• Tidak ada hasil yang ditemukan

12 GAYA BAHASA DALAM NOVEL SABTU BERSAMA BAPAK KARYA ADHITYA MULYA Siti Romlah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "12 GAYA BAHASA DALAM NOVEL SABTU BERSAMA BAPAK KARYA ADHITYA MULYA Siti Romlah"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

12 GAYA BAHASA DALAM NOVEL SABTU BERSAMA BAPAK

KARYA ADHITYA MULYA Siti Romlah1, Auzar2, Charlina3

Universitas Riau, Indonesia1,2,3

Email: Romlahromlah259@gmail.com1, Auzarthaher54@gmail.com2, charlinahadi@gmail.com3 Received: 15 Juni 2021; Accepted 25 Oktober 2021; Published 28 Oktober 2021

Ed 2021;1(2):12-24

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan gaya bahasa yang terdapat dalam Novel Sabtu Bersama Bapak karya Adithya Mulya. Masalah yang akan diteliti pada penelitian ini adalah: Apa saja gaya bahasa yang digunakan untuk novel Sabtu Bersama Bapak karya Adhitya Mulya. Metode yang digunakan untuk penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Data yang digunakan penelitian ini adalah kata, kalimat, wacana yang terkait dengan gaya bahasa yang terdapat pada Novel Sabtu Bersama Bapak karya Adhitya Mulya. Sumber data yag digunakan adalah Novel Sabtu Bersama Bapak karya Adhitya Mulya dengan tebal 280 halaman yang di terbitkan oleh Gagas Media tahun 2014.

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik pustaka dan catat. Teknik analisis data menggunakan metode padan. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat 12 data gaya bahasa hiperbola, 5 gaya bahasa litotes, 3 gaya bahasa oksimoron, 2 gaya bahasa satire, 2 gaya bahasa silepis, 5 gaya bahasa klimaks, 3 gaya bahasa alusi, 1 gaya bahasa antonomasia, 1 gaya bahasa polisindonten, dan 1 gaya bahasa anafora.

Kata Kunci: Gaya Bahasa, Novel

LANGUAGE STYLE NOVEL ON SATURDAY WITH FATHER

BY ADHITYA MULYA ABSTRACT

The purpose of this research is to describe the language style contained in the novel on Saturday Bersama Bapak by Adithya Mulya. The problems that will be explored in this research are: What are the language styles used in the novel Saturday Bersama Bapak by Adhitya Mulya? The method used in this research is descriptive qualitative research method. The data used in this study are words, sentences, discourse related to the language style contained in the Novel Saturday with Bapak by Adhitya Mulya.

The source of the data used was the 280 pages thick novel Saturday with Bapak by Adhitya Muly which was published by Gagas Media in 2014. The data collection technique was carried out by using the library and note taking technique. The data analysis technique used the equivalent method. The results of this research are there are 12 hyperbole language style data, 5 litotes language styles, 3 oxymoron language styles, 2 satire language styles, 2 syleptic language styles, 5 climax language styles, 3 allusive language styles, 1 antonymous language style, 1 language style. polysindonten, and 1 anaphoric language style.

Keywords: Language Style, Novel

(2)

13 PENDAHULUAN

Gaya bahasa adalah teknik pengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis atau pemakai bahasa. Dengan kata lain, gaya bahasa adalah salah satu alasan atau faktor penentu seberapa jauh seorang penulis mempunyai daya imajinasi terhadap kata-kata yang akan dihasilkannya. Selain itu, gaya bahasa memiliki peranan penting dalam sebuah karya sastra baik secara lisan maupun tulisan, karena tanpa gaya bahasa suatu kata tidak akan memperolehkan nilai estetik di dalamnya. Sastra merupakan bidang ilmu yang terus berkembang di lingkungan masyarakat mengikuti perkembangan zaman. Sastra terus berkembang karena kecintaan masyarakat terhadap karya sastra. karya sastra adalah sebuah karya yang mengarah pada kreativitas yang imajinatif. Karya sastra dalam kehidupan manusia sangat memberikan hiburan dan pengajaran bagi pembaca dan pendengar. Alasan gaya bahasa diterapkan pada suatu style pengucapan pada lingkungan sekitar, karena gaya bahasa dapat merefleksikan penulis dan penutur memiloh dan meletakkan kata-kata dan kaliamat dalam tubuh karangan tersebut.

