• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN - Repository UNISBA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN - Repository UNISBA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

5.1. Pengumpulan dan Pengolahan Bahan

Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah kacang hijau (Vigna radiata(L.) R. Wilczek) yang diperoleh dari Balitsa-Lembang, Jawa Barat berupa simplisia segar sebanyak 1000 g. Untuk perlakuan awal dilakukan pencucian. Pencucian dilakukan untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada simplisia, sehingga tidak menimbulkan kontaminasi dan tidak mempengaruhi hasil akhir. Kacang hijau yang sudah dibersihkan kemudian dikeringkan dengan cara di angin-anginkan sehingga tidak menimbulkan kerusakan pada simplisia dan disimpan di dalam wadah yang tertutup rapat.

5.2. Determinasi

Determinasi tanaman dilakukan di Herbarium Jatinangor Laboratorium Taksonomi, Jurusan Biologi, Universitas Padjajaran. Hasil determinasi menyatakan bahwa bahan segar yang digunakan adalah Vigna radiata (L.) R.

Wilczek, dengan nama umum kacang hijau atau mung bean (Inggris). Hasil determinasi dapat dilihat padaLampiran 1.

Determinasi tanaman sangat berguna untuk menghindari adanya kesalahan dalam pengambilan tanaman. Hal ini dilakukan dengan cara memastikan tanaman atau bahan uji yang digunakan dalam penelitian telah benar identitasnya.

(2)

5.3. Hasil Pemeriksaan Makroskopik

Hasil pemeriksaan makroskopik pada biji kacang hijau menunjukkan bahwa kacang hijau berbentuk bulat, dengan diameter berkisar antara 0,17-0,38 cm, berwarna hijau kusam, dan kacang hijau tidak berasa. Hasil pemeriksaan makroskopik kacang hijau sesuai dengan Pratap & Kumar (2011:42) yang menyatakan bahwa kacang hijau berbentuk bulat dengan diameter 0,2-1,5 cm, warna hijau kusam. Hasil pemeriksaan makroskopik kacang hijau dapat dilihat padaLampiran 2.

5.4. Hasil Pemeriksaan Mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan untuk melihat fragmen-fragmen yang terdapat dalam simplisia. Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk kacang hijau (Vigna radiata (L.) R. Wilczek) dilakukan pada pembesaran 10x dengan reagen I2KI. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa simplisia tersebut memiliki endosperm dan butir pati. Hasil pemeriksaan mikroskopik dapat dilihat padaLampiran 3.

5.5. Parameter Standar

Parameter standar simplisia dan ekstrak dilakukan untuk menjamin standarisasi, keamanan, dan kualitas dari simplisia maupun ekstrak. Parameter standar meliputi parameter standar spesifik dan parameter standar non spesifik.

(3)

5.5.1. Parameter Standar Spesifik

a. Parameter Organoleptik Simplisia dan Ekstrak

Pengamatan organoleptik simplisia dan ekstrak dilakukan dengan menggunakan panca-indera untuk mendeskripsikan bentuk, warna, bau, dan rasa yang terdapat pada simplisia maupun ekstrak (Depkes RI, 2000:31). Adapun hasil pengamatan parameter organoleptik dapat dilihat padaTabel V.1.

Tabel V.1. Hasil Pengujian Organoleptis Simplisia dan Ekstrak

Organoleptis Simplisia Ekstrak

Bentuk Bulat Kental

Warna Hijau Kusam Coklat

Rasa Tidak Berasa Pahit

Bau Khas Kacang Hijau Khas Kacang Hijau

b. Parameter Kadar Sari Larut Pelarut Tertentu

Parameter standar spesifik yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi kadar sari larut air, dan kadar sari larut etanol pada simplisia. Pemeriksaan kadar sari dilakukan untuk mengetahui kandungan kimia yang dapat tersari dalam pelarut tertentu (Depkes RI, 2000:31). Hasil penetapan parameter kadar sari larut air dan larut etanol dapat dilihat padaTabel V.2.danLampiran 4.

