• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAHAN AJAR PENERAPAN TUSI ASN

N/A
N/A
SUCI RAIHANUN

Academic year: 2025

Membagikan "BAHAN AJAR PENERAPAN TUSI ASN"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Deskripsi Singkat ... 3

C. Tujuan Pembelajaran ... 4

D. Metode Pembelajaran ... 6

E. Sistematika Bahan Ajar ... 6

BAB II INTERNALISASI NILAI-NILAI ANTIKORUPSI (INTEGRITAS) DAN PROFESIONALISME ASN ... 8

A. Urgensi Materi ... 8

B. Substansi Nilai-nilai Antikorupsi ... 11

C. Refleksi ... 20

D. Soal Latihan ... 21

BAB III NILAI MENGELOLA DIRI (BERORIENTASI PELAYANAN, AKUNTABEL, DAN KOMPETEN) ... 25

A. Substansi Materi ... 25

B. Bentuk Penerapan ... 33

C. Refleksi ... 37

D. Soal Latihan ... 38

BAB IV NILAI MENGELOLA ORANG LAIN (HARMONIS DAN LOYAL) ... 41

A. Substansi Materi ... 41

B. Bentuk Penerapan ... 54

C. Refleksi ... 71

D. Soal Latihan ... 72

BAB V NILAI MENGELOLA ORGANISASI (ADAPTIF DAN KOLABORATIF) ... 76

A. Substansi Materi ... 76

B. Bentuk Penerapan ... 95

C. Refleksi ... 97

D. Soal Latihan ... 98

BAB VI EVALUASI DAN UMPAN BALIK ... 103

A. Penjelasan Penugasan ... 103

B. Kunci Jawaban Soal Latihan ... 108

BAB VII PENUTUP ... 110

A. Kesimpulan ... 110

B. Saran ... 110

DAFTAR PUSTAKA ... 111

(3)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025, yang menyatakan bahwa visi Reformasi Birokrasi adalah pemerintahan berkelas dunia yang ditandai dengan pelayanan publik yang berkualitas. Visi Reformasi Birokrasi menyatakan bahwa pada tahun 2025 akan dicapai pemerintahan kelas dunia, yang ditandai dengan pelayanan publik yang prima. Hal ini didukung dengan RPJMN 2020-2024 terkait dengan world class bureaucracy.

Tantangan global yang semakin terasa di era disrupsi dan VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity) saat ini akhirnya mendorong birokrasi dan pemerintahan menerapkan VUCA pula yaitu Vision, Understanding, Clarity, dan Agility. Dalam rangka mencapai visi reformasi birokrasi serta memenangkan persaingan di era digital yang dinamis, diperlukan percepatan dan inovasi yang luar biasa agar tercipta breakthrough atau terobosan, yaitu perubahan tradisi, pola, dan cara dalam pemberian pelayanan publik.

Untuk mencapai hal tersebut diperlukan penyamaan dan perubahan mindset dan perilaku. Oleh karenanya, berdasarkan Surat Edaran (SE) Menteri PAN-RB Nomor 20 Tahun 2021 tanggal 26 Agustus 2021 tentang Implementasi Core Values dan Employer Branding Aparatur Sipil Negara, disebutkan bahwa dalam rangka penguatan budaya kerja sebagai salah satu strategi transformasi pengelolaan ASN menuju pemerintahan berkelas dunia (World Class Government), Pemerintah telah meluncurkan Core Values (Nilai-Nilai Dasar) ASN BerAKHLAK dan Employer Branding (Bangga Melayani Bangsa).

Core Values ASN BerAKHLAK merupakan akronim dari Berorientasi Pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, Kolaboratif. Tugas pelayanan publik yang sangat erat kaitannya dengan pegawai ASN, sangatlah penting untuk memastikan bahwa ASN mengedepankan nilai Berorientasi Pelayanan dalam pelaksanaan tugasnya, dimaknai bahwa setiap ASN harus berkomitmen memberikan pelayanan prima demi kepuasan masyarakat.

Di dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023, Pasal 10, Pegawai ASN berfungsi sebagai:

(4)

2 a. pelaksana kebijakan publik;

b. pelayan publik; dan

c. perekat dan pemersatu bangsa.

ASN, baik PNS dan PPPK, memiliki tugas dan fungsi yang sama. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara telah diatur di Pasal 3 ayat 2, bahwa Pegawai ASN mengimplementasikan nilai dasar ASN yang terdiri atas Berorientasi Pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif dan Kolaboratif.

Berdasarkan Keputusan Lembaga Administrasi Negara Nomor 289/K.1/PDP.07/2022 tentangPedoman Orientasi Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja, disebutkan bahwa kehadiran Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja diharapkan dapat meningkatkan kinerja dalam rangka mencapai tujuan organisasi.

Diantara semua materi Orientasi Pengenalan Nilai dan Etika pada Instansi Pemerintah, hanya materi ini yang pada level penerapan Fungsi dan Tugas ASN di Tempat Kerja, sedangkan materi lainnya adalah terkait pengenalan, yaitu Pengenalan Susunan Organisasi dan Tata Kerja , Pengenalan Jabatan, dan Pengenalan Manajemen Kinerja Organisasi.

Di dalam bahan ajar ini juga dimunculkan terkait internalisasi nilai-nilai antikorupsi dan profesionalisme. Dasarnya adalah bahwa pemerintahan berkelas dunia bisa diwujudkan oleh Smart ASN, salah satu cirinya adalah berintegritas. ASN perlu memahami dan menginternalisasi nilai-nilai integritas, dan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 38 Tahun 2017 tentang Standar Kompetensi Jabatan, yang menyebutkan bahwa Integritas merupakan salah satu unsur terpenting dari kompetensi pegawai ASN.

Selain itu, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 60/2020 tentang Pembangunan Integritas Pegawai Aparatur Sipil Negara mengamanatkan Pembangunan integritas ASN.

Untuk mendalami penerapan fungsi dan tugas ASN di tempat kerja, di dalam bahan ajar ini, tim penyusun membagi nilai BerAKHLAK dalam tiga kluster nilai, yaitu Nilai Mengelola Diri (Berorientasi Pelayanan, Akuntabel, dan Kompeten), Nilai Mengelola orang lain (Harmonis dan Loyal), dan Nilai mengelola organisasi (Adaptif dan Kolaboratif). Nilai mengelola diri terkait dengan pondasi awal yang harus dimiliki oleh ASN. Nilai tersebut harus dilengkapi dengan nilai mengelola orang lain

(5)

3

terkait harmonis dan loyal, dan bagaimana berkontribusi pada organisasi melalui jiwa adaptif dan mau berkolaborasi (kolaboratif).

B. DESKRIPSI SINGKAT 1. Berorientasi Pelayanan

Mata Pelatihan ini diberikan untuk memfasilitasi pembentukan nilai Berorientasi Pelayanan pada peserta melalui substansi pembelajaran yang terkait dengan bagaimana memahami dan memenuhi kebutuhan masyarakat;

ramah, cekatan, solutif, dan dapat diandalkan; serta melakukan perbaikan tiada henti. Mata Pelatihan ini merupakan bagian dari Pembelajaran Agenda II Pelatihan Dasar CPNS yang dalam penyampaiannya dapat dilakukan secara terintegrasi dengan 6 (enam) Mata Pelatihan Agenda II yang lainnya, baik pada fase pembelajaran mandiri, jarak jauh, maupun klasikal.

2. Akuntabel

Mata Pelatihan ini diberikan untuk memfasilitasi pembentukan nilai Akuntabel pada peserta melalui substansi pembelajaran yang terkait dengan pelaksanaan tugas dengan jujur, bertanggung jawab, cermat, disiplin dan berintegritas tinggi, penggunaan kekayaan dan barang milik negara secara bertanggung jawab, efektif, dan efisien serta tidak menyalahgunakan kewenangan jabatan.

3. Kompeten

Mata Pelatihan ini diberikan untuk memfasilitasi pembentukan nilai kompeten pada peserta melalui substansi pembelajaran yang terkait dengan peningkatan kompetensi diri untuk menjawab tantangan yang selalu berubah, membantu orang lain belajar serta pelaksanaan tugas dengan kualitas terbaik.

4. Harmonis

Mata Pelatihan ini membekali pembentukan nilai harmonis pada peserta melalui substansi pembelajaran yang terkait dengan menghargai setiap orang apa pun latar belakangnya, suka menolong orang lain serta membangun lingkungan kerja yang kondusif.

5. Loyal

Mata Pelatihan ini membekali pembentukan nilai loyal pada peserta melalui substansi pembelajaran yang terkait dengan memegang teguh ideologi Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia serta pemerintah yang sah,

(6)

4

menjaga nama baik sesama ASN, pimpinan, instansi dan negara, serta menjaga rahasia jabatan dan negara

6. Adaptif

Mata Pelatihan ini diberikan untuk memfasilitasi pembentukan nilai Adaptif pada peserta melalui substansi pembelajaran yang terkait dengan cepat menyesuaikan diri menghadapi perubahan, terus berinovasi dan mengembangkan kreativitas serta bertindak proaktif.

7. Kolaboratif

Mata Pelatihan ini diberikan untuk memfasilitasi pembentukan nilai Kolaboratif pada peserta melalui substansi pembelajaran yang terkait dengan pemberian kesempatan kepada berbagai pihak untuk berkontribusi, terbuka dalam bekerja sama untuk menghasilkan nilai tambah serta menggerakkan pemanfaatan berbagai sumber daya untuk tujuan bersama.