Menurut Scharbach dalam Aminuddin (2009) disebutkan juga Gaya Bahasa dapat dianggap sebagai hiasan, sebagai sesuatu yang suci, sebagai sesuatu yang indah dan lemah gemulai serta sebagai perwujudan manusia itu sendiri. Bagaimana seorang pengarang mengungkapkan gagasannya dalam wacana ilmiah dengan cara pengarang dalam kreasi cipta sastra, dengan demikian akan menunjukkan adanya perbedaan meskipun dua pengarang itu berangkat dari satu ide yang sama dan cerita untuk keluarga yang ia tinggalkan agar tetap bahagia dan hidup tenang tanpa merasa kehilangan sosok bapak dalam kehidupan mereka. Gunawan Garnida, pria berusia 38 tahun menjadi kepala keluarga yang membuat harus bertanggung jawab atas keluarganya pada saat ini dan sampai akhir hidupnya.

Gaya bahasa bagian dari diksi yang mempersoalkan cocok tidaknya pemakaian kata, frase atau kalimat tertentu. Menurut Keraf ( 2008 ) Adapun jangkaun gaya bahasa tidak hanya unsur kalimat yang mengandung corak tertentu, seperti dalam retorik klasik.Sebagai segala sosial, bahasa dan pemakaian gaya bahasa tidak hanya ditentukan oleh faktor internal saja melainkan faktor-faktor sosial dan situasional. Menurut Keraf (2007) gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperhatikan jiwa dan kepribaadian penulis (pemakai bahasa). Jorgense dan Phillips (dalam Ratna )mengatakan bahwa gaya bahasa bukan sekedar saluran, tetapi alat yang menggerakkan sekaligus menyusun kembali dunia sosial itu sendiri.

Menurut Simpson (dalam Ratna, 2009) gaya bahasa baik bagi penulis maupun pembaca berfungsi untuk mengeksplorasi kemampuan bahasa khususnya bahasa yang digunakan. Al- Ma’ruf (2009) mengatakan gaya bahasa tidak ubahnya sebagai aroma dalam makanan yang berfungsi untuk meningkatkan selera. Gaya merupakan retorika, yakni penggunaan kata-kata dalam berbicara dan menulis untuk mempengaruhi pembaca atau pendengar.

Gaya bahasa adalah merupakan media yang digunakan pengarang untuk mengekspresikan pengalaman batin dan memproyeksikan kepribadian, sehingga karya sastra yang personal. Gaya bahasa adalah unsur bahasa yang dapat membangun atau menceritakan teknik bercerita yang khas.Setiap karya sastra memiliki gagasan- gagasan yang akan disampaikan, gagasan-gagasan dari penulis tersebut disampaikan atau dijelaskan dengan penggunaan gaya bahasa.

(3)

14 Menurut Tarigan (2009) gaya bahasa adalah bahasa yang indah yang digunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkanserta membandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum.

Keraf (2010) Gaya bahasa merupakan cara pengarang mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memeprhatikan jiwa dan kepribadian penulis atau pemakai bahasa. Kemudian Tarigan (2009) mengemukakan bahwa gaya bahasa adalah penggunaan kata-kata dalam berbicara dan menulis untuk menyakinkan atau memngaruhi penyimak dan pembaca.

Keraf (2007) mengemukakan bahwa gaya bahasa merupakan cara menungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis.

Gaya bahasa yang baik harus mengandung tiga unsur yaitu kejujuran, sopan santun dan menarik. Kejujuran dalam bahasa berarti kita mengikuti aturan-aturan, kaidah-kaidah yang baik dan benar dalam berbahasa. Menurut Pradopo (2005) dalam skripsi (M.