Tabel V.2.Hasil Parameter Kadar Sari Larut Air dan Etanol

Parameter Kadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Etanol

Simplisia 8,25% 1,52%

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa rata-rata kadar sari larut etanol pada kacang hijau adalah 1,52 % dibandingkan kadar sari larut air kacang hijau adalah 8,25 %, ini sesuai dengan literatur yang menyatakan hasil kadar sari larut etanol tidak kurang dari 0,5% sedangkan kadar sari larut air tidak kurang dari

(4)

4,5% (Depkes RI.1995:194). Hal ini dapat disebabkan karena pelarut yang digunakan memiliki perbedaan polaritas. Pelarut etanol adalah pelarut universal sehingga dapat menarik sebagian besar senyawa polar, sebagian semi polar dan beberapa senyawa nonpolar. Sedangkan pelarut air yang bersifat polar hanya menarik kandungan senyawa polar. Senyawa yang terkandung dari kacang hijau adalah senyawa yang bersifat polar.

5.5.2. Parameter Standar Non Spesifik

Penetapan parameter standar non spesifik dalam penelitian ini dilakukan terhadap simplisia meliputi kadar abu total, kadar abu tidak larut asam. Hasil penetapan dapat dilihat padaTabel V.3.

Tabel V.3.Hasil Parameter Standar Non Spesifik pada Simplisia Kacang Hijau

Parameter Simplisia

Kadar Air 7,56 %

Kadar Abu Total 3,65%

Kadar Abu Tidak Larut Asam 0,29%

a. Parameter Kadar Air

Kadar air bertujuan untuk memberikan batasan minimal atau rentang tentang besarnya kandungan air didalam bahan. Untuk hasil pemeriksaan kadar air dapat disimpulkan bahwa kadar air dari simplisia masih dalam rentang normal yaitu 7,56%, dimana menurut literatur kadar air dari suatu sampel tumbuhan tidak boleh lebih dari 10 % untuk menghindari cepatnya pertumbuhan mikroorganisme.

(5)

b. Parameter Kadar Abu Total dan Kadar Abu Tidak Larut Asam Penetapan kadar abu dilakukan dengan proses pemijaran bahan pada suhu 600ºC dimana senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap, sehingga menyisakan unsur mineral dan anorganik. Tujuan dari penetapan kadar abu adalah untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal (Depkes RI, 2000:31). Kadar abu dapat berasal dari senyawa organik (internal) maupun berasal dari residu seperti cemaran anorganik yang berasal dari polusi (udara dan air) yang menempel pada simplisia (eksternal) (Depkes RI, 2000:32).

Berdasarkan Tabel V.3 dapat diketahui bahwa kadar abu total simplisia kacang hijau adalah sebesar 3,65% dan kadar abu tidak larut asam 0,29%, ini tidak sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa kadar abu total tidak lebih dari 3,5% dan kadar abu tidak larut asam tidak lebih dari 0,1% (Depkes RI.1995:194). Hal ini mungkin disebabkan oleh kondisi lingkungan yang berbeda antara tahun 1995 dengan kondisi lingkungan sekarang. Perhitungan parameter standar nonspesifik dapat dilihat padaLampiran 5.

5.6. Penapisan Fitokimia

Penapisan fitokimia dilakukan sebagai tahapan awal dalam mengidentifikasi kandungan kimia yang terdapat dalam simplisia. Dari hasil penapisan fitokimia diketahui bahwa simplisia memiliki seluruh kandungan senyawa. Hasil penapisan fitokimia dapat dilihat padaTabel V.4.

(6)

Tabel V.4. Hasil Penapisan Fitokimia

Senyawa Simplisia

Alkaloid (+)

Flavonoid (+)

Polifenolat (+)

Kuinon (+)

Tanin (+)

Saponin (+)

Monoterpen/Sesquiterpen (+) Triterpen/Steroid (+)

5.7. Ekstraksi

Dalam penelitian ini proses ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi.

Ekstraksi dengan metode maserasi memiliki kelebihan yaitu dapat menarik senyawa yang bersifat termolabil dan termostabil. Proses maserasi dilakukan selama 3x24jam menggunakan pelarut etanol 96% dan melakukan penggantian pelarut setiap 24jam. Ekstrak cair yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan menggunakan vacuum rotary evaporator dan waterbathhingga diperoleh ekstrak kental. Prinsip penggunaan vacuum rotary evaporator adalah dengan menggunakan sistem vakum, sehingga pada suhu yang rendah etanol sudah bisa menguap. Proses pemekatan ekstrak dilanjutkan dengan pemekatan di waterbath hingga diperoleh ekstrak pekat dan kental.

Hasil ekstraksi memiliki rendemen ekstrak sebesar 2,540 %, dimana dari 1000 gram simplisia kacang hijau dihasilkan 25,405 gram ekstrak etanol. Hasil ekstraksi dapat dilihat padaTabel V.5.