C. TUJUAN PEMBELAJARAN

Indikator Hasil Belajar Berorientasi Pelayanan

1. Memahami dan menjelaskan pelayanan publik secara konseptual/teoretis;

2. Memahami dan menjelaskan panduan perilaku (kode etik) nilai Berorientasi Pelayanan, serta memberikan contoh perilaku spesifik yang kontekstual dengan jabatan dan/atau organisasinya;

3. Mengaktualisasikan nilai Berorientasi Pelayanan dalam pelaksanaan tugas jabatannya masing-masing; dan

4. Menganalisis kasus dan/atau menilai contoh penerapan Berorientasi Pelayanan secara tepat

Indikator Hasil Belajar Akuntabel

1. Menjelaskan akuntabel secara konseptual-teoritis yang bertanggungjawab atas kepercayaan yang diberikan;

2. Menjelaskan panduan perilaku (kode etik akuntabel); dan

3. Memberikan contoh perilaku dengan pelaksanaan tugas dengan jujur, bertanggung jawab, cermat, disiplin dan berintegritas tinggi, penggunaan kekayaan dan barang milik negara secara bertanggung jawab, efektif, dan efisien serta tidak menyalahgunakan kewenangan jabatan

(7)

5 Indikator Hasil Belajar Kompeten

1. Menjelaskan kompeten secara konseptual-teoritis yang terus belajar dan mengembangkan kapabilitas;

2. Menjelaskan panduan perilaku (kode etik kompeten); dan

3. Memberikan contoh perilaku dengan peningkatan kompetensi diri untuk menjawab tantangan yang selalu berubah, membantu orang lain belajar serta pelaksanaan tugas dengan kualitas terbaik

Indikator Hasil Belajar Harmonis

1. Menjelaskan harmonis secara konseptual-teoritis yang saling peduli dan menghargai perbedaan;

2. Menjelaskan panduan perilaku (kode etik) harmonis; dan

3. Memberikan contoh perilaku dengan menghargai setiap orang apa pun latar belakangnya, suka menolong orang lain serta membangun lingkungan kerja yang kondusif

Indikator Hasil Belajar Loyal

1. Menjelaskan loyal secara konseptual-teoritis yang berdedikasi dan mengutamakan kepentingan Bangsa dan Negara;

2. Menjelaskan panduan perilaku (kode etik) loyal; dan

3. Memberikan contoh perilaku dengan memegang teguh ideologi Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia serta pemerintah yang sah, menjaga nama baik sesama ASN, pimpinan, instansi dan negara, serta menjaga rahasia jabatan dan negara.

Indikator Hasil Belajar Adaptif

1. Menjelaskan adaptif secara konseptual-teoritis yang terus berinovasi dan antusias dalam menggerakkan serta menghadapi perubahan; dan

2. Menjelaskan panduan perilaku (kode etik) adaptif;

3. Memberikan contoh perilaku dengan cepat menyesuaikan diri menghadapi perubahan, terus berinovasi dan mengembangkan kreativitas, bertindak proaktif

(8)

6 Indikator Hasil Belajar Kolaboratif

1. Menjelaskan kolaboratif secara konseptual-teoritis yang terus membangun kerja sama yang sinergis;

2. Menjelaskan panduan perilaku (kode etik) kolaboratif; dan

3. Memberikan contoh perilaku dengan pemberian kesempatan kepada berbagai pihak untuk berkontribusi, terbuka dalam bekerja sama untuk menghasilkan nilai tambah serta menggerakkan pemanfaatan berbagai sumber daya untuk tujuan bersama.

D. METODE PEMBELAJARAN

Materi ini merupakan bagian dari Pembelajaran Orientasi PPPK, sehingga dalam proses pembelajarannya dilakukan secara terintegrasi dengan menggunakan beragam metode, diantaranya ceramah, tanya jawab, curah pendapat, studi kasus, dan lain-lain.

Orientasi dilakukan dalam dua tahap dan secara blended learning:

a. Fase MOOC:

Pada fase ini metode yang dapat digunakan adalah belajar mandiri, dengan membaca materi dan mengerjakan latihan serta evaluasi yang diberikan pada MOOC.

b. Fase E-learning (Synchronous)

Pada fase ini, materi orientasi berada pada level penerapan Fungsi dan Tugas ASN di Tempat Kerja. Sebelumnya, di MOOC sudah diberikan modul. Materi-materi pokok yang disajikan pada modul ini masih bersifat umum sehingga dapat dikembangkan dan diperinci lebih lanjut pembahasannya pada saat pelaksanaan pembelajaran dengan panduan dari pengampu. Untuk membantu peserta memahami substansi materi, maka pada setiap akhir pembahasan materi pokok dilengkapi dengan refleksi dan soal latihan. Untuk refleksi, pengampu diharapkan bisa memantik dan mendorong peserta berpikir kritis. Sedangkan untuk soal latihan dan evaluasi tersebut hendaknya dikerjakan dengan sebaik-baiknya oleh setiap peserta untuk melihat kemampuan kognitif peserta.

(9)

7

5. SISTEMATIKA BAHAN AJAR MATERI BERAKHLAK

Gambar 1. Daftar isi bahan ajar, diolah oleh Tim Penyusun (2023)

Di setiap bab inti, terdapat sistematika yang sama yaitu

Bab II NILAI-NILAI ANTIKORUPSI (INTEGRITAS) DAN PROFESIONALISME ASN

A. Urgensi Materi

B. Substansi Nilai-nilai Antikorupsi C. Refleksi

D. Soal Latihan

Bab III NILAI MENGELOLA DIRI (BERORIENTASI PELAYANAN, AKUNTABEL, DAN KOMPETEN)

A. Substansi Materi B. Bentuk Penerapan C. Refleksi

D. Soal Latihan

Bab IV NILAI MENGELOLA ORANG LAIN (HARMONIS DAN LOYAL) A. Substansi Materi

B. Bentuk Penerapan C. Refleksi

D. Soal Latihan

Bab V NILAI MENGELOLA ORGANISASI (ADAPTIF DAN KOLABORATIF)

A. Substansi Materi B. Bentuk Penerapan C. Refleksi

D. Soal Latihan

(10)

8 BAB II

INTERNALISASI NILAI-NILAI ANTIKORUPSI (INTEGRITAS) DAN PROFESIONALISME ASN

A. URGENSI MATERI

Membangun Pola Pikir Anti Korupsi bagi ASN

Integritas adalah konsistensi berperilaku yang selaras dengan nilai, norma dan/atau etika organisasi, dan jujur dalam hubungan dengan atasan, rekan kerja, bawahan langsung, dan pemangku kepentingan, serta mampu mendorong terciptanya budaya etika tinggi, bertanggung jawab atas tindakan atau keputusan beserta risiko yang menyertainya. Akuntabilitas dan Integritas (antikorupsi) oleh banyak ahli administrasi negara sebagai dua aspek yang sangat mendasar harus dimiliki dari seorang pelayan publik. Namun, integritas memiliki keutamaan sebagai dasar seorang pelayan publik untuk dapat berpikir secara akuntabel. Kejujuran adalah nilai paling dasar dalam membangun kepercayaan publik terhadap amanah yang diembankan kepada setiap pegawai atau pejabat negara.

Pentingnya akuntabilitas dan integritas menurut Matsiliza (2013) adalah nilai yang wajib dimiliki oleh setiap unsur pelayan publik, dalam konteks modul ini adalah ASN. Namun, secara spesifik, Matsiliza menekankan bahwa nilai integritas adalah nilai yang dapat mengikat setiap unsur pelayan publik secara moral dalam membentengi institusi, dalam hal ini lembaga ataupun negara, dari tindakan pelanggaran etik dan koruptif yang berpotensi merusak kepercayaan masyarakat. Di luar kewajiban negara yang telah membuat kebijakan yang terkait sistem yang berlandaskan transparansi, akuntabilitas, dan integritas, peran masing-masing individu dalam mengembangkan pola pikir akuntabel dan berintegritas, atau sering dibahasakan sebagai pola pikir antikorupsi sangat dibutuhkan.

Peran lembaga atau negara dalam membuat regulasi terkait sistem integritas, dalam hal ini, bisa menggunakan SE Kemenpan-RB Nomor 20 Tahun 2021 tentang Implementasi Core Values dan Employer Branding Aparatur Sipil Negara, adalah membuat rambu-rambu bagi semua unsur ASN untuk mengetahui hal yang dapat dan tidak dapat dilakukan. Namun, faktor individu dalam menyikapi hal yang baik dan buruk adalah domain moral yang seharusnya dipegang sebagai prinsip hidup (Shafritz et al., 2011). Terkait dengan pola pikir antikorupsi, informasi terkait Dampak Masif dan Biaya Sosial Korupsi bisa menjadi referensi bagi kita untuk melakukan

(11)

9

kontemplasi dalam menentukan sikap untuk ikut berpartisipasi dalam Gerakan pemberantasan korupsi negeri ini.

Impian kita semua untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan, yaitu Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera tidak akan terwujud selama masih ada praktek- praktek korupsi di negeri ini. Korupsi menggerogoti potensi yang seharusnya bisa dipergunakan untuk memakmurkan negeri ini.

