• Tidak ada hasil yang ditemukan

(2) Bagaimana hitungan Jawa diterapkan oleh masyarakat Desa Singosaren dalam prosesi pernikahan

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "(2) Bagaimana hitungan Jawa diterapkan oleh masyarakat Desa Singosaren dalam prosesi pernikahan"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

Dari penelusuran penulis, belum ada yang mengkaji fenomena sosial-keagamaan terkait penghitungan bahasa Jawa pada pernikahan warga Desa Singosaren. Secara khusus, Ponorogo, sebagai bahan kajian untuk kepentingan kemajuan dan wawasan pemahaman hitungan Jawa dalam prosesi pernikahan.

Metode Penelitian

Artinya, penelitian ini pertama-tama ingin mendeskripsikan realitas yang merepresentasikan pengertian perkawinan dengan adat Jawa dan implikasinya bagi kehidupan sosial di masyarakat. Dalam penelitian ini, observasi partisipan dilakukan dengan tujuan mengamati peristiwa yang dialami subjek dan mengembangkan pemahaman tentang konteks sosial yang kompleks, serta memperoleh data terkait rumusan masalah tersebut di atas 22.

Sistematika pembahasan

Definisi Hitungan Jawa

Pergantian penanggalan Jawa tersebut terjadi dan dimulai pada tanggal 1 Sura Alip 1555 tepatnya tanggal 1 Muharram 1043 Hijriah yang juga bertepatan dengan tanggal 8 Juli 1633.

Tujuan hitungan Jawa

Tata Cara hitungan Jawa

Trik : nasi pulen kukus, nasi septetrah kukus, lauk pauk daging kerbau seharga 21 keteng rebus rebus, beli tanpa tawar menawar. Candranya: Gunung berarti sulit diakses dan berbahaya jika dilihat dari kejauhan. yang berada di tenggara, dia tidak boleh pergi ke tempat kala dalam waktu 7 hari.41. Saat roda wuku turun, tidak boleh turun gunung selama 7 hari dan tidak boleh menggali tanah.

Saat "kala wuku" berada di selatan ke utara, dalam waktu 7 hari Anda tidak bisa melihat wajah kala. Ketika "kala wuku" berada di utara ke selatan, dalam waktu 7 hari tidak diperbolehkan datang ke tempat kala. Garojogan : Dia banyak bicara, banyak berbohong, ketika kolo wuku berada di barat, dalam waktu 7 hari dia tidak diperbolehkan pergi ke tempat dia berada.

Pohon : Ingas dan cemara tumbang : hati panas, orang dilarang mendekat Penangkal : salep nasi uduk kukus, nasi sendawa, masakan daging kambing dan ikan dimasak santan, sayur mayur secukupnya. Saat kolo wuku, berada di utara dan selatan, dalam waktu 7 hari Anda tidak diperbolehkan masuk ke tempat keraton. Saat "kala wuku" turun, dalam waktu 7 hari tidak diperbolehkan turun gunung dan menggali tanah.

Bahayanya: di medan perang Penangkalnya: selamat kukus, Nasi Tumpeng, Nasi Sepitrah, Ayam Putih Goreng Halus dan Ayam Brumbun.

Macam-macam hitungan Jawa dalam prosesi pernikahan

Calon pengantin weton (ulang tahun dan pasaran) adalah hari rabu kliwon neptu atau angka minus 9 tetap 6. Calon pengantin weton (ulang tahun dan pasaran) adalah minggu pon neptu atau angka minus 9 tetap 3 6 dan 3 menjadi anugrah, jadi bagus untuk diteruskan. Menjelang hari pernikahan diadakan upacara srah-srahan atau asok tukon dimana calon putra menyerahkan sejumlah bingkisan pernikahan kepada keluarga calon putri berupa hasil bumi, peralatan rumah tangga, ternak dan terkadang sejumlah uang tambahan.

Sekitar 7 hari (sebelumnya 40 hari) sebelum hari pernikahan, kedua mempelai dipingit, artinya tidak boleh keluar rumah dan tidak boleh bertemu dengan calon suaminya. Selama masa pingitan, calon mempelai membersihkan diri dengan mandi kramas dan menggosok badan. Satu atau dua hari sebelum upacara, orang tua kedua mempelai membuat tratag dan mendekorasi rumah.

Upacara siraman adalah memandikan kedua mempelai dengan bunga telon yaitu bunga mawar, melati dan kenanga, dilanjutkan dengan upacara berkabung. Calon mempelai pria datang ke rumah mempelai wanita kemudian calon mempelai pria menjalani upacara nyantri.

