Standarisasi Parameter Spesifik Dan Non Spesifik Ekstrak Etil Asetat Daun Beluntas (Pluchea indica L.)
Sholikhah Deti Andasari1*, Choiril Hana Mustofa,1 Eka Oktavia Arabela1
1Program Studi D3 Farmasi , STIKES Muhammadiyah Klaten.
*Email: [email protected]
Abstract
Traditionally, the leaves of Beluntas (Pluchea indica L.) are used as medicine to eliminate body odor, as a fever reducer (antipyretic), increase appetite (stomakik), laxative sweat (diaphoretic), pain, diarrhea and vaginal discharge. The need to determine the quality standard of the extract from a review of specific and non-specific parameters of the ethyl acetate extract of the leaves of beluntas (Pluchea indica L). The extract was made by maceration method using ethyl acetate and the quality standard was determined by determining specific parameters including extract identity, extract organoleptic and soluble compounds in ethyl solvent and phytochemical screening. Non-specific parameters which include drying shrinkage, specific gravity and moisture content. The results of the observation of specific parameters obtained the identity of the thick extract, blackish green color, characteristic aromatic odor and bitter taste. The content of the soluble compound in ethanol is 22.201%±2.163. The content of water-soluble compounds was 24.578% ± 2.326.
Identification of the chemical content of the extract was positive for flavonoid compounds, tannins and saponins, and negative for alkaloid compounds. Moisture content 15,878±2,087.
Drying shrinkage 20.895% ± 3.674. Specific gravity 0.668 g/mL ± 0.355.
Keywords: Beluntas Leaves; Extract; Ethyl acetate; Standardization.
Abstrak
Secara tradisional daun Beluntas (Pluchea indica L.) digunakan sebagai obat untuk menghilangkan bau badan, sebagai penurun demam (antipiretik), peningkat nafsu makan (stomakik), peluruh keringat (diaforetik), nyeri, diare dan keputihan. Perlunya Penetapan standar mutu dari ekstrak dari tinjauan parameter spesifik dan non spesifik ekstrak etil asetat daun beluntas (Pluchea indica L). Ekstrak dibuat dengan metode maserasi menggunakan etil asetat dan ditetapkan standar mutunya dengan penetapan parameter spesifik yang meliputi identitas ekstrak, organoleptik ekstrak dan senyawa terlarut dalam pelarut etil dan skrining fitokimia. Parameter non spesifik yang meliputi susut pengeringan, bobot jenis dan kadar air. Hasil pengamatan parameter spesifik didapatkan diperoleh identitas ekstrak kental, warna hijau kehitaman, bau khas aromatik dan rasa pahit. Kadar senyawa larut dalam etanol 22,201%±2,163. Kadar senyawa larut dalam air 24,578% ± 2,326. Identifikasi kandungan kimia ekstrak positif senyawa flavonoid, tanin dan saponin, dan negatif senyawa alkaloid. Kadar air 15,878±2,087. Susut pengeringan 20,895% ± 3,674. Bobot jenis 0,668 g/mL ± 0,355.
Kata Kunci: Daun Beluntas; Ekstrak; Etil asetat; Standarisasi.
1. PENDAHULUAN
Bangsa Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi masalah kesehatan.
Pengetahuan tentang tanaman berkhasiat obat berdasar pada pengalaman dan ketrampilan yang secara turun temurun telah diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya [9]. Tanaman Obat Indonesia telah banyak dimanfaatkan baik sebagai Obat Tradisional Indonesia (jamu), Obat Herbal Terstandar ataupun Fitofarmaka.
Seperti tanaman Beluntas (Pluchea indica L.) secara tradisional daunnya digunakan sebagai lalapan atau obat untuk menghilangkan bau badan, sebagai penurun demam (antipiretik), peningkat nafsu makan (stomakik), peluruh keringat (diaforetik), nyeri, diare dan keputihan.
Daun beluntas (Pluchea indica less) mengandung senyawa aktif alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, polyvinyl, dan minyak atsiri [3]. Menurut penelitian sebelumnya yang sudah dilakukan bahwa daun beluntas mengandung senyawa antibakteri yang berkhasiat untuk menghilangkan bau badan, untuk mengobati penyakit kulit dan sebagai obat diare [2].
Dalam proses pembuatan Obat Tradisional, bahan baku yang digunakan harus memenuhi persyaratan mutu, baik parameter spesifik dan non spesifik.
Standarisasi adalah serangkaian parameter, prosedur, dan cara pengukuran yang hasilnya merupakan unsur- unsur terkait seperti paradigma mutu yang memenuhi standar dan jaminan stabilitas produk.