Simaklah video Dampak Masif dan Biaya Sosial Korupsi pada tautan berikut:

https://youtu.be/X5gBsV8Q7bU

Dalam konteks kehidupan sehari-hari, di lingkungan, tempat tinggal dan lingkungan kerja, tanggung jawab moral dalam memegang teguh prinsip akuntabilitas dan integritas adalah bagian dari pola pikir antikorupsi. Bisa dimulai dari menganalisa hal-hal kecil yang sering banyak diterabas oleh banyak orang, mulai memperbaikinya, dan dilakukan mulai dari saat ini. Hal salah yang banyak dilakukan oleh banyak orang tidak menjadikan hal tersebut menjadi benar, sebaliknya, hal benar tidak pernah dilakukan oleh banyak orang tidak menjadikan hal benar itu menjadi salah. Tidak ada seorang koruptor pun yang tiba-tiba ingin korupsi, semua sudah dibiasakan dan dicontohkan sejak mereka kecil, di keluarga, lingkungan, dan bahkan di lingkungan kerja. Begitu pula sebaliknya, tidak ada satu pun Tokoh-tokoh Bangsa yang Kita pelajari pola pikir berintegritasnya di atas yang tiba-tiba menjadi berintegritas, semua sudah dibiasakan sejak kecil, di keluarga dan lingkungannya.

Dilihat dari sisi regulasi yang lain, yaitu Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 60/2020 tentang Pembangunan Integritas Pegawai Aparatur Sipil Negara. Bahwa untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme diperlukan penguatan sistem integritas dan integritas pegawai aparatur sipil negara, serta untuk mendukung sistem Integritas dan penguatan integritas pegawai aparatur sipil negara diperlukan suatu panduan bagi Instansi Pemerintah dalam melakukan pembangunan integritas pegawai aparatur sipil negara pada masing-masing instansi pemerintah. Dalam Permenpan tersebut, Pembangunan Integritas pegawai ASN adalah upaya untuk

(12)

10

mewujudkan, memperkuat, dan mempertahankan nilai dasar, daya nalar dan keberanian moral ASN. Sasaran pembangunan Integritas Pegawai ASN pada level individu yaitu terwujudnya Pegawai ASN yang berIntegritas tinggi.

Instansi Pemerintah didorong secara mandiri untuk membangun sistem yang semakin memperkuat Integritas Pegawai ASN karena merupakan faktor kunci dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih, efektif dan efisien, serta pelayanan publik yang prima sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 81 tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010–2025.

Di Nusa Tenggara Barat, telah ada Peraturan Gubernur Nomor 94/2022, tentang Implementasi Pendidikan Antikorupsi dalam rangka membangun perilaku dan budaya Antikorupsi yang berfungsi sebagai acuan dalam pelaksanaan pembentukan karakter yang berintegritas Antikorupsi. Ruang lingkup Implementasi Pendidikan Antikorupsi meliputi: pendidikan antikorupsi; aksi antikorupsi;

kerjasama; monitoring, evaluasi dan pelaporan; dan peran pemerintah kabupaten/kota. Harapannya dengan adanya regulasi ini, bisa mengintegrasikan aksi dan langkah pendidikan antikorupsi yang menguatkan internalisasi integritas di kalangan ASN, termasuk PPPK.

INTEGRITAS MEMPERKUAT PROFESIONALISME

Kualitas pribadi pegawai ASN yang berintegritas dioperasionalkan dalam konteks kompetensi pegawai ASN. Sebagaimana disebutkan pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 38 Tahun 2017 tentang Standar Kompetensi Jabatan, yang menyebutkan bahwa Integritas merupakan salah satu unsur terpenting dari kompetensi pegawai ASN.

Di dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 60/2020, disebutkan bahwa untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme diperlukan penguatan sistem integritas dan integritas pegawai aparatur sipil negara. Bahwa untuk mendukung sistem integritas dan penguatan integritas pegawai aparatur sipil nengara diperlukan suatu panduan bagi instansi pemerintah dalam melakukan Pembangunan integritas pada masing-masing instansi pemerintah. Hal ini menunjukkan pentingnya internalisasi integritas di kalangan ASN yang berdampak pada profesionalisme pegawai.

(13)

11

Gambar 1. Diolah oleh Tim Penyusun (2022)

Gambar 2. Diolah oleh Tim Penyusun (2022)

B. SUBSTANSI NILAI-NILAI ANTIKORUPSI

Berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 jo. Undang- Undang Nomor 19 tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 6 yang menyebutkan bahwa: “Komisi Pemberantasan Korupsi bertugas melakukan: (a) tindakan-tindakan pencegahan sehingga tidak terjadi Tindak Pidana Korupsi” dan Pasal 7 ayat (1) huruf c, d, e menyebutkan bahwa: “Dalam melaksanakan

(14)

12

tugas pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang: (c) menyelenggarakan program pendidikan antikorupsi pada setiap jejaring pendidikan; (d) merencanakan dan melaksanakan program sosialisasi pemberantasan tindak pidana korupsi; (e) melakukan kampanye antikorupsi kepada masyarakat.” Pemberantasan korupsi dapat dilakukan melalui penindakan pelaku, perbaikan sistem serta pembangunan perilaku dan budaya antikorupsi. Pencegahan korupsi perlu dilaksanakan di berbagai sektor baik di pemerintah, swasta maupun masyarakat umum serta menjangkau seluruh wilayah Indonesia

Peran serta elemen bangsa dapat dilakukan melalui berbagai bentuk, misalnya melaporkan dugaan tindak pidana korupsi, memantau pelayanan publik, melaporkan penerimaan gratifikasi, melaporkan harta kekayaan penyelenggara negara, membangun sistem integritas dan manajemen antikorupsi, atau melakukan kampanye dan pendidikan antikorupsi. Sebagai upaya pencegahan korupsi, sosialisasi, dan pendidikan antikorupsi perlu dibudayakan dengan meningkatkan peran aktif dari setiap elemen bangsa.

Sebagai seorang ASN, maka seperti yang sudah dituliskan sebelumnya, bahwa pembangunan integritas harus dilakukan di level individu hingga organisasi. Untuk memenuhi kompetensi dan pembangunan integritas, maka ASN harus merujuk pada standar kompetensi yang telah dikembangkan oleh KPK, selaku leading sector dalam upaya pemberantasan korupsi.

Untuk memberikan pemahaman dasar terkait antikorupsi, ada empat poin penting, yang merujuk pada 4 kompetensi berdasarkan SKKNI Nomor 3030/2016, yaitu

a. Memberikan pengetahuan dasar antikorupsi

b. Memberikan pemahaman terkait bahaya dan dampak korupsi c. Membangun semangat perlawanan terhadap korupsi

d. Membangun sikap antikorupsi

Materi ini membekali pemahaman dan menguatkan kemampuan analisis ASN terhadap materi dasar antikorupsi khususnya terkait integritas dan budaya antigratifikasi. Harapannya, setelah Orientasi PPPK ini, peserta mampu memahami lebih dalam terkait dengan bahaya dan dampak korupsi, memahami gratifikasi, dan membangun integritas sebagai upaya menjauhi perilaku dan tindak koruptif di lingkungan sosial dan kerjanya.

(15)

13

Hal yang perlu disepakati dan disamakan frekuensi adalah korupsi bukan budaya, korupsi bukan kebiasaan, korupsi bukan jalan pintas, korupsi adalah kejahatan luar biasa. Oleh karena itu, untuk memberantasnya perlu gerakan antikorupsi/integritas yang terorganisir dan luarbiasa pula. Korupsi adalah kejahatan luar biasa, tentunya memberantasnya membutuhkan semangat yang luar biasa, semangat yang tak pernah berhenti karena berasal dari energi yang tak terbatas, energi yang hadir pada orang orang yang mampu mengintegrasikan raga, rasio, ruh dan rasa dalam satu fokus "pengabdian”, sehingga mereka selalu mengisi waktunya dengan belajar, bekerja, cinta dan pewarisan. Dampaknya mereka tidak akan pernah kehabisan energi untuk selalu. Korupsi menjadi kejahatan luar biasa karena berpotensi dilakukan oleh setiap orang, random target/victim, kerugiannya besar dan meluas, terorganisasi atau oleh organisasi, dan bersifat lintas negara.

Lalu, apakah korupsi? Berikut beberapa definisinya

Gambar 3. Dikutip dari Materi Antikorupsi ACLC KPK

Menurut Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, korupsi dirumuskan dalam 30 jenis tipikor, dikelompokkan menjadi 7 jenis besar, yaitu :

a. Kerugian Keuangan/Perekonomian Negara, yaitu setiap orang, secara melawan hukum; melakukan perbuatan, memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;

b. Suap, yaitu setiap orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada ASN, penyelenggara negara, hakim, atau advokat dengan maksud supaya berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, dan hal ini bertentangan dengan kewajibannya;

(16)

14

c. Perbuatan curang, yaitu serangkaian tindakan atau perbuatan, menggunakan cara atau daya upaya tertentu yang tidak sesuai keadaan yang sebenarnya, dengan tujuan mendapatkan keuntungan, dan yang dapat membahayaka keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang;

d. Penggelapan dalam jabatan, yaitu pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri, yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum, secara terus menerus atau untuk seMentara waktu, bertindak dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga, atau melakukan pemalsuan buku-buku atau daftar yang khusus untuk administrasi;

e. Pemerasan, yaitu pegawai negeri atau penyelenggara negara menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya dengan memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;

f. Benturan kepentingan dalam pengadaan, yaitu suatu keadaan dimana seseorang berada dalam situasi yang membuatnya harus memilih atau menentukan kepentingan yang harus didahulukannya, misal pegawai negeri secara langsung maupun tidak langsung turut serta dalam pemborongan, pengadaan atau persewaan;

g. Gratifikasi, yaitu segala pemberian dalam arti luas yang diberikan kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara, yang bisa dianggap suap apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban tugasnya

Dari 7 delik korupsi tersebut, temukan perbedaan antara suap, pemerasan, dan gratifikasi, dari sisi aktor penerima dan pemberi.