Akbar : 2017 ) bahwa gaya bahasa perbandingan adalah bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan yang lain dengan mempergunakan kata-kata pembanding seperti: bagai, sebagai, bak, seperti, semisal, seumpama, laksana, dan kata-kata pembanding lain.

Menurut Resti (2019) pemakaian bahasa, gaya bahasa dapat dijadikan sebagai tolok ukur penilaian terhadap pribadi seseorang. Semakin baik bahasanya, semakin baik penilaian yang diberikan orang kepadanya. Sebaliknya, semakin buruk bahasa seseorang, semakin buruk pula penilaiannya.

Menurut Rani dalam skripsi Rani, Riska Rahma (2019) Analisis Gaya Bahasa Dalam Film Dilan 1990 (Model Analisis Semiotik Charles Sander Peirce) Gaya atau khususnya gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan istilah style. Kata style diturunkan dari kata latin stilus, yaitu semacam alat untuk menulis dalam lempengan lilin. Keahlian dalam menggunakan alat ini akan mempengaruhi jelas tidaknya tulisan pada lempengan tadi kelak pada waktu penekanan dititik beratkan pada keahlian untuk menulis indah, maka style lalu berubah menjadi kemampuan dan keahlian untuk menulis atau mempergunakan kata-kata secara indah.

Menurut Viny dkk (2013) Gaya bahasa selain dapat mencerminkan sifat pribadi pengarang juga dapat menimbulkan efek yang ingin dicapainya. Efek tersebut berkaitan dengan upaya memperkaya makna, penggambaran objek, dan peristiwa secara imajinatif, maupun pemberian efek motif tertentu bagi pembacanya serta dapat memberikan efek estetis yang ditimbulkan.

Menurut Erika Pratiwi (2016) Gaya bahasa merupakan metode terdekat yang dapat ditempuh oleh pemirsa untuk memaknai sebuah berita di televisi, karena gaya bahasa merupakan salah satu sarana penutur untuk mengatakan sesuatu dengan cara pengiasan bahasa secara tidak langsung mengungkapkan makna. Peneliti memilih meneliti gaya bahasa pada aspek kebahasaan tokoh karena menganggap gaya bahasa itu menarik bila dikaji dari berbagai sisi. Setiap manusia di bumi ini memiliki gaya bahasa yang berbeda-beda satu sama lainnya. Itulah sebabnya gaya bahasa seseorang menjadi 3 ciri khas pribadi tersebut.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa merupakan sebuah cara dan identitas pembeda dalam memyampaikan gagasan-gagasan kepada khalayak dengan menggunakan bahasa yang indah. Pada dasarnya gaya bahasa digunakan dengan tujuan untuk menimbulkan kesan tertentu kepada penyimak atau pembaca. Setiap pengarang mempunyai gaya bahasa sendiri. Hal ini sesuai dengan sifat dan kegemaran masing-masing pengarang. Gaya bahasa termasuk cap seorang

(4)

15 pengarang. Gaya itu merupakan keistimewaan atau khususan seorang penulis. Gaya bahasa juga mengungkapkan bahasa yang indah melalui pemikiran. Gaya bahasa memperhatikan bagaimana jiwa dan kepribadian penulis dengan membandingkan sesuatu dengan hal lain. Gaya bahasa juga memiliki beberapa unsur seperti: leksikal, struktur kalimat, retorika, dan penggunaan kohesi.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengidentifikasi novel Sabtu Bersama Bapak. Identifikasi terhadap novel Sabtu Bersama Bapak peneliti membatasi pada segi gaya bahasa dan nilai pendidikan. Berdasarkan hal tersebut mengenai gaya bahasa dalam membaca novel Sabtu Bersama Bapak, peneliti menemukan ada banyak gaya bahasa yang digunakan pengarang dalam menyampaikan kisah Sabtu Bersama Bapak dan banyak pengamat sastra yang mengakui kehebatan Adihya Mulya dalam menggunakan gaya bahasa.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini yakni penelitian kualitatif. Pelaksanaan penelitian berlangsung sejak November 2020-Juni 2021. Penelitian ini menjelaskan apa saja gaya bahasa yang digunakan oleh pengarang melalui sebuah novel yang berjudul Sabtu Bersama Bapak.