Standarisasi dilakukan agar tanaman yang akan digunakan sebagai bahan baku obat tradisional memiliki kualitas yang baik sesuai dengan persyaratan (CPOTB).
Dukungan adanya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, tentang fitofarmaka, yang berarti diperlukan adanya pengendalian mutu simplisia yang akan digunakan untuk bahan baku obat atau sediaan galenik [4].
Sehingga Standarisasi pada tanaman daun beluntas (Pluchea indica less) perlu
dilakukan agar produk yang dihasilkan dari tanaman ini mempunyai mutu, khasiat, dan keamanan yang terjamin.
2. METODE
Pada penelitian ini adapun alat yang digunakan meliputi alat-alat timbangan analitik, cawan penguap, cawan petri, kertas saring, tabung reaksi, pipet tetes, labu ukur, thermometer, lampu spirtus, batang pengaduk, waterbath, gelas ukur, beker gelas (pyrex), timbangan elektrik (Ohaus), incubator, beker glass, penjepit tabung, oven, piknometer, kaca arloji.
Pada penelitian ini bahan yang digunakan adalah Bahan uji ekstrak daun beluntas : etil asetat (teknis), kloroform LP, etanol 96%, aquadestilata, kloroform (pa), larutan amoniak, larutan mayer, larutan dragandorf, Mg, larutan gelatin, larutan FeCl31%, HCl2 N dan asam sulfat.
2.1 Prosedur Penelitian
2.2 Pembuatan Serbuk Simplisia Daun beluntas segar sebanyak 4kg dicuci dengan air mengalir kemudian ditiriskan, lalu dikeringkan dibawah sinar matahari yang ditutupi dengan kain hitam selama 7 hari. Daun beluntas yang sudah kering diperkecil ukurannya [6].
2.3 Pembuatan Ekstrak Daun Beluntas Sampel daun beluntas yang sudah kering, ditimbang 500 gram kemudian dimasukkan ke dalam bejana maserasi, direndam dengan etil asetat sampai volume 2 liter sampai semua sampel terendam penuh dan diaduk ±15 menit sampai benar- benar tercampur, setelah itu diamkan selama 5 x 24 jam terlindung dari cahaya matahari, sambil sesekali diaduk, setelah itu disaring dan dipisahkan ampas dan filtratnya. Hasil ekstraksi kemudian diuapkan dengan menggunakan watter bath agar mendapat hasil ekstrak pekat. [1].
2.4 Penentuan Parameter Standarisasi Penetapan standarisasi mutu ekstrak etil asetat daun beluntas meliputi
parameter spesifik seperti, Identitas ekstrak, organoleptis, kadar senyawa larut dalam air, kadar senyawa larut dalam etanol serta parameter non spesifik meliputi susut pengeringan, kadar air dan bobot jenis.
2.4.1. Standarisasi Spesifik Identitas Ekstrak
Deskripsi nama latin tumbuhan (Sistematika Botani), bagian tumbuhan yang akan digunakan dan nama daerah tumbuhan.
Organoleptis
Pengamatan organoleptik ekstrak meliputi bentuk, warna, bau, dan rasa.
Kadar senyawa larut dalam air
Sejumlah 0,5 gram ekstrak dimaserasi selama 24 jam dengan 20 mL air- Kloroform LP (1:1) kemudian disaring.
Diuapkan 20 ml filtrate hingga kering dalam cawan penguap, residu dipanaskan pada suhu 1050C hingga bobot tetap.
Dihitung kadar dalam persen senyawa yang larut dalam air terhadap berat ekstrak awal.
Kadar senyawa larut dalam etanol Sejumlah 0,5 gram ekstrak dimaserasi selama 24 jam dengan 20 ml etanol. Hasil maserasi disaring cepat dengan menghindari penguapan etanol, kemudian diuapkan 20 ml filtrate hingga kering dalam cawan penguap, residu dipanaskan pada suhu 1050C hingga bobot tetap.
Dihitung kadar dalam persen senyawa yang larut dalam etanol terhadap berat ekstrak awal.
Skrining Fitokimia
Flavonoid.Sebanyak 1 gram ekstrak sampel dicampur dengan 5 ml etanol, dikocok, dipanaskan, dan dikocok lagi kemudian disaring. Kemudian ditambahkan Mg 0,2 g dan 3 tetes HCl pada masing-masing filtrat. Jika terjadi perubahan warna menjadi jingga sampai merah ungu menunjukkan adanya flavonoid. Jika warna kuning jingga menunjukkan adanya flavon, kalkon dan auron [8].