GRATIFIKASI

Akar masalah korupsi adalah gratifikasi, sedangkan akar masalah gratifikasi adalah

(1) Diskriminasi; dan (2) Rusaknya cara berpikir.

Mengapa disebut akar dari korupsi? Gratifikasi pada dasarnya adalah “suap yang tertunda” atau sering juga disebut “suap terselubung”. Pegawai negeri atau penyelenggara negara (Pn/PN) yang terbiasa menerima gratifikasi terlarang lama

(17)

15

kelamaan dapat terjerumus melakukan korupsi bentuk lain, seperti suap, pemerasan dan korupsi lainnya. Sehingga gratifikasi dianggap sebagai akar korupsi. Gratifikasi tersebut dilarang karena dapat mendorong Pn/PN bersikap tidak obyektif, tidak adil dan tidak profesional. Sehingga Pn/PN tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.

Undang-undang menggunakan istilah “gratifikasi yang dianggap pemberian suap” untuk menunjukkan bahwa penerimaan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. Terkait pasal gratifikasi ini, perlu kita tanyakan pada diri sendiri, “Seandainya saya bukan..., Apakah Saya akan diberikan sesuatu?”. Silahkan disimak ilustrasi berikut ini :

Gambar 4. Dikutip dari website ACLC KPK

Gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, meliputi pemberian uang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpabunga, tiketperjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatancuma-cuma, dan fasilitaslainnya.

Gratifikasitersebutbaik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa saran aelektronik.

(Penjelasan Pasal 12B). Di dalam Pasal 12B ayat (1): Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap apabila berhubungan dengan jabatan dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.

Dasar pemikirannya, bahwa “Tidak sepantasnya pegawai negeri/pejabat publik menerima pemberian atas pelayanan yang mereka berikan”. Dan “Seseorang tidak berhak meminta dan mendapat sesuatu melebihi haknya sekedar ia melaksanakan tugas sesuai tanggungjawab dan kewajibannya”.

Jika melihat unsur pasal gratifikasi, Pasal 12B dan 12C mengandung sejumlah unsur utama yang membedakan antara definisi gratifikasi secara umum sebagai pemberian dalam arti luas dengan gratifikasi yang dianggap suap, yaitu unsur:

(18)

16 a. Adanya penerimaan gratifikasi;

b. Penerima gratifikasi haruslah Pegawai Negeri/Penyelenggara Negara;

c. Gratifikasi dianggap suap;

d. Gratifikasi yang diterima tersebut tidak dilaporkan pada KPK dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi diterima.

Gratifikasi tidak dianggap sebagai suap apabila penerima menyampaikan laporan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi, selambat-lambatnya 30 hari sejak menerima gratifikasi tersebut.

Setelah memahami pengertian dan regulasi gratifikasi, bagaimana pegawai negeri dan Penyelenggara Negara bersikap apabila berhadapan dengan peristiwa pemberian gratifikasi? Langkah-langkahnya adalah tolak pada kesempatan pertama, lalu laporkan kepada KPK, atau terima lalu laporkan ke KPK. Manfaat pelaporan gratifikasi adalah melepaskan ancaman hukuman terhadap penerima, memutus konflik kepentingan, dan menjadi cerminan integritas individu. Berikut adalah tata cara pelaporan gratifikasi

Gambar 5. Media Pelaporan Gratifikasi

Tingkat keberhasilan penegakan aturan gratifikasi tidak terlepas dari peran Kementerian/Lembaga/Organisasi Lainnya/Pemerintah Daerah (K/L/O/P).

K/L/O/P sebagai lembaga publik memiliki tanggung jawab untuk menciptakan lingkungan berintegritas. Salah satu parameter yang dapat digunakan untuk menilai tingkat integritas dari lingkungan K/L/O/P adalah terimplementasinya Sistem Pengendalian Gratifikasi.

Pengendalian gratifikasi adalah bagian dari upaya pembangunan suatu sistem pencegahan korupsi. Sistem ini bertujuan untuk mengendalikan penerimaan

(19)

17

gratifikasi secara transparan dan akuntabel melalui serangkaian kegiatan yang melibatkan partisipasi aktif badan pemerintahan, dunia usaha dan masyarakat untuk membentuk lingkungan pengendalian gratifikasi.

Untuk menghilangkan keraguan terkait gratifikasi, Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pelaporan Gratifikasi, telah diatur 17 jenis gratifikasi yang dikecualikan, artinya boleh diterima.

Pelaporan Gratifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan terhadap jenis Gratifikasi sebagai berikut:

a. Pemberian dalam keluarga yaitu kakek/nenek, bapak/ibu/mertua, suami/istri, anak/menantu, anak angkat/wali yang sah, cucu, besan, paman/bibi, kakak/adik/ipar, sepupu dan keponakan, sepanjang tidak terdapat konflik kepentingan;

b. Keuntungan atau bunga dari penempatan dana, investasi atau kepemilikan saham pribadi yang berlaku umum;

c. Manfaat dari koperasi, organisasi kepegawaian atau organisasi yang sejenis berdasarkan keanggotaan, yang berlaku umum;

d. Perangkat atau perlengkapan yang diberikan kepada peserta dalam kegiatan kedinasan seperti seminar, workshop, konferensi, pelatihan, atau kegiatan sejenis, yang berlaku umum;

e. Hadiah tidak dalam bentuk uang atau alat tukar lainnya, yang dimaksudkan sebagai alat promosi atau sosialisasi yang menggunakan logo atau pesan sosialisasi, sepanjang tidak memiliki konflik kepentingan dan berlaku umum;

f. Hadiah, apresiasi atau penghargaan dari kejuaraan, perlombaan atau kompetisi yang diikuti dengan biaya sendiri dan tidak terkait dengan kedinasan;

g. Penghargaan baik berupa uang atau barang yang ada kaitannya dengan peningkatan prestasi kerja yang diberikan oleh pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

h. Hadiah langsung/undian, diskon/rabat, voucher, point rewards, atau suvenir yang berlaku umum dan tidak terkait kedinasan;

i. Kompensasi atau honor atas profesi diluar kegiatan kedinasan yang tidak terkait dengan tugas dan kewajiban, sepanjang tidak terdapat konflik kepentingan dan tidak melanggar peraturan/kode etik pegawai/pejabat yang bersangkutan;

(20)

18

j. Kompensasi yang diterima terkait kegiatan kedinasan seperti honorarium, transportasi, akomodasi dan pembiayaan yang telah ditetapkan dalam standar biaya yang berlaku di instansi penerima Gratifikasi sepanjang tidak terdapat pembiayaan ganda, tidak terdapat konflik benturan kepentingan, dan tidak melanggar ketentuan yang berlaku di instansi penerima;

k. Karangan bunga sebagai ucapan yang diberikan dalam acara seperti pertunangan, pernikahan, kelahiran, kematian, akikah, baptis, khitanan, potong gigi, atau upacara adat/agama lainnya, pisah sambut, pensiun, promosi jabatan;

l. Pemberian terkait dengan pertunangan, pernikahan, kelahiran, akikah, baptis, khitanan, potong gigi, atau upacara adat/agama lainnya dengan batasan nilai sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) setiap pemberi;

m. Pemberian terkait dengan musibah atau bencana yang dialami oleh diri penerima Gratifikasi, suami, istri, anak, bapak, ibu, mertua, dan/atau menantu penerima Gratifikasi sepanjang tidak terdapat konflik kepentingan, dan memenuhi kewajaran atau kepatutan;

n. Pemberian sesama rekan kerja dalam rangka pisah sambut, pensiun, mutasi jabatan, atau ulang tahun yang tidak dalam bentuk uang atau alat tukar lainnya paling banyak senilai Rp300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) setiap pemberian per orang, dengan total pemberian tidak melebihi Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun dari pemberi yang sama, sepanjang tidak terdapat konflik kepentingan;

o. Pemberian sesama rekan kerja yang tidak dalam bentuk uang atau alat tukar lainnya, dan tidak terkait kedinasan paling banyak senilai Rp200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) setiap pemberian per orang, dengan total pemberian tidak melebihi Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun dari pemberi yang sama;

p. Pemberian berupa hidangan atau sajian yang berlaku umum; dan

q. Pemberian cendera mata/plakat kepada instansi dalam rangka hubungan kedinasan dan kenegaraan, baik di dalam negeri maupun luar negeri sepanjang tidak diberikan untuk individu pegawai negeri atau penyelenggara negara.

Tujuh belas jenis diatas disebut Prinsip Negative List. Di luar hal tersebut, semua gratifikasi wajib dilaporkan kecuali dalam daftar negative list. Negative list

(21)

19

gratifikasi yang tidak wajib dilaporkan, sehingga memudahkan pegawai negeri atas keraguan kategori gratifikasi.