Sumber data yang menjadi objek penelitian adalah novel Sabtu Bersama Bapak karya Adhitya Mulya yang diterbitkan pada cetakan yang kedelapan belas oleh Gagas Media di Jakarta Selatan pada tahun 2015 yang berjumlah 277 halaman. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa bentuk-bentuk bahasa, yakni teks berupa kalimat, frase atau kata yang tertulis dalam novel Sabtu Bersama Bapak karya Adhitya Mulya. Penelitian ini difokuskan pada penggunaan gaya bahasa pada teks novel Sabtu Bersama Bapak yang terdiri dari gaya bahasa pertentangan, pertautan dan perulangan. Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah teknik baca, teknik catat, teknik dekomentasi. Teknik anialisis data yang digunakan adalah pendekatan objektif yakni 1) tekhnik reduksi data, 2) penyajian data, dan 3) simpulan dan verifikasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gaya Bahasa dalam Novel Sabtu Bersama Bapak, ditemukan beberapa gaya bahasa dalam penulisan di novel tersebut, yaitu/;

A. Gaya Bahasa Pertentangan 1. Gaya Bahasa Hiperbola

Keraf (2004: 135) berpendapat bahwa hiperbola yaitu semacam gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan dengan membesarbesarkan suatu hal. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Maulana (2008: 2) yang menyatakan bahwa hiperbola yaitu sepatah kata yang diganti dengan kata lain yang memberikan pengertian lebih hebat dari pada kenyataan. Dari pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa hiperbola adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebihan dari kenyataan.

Data 1 (hal 27) : “Ryan tidak bisa menjawab karena pada awalnya sensor seperti sensor audio. Dia lebih suka menjawab pertanyaan tertulis”

Pada data (1) gaya bahasa hiperbola terlihat dari penggunaan kata-kata bak sensor audio dalam menjelaskan kemampuan seorang anak dalam menangkap atau merespon sesuatu.

(5)

16 Data 2 (hal 38) : “Satu dari jutaan hal yang dia suka dari suaminya adalah pijaran

sinar kehidupan dari kedua matanya”

Pada data (2) gaya bahasa hiperbola terlihat dari penggunaan kata-kata pijar kehidupan di kedua matanyadalam menjelaskan semangat hidup seseorang.

Data 3 (hal. 42): “Hadir cakra memberikan darah segar bagi divisi ini”Pada data (3) gaya bahasa hiperbola terihat dari penggunaan kata-kata Darah Segar dalam menjelaskan kehadiran seseorang.

Data 4 (hal. 5): “Mungkin Bapak tidak dapat duduk di samping kalian. Tapi, Bapak tetap ingin kalian tumbuh dengan Bapak di samping kalian

Pada data (4) diatas merupakan gaya bahasa hiperbola. Kalimat yang menunjukkan gaya bahasa Hiperbola adalah ingin kalian tumbuh dengan Bapak di samping kalian, Kutipan kalimat ini ditandai dengan maksud Pak Gunawan menginginkan anaknya tidak merasa kehilangan figur seorang ayah.

Data 5 (hal. 21): “Gunawan Sang Suami sudah menyiapkan semua bagi mereka.

Sesuatu yang menurut Itje sangat cerdas berada

Pada data (5) Gaya Bahasa Oksimoron lainnya pada kutipan novel diatas ditunjukkan pada klausa Keluarga ini adalah tanggung jawabnya, di alam mana pun dia berada. Makna dari klausa tersebut adalah pertentangan. Makna pertentangan dapat terlihat dengan jelas pada keadaan dimana Pak Gunawan merasa bahwa meninggalkan keluarganya sekalipun akan tetap menyisihkan tanggung jawab besar. Baik ketika ia masih hidup maupun ketika ia sudah meninggal.