Alkaloid.Sebanyak 1 gram ekstrak sampel masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian dicampur dengan 5 ml kloroform dan 5 ml amoniak
kemudian dipanaskan, dikocok dan disaring. Ditambahkan 5 tetes asam sulfat pada masing-masing filtrat, kemudian kocok dan didiamkan. Bagian atas dari masing-masing filtrat diambil dan diuji dengan pereaksi Mayer, Wagner dan Dragendroff. Terbentuknya endapan putih pada pereaksi Mayer, endapan cokelat pada pereaksi Wagner, dan endapan orange atau jingga pada pereaksi Dragendroff menunjukkan adanya alkaloid [8].
Saponin. Larutan ekstrak sebanyak 1 gram dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 10 ml aquades dan dikocok kuat selama 10 menit. Hasil dinyatakan positif apabila buih yang terbentuk stabil selama tidak kurang dari 10 menit, setinggi 1 cm sampai 10 cm.
Pada penambahan 1 tetes HCl 2N, busa tidak hilang [7].
Tanin.Ekstrak sampel masing-masing sebanyak 1 gram dimasukkan kedalam tabung reaksi 1 dan 2. Kemudian ditambahkan 2-3 tetes FeCl31% pada tabung 1.Hasil positif ditandai dengan dengan terbentuknya warna biru tua atau hitam kehijauan. Sampel pada tabung 2 ditambahkan beberapa tetes larutan gelatin 2%. Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya endapan putih [3].
2.4.2. Standarisasi Non Spesifik Penetapan Susut Pengeringan
Sebanyak 0,5 gram ekstrak ditimbang dalam cawan yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105ºC selama 30 menit dan ditimbang. Ratakan dengan menggoyangkan hingga merupakan lapisan setebal (5 mm-10 mm) dan dikeringkan pada suhu penetapan hingga bobot tetap, buka tutupnya, biarkan cawan dalam keadaan tertutup dan mendingin dalam desikator hingga suhu kamar, kemudian dicatat bobot tetap yang diperoleh [4].
Penetapan Kadar air
Sebanyak 0,5 gram ekstrak ditimbang dalam wadah yang ditara. Dikeringkan pada suhu 105⁰C selama 5 jam di dalam oven dan setelah itu diimbang. Kadar air dihitung dalam persen terhadap berat sampel awal [4]
Penetapan Bobot Jenis
Gunakan piknometer bersih dan kering, piknometer yang akan digunakan ditimbang terlebih dahulu. Piknometer diisi dengan aquadest kemudian diatur suhunya 25⁰C, dan ditimbang aquadest dalam piknometer dikeluarkan dan di keringkan untuk dimasukkan ekstrak cair 5%. Ekstrak cair dimasukkan kedalam piknometer kemudian diatur suhu 25⁰C dan ditimbang [4].
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Parameter Spesifik a. Identitas Ekstrak
Ekstrak yang digunakan adalah daun beluntas, dengan nama latin (Pluchea indica (L.) Less. Bagian tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah bagian daun beluntas
b. Organoleptis Ekstrak
Ekstrak etil asetat daun beluntas mempunyai karaterisrtik kental, berwarna hijau tua atau hitam, berbau khas beluntas dan rasa pahit (Tabel 3.1). Penentuan organoleptis ini termasuk salah satu parameter spesifik yang ditentukan dengan menggunakan panca indera dan bertujuan untuk pengenalan awal secara sederhana dan subjektif.
Tabel 3.1 Parameter organoleptis ekstrak Parameter Hasil Pengamatan Bentuk
Warna Rasa Bau
Ekstrak kental Hijau tua/hitam
Pahit Khas beluntas
c. Kadar senyawa yang larut dalam air dan etanol
Penentuan kadar senyawa yang larut dalam air adalah 24,578% ± 2,326 untuk senyawa yang larut dalam etanol adalah 22,201% ±2,163 (Tabel 3.2), ini menunjukkan bahwa ekstrak lebih banyak terlarut dalam etanol dibandingkan dalam air. Kadar zat terlarut merupakan uji kemurnian ekstrak yang dilakukan untuk mengetahui jumlah terendah bahan kimia kandungan ekstrak yang terlarut dalam pelarut tertentu.
Tabel 3.2 Hasil Analisa Parameter Spesifik
Paramet
er R I R II R III
Nilai rata- rata(%) Kadar
senyawa larut air
24,5 50
26,91 9
22,26 6
24,578±
2,326 Kadar
senyawa larut etanol
20,1 39
24,45 3
22,01 1
22,201
±2,163
Standar mutu ekstrak yang larut dalam air yaitu lebih dari 7,4%.