Paparan Data Umum

Sejarah Desa Singosaren tidak akan lepas dari sejarah berdirinya Kabupaten Ponorogo karena Desa Singosaren terletak di wilayah Ponorogo. Nah, jika ditelusuri lebih dalam sejarah berdirinya Ponorogo, akan ditemukan bahwa pendiri kota Ponorogo yaitu Raden Batoro Katong, yang bukan hanya sebagai pendiri Ponorogo, namun berhasil merubah kondisi primitif Ponorogo menjadi melawan masyarakat yang beradab. Bahkan ada yang menyatakan bahwa kedatangan Raden Bathoro Katong di Ponorogo merupakan konsekuensi politik pada masa itu, yaitu: dari kekuasaan Majapahit (Hindu-Buddha) ke kerajaan Islam Demak.

Desa Singgosaren secara tidak langsung merupakan bagian dari sejarah Ponorogo, pada saat itu masyarakat Wengker (nama lama Ponorogo) masih menganut agama Hindu-Buddha. Dengan demikian kedatangan Raden Bathoro Katong di Ponorogo menjadi titik balik bagi masyarakat Ponorogo saat itu karena masih dalam masa-masa awal. 77 Muh. Fajar Pramono, Raden Bathoro Katong Z. e Wong Ponorogo, (Ponorogo: Lembaga Penelitian Birokrasi dan Masyarakat Ponorogo, 2006), 1.

Paparan data khusus

Begitu juga setelah prosesi pernikahan, salah satu orang tua dari kedua mempelai yang meninggal dalam prosesi pernikahan tidak menggunakan perhitungan menggunakan perhitungan adat Jawa. Maka untuk menentukan hari pernikahan adalah sebagai berikut : Jumlah weton dari kedua mempelai + Jumlah hari pernikahan tersisa 2, artinya kedua mempelai sudah atau dapat melangsungkan pernikahan. Sedangkan hal-hal yang dihindari dalam perkawinan karena dianggap menimbulkan kesialan, setelah menggunakan perhitungan Jawa menurut sumber hal-hal yang harus dihindari adalah sebagai berikut.

Dan jika tidak menggunakan perhitungan tradisional Jawa, Anda takut bencana. . Jika tidak menggunakan perhitungan Jawa, diyakini berdasarkan pengalaman masa lalu, banyak bencana akan menimpa orang yang tidak menggunakan perhitungan Jawa untuk menentukan hari. Masyarakat : Masyarakat desa Singosaren yang mempercayai peristiwa yang terjadi akibat tidak menggunakan perhitungan Jawa dalam prosesi pernikahan.

Hal ini membuat penggunaan perhitungan Jawa dalam prosesi pernikahan menjadi hal yang sakral, dan menurut kepercayaan masyarakat setempat dapat menyebabkan terganggunya pesta pernikahan bahkan kematian anggota keluarga. Kepercayaan: kepercayaan masyarakat terhadap nenek moyang yang kuat inilah yang membuat kepercayaan perhitungan Jawa masih ada di Desa Singosaren hingga saat ini.

Analisa Terhadap Pemahaman Hitungan Jawa pada Prosesi Pernikahan Perspektif Masyarakat Desa Singosaren

Salah satu cara mempersiapkan anak untuk menikah adalah dengan mencari hari yang tepat menurut perhitungan orang Jawa untuk mempersiapkan anak untuk menikah. Salah satu tujuan dari sebuah perkawinan adalah untuk menyempurnakan garis keturunan, selain itu perkawinan juga bertujuan untuk mempererat tali persaudaraan. Alasan masyarakat Desa Singosaren menggunakan perhitungan Jawa sendiri karena masyarakat khawatir akan akibatnya jika tidak menggunakan perhitungan Jawa.

Pernikahan atau acara yang tidak berjalan mulus, bahkan akibat buruk yang bisa ditimbulkan dari pernikahan yang tidak menggunakan perhitungan Jawa. Kejadian-kejadian aneh di luar rencana dianggap oleh masyarakat Desa Singosaren akibat tidak menggunakan perhitungan dalam pernikahan. Pada dasarnya masyarakat Desa Singosaren tidak sepenuhnya percaya dengan perhitungan Jawa, namun dalam menggunakan perhitungan adat Jawa mereka merasa lebih nyaman (merasa lebih nyaman atau lebih nyaman).

Dengan perhitungan Jawa diharapkan prosesi pernikahan akan lebih baik selama prosesi dan kelanjutan rumah tangga calon pengantin, karena dalam perhitungan Jawa, calon pengantin diatur untuk melanjutkan ke pernikahan. panggung atau tidak.