INTEGRITAS MENJADI KUNCI

Gambar 6. Diolah oleh Tim penyusun (2022)

Warren Buffet, CEO Amerika, pernah mengatakan bahwa “I look for 3 things in hiring people : Integrity, Intelligence, and A High Energy Level. But if you don’t have the first, the other two will kill you”. Integritas memiliki 9 nilai, yaitu Jujur, Mandiri, Tanggung Jawab, Berani, Sederhana, Peduli, Disiplin, Adil, dan Kerja Keras (JUMAT BERSEPEDA KK).

Sebagai ASN, kita perlu menjadi teladan (role model) bagi diri sendiri, keluarga, dan lingkungan kerja. Selain itu, kita perlu meneladani tokoh bangsa, karena bangsa yang besar adalah yang meneladani integritas pada tokoh bangsanya. Ada beberapa tokoh bangsa yang wajib kita teladani, misalnya Agus Salin, Baharuddin Lopa, Hoegeng Iman Santosa, Ki Hadjar Dewantara, Mohammat Hatta, dan sebagainya.

Misalnya saja Agus Salim, “Orang tua yang sangat pandai ini adalah seorang yang genius. Ia mampu berbicara dan menulis secara sempurna sedikitnya dalam Sembilan bahasa. Kelemahannya hanya satu: ia hidup melarat.” Itu karena hidupnya yang memang tidak mau memanfaatkan jabatan atau kesempatan untuk menguntungkan dirinya sendiri. Sangat berhati-hati dan cermat sudah menjadi kebiasaan Baharuddin Lopa. Bagi dia, tak ada urusan sepele. Tak terkecuali soal bensin di mobil yang dipakainya. Suatu ketika, sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Lopa mengadakan kunjungan ke sebuah kabupaten di wilayah kerjanya. Dalam perjalanan pulang, Lopa tiba-tiba menyuruh ajudannya menghentikan mobil. Lopa bertanya kepada sang ajudan, “Siapa yang mengisi

(22)

20

bensin?” Si ajudan pun dengan jujur menjawab, “Pak Jaksa, Pak!”. Mendengar itu, Lopa menyuruh ajudannya memutar mobil, kembali ke kantor sang jaksa yang mengisikan bensin ke mobil itu. Tiba di sana, Lopa meminta sang jaksa menyedot kembali bensin sesuai dengan jumlah yang diisikannya. “Saya punya uang jalan untuk beli bensin, dan itu harus saya pakai,” seloroh Lopa. Kecurigaan Lopa berawal saat jarum penunjuk di meteran bahan bakar mendekati “F”. Padahal, seingat dia, saat tiba di tujuan, jarum penunjuk justru mendekati “E”. Dari situlah, ia mengetahui ada orang yang telah mengisikan bensin ke mobilnya (Orange Juice for Integrity, 2014).

Oleh karena itu, sebagai ASN, kita bisa berkontribusi dalam pencegahan dan perbaikan sistem, agar terinternalisasi Smart ASN dalam mewujudkan pemerintahan berkelas dunia.

C. REFLEKSI

Sebagai bentuk refleksi awal dalam pembelajaran bab ini, silahkan melakukan analisis awal untuk melihat potensi perilaku tindak pidana korupsi dan atau perilaku koruptif (pelanggaran integritas) yang terjadi di lingkungan kerja atau instansinya.

Refleksi ini dinamakan Corruption Risk Assesment (CRA). Hal ini dilakukan untuk menelaah, mengamati, dan menginventarisir, perilaku korupsi dan potensi yang terjadi di instansinya, agar bisa dihindari dan disosialisasikan ke rekan kerja.

Bentuk CRA bisa dilihat seperti di gambar berikut:

Gambar 3. Form Corruption Risk Assesment

(23)

21 D.SOAL LATIHAN

1. Setiap orang, secara melawan hukum; melakukan perbuatan, memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara" adalah pengertian dari delik korupsi*

A. Pemerasan

B. Perbuatan Curang

C. Kerugian Keuangan/Perekonomian Negara D. Suap Menyuap

2. Setiap orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada ASN, penyelenggara negara, hakim, atau advokat dengan maksud supaya berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, dan hal ini bertentangan dengan kewajibannya" adalah pengertian dari delik korupsi*

A. Pemerasan

B. Perbuatan Curang C. Gratifikasi

D. Suap

3. Serangkaian tindakan atau perbuatan, menggunakan cara atau daya upaya tertentu yang tidak sesuai keadaan yang sebenarnya, dengan tujuan mendapatkan keuntungan, dan yang dapat membahayaka keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang" adalah pengertian dari delik korupsi*

A. Pemerasan

B. Perbuatan Curang C. Gratifikasi

D. Suap

4. Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri, yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum, secara terus menerus atau untuk seMentara waktu, bertindak dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga, atau melakukan pemalsuan buku-buku atau daftar yang khusus untuk administrasi" dikelompokkan menjadi delik korupsi yaitu*

A. Penggelapan dalam Jabatan

(24)

22 B. Perbuatan Curang

C. Gratifikasi D. Suap

5. Pegawai negeri atau penyelenggara negara menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya dengan memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri" dikelompokkan menjadi delik korupsi yaitu*

A. Pemerasan

B. Perbuatan Curang C. Gratifikasi

D. Suap Menyuap

6. Suatu keadaan dimana seseorang berada dalam situasi yang membuatnya harus memilih atau menentukan kepentingan yang harus didahulukannya, misal pegawai negeri secara langsung maupun tidak langsung turut serta dalam pemborongan, pengadaan atau persewaan " dikelompokkan menjadi delik korupsi yaitu*

A. Pemerasan

B. Perbuatan Curang

C. Benturan Kepentingan dalam Pengadaan D. Suap Menyuap

7. Segala pemberian dalam arti luas yang diberikan kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara, yang bisa dianggap suap apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban tugasnya" dikelompokkan menjadi delik korupsi yaitu*

A. Pemerasan

B. Perbuatan Curang C. Gratifikasi

D. Suap Menyuap

(25)

23

8. Apabila seseorang memiliki kesatuan dan kesamaan antara pikiran, kata-kata, dan tindakan, maka dia disebut

A. Berani B. Berintegritas C. Mandiri D. Tidak Amanah

9. Berikut gratifikasi yang tidak wajib dilaporkan, kecuali

A. Penghargaan baik berupa uang atau barang yang ada kaitannya dengan peningkatan prestasi kerja yang diberikan oleh pemerintah dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

B. Pemberian sesama rekan kerja dalam rangka pisah sambut, pensiun, mutasi jabatan, atau ulang tahun yang tidak dalam bentuk uang atau alat tukar lainnya paling banyak senilai Rp300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) setiap pemberian per orang, dengan total pemberian tidak melebihi Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun dari pemberi yang sama

C. Keuntungan atau bunga dari penempatan dana, investasi, atau kepemilikan saham pribadi yang berlaku umum

D. Pemberian voucher liburan dari vendor atau rekanan

10. Melakukan penyuluhan antikorupsi kepada Masyarakat atau ASN agar orang tidak mau korupsi merupakan contoh dari strategi pemberantasan korupsi yaitu

A. Pencegahan B. Perbaikan Sistem C. Penindakan D. Bimbingan teknis

(26)

24 BAB III

NILAI MENGELOLA DIRI

(BERORIENTASI PELAYANAN, AKUNTABEL, DAN KOMPETEN)

A. SUBSTANSI Berorientasi Pelayanan

Berorientasi Pelayanan, adalah bentuk komitmen dalam memberikan pelayanan prima demi kepuasan masyarakat. Panduan perilaku/kode etik dari Berorientasi Pelayanan adalah

1) Memahami dan Memenuhi Kebutuhan Masyarakat 2) Ramah, Cekatan, Solutif, dan Dapat Diandalkan 3) Melakukan Perbaikan Tiada Henti

ASN dengan tiga fungsinya yaitu sebagai pelaksana kebijakan, pelayan publik, dan perekat pemersatu bangsa, harus melaksanakan tugasnya dengan baik dengan memberikan pelayanan prima. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) mengamanatkan bahwa tujuan didirikan Negara Republik Indonesia, antara lain adalah untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini didukung pula dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (UU Pelayanan Publik). Pelayanan publik yang prima dan memenuhi harapan masyarakat merupakan muara dari Reformasi Birokrasi, sebagaimana tertulis dalam Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025, yang menyatakan bahwa visi Reformasi Birokrasi adalah pemerintahan berkelas dunia yang ditandai dengan pelayanan publik yang berkualitas.

Agus Dwiyanto (2010:21) memberikan definisi pelayanan publik sebagai semua jenis pelayanan untuk menyediakan barang/jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang memenuhi kriteria yaitu merupakan jenis barang atau jasa yang memiliki eksternalitas tinggi dan sangat diperlukan masyarakat serta penyediaannya terkait dengan upaya mewujudkan tujuan bersama yang tercantum dalam konstitusi maupun dokumen perencanaan pemerintah, baik dalam rangka memenuhi hak dan kebutuhan dasar warga, mencapai tujuan strategis pemerintah, dan memenuhi komitmen dunia internasional.