Sedangkan standar mutu yang larut dalam etanol yaitu lebih dari 7,8% (DepKes, 2000). Sehingga ekstrak daun beluntas memenuhi standar mutu ekstrak.
d. Skrining Fitokimia
Identifikasi golongan senyawa kimia dalam ekstrak etil asetat daun belutas dilakukan dengan menggunakan pereaksi kimia. Identifikasi golongan senyawa kimia yang terkandung dalam ekstrak etil asetat daun beluntas positif tehadap pengujian flavonoid, saponin, tanin dan menunjukkan tidak adanya kandungan alkaloid (Tabel 3.3). Hasil uji identifikasi menunjukkan adanya kandungan flavonoid yang ditandai dengan terbentuknya warna jingga.
Pada identifikasi saponin, dimana saponin bersifat polar sehingga dapat larut dalam pelarut air. Busa yang dihasilkan pada uji saponin disebabkan karena adanya glikosida yang dapat membentuk busa dalam air.. Hasil skrining menunjukkan bahwa daun beluntas mengandung senyawa saponin
Identifikasi tanin, filtrat yang ditambahkan FeCl3 1% menghasilkan warna hijau kehitaman. Hasil skrining pada ekstrak daun beluntas dengan penambahan larutan gelatin 2% juga menunjukkan adanya endapan warna putih, sehingga ekstrak positif adanya kandungan senyawa tanin pada daun beluntas.
Pada identifikasi bahwa daun beluntas tidak mengandung senyawa alkaloid yaitu tidak ditandai dengan terbentuknya
endapan putih pada pereaksi meyer, terbentuknya endapan coklat pada pereaksi wagner dan terbentuknya endapan orange hingga jingga pada pereaksi dragendroff.
Tabel 3.3 Hasil Analisa Skrining Fitokimia
No Golongan
Kimia Keterangan
Senyawa Metabolit Sekunder 1. Flavonoid
Perubahan warna menjadi kuning jingga
(+) 2. Alkaloid :
Mayer Wagner Drangendr off
Terbentuknya endapan putih Terbentuknya endapan coklat Terbentuknya endapan orange/jingga
(-) (-) (-) (-)
3. Saponin Terbentuknya
busa (+)
4. Tanin : FeCl 1%
Gelatin 2%
Warna biru kehitaman Terbentuknya endapan putih
(+) (+) (+)
Keterangan (+) = Positif senyawa kimia, (-) = Negatif senyawa kimia
3.2 Parameter Non Spesifik
a. Susut Pengeringan, Kadar Air dan Bobot Jenis
Tabel 3.4. Hasil Analisa Parameter Non Spesifik
Paramet
er R I R II R III Nilai Rerata Susut
Pengerin gan
21,115
%
17,547
%
24,895
%
20,895
%
±3,674 Kadar
Air
15,533g/
mL
18,109g/
mL
13,972 g/mL
15,878 g/mL  2,087
Bobot Jenis
1,008 g/mL
0,697 g/mL
0,299 g/mL
0,668 g/mL
± 0,355
Penetapan susut pengeringan pada ekstrak merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi dalam standarisasi tanaman yang berkhasiat obat. Pada uji susut pengeringan ini dilakukan pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada temperatur 105oC selama 30 menit atau sampai konstan. Pada suhu 105oC ini, air akan menguap dan senyawa-senyawa yang mempunyai titik didih yang lebih rendah dari air akan ikut menguap juga.
Manfaat uji susut pengeringan adalah untuk mengetahui berapa banyak senyawa yang hilang pada simplisia pada saat pengeringan shingga mengetahui kualitas dari simplisia tersebut. Hasil dari pengujian susut pengeringan ini diperoleh hasil sebesar 20,895% ± 3,674 . Dengan mengetahui susut pengeringan dapat memberikan batasan maksimal (rentang) tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan [4].
Uji kadar air pada ekstrak daun beluntas memperoleh hasil sebesar 15,878
 2,087. Menurut Depkes RI (2008) standar mutu ekstrak untuk kadar air adalah 10%. Hasil ini menunjukkan bahwa ekstrak daun beluntas melebihi batas standar mutu. Tingginya kadar air diperkirakan pada proses pengeringan, simplisia belum mengering seluruhnya.
Sehingga kadar air di dalam simplisia masih terlalu tinggi. Kadar air yang tinggi dapat menyebabkan pertumbuhan jamur yang cepat pada ekstrak [14].
Pada uji penentuan bobot jenis dilakukan menggunakan alat piknometer.