Data 6 (hal. 130): “Pak Gunawan adalah perencana yang baik”

Pada data (6) diatas gaya bahasa hiperbola ditunjukkan dengan kalimat Perencana yang baik. Kutipan kalimat bergaya hiperbola ini ditandai dengan makna bahwa Pak Gunawan mampu memikirkan segala sesuatu dengan sangat jeli untuk anak dan istrinya.

Data 7 (hal. 60): “Semangat ya, Kang. Berapa kali kamu jatuh itu gak penting.

Yang penting berapa kali kamu bangkit kembali

Pada data (7) diatas gaya bahasa hiperbola ditunjukkan dengan kalimat Yang penting berapa kali kamu bangkit kembali. Kutipan kalimat bergaya hiperbola ini ditandai dengan makna bahwa harus tetap semangat dan tidak mudah menyerah.

Data 8 (hal. 60): “Kang, ketika kalian udah gede akan ada masanya kalian harus melawan orang

Pada data (8) diatas gaya bahasa hiperbola ditunjukkan dengan kalimat kalian harus melawan orang. Kutipan kalimat bergaya hiperbola ini ditandai dengan makna bahwa anak-anak Pak Gunawan ketika besar diajarkan untuk siap menghadapi kehidupan yang lebih berat.

(6)

17 Data 9 (hal. 147): Hari si Harimau mendorong batu itu sekuat tenaga sampai

keringat keluar semua dari mukanya. Kali ini berhasil. Hari si Harimau mengucap syukur kepada Tuhan dan pergi keluar gua.

Pada data (9) diatas gaya bahasa hiperbola ditunjukkan dengan kalimat Hari Si Harimau. Kutipan kalimat bergaya hiperbola ini ditandai dengan makna bahwa hari adalah anak yang tangguh dan anak yang kuat. Penggunaan kata Harimau pada nama Hari memberi kesan bahwa hari memiliku kekuatan yang luar biasa.

Data 10 (Hal. 180): Carilah pasangan yang dapat menjadi perhiasan dunia dan akhirat.

Pada data (10) diatas gaya bahasa hiperbola ditunjukkan dengan pasangan yang dapat menjadi perhiasan. Kutipan kalimat bergaya hiperbola ini ditandai dengan makna bahwa hari adalah mencari pasangan harus mencari yang terbaik.

Kata Perhiasan pada data 30 bermakna sesuatu yang baik dan bernilai.

Data 11 (Hal. 9) : Dia bangun dan dia cicil dari keringat sendiri

Pada data (11) diatas gaya bahasa hiperbola ditunjukkan dengan dari keringat sendiri. Kutipan kalimat bergaya hiperbola ini ditandai dengan makna bahwa apa yang dibangun adalah dari usaha kerja keras sendiri. Penggunaan kalimat dari keringat sendiri memiliki makna bahwa apa yang didapatkan benarbenar dilakukan dengan kerja keras yang sangat banyak.

Data 12 (Hal. 82):Mawar yang hadir menemani sang suami, harus tumbuh dari pekarangan belakang rumah sendiri. Air yang membasahi tanahnya, harus datang dari sumur sendiri. Memang sangat tidak perlu. Tapi membuat sang istri lebih tenang

Pada data (12) diatas gaya bahasa hiperbola ditunjukkan dengan Mawar yang hadir menemani sang suami. Kutipan kalimat bergaya hiperbola ini ditandai dengan makna bahwa mawar adalah sebuah alat yang dipercaya dapat memberikan ketenangan kepada almarhum Bapak Gunawan. Pada data 32 dikatakan bahwa Mawar yang hadir menemani sang suami, harus tumbuh dari pekarangan belakang rumah sendiri, disini penulis ingin menyampaikan keteguhan Itje untuk tetap peduli kepada suaminya meskipun sudah meniggal dunia.

2. Gaya Bahasa Litotes

Keraf (2009) berpendapat, “Litotes merupakan gaya bahasa yang menyatakan seluruh dengan tujuan merendahkan diri “. Sesuatu hal dinyatakan kurang dari keadaan yang sebenarnya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat bagas (2007:1) yang menyatakan bahwa litotes dapat diartikan sebagai ungkapan berupa mengecilkan fakta dengan tujuan merendahkan diri. Dapat disimpulkan bahwa litotes adalah gaya bahasa yang mengandung penyataan dikuragi (dikecilkan) dari makna yang sebenarnya).