Asas penyelenggaraan pelayanan publik seperti yang tercantum dalam Pasal 4 Undang-Undang Pelayanan Publik, yaitu:

(27)

25 a. Kepentingan umum;

b. Kepastian hukum;

c. Kesamaan hak;

d. Keseimbangan hak dan kewajiban;

e. Keprofesionalan;

f. Partisipatif;

g. persamaan perlakuan/tidak diskriminatif;

h. keterbukaan;

i. akuntabilitas;

j. fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan;

k. ketepatan waktu; dan

l. kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.

Adapun tiga unsur penting dalam pelayanan publik khususnya dalam konteks ASN, yaitu 1) penyelenggara pelayanan publik yaitu ASN/Birokrasi, 2) penerima layanan yaitu masyarakat, stakeholders, atau sektor privat, dan 3) kepuasan yang diberikan dan/atau diterima oleh penerima layanan.

Perlu diakui bahwa potret birokrasi kita masih belum baik. Birokrasi lebih banyak berkonotasi dengan citra negatif seperti rendahnya kualitas pelayanan publik, berperilaku korup, kolutif dan nepotis, masih rendahnya profesionalisme dan etos kerja. Selain itu, mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat dalam pengurusan pelayanan publik, proses pelayanan yang berbelitbelit, hingga muncul jargon “KALAU BISA DIPERSULIT KENAPA DIPERMUDAH”. Selama ini permasalahan penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia sangat berkaitan erat dengan proses pelayanan publik yang diberikan oleh penyelenggara, baik dari sisi prosedur, persyaratan, waktu, biaya dan fasilitas pelayanan, yang dirasakan masih belum memadai dan jauh dari harapan masyarakat.

Selain itu, budaya paternalisme telah mengakar kuat dalam birokrasi pelayanan publik di Indonesia. Dalam konteks pelayanan publik, paternalisme dilihat dari hubungan antara birokrasi sebagai petugas pelayanan dengan masyarakat pengguna layanan. Masyarakat pengguna layanan dalam pola paternalisme mempunyai posisi tawar-menawar yang lemah, artinya masyarakat pengguna layanan tidak bisa berbuat lebih banyak jika mendapatkan pelayanan yang tidak memuaskan.

(28)

26

Hal ini membutuhkan sebuah transformasi, yaitu struktural, kultural, dan digital. Berdasarkan 5 prioritas kerja presiden, terdapat 2 hal yang terkait dengan ASN dan pemerintah, yaitu Pembangunan SDM dan Penyederhanaan Birokrasi (Tim LAN-RI:2022). Hasil ditentukan oleh perilaku, dan perilaku ditentukan oleh paradigma (mindset), sehingga perlu adaptasi kebijakan dan kompetensi baru, serta adopsi teknologi dan sistem yang agile.

Budaya pelayanan akan berjalan dengan baik apabila terbangun kerja tim di dalam internal organisasi. Melalui kerja sama yang baik, pekerjaan dalam memberikan pelayanan dapat diselesaikan dengan hasil terbaik bagi pengguna layanan. Fokus utama untuk memberikan kepuasan kepada masyarakat harus menjadi prinsip utama ASN dalam bekerja. Apabila dikaitkan dengan tugas ASN dalam melayani masyarakat, pelayanan yang berorientasi pada customer satisfaction adalah wujud pelayanan yang terbaik kepada masyarakat atau dikenal dengan sebutan pelayanan prima.

Budaya pelayanan prima menjadi modal utama dalam memberikan kepuasan pelanggan. Pemberian kepuasan kepada pelanggan menjadi salah satu kewajiban dan tanggung jawab organisasi penyedia pelayanan. Melalui pemberian pelayanan yang baik, pelanggan atau pengguna layanan kita akan secara sukarela menginformasikan kepada pihak lain akan kualitas pelayanan yang diterima, hal ini secara langsung akan mempromosikan kinerja organisasi penyedia pelayanan publik. Penilaian positif dari pelanggan menjadi semakin penting mengingat saat ini pelanggan turut menjadi penilai utama organisasi penyedia pelayanan publik.

Keberhasilan pelayanan publik akan bermuara pada kepercayaan masyarakat sebagai subjek pelayanan publik. Peningkatan kualitas pelayanan publik adalah suatu proses yang secara terus-menerus guna mewujudkan konsep good governance yang menjadi dambaan masyarakat sebagai pemegang hak utama atas pelayanan publik.

Penyelenggaraan pemerintahan yang berorientasi pada layanan prima menjadi keharusan bagi lembaga pemerintah, jika ingin meningkatkan kepercayaan publik. Apabila setiap lembaga pemerintah dapat memberikan layanan prima kepada masyarakat maka akan menimbulkan kepuasan bagi pihakpihak yang dilayani.

Sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan terkait lainnya, bahwa layanan untuk kepentingan publik menjadi tanggung jawab pemerintah. Ditambah lagi, masyarakat semakin menyadari haknya dan semakin kritis untuk mendapatkan layanan terbaik dari aparatur pemerintah.

(29)

27

Pelayanan publik diselenggarakan dengan tujuan untuk mencapai hal-hal yang strategis bagi kemajuan bangsa di masa yang akan datang. Karena sifatnya yang demikian, sebagai seorang ASN Saudara harus paham bahwa kegagalan dalam berkontribusi untuk menyelenggarakan pelayanan publik yang berkualitas akan berakibat pada kegagalan kita sebagai bangsa dalam mewujudkan cita-cita bersama.

Dalam konteks dunia yang dihadapkan pada tantangan globalisasi maka kegagalan sebagai ASN dalam membantu mewujudkan kualitas pelayanan publik yang baik juga berarti berdampak pada kegagalan Indonesia dalam memenangkan pertarungan memperebutkan supremasi globalisasi. Jika ini terjadi, masa dengan bangsa Indonesia menjadi taruhannya. Pelayanan publik memiliki fungsi tidak hanya memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar warga negara sebagai manusia, akan tetapi juga berfungsi untuk memberikan perlindungan bagi warga negara (proteksi).

Secara lebih operasional, Berorientasi Pelayanan dapat dijabarkan dengan beberapa kriteria, yakni:

a. ASN harus memiliki kode etik (code of ethics) untuk menjabarkan pedoman perilaku sesuai dengan tujuan yang terkandung dari masing-masing nilai.

Kode etik juga terkadang dibuat untuk mengatur hal-hal apa saja yang secara etis boleh dan tidak boleh dilakukan, misalnya yang terkait dengan konflik kepentingan. Dalam menyelenggarakan pelayanan publik jika terjadi konflik kepentingan maka aparatur ASN harus mengutamakan kepentingan publik dari pada kepentingan dirinya sendiri.

b. Untuk mendetailkan kode etik tersebut, dapat dibentuk sebuah kode perilaku (code of conducts) yang berisi contoh perilaku spesifik yang wajib dan tidak boleh dilakukan oleh pegawai ASN sebagai interpretasi dari kode etik tersebut. Contoh perilaku spesifik dapat juga berupa bagaimana penerapan SOP dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

c. Pegawai ASN harus menerapkan budaya pelayanan, dan menjadikan prinsip melayani sebagai suatu kebanggaan. Munculnya rasa kebanggaan dalam memberikan pelayanan akan menjadi modal dalam melaksanakan pekerjaan. Hal ini juga sejalan dengan employee value proposition atau employer branding ASN yakni “Bangga Melayani Bangsa”. Kebanggaan memberikan pelayanan terbaik membantu kita memberikan hasil optimal dalam melaksanakan tugas pelayanan. Prinsip melayani juga menjadi dasar dan perlu diatur dengan prosedur yang jelas.

(30)

28

Citra positif ASN sebagai pelayan publik terlihat dengan perilaku melayani dengan senyum, menyapa dan memberi salam, serta berpenampilan rapih; melayani dengan cepat dan tepat waktu; melayani dengan memberikan kemudahan bagi Anda untuk memilih layanan yang tersedia; serta melayani dengan dengan kemampuan, keinginan dan tekad memberikan pelayanan yang prima.

AKUNTABEL

Akuntabilitas adalah prinsip dasar bagi organisasi yang berlaku pada setiap level/unit organisasi sebagai suatu kewajiban jabatan dalam memberikan pertanggungjawaban laporan kegiatan kepada atasannya. Dalam konteks akuntabilitas, perilaku tersebut adalah:

1. Kemampuan melaksanaan tugas dengan jujur, bertanggung jawab, cermat, disiplin dan berintegritas tinggi

2. Kemampuan menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara bertanggung jawab, efektif, dan efisien

3. Kemampuan menggunakan Kewenangan jabatannya dengan berintegritas tinggi

Di atas telah disebutkan terkait dengan asas penyelenggaraan pelayanan publik seperti yang tercantum dalam Pasal 4 Undang-Undang Pelayanan Publik. Sejak diterbitkannya Undang-Undang No.25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik tersebut, dampaknya sudah mulai terasa di banyak layanan. Perbaikan layanan tersebut tidak lepas dari upaya lanjutan yang dilakukan pasca diterbitkannya aturan.

Setidaknya, aturan tersebut tidak lagi menjadi dokumen statis yang hanya bisa diunduh dan dibaca ketika diperlukan untuk menulis. Ruang-ruang layanan dasar seperti KTP, Kartu Keluarga, Surat Keterangan Kehilangan, Pembayaran listrik, air, dan PBB, hingga kebijakan Zonasi Sekolah dan Keterbukaan Informasi ruang rawat di Rumah Sakit sudah jauh lebih baik.