Piknometer harus dibersihkan dan dikeringkan terlebih dahulu hingga tidak ada sedikitpun titik air didalamnya. Hal ini bertujuan untuk memperoleh bobot kosong dari piknometer. Apabila masih ada air didalam maka akan mempengaruhi hasil. Piknometer yang akan digunakan dikalibrasi terlebih dahulu denga aquadest dengan suhu 25oC. Tujuan dari kalibrasi adalah untuk memastikan bahwa hasil pengukuran yang dilakukan akurat dan konsisten. Kemudian masukkan ekstrak
cair 5% kedalam piknometer menggunakan aquadest sebagai pelarutnya. Dengan pengujian ini diperoleh bobot jenis ekstrak sebesar 0,668 g/mL±0,355. Dengan ini dapat digambarkan besarnya massa per satuan volume untuk memberikan batasan antara ekstrak cair dan ekstrak kental, selain itu juga bobot jenis terkait bagaimana mengetahui kemurnian suatu zat yang ditentukan bobot jenisnya [4].
4. KESIMPULAN
Hasil pengujian parameter spesifik ekstrak etil asetat daun beluntas secara organoleptis ekstrak adalah ekstrak kental yang berwarna hijau tua atau hijau kehitaman, berbau khas beluntas serta berasa pahit. Kadar senyawa yang larut dalam air 24,578% dan kadar senyawa yang larut dalam etanol 22,201%.
Sedangkan hasil pengujian parameter non spesifik ekstrak etil asetat daun beluntas dengan susut pengeringan sebesar 20,895%, kadar air sebesar 15,878% dan bobot jenis ekstrak sebesar 0,668 g/mL.
REFERENSI
[1] Akstar Roskiana Ahmad, Juwita, Siti Afriatry Daniya Ratulangi, Abdul Malik. 2015. Penetapan Kadar Fenolik Dan Flavonoid Total Ekstrak Metanol Buah Pitakala (Etlingera elatior (jack) R.M.SM.). Skripsi.
Fakultas Farmasi Universitas Muslim Indonesia. Makassar.
[2] Ardiansyah, L. Nuraida dan N.
Andarwulan. 2002. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Beluntas (Pluchea indica L.). Prosiding Seminar Tahunan PATPI : Malang.
[3] Dalimarta, S. 1999. Atlas Tanaman Obat. Jilid I. Trubus Agriwidya : Jakarta.
[4] Depkes RI. 2000. Parameter Standarisasi Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta.
[5] Depkes RI. 2008. Farmakope Herbal Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
[6] Fazil Muh, Rempaka Nara Suci, Faizatul Allfiah, Desi Nur Alam, Gita Angelia, & Boima Situmenang. 2017.
Analisis Senyawa Alkaloid dan Flavonoid dari Ekstrak Daun Kitolod (Isotoma Longiflora) dan Uji Aktivitasnya terhadap Bakteri Penyebab Karies Gigi. Sekolah Tinggi Analis Kimia Cilegon, Banten.
Volume 2 Nomor 1.
[7] Gupta, C., Garg, A., Gupta, S. 2010.
Antimicrobial And Phytochemical Studies Of Fresh Ripe Pulp And Dried Unripe Pulp Of Mangifera Indica (Amchur). Midlle-East Journal Of Scientific Research, 5(2): 75- 80.
[8] Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia. Jilid II. Penerbit ITB : Bandung.
[9] Lusia O. R. K. (2006). Pemanfaatan Obat Tradisional dengan Pertimbangan Manfaat dan Keamanannya. Majalah Ilmu Kefarmasian, 3(1).01-07.
[10] Rahmawati, I., & Munawaroh, R.
(2016). Skrining Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol 70% Dari Beberapa Daun Tanaman Di Indonesia Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus Serta Bioautografinya.
Retrieved from
http://eprints.ums.ac.id/48774/
[11] Saifuddin A, Rahayu V, Teruna HY. 2011. Standarisasi Bahan Obat Alam. Graha Ilmu. Yogyakarta.
[12] Saifudin, A., & Viesa, R.
2011. Standarisasi Bahan Obat Alam.
Standarisasi Bahan Obat Alam.
Graha Ilmu: Yogyakarta.
[13] Sangi, M., Runtuwene, M.R.J., Simbala, H.E.I., Makang, V.M.A. 2008.Analisis Fitokimia Tumbuhan Obatdi Kabupaten Minahasa Utara. Chem. Prog., 1(1):47-53.
[14] Soetarno, S., dan Soediro, I.S,. 1997.
Standarisasi Mutu Simplisia dan Ekstrak Bahan Obat Tradisional.
Presidium Temu Ilmiah Nasional Bidang Farmasi.
[15] Voight, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. UGM Press.
Yogyakarta.