• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kekosongan Hukum dalam Peraturan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi

N/A
N/A
Luthfi Durori asy syifa

Academic year: 2023

Membagikan "Kekosongan Hukum dalam Peraturan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

55 BAB V

PENUTUP

1. Kesimpulan

Berdasarkan semua pembahasan yang ada di penulisan hukum ini, akan diambil kesimpulan mengenai apa yang dimaksudkan dalam tulisan ini, untuk menjawab rumusan masalah yang ada dalam penulisan hukum ini yaitu,

“Bagaimana analisa kekosongan hukum dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 / POJK.01 / 2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi terkait Peer To Peer Lending terhadap sektor perbankan konvensional?

Kesimpulan yang akan dijelaskan adalah sebagai berikut :

A. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 / POJK.01 / 2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi sebagai aturan untuk memberi perlindungan bagi fintech peer to peer lending ternyata masih belum cukup memenuhi hal-hal yang perlu dipenuhi dalam hal pemberian perlindungan bagi praktik pemberian kredit ini. Masih banyak kekosongan- kekosongan yang ada dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini khususnya mengenai standar-standar pemberian kredit dalam produk fintech ini. Tidak adanya pengaturan mengenai standar-standar pemberian kredit dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini harus dirubah karena harus ada pengaturan tentang standar-standar pemberian kredit yang jelas dan terukur tentang standar-standar pemberian kredit dan bagaimana pengaplikasiannya dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini. Hal-hal yang belum terpenuhi aturannya dalam Peraturan ini adalah pengaturan akan bunga pinjaman, perlunya pengaturan wajibnya asuransi penjamin fintech, pengaturan terhadap siapa yang mengatur escrow account, pengaturan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles), pengaturan Batas Pemberian Kredit Maksimum (BMPK), dan juga prinsip 5C’s (The five C’s of Credit Analysis). Hal-hal inilah yang dirasa perlu dipenuhi dalam perbaikan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini.

(2)

56 B. Oleh karena kekurangan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini, pemberian kredit dalam platform peer to peer lending juga tetap perlu diberikan standar pemberian kredit, meskipun tidak seketat bank tetapi tetap perlu ada standar pemberian kredit berdasar sasaran yang dituju dalam hal ini peer to peer lending ini tujuan sasarannya tidak sebesar sasaran kredit dari bank konvensional.

Sasaran dari pemberian kredit platform peer to peer lending adalah orang atau pihak yang tidak layak untuk diberikan pinjaman dari bank konvensional, karena itu standar yang diberikan harus lebih lunak dibandingkan standar untuk bank konvensional, karena jika terlalu ketat maka platform peer to peer lending akan kalah dengan perbankan konvensional dan tidak bisa berkembang jika aturan- aturan yang kurang disamakan persis dengan aturan perbankan konvensional.

2. Saran

Berdasarkan kesimpulan-kesimpulan yang ada yang sudah dimengeri, ada beberapa saran untuk bagaimana menangani kekosongan-kekosongan yang ada dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini, yaitu :

A. Dalam hal tentang standar-standar pemberian kredit yang baik dalam peer to peer lending ini perlu dimasukkan standar-standar pemberian kredit yang baik, seperti perlu dimasukkannya standar untuk mengenal calon penerima pinjaman, perlu dimasukkan standar 5C dalam menentukan apakah layak diberikan kredit, atau tidak. Jadi dikenal calon penerima pinjaman sehingga dapat diketahui apakah sanggup mengembalikkan pinjaman, jika iya apakah layak diberi pinjaman sehingga pinjamannya dapat diberikan.

B. Adanya keharusan untuk memberi laporan terbaru tentang pemakaian pinjaman uang secara benar dipakai untuk hal yang diajukan. Dalam hal ini perlu dimasukkan dengan benar bagaimana pemakaian pinjaman uang, apakah dipakai sesuai kebutuhan atau sesuai dengan yang saat diajukan meminta pinjaman. Perlu sinergi antara wadah peer to peer lending dengan kejujuran penerima pinjaman dalam memakai uang yang dipinjamkan.

(3)

57 C. Perlu juga diingat bahwa peer to peer lending memiliki beberapa perbedaan dengan bank, termasuk dalam hal sasaran penerima pinjaman. Peer to peer lending ada untuk menjangkau pihak-pihak yang lebih kecil dari pihak-pihak sasaran bank. Sehingga produk peer to peer lending hanya untuk menjangkau produk-produk kecil yang memerlukan uang dengan cepat, yaitu UMKM, sehingga tujuan penerimaan dana harus jelas dan sesuai dengan klasifikasi platform peer to peer lending, yaitu nasabah-nasabah yang unbankable.