Berbicara tentang akuntabel, pada dasarnya dihadapkan pada 2 hal yaitu istilah responsibilitas dan akuntabilitas. Responsibilitas adalah kewajiban untuk bertanggung jawab yang berangkat dari moral individu, sedangkan akuntabilitas adalah kewajiban untuk bertanggung jawab kepada seseorang/organisasi yang memberikan amanat. Dalam konteks ASN Akuntabilitas adalah kewajiban untuk mempertanggungjawabkan segala tindak dan tanduknya sebagai pelayan publik

(31)

29

kepada atasan, lembaga pembina, dan lebih luasnya kepada publik (Matsiliza dan Zonke, 2017).

Kenyataan layanan publik di negeri ini kerap dimanfaatkan oleh “oknum”

pemberi layanan untuk mendapatkan keuntungan pribadi ataupun kelompok.

Peribahasa “Waktu Adalah Uang” digunakan oleh banyak oknum untuk memberikan layanan spesial bagi mereka yang memerlukan waktu layanan yang lebih cepat dari biasanya. Sayangnya, konsep ini sering bercampur dengan konsep sedekah dari sisi penerima layanan yang sebenarnya tidak tepat. Waktu berlalu, semua pihak sepakat, menjadi kebiasaan, dan dipahami oleh hampir semua pihak selama puluhan tahun.

Sehingga, di masyarakat muncul peribahasa baru, sebuah sarkasme, ‘kalau bisa dipersulit, buat apa dipermudah’. Terminologi ‘oknum’ sering dijadikan kambing hitam dalam buruknya layanan publik, namun, definisi ‘oknum’ itu seharunya bila hanya dilakukan oleh segelintir personil saja, bila dilakukan oleh semua, berarti ada yang salah dengan layanan publik di negeri ini.

Employer Branding yang termaktub dalam Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2021,

“Bangga Melayani Bangsa”, menjadi udara segar perbaikan dan peningkatan layanan publik. Namun, mental dan pola pikir berada di domain pribadi, individual. Bila dilakukan oleh semua unsur ASN, akan memberikan dampak sistemik. Ketika perilaku koruptif yang negatif bisa memberikan dampak sistemik seperti sekarang ini, sebaliknya, mental dan pola pikir positif pun harus bisa memberikan dampak serupa.

Kualitas layanan yang saat ini sudah berada di jalur yang benar akan kembali ke kondisi di mana praktik Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme masih menjadi hal yang lumrah. Pengurusan KTP yang menjadi hak paling dasar warga negara dipungli dengan sewenang-wenang, keluarga yang ingin membuat Kartu Keluarga dipersulit dengan harapan mendapatkan ‘uang pelicin’ untuk mempermudah, musibah kehilangan barang atau dokumen yang sudah membuat sedih masih harus dimintai dana seikhlasnya ketika mengurus surat kehilangan, mereka yang ingin mencoba mengurus surat izin secara mandiri kalah dengan mereka yang memiliki kenalan

‘orang dalam’, keluarga tidak mampu yang dengan susah payah mendapatkan surat keterangan tidak mampu harus kalah oleh orang-orang mampu yang memalsukan suratsejenis untuk menyekolahkan anaknya, dan lain sebagainya.

Aturan dan kode etik tertulis memang penting, namun, komitmen kita sebagai ASN secara pribadi juga menjadi hal yang tidak kalah penting. Tugas berat sebagai ASN adalah ikut menjaga bahkan ikut berpartisipasi dalam proses menjaga dan

(32)

30

meningkatkan kualitas layanan tersebut. Karena, bisa jadi, secara aturan dan payung hukum sudah memadai, namun, secara pola pikir dan mental, harus diakui, masih butuh usaha keras dan komitmen yang ekstra kuat. Akuntabilitas adalah sebuah hubungan, berorientasi pada hasil, membutuhkan adanya laporan, memerlukan konsekuensi, dan memperbaiki kinerja. Di bawah ini tingkatan dalam akuntabilitas, dimulai dari personal, individu, kelompok, organisasi, hingga yang tertinggi level stakeholders.

Gambar 1. Tingkatan Akuntabilitas (Modul Akuntabel:2021)

KOMPETEN

Kompeten memiliki kalimat afirmasi, yaitu kami terus belajar dan mengembangkan kapabilitas, dengan panduan perilaku/kode etik yaitu

a. Meningkatkan kompetensi diri untuk menjawab tantangan yang selalu berubah

b. Membantu orang lain belajar

c. Melaksanakan tugas dengan kualitas terbaik

Di Era disrupsi teknologi dan VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity), maka profil ASN masa kini harus memiliki sifat dan kompetensi dasar, utamanya: inovasi, daya saing, berpikir kedepan, dan adaptif. Kemampuan untuk learn, unlearn, dan relearn, menjadi kebutuhan bagi ASN dalam mengembangkan kompetensinya. Sifat dan kompetensi dasar ini krusial untuk mewujudkan instansi pemerintah yang responsif dan efektif. kebutuhan kualifikasi dan kompetensi selayaknya juga perlu dikaitkan. Untuk mewujudkan skema orientasi pembangunan membutuhkan profil generik kompetensi yang berlaku bagi setiap elemen ASN. Selain itu, perlakuan yang adil dan objektif meliputi seluruh unsur dalam siklus manajemen ASN diperlukan, yaitu:

(33)

31

a. Melakukan perencanaan, rekrutmen, seleksi, berdasarkan kesesuaian kualifikasi dan kompetensi yang bersifat terbuka dan kompetitif;

b. Memperlakukan ASN secara adil dan setara untuk seluruh kegiatan pengelolaan ASN lainnya; dan Memberikan remunerasi setara untuk pekerjaan-pekerjaan yang juga setara, dengan menghargai kinerja yang tinggi

Gambar 2. Dikutip dari Modul Kompeten (2021)

Terdapat 8 (delapan) karakateristik yang dianggap relevan bagi ASN dalam menghadapi tuntutan pekerjaan saat ini dan kedepan. Kedelapan karakterisktik tersebut meliputi: Integritas, nasionalisme, profesionalisme, wawasan global, IT dan Bahasa asing, hospitality, networking, dan entrepreneurship. Kedelapan karakteristik ini disebut sebagai smart ASN (KemenpanRB. Menciptakan Smart ASN Menuju Birokrasi 4.0. dipublikasikan 09 Agustus 2019 dalam menpan.go.id). Profil ASN tersebut sejalan dengan lingkungan global dan era digital, termasuk pembangunan aparatur 2020-2024, mewujudkan birokrasi berkelas dunia.

(34)

32

Gambar 3. Dikutip dari Modul Kompeten (2021)

B.BENTUK PENERAPAN

Nilai Berorientasi Pelayanan merupakan pondasi terkait dengan mengelola diri secara internal. ASN harus sudah memiliki nilai-nilai berorientasi pelayanan, akuntabel, dan kompeten dalam dirinya, sehingga mampu melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. Alasan lain yang mendasari pentingnya nilai Berorientasi Pelayanan bagi seorang ASN adalah untuk menghasilkan suatu paradigma berpikir bahwa ASN harus seoptimal mungkin memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Sehingga diharapkan ada perubahan mindset yang mempengaruhi ASN dalam bersikap, dan menghasilkan output/outcome atas perubahan mindset atau paradigma dan perubahan sikap tersebut.

Lalu, bagaimana dengan penerapannya? Nilai berorientasi pelayanan dapat menjadi paradigma ASN dalam melaksanakan tugas fungsi jabatannya termasuk dalam tugas pelayanan, agar mendasari bagaimana ASN bersikap dan berperilaku, yang secara langsung akan berdampak pada tujuan unit kerja pada khususnya, dan citacita organisasi pada umumnya yakni menghasilkan birokrasi yang profesional.

Penjabaran berikut ini akan mengulas mengenai panduan perilaku/kode etik dari nilai Berorientasi Pelayanan sebagai pedoman bagi para ASN dalam pelaksanaan tugas sehari-hari,

yaitu:

a. Memahami dan Memenuhi Kebutuhan Masyarakat Nilai Dasar ASN yang dapat diwujudkan dengan panduan perilaku Berorientasi Pelayanan yang pertama ini diantaranya:

1) mengabdi kepada negara dan rakyat Indonesia;

(35)

33

2) menjalankan tugas secara profesional dan tidak berpihak;

3) membuat keputusan berdasarkan prinsip keahlian; dan 4) menghargai komunikasi, konsultasi, dan kerja sama.

Untuk dapat memahami dan memenuhi kebutuhan masyarakat (customer needs) sebagai salah satu unsur penting dalam terciptanya suatu pelayanan publik, terlebih dahulu kita melihat pengertian masyarakat atau publik sebagai penerima layanan. Masyarakat dalam UU Pelayanan Publik adalah seluruh pihak, baik warga negara maupun penduduk sebagai orang-perseorangan, kelompok, maupun badan hukum yang berkedudukan sebagai penerima manfaat pelayanan publik, baik secara langsung maupun tidak langsung. Standar mutu pelayanan yang berbasis kebutuhan dan kepuasan masyarakat sebagai pelanggan (consumer view or public view), diarahkan untuk memberikan kesejahteraan kepada setiap warga negara, misalnya: layanan kesehatan, pendidikan, dan perlindungan konsumen.