Analisa Implikasi Pernikahan Menggunakan Hitungan Jawa

Istilah lain selain bebet, benih, berat dasar dan pertimbangan dalam memilih pasangan pada masyarakat desa Singosaren adalah primbon, weton, arah rumah atau lokasi rumah. Terlihat dari dua tokoh sentral masyarakat desa Singosaren tersebut terdapat perbedaan pemahaman antara Mbah Boimin dan Pak. Syamsuddin. Penulis melihat Mbah Boimin memiliki karakter yang lebih konservatif, Pak. Syamsuddin, sebaliknya, adalah sosok yang lebih moderat. . Menurut urutan acara pernikahan yang dilakukan oleh masyarakat desa Singosaren, penggunaan perhitungan Jawa dalam menentukan hari pernikahan dan penentuan calon pengantin merupakan hal yang biasa digunakan oleh masyarakat desa Singosaren.

Penulis melihat bahwa penggunaan perhitungan Jawa berimplikasi pada banyak rencana perkawinan yang gagal karena tidak sesuai dengan perhitungan perkawinan yang lazim. Menurut masyarakat Desa Singosaren, dengan menggunakan perhitungan adat Jawa diharapkan perkawinan itu langgeng sampai kakek nenek, atau dengan kata lain mencari kebaikan dalam perkawinan dengan menggunakan perhitungan Jawa dalam akad nikah. Penulis melihat bahwa adanya perhitungan Jawa dalam perkawinan menimbulkan masalah baru, antara lain: banyak warga desa Singosaren yang mengeluh harus becek sekaligus atau sekali.

Selain itu, tidak sedikit rencana pernikahan yang harus ditunda bahkan tidak dilanjutkan karena tidak sesuai dengan perhitungan orang Jawa. Selain itu, banyak orang harus rela berhenti dari pekerjaan mereka untuk berpartisipasi dalam pernikahan.

Pernikahan Menggunakan Hitungan Jawa Perspektif Al- Qur’an Dan Hadits

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia mengasihi dan mengasihi kamu. Al-Quran telah menetapkan hikmah perkahwinan secara umum dan perkara-perkara yang menjadi asasnya iaitu keperluan manusia kepada ketenangan jiwa. Bagi pasangan ini, Islam tidak membenarkan manusia bertindak sendiri kerana urusan membina rumah tangga bukanlah sesuatu yang boleh dianggap remeh.

Oleh itu, Islam memberikan beberapa panduan kepada manusia untuk membina rumah tangga dan keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah.

Ketenangan ini diperolehi oleh manusia dalam usaha mereka untuk mendapatkan kesempurnaan dan kecenderungan terhadap lawan jenis untuk menyempurnakan fitrah mereka. Dalam hadis di atas, Rasulullah s.a.w menjelaskan tentang ciri-ciri yang lazimnya menjadi asas pertimbangan dalam memilih isteri. Perkara ini perlu dititikberatkan kerana wanita yang kuat pegangan agamanya akan sentiasa taat kepada suaminya dan sentiasa menjaga kehormatannya.

Namun, nilai-nilai atau ciri-ciri lain tidak ditinggalkan dalam menentukan pilihan, karena merupakan unsur pelengkap kebahagiaan rumah tangga. Ketika laki-laki memandang istrinya yang cantik, timbul perasaan cinta dan kasih sayang yang mendalam dan itu akan melindungi pandangan laki-laki dan seterusnya, itu akan melengkapi tuntutan pernikahan itu sendiri. Masalah ini penting karena kedua mempelai penting karena disitulah rumah tangga akan dibangun.

Dan juga dengan kepercayaan masyarakat desa Singosaren menggunakan loket hukum, pasar dan berbagai larangan dalam prosesi perkawinan menurut adat Jawa, penulis melihatnya sebagai sarana untuk menentukan apa yang baik bagi keluarga yang dibangun dalam suatu perkawinan. menjadi Penulis belum menemukan ayat atau hadits yang menjelaskan tentang penggunaan perhitungan dalam pernikahan, namun menurut hemat penulis, adanya perhitungan Jawa dalam prosesi pernikahan pada masyarakat desa Singosaren merupakan upaya untuk mendapatkan kebaikan.

PENUTUP

Saran-saran

Referensi

Dokumen terkait

Namun, hal itu tidak mengubah kenyataan bahwa bagaimanapun juga “kekuasaan wanita Jawa”, orang Jawa dan masyarakat Jawa dalam penelitian ini tidak langsung menunjuk