 bahwa berlaku bagi kapal-kapal yang tidak saling melihat jika sedang bernavigasi atau di dekat suatu daerah lautan luas dengan modal terbatas perlu mendeteksi dengan menggunakan pesawat radar sedini mungkin setiap pergerakan benda-benda yang mencurigakan, dan bernavigasi dengan aman pada garis haluan kapal dengan posisi baringan kapal tetap diambil saat dibutuhkan.
d. Hasil wawancara:
Situasi jarak pandang terbatas dapat menimbulkan risiko tubrukan maupun kapal kandas pada situasi tertentu pada waktu berlayar. Pada situasi jarak pandang terbatas penggunaan radar dapat membantu penglihatan (lookout) menjadi lebih baik dan dapat mengetahui posisi kapal serta objek terdekat yang beresiko terjadi tubrukan seperti nelayan, jaring ataupun kapal lain. Penggunaan isyarat bunyi sesuai dengan Collision Regulation perlu dilakukan untuk memberikan sinyal untuk kapal lain yang diatur pada Collision Regulation number 35 tentang isyarat bunyi pada jarak pandang terbatas. Penggunaan penerangan lampu kapal juga diperlukan pada situasi jarak pandang
terbatas. Dalam keadaan berlabuh jangkar lampu akomodasi dan lampu jangar perlu dinyalakan pada situasi jarak pandang terbatas meskipun siang hari. Dan lampu navigasi juga perlu dinyalakan pada situasi jarak pandang terbatas meskipun siang hari. Jika diperlukan dapat menggunakan lampu sorot untuk memberikan perhatian kepada kapal lain. Dalam memasuki alur pelayara sesuai perintah dan sepengetahuan kapten, perwira jaga/ ABK dapat melakukan penjagaan atau stand by di haluan untuk menginformasikan keadaan di depan kapal.
Pada situasi jarak pandang terbatas ketika kapal berlabuh jangkar perlu melakukan penentuan posisi kapal secara rutin untuk mengetahui kapal larat atau tidak. Perwira jaga perlu cepat mengetahui apabila kapal dalam keadaan larat agar cepat juga dalam pengambilan tindakan yang tepat. Tindakan yang dilakukan seperti menyalakan echosounder dapat mengetahui kapal kandas apabila kapal sudah larat. Apabila perwira jaga navigasi dalam situasi jarak pandang terbatas merasa ragu dalam mengambil tindakan dapat dengan segera memanggil dan memberitahu nakhoda.
Berdasarkan pengalaman perwira jaga di kapal MV. Kutai Raya Dua yang pernah mengalami situasi kapal larat dan kandas pada saat jarak pandang terbatas di wilayah perairan Pulau Buru. Kejadian disebabkan karena kapal mengalami cuaca buruk dan angin kencang sendangkan penglihatan terbatas akibat hujan dan pengambilan tindakan belum efektif. Dalam hal ini tindakan efektif yang perlu
dilakukan pada saat kapal larat berdasarkan pengalaman perwira jaga adalah dengan menambah jumlah segel rantai dalam berlabuh jangkar.
C. Pembahasan
Dari analisa data tersebut, maka penulis perlu membahas lebih lanjut mengenai peranan perwira jaga pada situasi jarak pandang terbatas di MV.
KUTAI RAYA DUA. Perwira jaga harus melakukan tindakan yang tepat apabila terjadi situasi jarak pandang terbatas untuk mewujudkan pelayaran yang aman.
1. Kejadian Pertama : Melakukan pengamatan secara maksimal serta dibantu Radar untuk mengetahui keadaan sekitar kapal dan mengetahui jarak terdekat bertemu dengan object lain.