Adapun beberapa Nilai Dasar ASN yang dapat diwujudkan dengan panduan perilaku Berorientasi Pelayanan yang kedua ini diantaranya:

1. memelihara dan menjunjung tinggi standar etika yang luhur;

2. memiliki kemampuan dalam melaksanakan kebijakan dan program pemerintah; dan

3. memberikan layanan kepada publik secara jujur, tanggap, cepat, tepat, akurat, berdaya guna, berhasil guna, dan santun.

Nilai Dasar ASN yang dapat diwujudkan dengan panduan perilaku Berorientasi Pelayanan yang ketiga ini diantaranya:

1. Mempertanggungjawabkan tindakan dan kinerjanya kepada publik; dan 2. Mengutamakan pencapaian hasil dan mendorong kinerja pegawai.

Karakteristik dalam memberikan pelayanan prima ditunjukkan dengan upaya perbaikan secara berkelanjutan melalui berbagai cara, antara lain: pendidikan, pelatihan, pengembangan ide kreatif, kolaborasi, dan benchmark.

Dalam penyelenggaraan pelayanan publik, pemerintah wajib mendengar dan memenuhi tuntutan kebutuhan warga negaranya. Tidak hanya terkait dengan bentuk dan jenis pelayanan publik yang mereka butuhkan akan tetapi juga terkait dengan mekanisme penyelenggaraan layanan, jam pelayanan, prosedur, dan biaya penyelenggaraan pelayanan. Sebagai klien masyarakat, birokrasi wajib mendengarkan aspirasi dan keinginan masyarakat

Terdapat enam elemen untuk menghasilkan pelayanan publik yang berkualitas yaitu:

(36)

34

a. Komitmen pimpinan yang merupakan kunci untuk membangun pelayanan yang berkualitas;

b. Penyediaan layanan sesuai dengan sasaran dan kebutuhan masyarakat;

c. Penerapan dan penyesuaian Standar Pelayanan di dalam penyelenggaraan pelayanan publik;

d. Memberikan perlindungan bagi internal pegawai, serta menindaklanjuti pengaduan masyarakat;

e. Pengembangan kompetensi SDM, jaminan keamanan dan keselamatan kerja, fleksibilitas kerja, penyediaan infrastruktur teknologi informasi dan sarana prasarana; dan,

f. Secara berkala melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap kinerja penyelenggara pelayanan publik

Setelah berorientasi pelayanan, maka hal penting selanjutnya adalah ASN harus memiliki nilai-nilai akuntabel. Untuk memahami secara gamblang, bagaimana penerapan akuntabel, maka silahkan menyimak framework berikut dan contoh- contoh penerapan dalam video-video berikut.

Gambar 4 Framework Akuntabilitas, Dikutip dari Modul Akuntabel (2021)

(37)

35 Simak Video berikut :

https://www.youtube.com/watch?v=822SB0PgZSs

Untuk memperkuat pemahaman Anda, silakan pelajari materi-materi terkait pada tautan berikut:

Infografis

a. https://aclc.kpk.go.id/learning materials/education/infographics/definition about-conflict-of-interest

b. https://aclc.kpk.go.id/materi-pembelajaran/pendidikan/infografis/prinsip dasar-penanganan-konflik-kepentingan

c. https://aclc.kpk.go.id/materi-pembelajaran/tata-kelola-

pemerintahan/infografis/tahap-tahap-dalam-penanganan-konflik- kepentingan

d. https://aclc.kpk.go.id/materi pembelajaran/politik/infografis/faktor pendukung-keberhasilan-penanganan-konflik kepentingan

Sebagai seorang ASN yang harus berkontribusi dalam pencapaian tujuan dan kinerja organisasi, maka kita dituntut untuk memiliki kompetensi. ASN, termasuk PPPK, harus memahami seperti apa pengembangan kompetensi yang harus dilakukan. Di dalam Undang-Undang Nomor 20/2023, Pasal 31, disebutkan bahwa pengembangan kompetensi menjadi bagian dari Manajemen ASN. Di pasal Pasal 49, ayat (1) disebutkan bahwa setiap Pegawai ASN wajib melakukan pengembangan kompetensi melalui pembelajaran secara terus menerus agar tetap relevan dengan tuntutan organisasi.

(38)

36

Gambar 5. Dikutip dari Modul Kompeten (2021)

C.REFLEKSI

1) Bagaimana paradigma ASN? Apa yang bapak/ibu alami selama menjadi ASN. Apakah masih ada pernyataan, “Saya bekerja secukupnya aja, nggak usah terlalu ngoyo, yang penting ada sampingan atau koneksi”?

2) Banyak perbaikan yang terjadi di layanan publik yang bisa ditemukan di keseharian Anda, pilihlah salah satu kasus yang pernah Anda alami, dan tulislah perubahan/perbaikan yang terjadi dari kondisi sebelumnya. Masih ada beberapa layanan publik yang belum berubah dari versi buruknya, pilihlah salah satu layanan yang Anda ketahui masih belum berubah tersebut, dan tuliskan harapan perubahan yang Anda inginkan. Lihatlah video unik pada tautan ini yang berakting terkait sebuah layanan yang sudah berubah dari

bentuk sebelumnya :

https://www.instagram.com/reel/CX3Oa0rJoQ7/?utm_mediu, dan tuliskan pendapat Anda.

3) Bagaimana cara mengidentifikasi konflik kepentingan?

a. Apakah itu termasuk tugas publik dengan kepentingan pribadi?A b. pakah saya memiliki kepentingan pribadi atau swasta yang mungkin

bertentangan, atau dianggap bertentangan dengan kewajiban publik?

(39)

37

c. Potensialitas. Mungkinkah ada manfaat bagi saya sekarang, atau di masa depan, yang bisa meragukan objektivitas saya?

d. Bagaimana keterlibatan saya dalam mengambil keputusan / tindakan dilihat oleh orang lain?

e. Proporsionalitas. Apakah keterlibatan saya dalam keputusan tampak adil dan wajar dalam semua keadaan?

f. Presence of Mind. Apa konsekuensi jika saya mengabaikan konflik kepentingan? Bagaimana jika keterlibatan saya dipertanyakan publik?

g. Janji. Apakah saya membuat suatu janji atau komitmen dalam kaitannya dengan permasalahan? Apakah saya berdiri untuk menang atau kalah dari tindakan/keputusan yang diusulkan?

h. Konsekuensi Kepentingan Konflik. Hilangnya/berkurangnya kepercayaan dan stakeholders; Memburuknya reputasi pribadi atau Institusi; Tindakan in-disipliner; Pemutusan hubungan kerja; Dapat dihukum baik perdata atau pidana

4) Simaklah video berikut:

Video ini bercerita tentang Seseorang yang menang dalam sebuah tender pengadaan yang berniat ingin memberikan ‘hadiah’ kepada Pejabat Lelang yang dianggapkan telah berjasa atas pemilihan perusahaannya. Namun, dalam perjalanan memberikan ‘hadiah’ tersebut banyak rintangan yang dihadapi.

Untuk lebih jelasnya, simaklah video tersebut pada tautan berikut:

https://youtu.be/4Yle_pbs9aA

(40)

38 D. SOAL LATIHAN

1. Undang-Undang yang mengatur tentang Pelayanan Publik adalah:

a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2009 b. Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 c. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 d. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2019 2. Sebutkan yang bukan merupakan fungsi ASN:

a. pelaksana kebijakan publik b. pelayan publik

c. pengawas kegiatan publik d. perekat dan pemersatu bangsa

3. Yang dimaksud dengan berorientasi pelayanan adalah

a. Bertanggung jawab terhadap kepercayaan yang diberikan

b. Komitmen memberikan pelayanan prima demi kepuasan masyarakat c. Saling peduli dan menghargai perbedaan

d. Terus berinovasi dan antusias dalam menggerakkan serta menghadapi perubahan

4. Yang mana kah diantara panduan perilaku berikut yang merupakan kode etik dari nilai berorientasi pelayanan?

a. Terbuka dalam bekerja sama untuk menghasilkan nilai tambah b. Ramah, cekatan, solutif dan dapat diandalkan

c. Memegang teguh ideologi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, setia kepada NKRI serta pemerintahan yang sah

d. Membangun lingkungan kerja yang kondusif

5. Dalam memahami dan memenuhi kebutuhan masyarakat, kedudukan masyarakat dalam konteks tersebut adalah sebagai …

a. masyarakat sebagai wajib pajak

b. masyarakat sebagai pengawas kinerja pemerintah c. masyarakat sebagai elemen adanya negara

d. masyarakat sebagai penerima layanan

6. Akuntabilitas yang mengacu pada nilai-nilai yang ada pada diri seseorang seperti kejujuran, integritas, moral dan etika, adalah

a. Akuntabilitas individu b. Akuntabilitas personal

(41)

39 c. Akuntabilitas organisasi

d. Akuntabilitas stakeholder

7. Suatu keadaan sewaktu seseorang pada posisi yang diberi kewenangan dan kekuasaan untuk mencapai tugas dari perusahaan atau organisasi yang memberi penugasan, sehingga orang tersebut memiliki kepentingan profesional dan pribadi yang bersinggungan adalah pengertian dari

a. Integritas

b. Konflik Kepentingan c. Gratifikasi

d. Responsibilitas

8. Undang-Undang terbaru tentang Aparatur Sipil Negara adalah a. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014

b

Referensi

Dokumen terkait