Data 13 (hal. 44): “Memang saya akui saya rada kering beberapa tahun terakhir ini”

Pada data (13) klausa memang saya akui saya rada kering beberapa Tahun Terakhir Ini, merupakan penanda gaya bahasa litotes yaitu manusia yang

(7)

18 dideskripsikan kering seperti pohon, sehingga tidak dapat memberikan masukan untuk beberapa tahun kebelakang ini.

Data 14 (hal. 471-72): “Empat tahun, Rissa menjadi penghias taman kampus

Pada data (10) Kutipan lainnya yang menunjukkan gaya bahasa litotes adalah menjadi penghias taman kampus. Makna dari klausa tersebut adalah Rissa tidak mengambil tindakan apapun selama dikampus untuk mengesplorasikan dirinya.

Rissa hanya menikmati waktu dikampus untuk sekedar belajar, tidak seperti teman- temanya yang menjalin hubungan kasih selama masa kuliah.

Data 15 (Hal. 217): Pernikahan kami akan habis waktunya dengan si kuat melengkapi yang lemah.

Pada data (15) Kutipan lainnya yang menunjukkan gaya bahasa litotes adalah si kuat melengkapi yang lemah. Makna dari klausa tersebut adalah pemikiran penutur bahwa pernikahannya akan sia-sia. Pernikahannya tidak akan memiliki tujuan yang benar kedua pasangan tidak bersatu dengan baik dalam kehidupan rumah tangga, hal ini ditandai dengan kalimat si kuat melengkapi yang lemah, menandakan salah satu dari suami istri tidak berguna bagi yang lainnya.

Data 16 (20): Tapi setelah nikah, boro-boro kasih yang mewah, kasih yang sederhana saja tidak bisa

Pada data (16) Kutipan lainnya yang menunjukkan gaya bahasa litotes adalah boro-boro kasih yang mewah, kasih yang sederhana saja tidak bisa. Makna dari klausa tersebut adalah pemikiran penutur bahwa memberitahukan dirinya tidak selalu benar dalam mengambil keputusan. Penutur merasa yakin bahwa sebelum menikah bisa membahagiakan istrinya denan kemewahan namun ternyata kehidupan sederhana saja tidak mampu diberikan. Gaya gaya bahasa litotes yang menunjukkan merendahkan terlihat kalimat kasih yang sederhana saja tidak bisa.

Data 17 (Hal 20) : Bapak minta jadi pemimpin dia. Tapi boro-boro melihat dua langkah ke depan, Bapak sendiri masih dua langkah ketinggalan.

Pada data (17) Kutipan lainnya yang menunjukkan gaya bahasa litotes adalah Bapak sendiri masih dua langkah ketinggalan. Makna dari klausa tersebut adalah pemikiran penutur bahwa memberitahukan dirinya tertinggal dalam peran sebagai kepala keluarga. Penutur merasa yakin bahwa sebelum menikah bisa menjadi pemimpin untuk istrinya namun ternyata istrunya yang menunjukan posisi kepala rumah tangga.

Gaya gaya bahasa litotes yang menunjukkan merendahkan terlihat kalimat Bapak sendiri masih dua langkah ketinggalan.

Data 18 (Hal. 69): Dia mendapati Cakra sebagai orang yang aneh.

Pada data (18) Kutipan lainnya yang menunjukkan gaya bahasa litotes adalah Dia mendapati Cakra sebagai orang yang aneh. Makna dari klausa tersebut adalah

(8)

19 pemikiran penutur bahwa memberitahukan dirinya tidak melihat sesuatu yang lebih pada diri cakra. Gaya gaya bahasa litotes yang menunjukkan merendahkan terlihat kalimat Dia mendapati Cakra sebagai orang yang aneh.