Dengan mengacu pada Collision Regulation Rule Number 5 dan 19 tentang bahaya tubrukan dan tindakan kapal untuk menghindari tubrukan dan tindakan kapal saat pandangan terbatas, di Collision Regulation Rule Number 5 “Look Out” yang mengatur bahwa setiap kapal diwajibkan untuk melakukan pengamatan yang tujuannya adalah untuk dapat membuat penilaian an yang lengkap tentang situasi dan bahaya tubrukan pengamatan harus dilakukan oleh setiap kapal, tidak hanya kapal tenaga tetapi juga kapal layar, kapal yang sedang menangkap ikan, kapal sedang menunda/ mendorong.
Setiap kapal berarti tidak hanya kapal yang sedang berlayar saja wajib melaksanakan pengawasan/pengamatan tetapi juga kapal yang sedang berlabuh jangkar/kapal yang sandar di dermaga (Sandar di
pelabuhan). Juga dengan mengacu pada Collision Regulation Rule Number 19 “Conduct Of Vessel In Restricted Visibility” yang mengatur tentang kapal-kapal yang tidak saling melihat jika sedang bernavigasi di/dekat suatu daerah lautan luas dan penglihatan terbatas dapat mendeteksi dengan menggunakan pesawat radar sedini mungkin setiap pergerakan benda yang mencurigakan.
Menurut aturan–aturan tersebut setiap kapal yang mengalami fenomena alam yang membuat pandangan terbatas harus tetap dengan semaksimal mungkin mengutamakan keselamatan pelayaran, resiko yang paling utama ketika berlayar dalam cuaca buruk adalah tubrukan maupun kandas, dan aturan ini telah diterapkan dengan baik. Karena setiap pelayaran berpedoman dengan Aturan P2TL (Peraturan Pencegahan Tubrukan Laut) atau COLREG (Collision Regulation). Lebih tepatnya pada saat Penulis melakukan pengamatan, posisi kapal yaitu akan melewati Selat Selaya. Perwira jaga pada saat itu menggunakan seperti RADAR (Radio Detection and Ranging) untuk membantu penglihatan pada saat kabut untuk mendeteksi pergerakan benda dalam hal ini adalah perahu nelayan. Ini dilakukan untuk menghindari tubrukan dengan perahu nelayan agar terwujudnya keselamatan dan keamanan pelayaran.
2. Kejadian kedua : Melakukan isyarat bunyi (suling) dan menyalakan lampu navigasi pada saat memasuki alur pelayaran.
Dalam atau dekat daerah penglihatan terbatas sinyal bunyi tidak hanya harus dibunyikan di dalam daerah kabut saja, tetapi juga kapal yang berada di dekat daerah penglihatan terbatas, khususnya jika
mendekati daerah tersebut ukuran jarak penglihatan terbatas atau ketebalan kabut sampai seberapa hingga diperlukan untuk membunyikan isyarat kabut, tidaklah ditentukan. Logikanya tidak perlu membunyikan isyarat kabut bila jarak penglihatan lebih besar dari jarak dengar suling itu, karena jarak dengar suling sekitar 2 mil, kalau jarak penglihatan sekitar 2 mil atau kurang sudah perlu membunyikan isyarat kabut. Namun, dalam praktik sukar untuk menentukan jarak penglihatan itu dengan tepat.
Isyarat kabut dalam Collision Regulation Rule Number 35 berlaku di dalam atau di dekat daerah penglihatan/tampak terbatas baik pada waktu siang maupun malam hari. Semua isyarat kabut harus dibunyikan dengan selang waktu (interval) tidak lebih dari 2 menit.
Dengan membunyikan isyarat-isyarat lebih sering, pada umumnya akan lebih menguntungkan terutama bagi kapal lain yang mungkin sedang membaring posisi anda. Kapal tenaga yang mempunyai laju terhadap air (berlayar) maka harus memberikan satu tiupan panjang dengan selang waktu tidak lebih dari 2 menit. Jika sebuah kapal mesinnya berhenti maka membunyikan 2 tiupan pendek dan tidak boleh dibunyikan sebelum kapal itu betul-betul berhenti.
3. Kejadian ketiga : Mengambil posisi kapal secara rutin dan membaring objek tetap dengan bantuan radar pada saat berlabuh jangkar.