(7)

Tabel V.5.Hasil Ekstraksi

Sampel Jumlah Simplisia Jumlah Ekstrak Randemen Kacang Hijau 1000 gram 25,405 gram 2,54%

5.8. Fraksinasi

Fraksinasi adalah metode pemisahan campuran menjadi beberapa fraksi yang berbeda susunan sifat kepolarannya (Harborne, 1987). Dalam penelitian ini, fraksinasi dilakukan dengan menggunakan metode ekstraksi cair-cair (ECC).

Prinsip ekstraksi cair-cair adalah like dissolves like yang artinya suatu senyawa akan lebih larut dalam pelarut yang memiliki sifat kepolaran yang sama, misalnya senyawa yang memiliki sifat polar akan cenderung lebih larut di pelarut yang memiliki sifat polar juga (Fajariah, 2009:8).

Pada proses fraksinasi ini digunakan tiga pelarut dengan kepolaran yang berbeda, yaitu n-heksana, etil asetat, dan air. Dari hasil fraksinasi diperoleh tiga fraksi dengan sifat kepolaran yang berbeda, yaitu fraksi n-heksana, fraksi etil asetat, dan fraksi air.

Pada masing-masing fraksinat dari sampel dilakukan pemantauan KLT terhadap ekstrak kacang hijau serta fraksi-fraksinya. Pemantauan KLT dilakukan bertujuan untuk mengetahui adanya kandungan senyawa flavonoid. Dari fraksi yang diperoleh, ditotolkan pada fase diam silika GF 254 dan fase gerak yang berupa n-heksan-etil asetat (2:8). Hasil pemantauan KLT kemudian dipantau dibawah sinar UV 254 nm dan 366 nm. Hasil pemantauan kromatografi lapis tipis ekstrak dapat dilihat padaGambar V.1.

(8)

Gambar V.1.Kromatogram Pemantauan Fraksi Hasil ECC Keterangan : FG = n-heksana : etil asetat (2:8)

FD = silika gel GF25

1=Ekstrak Etanol,2=Fraksi n-heksana,

3=Fraksi etil asetat,4:Pembanding (Kuersetin)

Dalam kromatogram terlihat adanya bercak berwarna kuning pada fraksi etil asetat dengan Rf 0,8. Bercak berwarna kuning dalam fraksi etil asetat ini yang nantinya akan diisolasi. Fraksi etil asetat yang dihasilkan sebanyak 0,396 gram.

Selanjutnya terhadap fraksi etil asetat dilakukan pemisahan subfraksinasi dengan cara Kromatografi CairVacuum(KCV).

Dari 0,3 gram fraksi etil asetat dihasilkan 21 fraksi hasil KCV, kemudian dilakukan pemantauan terhadap fraksi hasil KCV dengan menggunakan plat KLT dan mentotolkan 21 fraksi di dalam 1 plat KLT dengan menggunakan eluen n- heksan : etil asetat (2:8) kemudian dilihat di bawah sinar uv dengan panjang gelombang 254 nm dan 366 nm. Hasil pemantauan terhadap 21 fraksi dapat dilihat padaGambar V.2.

(9)

Gambar V.2.Kromatogram Hasil Pemantauan 21 fraksi Keterangan : FG = n-heksana : etil asetat (2:8)

FD= silika gel GF254

Panjang gelombang = 245nm 6 & 7 = Fraksi terpilih

Untuk fraksi terpilih yang lebih pasti maka dilakukan kembali pemantauan terhadap fraksi 6 dan 7 menggunakan eluen n-heksana : etil asetat (2:8) sehingga memberikan pemisahan yang lebih baik dan dapat ditentukan hasil fraksi terpilih yang paling baik adalah fraksi no.6. Hasil pemantauan fraksi terpilih 6 dan 7 dapat dilihat padaGambar V.3.

Gambar V.3. Kromatogram Fraksi Terpilih 6 dan 7 Keterangan : FG = n-heksana : etil asetat (2:8)

FD = silika gel GF254

6 = fraksi terpilih

(10)

5.9. Isolasi

Terhadap fraksi no.6 dilakukan isolasi senyawa flavonoid dengan metode KLT preparatif menggunakan fase gerak n-heksana : etil asetat (2:8). Hasil pemantauan KLT preparatif dapat dilihat padaGambar V.4.

Gambar V.4. Hasil Pemantauan KLT Preparatif Keterangang : FG = n-heksana : etil asetat (2:8)

FD = Silika gel GF254

Panjang gelombang = 254nm dan 366nm

Pita yang berwarna kuning yang terlihat di bawah sinar uv dengan panjang gelombang 366 nm adalah yang terpilih yang kemudian dikerok. Lalu ditambahkan metanol untuk mendapatkan isolat.