3. Gaya Bahasa Oksimoron

Keraf (2004: 136) oksimoron adalah suatu acuan yang berusaha untuk menggabungkan kata-kata untuk mencapai efek yang bertentangan. Suyoto (2008:2) berpendapat bahwa oksimoron juga dapat diartikan mempertentangkan secara berlawanan bagian demi bagian. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa oksimoron adalah gaya bahasa yang menyatakan dua hal yang bagianbagiannya saling bertentangan.

Data 19 (hal. 57): “Dia akan menutup paksa pintu kabinet itu sampai tertutup tapi ada firasat yang berkata “jangan”.

Pada data (19) Ungkapan kata Menutup bertentangan dengan kata Tertutup, dalam kutipan ini fakta menutup sampai tertutup menunjukkan perlawanan hati untuk melupakan sesuatu. Seharusnya kata menutup dapat memberikan alur atau subjek yang berkaitan erat dengan kata tertutup sehingga ada ikatan kata yang satu dengan yang lainnya.

Data 20 (hal. 30): “Jauh sebelum sadar dirinya divonis harus berpulang, dia sudah memastikan akan ada cukup instrumen yang membuat anak istri mandiri tanpanya dirinya

Pada data (20) Gaya Bahasa Oksimoron pada kutipan novel diatas ditunjukkan pada klausa membuat anak istri mandiri tanpanya dirinya. Makna dari klausa tersebut adalah pertentangan. Makna pertentangan dapat terlihat dengan jelas pada keadaan dimana disatu sisi Pak Gunawan ingin tetap hidup dan bersama keluarga kecilnya. Namun disisi lain beliau sedang sakit dan akan divonis meninggal karena itu Pak Gunawan menyiapkan segalanya untuk mempermudah anak istrinya ketika ditinggalkan.

Data 21 (hal. 30): “Namun, karena malu jika dia sudah berpulang dan anak istrinya harus merepotkan orang lain. Hanya itu saja yang dia ingin dia hindari. Keluarga ini adalah tanggung jawabnya, di alam mana pun dia berada

Pada data (21) Gaya Bahasa Oksimoron lainnya pada kutipan novel diatas ditunjukkan pada klausa Keluarga ini adalah tanggung jawabnya, di alam mana pun dia berada. Makna dari klausa tersebut adalah pertentangan. Makna pertentangan dapat terlihat dengan jelas pada keadaan dimana Pak Gunawan merasa bahwa meninggalkan keluarganya sekalipun akan tetap menyisihkan tanggung jawab besar. Baik ketika ia masih hidup maupun ketika ia sudah meninggal.

4. Gaya Bahasa Satire

Satire adalah gaya bahasa yang mengandung ungkapan untuk menertawakan atau menolak sesuatu. Dapat dipahami bahwa gaya bahasa satire merupakan gaya

(9)

20 bahasa yang mengandung maksud untuk tidak mengiyakan sesuatu atau menolak sesuatu dengan ejekan atau tertawakan (Keraf, 2005: 144). Satire mengandung kritik mengenai kelemahan manusia dengan tujuan agar diadakan perbaikansecara etis maupun estetis (Morrisan, 2013:88)

Data 22 (hal. 75): “You know.. mainan ini sangat mahal bahkan untuk ukuran kita, ujar sang istri. Kamu mau kasih mereka?”

Pada data (22) Gaya bahasa satire terlihat pada Mainan Ini Sangat Mahal Untuk Ukuran Kita Tetapi kan Memberikan Kepada Mereka.

Data 23 (hal. 53): “Pintar, ganteng dan mengutip belasan wanita yang pernah saya patahkan hatinya”

Pada data (23) Gaya bahasa satire terlihat padaPernah Saya Patahkan Hatinya Agar Tidak kan Memberikan Harapan.

5.Gaya Bahasa Silepsis

Silepsis adalah gaya bahasa yang mengandung konstraks yang benar tetapi secara semantik tidak benar (Keraf, 2005: 144). Dapat dipahami bahwa bahasa silepsis merupakan gaya bahasa yang secara susunan kalimatnya benar, namun secara maknanya tidak benar (Tarigan, 2013:126).