Berdasarkan Collision Regulation Rule Number 19 setiap kapal harus memperhatikan dengan seksama keadaan dan suasana penglihatan terbatas yang ada. Dalam hal ini juga diatur dalam Collision Regulation Rule Number 35 mengenai isyarat bunyi dalam kegiatan terbatas pada
saat kapal berlabuh jangkar yaitu kapal berlabuh jangkar harus membunyikan genta dengan cepat selama kira-kira lima detik dengan selang waktu tidak lebih dari satu menit. Di kapal yang panjangnya 100 meter atau lebih genta itu harus dibunyikan di bagian depan kapal dan segera setelah pembunyian genta, gong harus dengan cepat selama kira-kira lima detik di bagian belakang kapal. Kapal yang berlabuh jangkar sebagai tambahan, boleh membunyikan tiga tiup beruntun, yakni satu tiup pendek satu tiupan panjang dan satu tiup pendek untuk mengingatkan kapal lain yang mendekat mengenai kedudukannya dan kemungkinan tubrukan.
Pada saat kapal berlabuh jangkar dengan keadaan jarak pandang terbatas dan terjadi cuaca ekstrem, perlu untuk dilakukan pengambilan posisi secara rutin dan membaring objek tetap dengan bantuan radar. Tindakan ini dilakukan untuk mengetahui apabila kapal larat dengan segera agar dapat mencegah kapal kandas karena terbawa menuju perairan dangkal.
Tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi kapal larat Berdasarkan pengalaman Nahkoda dan Mualim di atas kapal penulis ialah dengan menambah segel rantai jangkar yang diturunkan untuk berlabuh jangkar.
4. Hasil wawancara:
Berdasarkan hasil wawancara dapat disimpulkan situasi jarak pandang terbatas dapat menimbulkan risiko tubrukan maupun kapal kandas pada situasi tertentu pada waktu berlayar.. Pada situasi jarak
pandang terbatas penggunaan radar dapat membantu penglihatan (lookout) menjadi lebih baik dan dapat mengetahui posisi kapal serta objek terdekat yang beresiko terjadi tubrukan seperti nelayan, jaring ataupun kapal lain.
Penggunaan isyarat bunyi sesuai dengan Collision Regulation perlu dilakukan untuk memberikan sinyal untuk kapal lain yang diatur pada Collision Regulation number 35 tentang isyarat bunyi pada jarak pandang terbatas. Penggunaan penerangan lampu kapal juga diperlukan pada situasi jarak pandang terbatas.
Dalam keadaan berlabuh jangkar lampu akomodasi dan lampu jangar perlu dinyalakan pada situasi jarak pandang terbatas meskipun siang hari. Dan lampu navigasi juga perlu dinyalakan pada situasi jarak pandang terbatas meskipun siang hari. Jika diperlukan dapat menggunakan lampu sorot untuk memberikan perhatian kepada kapal lain. Dalam memasuki alur pelayara sesuai perintah dan sepengetahuan kapten, perwira jaga/ ABK dapat melakukan penjagaan atau stand by di haluan untuk menginformasikan keadaan di depan kapal.
Pada situasi jarak pandang terbatas ketika kapal berlabuh jangkar perlu melakukan penentuan posisi kapal secara rutin untuk mengetahui kapal larat atau tidak. Perwira jaga perlu cepat mengetahui apabila kapal dalam keadaan larat agar cepat juga dalam pengambilan tindakan yang tepat. Tindakan yang dilakukan seperti menyalakan echosounder dapat mengetahui kapal kandas apabila kapal sudah larat. Apabila perwira jaga navigasi dalam situasi jarak pandang terbatas merasa ragu dalam
mengambil tindakan dapat dengan segera memanggil dan memberitahu nakhoda.