5.10. Uji Kemurnian

Uji kemurnian dilakukan dengan KLT pengembang tunggal dan KLT 2 dimensi. KLT pengembang tunggal menggunakan tiga jenis pengembang yang berbeda kepolaran yaitu yang bersifat non polar, semi polar, dan polar. Dari ketiga pengembang diperoleh satu bercak yang menunjukkan bahwa isolat tersebut sudah murni. Hasil uji kemurnian KLT pengembang tunggal dapat dilihat pada Gambar V.5.

(11)

Gambar V.5.Kromatogram Hasil Uji Kemurnian Pengembang Tunggal Keterangan : FG = 1. n-heksana

2.etil asetat 3.metanol

FD = Sillika gel254dengan penampak bercak H2SO4

Pengujian KLT dua dimensi menggunakan dua jenis campuran eluen, yaitu yang bersifat kurang polar dan lebih polar. Hasil uji kemurnian dua dimensi dapat dilihat padaGambar V.6.

Gambar V.6.Kromatogram uji kemurnian dua dimensi Keterangan : FG = 1. n-heksan : etil asetat

2.etil asetat : n-Heksan

FD = Silika gel254dengan penampak bercak H2SO4

5.11. Karakterisasi Isolat

Karakterisasi isolat pada penelitian ini menggunakan pereaksi geser.

Pereaksi geser ini digunakan untuk menentukan kedudukan gula dan gugus hidroksil fenol pada inti flavonoid dengan mengamati pergeseran puncak (peak)

(12)

serapan yang terjadi. Hasil pengujian pada pereaksi geser dapat dilihat padaTabel V.6.

Tabel.V.6.Hasil Penafsiran Spektrum UV-Sinar Tampak dengan Pereaksi geser.

Pita I Pita II Pergeseran Pita I Pergeseran Pita II Keterangan

MeOH 416 290 - - Auron

NaOH 453 288 +37 - 6-OH dengan oksigenasi pada 4'

AlCl3 438 288 -

AlCl3/HCl 436 289 +2 (AlCl

3

/HCl) - Tidak ada o-diOH

Dari data tabel diatas isolat yang dilarutkan dalam metanol menghasilkan absorbansi pita I sebesar 416 dan pita II sebesar 290. Menurut literatur data tersebut menunjukan rentang 380-430 dan 230-270 yang menyatakan bahwa senyawa tersebut adalah flavonoid golongan auron (Markham.1988:39). Struktur auron dapat dilihat padaGambar V.7.

Gambar V.7.Struktur Auron

Pada tahapan selanjutnya isolat direaksikan dengan NaOH untuk mengamati gugus hidroksilasi yang lebih asam dan tidak tersubsitusi pada pita I, menghasilkan absorbansi pita I sebesar 453 dan pita II sebesar 288 hasil menunjukkan adanya pergeseran sebesar 37 nm yang menunjukkan 6-OH dengan oksigenasi pada 4’(Markham.1988:44).

Tahapan selanjutnya isolat direaksikan dengan AlCl3 untuk mendeteksi

(13)

absorbansi pita I sebesar 438 dan pita II sebesar 288. Dan kemudian selanjutnya direaksikan dengan AlCl3/HCl menghasilkan absorbansi pita I sebesar 436 dan pita II sebesar 289. Hasil pengujian menunjukkan adanya pergeseran sebesar 2 nm pada pita I yang menunjukkan tidak adanya o-diOH karena tidak ada pelepasan AlCl3karena penambahan HCl (Markham.1988.46).

Untuk pengujian dengan menggunakan natrium asetat/asam borat tidak dilakukan karena senyawa yang dihasilkan tidak mencukupi untuk dilakukan pengujian. Hasil karakteristik dengan spektrofotometri dapat dilihat pada Lampiran 6.

Referensi

Dokumen terkait

Pemeriksaan Serbuk rosella Ekstrak Etanol 30% Ekstrak Etanol 96% Kadar air 6,9% 24,4% 14,4% Kadar abu 7,5% 8,8% 2,5% Kadar abu yang tidak larut asam 12,5% 5,4% Kadar abu

Tabel V.2 Hasil penetapan parameter standar simplisia Keterangan : FHI = Farmakope Herbal Indonesia - = Tidak ditemukan persyaratan dalam pustaka FHI Penetapan parameter kadar