Standar pemberian suatu kredit dalam poduk perbankan tetap diperlukan, meskipun tidak seketat bank. Karena suatu pinjaman itu berbahaya jika tidak ada standar pemberian pinjaman, bisa saja orang-orang yang diberi pinjaman adalah orang yang tidak layak untuk dapat pinjaman sebenarnya atau orang yang tidak mampu mengembalikkan utangnya. Oleh sebab itu, dalam memberikan pinjaman perlu ada standar pemberian kredit, tidak perlu seperti yang seketat untuk bank tetapi lebih kepada pembiayaan yang fokus pada pembiayaan yang tidak terjangkau oleh bank, seperti UMKM, kredit usaha, untuk kebutuhan sehari-hari, modal kebutuhan berjualan dan lain-lain. Selain itu, jika standar pengaturan pemberian kredit tidak ada, bahayanya adalah jika tidak diatur dengan baik dan benar, resiko gagal bayar tinggi dan bisa mengakibatkan kredit macet dan jika terus-terusan bisa bisa mengancam kesehatan ekonomi dalam berbangsa . Jadi perlu ada aturan yang benar-benar cukup untuk pembiayaan yang bukan seketat bank, agar dapat menyesuaikan dengan kredit-kredit yang tidak tersentuh pinjaman secara konvensional, yaitu oleh bank.

(4)

58 DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Ramlan Ginting, 2005, Pengaturan Pemberian Kredit Bank Umum, Proceeding Seminar Kredit, hal 16

B. Jurnal

Ion MICU Alexandra MICU, SEA - Practical Application of Science Volume IV, Issue 2 (11) / 2016, 2016, hlm 380

Alexandra Mateescu, Peer-to-Peer Lending, Data&Society, 2015, hlm 2.

Kevin Davis SF Fin, Jacob Murphy, “Peer-To-Peer Lending : Structures, Risks and Regulation”, 2016

C. Peraturan Perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Republik Indonesia terjemahan R. Subekti Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan

Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 42 /POJK.03/2017 tentang Kewajiban Penyusunan Dan Pelaksanaan Kebijakan Perkreditan atau Pembiayaan Bank Bagi Bank Umum

Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial

Peraturan Bank Indonesia nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit

Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/ 23 /PBI/2003 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles) bagi Bank Perkreditan Rakyat

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan

(5)

59 D. Artikel dan Informasi lainnya yang berasal dari Internet

https://www.bi.go.id/id/sistempembayaran/fintech/Contents/default.aspx tentang pengertian fintech (financial technology atau teknologi finansial), diunduh pada 6 Oktober 2017

http://archive.is/fq4jy#selection-543.57-543.272,

http://www.ndrc.ie/2014/03/fintech/ tentang pengertian fintech, diunduh pada 6 Oktober 2017

http://marketeers.com/fintech-bank-indonesia-klasifikasi/ tentang klasifikasi fintech diunduh pada 2 Juli 2018

https://amartha.com/faq tentang pengertian peer to peer lending, diunduh pada 6 Oktober 2017

https://www.investree.id/blog/business/perbedaan-peer-to-peer-lending-dan- crowdfunding-70 tentang perbedaan peer to peer lending dengan crowdfunding, diunduh pada 6 Oktober 2017

https://www.wsj.com/articles/what-we-know-about-financial-bubbles-

1506090178 , tentang kredit macet atau credit bubble diunduh pada 13 Oktober 2017

https://www.bi.go.id/id/edukasi-perlindungan-konsumen/edukasi/produk-dan- jasa-sp/fintech/Pages/default.aspx tentang inovasi fintech, diunduh pada 31 Oktober 2018

https://blog.danabijak.com/sejarah-dan-perkembangan-fintech/ tentang perkembangan fintech diunduh pada 31 Oktober 2018

https://www.dbs.com/spark/index/id_id/site/pillars/2018-rahasia-perkembangan- fintech-di-indonesia-industri-digital-yang-sedang-berkembang-pesat.html tentang data pertumbuhan fintech diunduh pada 31 Oktober 2018

https://www.finansialku.com/apa-itu-industri-financial-technology-fintech- indonesia/ tentang fintech di Indonesia diunduh pada 2 Juli 2018

https://www.investree.id/blog/business/peer-to-peer-lending-vs-pinjaman-bank , diunduh pada 6 Oktober 2017

https://www.iuvo-group.com/en/history-peer-to-peer-lending-platforms-3/

,diunduh pada 2 November 2018

(6)

60 http://finansial.bisnis.com/read/20180626/89/809580/pertumbuhan-peer-to-peer-

lending-di-indonesia-didukung-oleh-dua-faktor-ini , diunduh pada 26 Juni 2018

Referensi

Dokumen terkait

Yang dimaksud dengan “tidak mampu” adalah kondisi yang menyebabkan Penyelenggara tidak dapat melaksanakan kegiatan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3472 Tahun

Ada pun permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah bagaimana bentuk pengawasan kegiatan perbankan konvensional oleh Otoritas Jasa Keuangan, bagaimana bentuk

Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah, yang pertama bagaimana pelaksanaan pembiayaan berbasis financial technology (fintech) berdasarkan peraturan otoritas jasa

Akibat ketiadaan pembatasan ini, memberikan peluang bagi LPMUBTI untuk menerapkan bunga pinjaman dan biaya lainnya secara maksimal dan tidak transparan, sehingga

Penelitian ini bertujuan pertama mengetahui dan menganalisa kedudukan kreditur dalam pinjam meminjam uang tanpa agunan berbasis teknologi informasi dan perlindungan hukum

4) realisasi atas proyeksi laporan keuangan beserta asumsi yang digunakan sebagaimana dimaksud dalam format 9. Diisi penjelasan mengenai deviasi atas realisasi Rencana

Legal problems carried out by P2P lending companies licensed by the OJK or illegal P2P lending companies that abuse consumer personal data that are used as collateral in