Berdasarkan pengalaman perwira jaga di kapal MV. Kutai Raya Dua yang pernah mengalami situasi kapal larat dan kandas pada saat jarak pandang terbatas di wilayah perairan Pulau Buru. Kejadian disebabkan karena kapal mengalami cuaca buruk dan angin kencang sendangkan penglihatan terbatas akibat hujan dan pengambilan tindakan belum efektif. Dalam hal ini tindakan efektif yang perlu dilakukan pada saat kapal larat berdasarkan pengalaman perwira jaga adalah dengan menambah jumlah segel rantai dalam berlabuh jangkar.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan rumusan masalah, hasil analisa data dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa peranan perwira jaga pada situasi jarak pandang terbatas secara tepat sangat berpengaruh untuk meningkatkan keselamatan pelayaran, antara lain:
1. Melakukan pengamatan secara maksimal.
2. Menggunakan pesawat radar untuk membantu terwujudnya pengamatan secara maksimal baik pada waktu berlayar ataupun berlabuh jangkar.
3. Membunyikan isyarat bunyi.
a. Kapal tenaga memiliki laju (berlayar), membunyikan satu tiup panjang dengan selang waktu tidak lebih dari 2 menit.
b. Kapal tenaga tanpa laju (stop engine), membunyikan dua tiup panjang dengan selang waktu tidak lebih dari 2 menit.
c. Kapal berlabuh jangkar, membunyikan genta dengan cepat selama sekitar 5 detik dengan selang waktu tidak lebih dari 1 menit. Dan untuk kapal dengan panjang >100 meter ditambahkan dengan membunyikan gong. Atau dengan membunyikan tiga tiupan beruntun, yakni satu tiup pendek satu tiupan panjang dan satu tiup pendek.
4. Menyalakan lampu navigasi apabila dalam keadaan berlayar meskipun pada siang hari.
5. Menyalakan lampu akomodasi dan lampu jangkar apabila dalam keadaan berlabuh jangkar meskipun pada siang hari.
6. Menentukan posisi kapal secara rutin
7. Membaring objek tetap untuk mengetahui pergerakan kapal pada saat berlabuh jangkar.
8. Memberitahu Nakhoda dengan segera apabila terjadi situasi jarak pandang terbatas.
9. Apabila diperlukan atas sepengetahuan dan perintah Nakhoda, perwira jaga dapat berjaga (Stand-By) di deck, di haluan ataupun diburitan.
Tindakan Perwira jaga diatas kapal pada situasi jarak pandang terbatas dalam mengambil tindakan perlu mempertimbangkan keselamatan pelayaran sesuai Collision Regulation atau P2TL (Peraturan Pencegahan Tubrukan Laut) tentang tindakan dalam menghindari bahaya tubrukan. Dalam menentukan tindakan yang harus dilakukan, pengalaman dari orang yang pernah mengalami dan dapat mengatasinya ialah hal sangat penting.
B. Saran
Dalam hal ini Penulis akan memberikan saran-saran yang sekiranya dapat bermanfaat dan sebagai masukan guna memperbaiki kebiasaan buruk yang selama ini berlangsung diatas kapal. Adapun saran- saran yang akan Penulis sampaikan adalah sebagai berikut :
1. Bagi Perwira Jaga di atas kapal :
a. Perwira diharapkan lebih peka dan tanggap dalam melakukan tindakan demi terwujudnya keselamatan pelayaran.
b. Setiap perwira perlu saling bertukar pengalaman sebagai referensi dalam mengambil keputusan.
c. Segera hubungi nakhoda apabila terjadi keraguan dalam mengambil tindakan dalam keadaan yang beresiko buruk.
2. Bagi Perusahaan Pelayaran :
Hendaknya perusahaan pelayaran memfasilitasi apapun perlengkapan yang dibutuhkan oleh kapal. Jika kapal mengirim surat permintaan barang ataupun perbaikan peralatan kapal, segera ditanggapi dengan serius. Karena diatas kapal dapat terjadi kejadian darurat sewaktu-waktu, dimanapun dan tanpa diketahui siapapun.