Data 24 (hal. 102): “Satya menatap Ryan, mata hatinya. Begitu besar harapannya kepada Ryan. Selalu dia dorong dan dia dukung. Baru sekarang dia sadar apa yang dia nilai sebagai dorongan dan dukungan, mungkin adalah sebuah paksaan bagi si sulung yang menerima semua itu.”

Pada data (24) termasuk gaya bahasa silepsis. Kontruksi yang lengkap adalah Baru Sekarang dia Sadar apa yang dia Nilai Sebagai Dorongan dan Dukungan, Mungkin adalah Sebuah Paksaan Bagi si Sulung yang Menerima Semua itu.Kalimat tersebut mengandung makna bahwa semua yang dilakukan Satya kepada anaknya Ryan yang dia kira sebagai dukungan dan dorongan adalah salah.

Data 25 (hal. 150-152): “Semoga cerita ini membuat kalian menjadi bapak yang lebih baik untuk anak kalian”

Pada data (25) klausa Semoga cerita ini membuat kalian menjadi bapak yang lebih baik untuk anak kalian. Makna dari klausa ini adalah Pak Gunawan berharap dengan ceritanya bisa menjadikan anak-anaknya menjadi Bapak yang baik bagi anak-anaknya. Namun kebenarannya adalah tidak selalu demikian.

(10)

21 6. Gaya Bahasa Klimaks

Keraf (2004: 124) berpendapat bahwa gaya bahasa klimaks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung urutan-urutan pikiran yang setiap kali semakin meningkat kepentingannya dari gagasan-gagasan sebelumnya. Jadi dapat dijelaskan klimaks adalah pemaparan pikiran atau hal berturut-turut dari sederhana dan kurang penting meningkat kepada hal atau gagasan yang penting atau kompleks (Tarigan, 2013:126).

Data 26 (hal. 102): “Satya menatap Ryan, mata hatinya. Begitu besar harapannya kepada Ryan. Selalu dia dorong dan dia dukung

Pada data (18) Kutipan di atas mengandung gaya bahasa klimaks dimana ada tingkatan pikiran yaitu di Dorong dan di Dukung.

Data 27 (hal. 30): “Mimpi hanya akan baik jika kita melakukan planning untuk merealisasikan mimpi itu”

Pada data (27) klausa akan baik jika kita melakukan planning untuk merealisasikan mimpi itu.Makna dari klausa tersebut yang menujukkan klimaks adalah pada kata Planning dan Mimpi. Apabila dijabarkan maka planning merupakan rangkaian upaya yang di lakukan untuk mewujudkan impian. Maka dalam kutipan novel tersebut terdapat gaya bahasa yang mengandung urutan-urutan pikiran yang setiap kali semakin meningkat kepentingannya dari gagasan-gagasan sebelumnya, hal ini sesesuain dengan pendapat Keraf (2004) mengenai gaya bahasa klimaks.

Data 28 (hal. 60): “Dan akan ada masanya, Kalian gak punya pilihan lain selain melawan, dan menang”

Pada data (28) klausa selain melawan, dan menang.Makna dari klausa tersebut yang menujukkan klimaks adalah pada kata Melawan dan Menang. Apabila dijabarkan maka dapat diuraikan bahwa melawan dapat diurutkan dalam penjabaran pikiran untuk menang. Maka dalam kutipan novel tersebut terdapat gaya bahasa yang mengandung urutan-urutan pikiran yang setiap kali semakin meningkat kepentingannya dari gagasan- gagasan sebelumnya, hal ini sesesuain dengan pendapat Keraf (2004) mengenai gaya bahasa klimaks.

Data 29 (hal. 49): “Dia juga memaksa dirinya tumbuh menjadi anak yang cadas. Benar-benar cadas”

Pada data (29) klausa menjadi anak yang cadas. Benar-benar cadas. Makna dari klausa tersebut yang menujukkan klimaks adalah pada klausa menjadi anak yang cadas dan Benar-benar cadas. Apabila dijabarkan maka dapat diuraikan bahwa kata cerdas dapat lebih ditingkatkan dengan tujuan lebih cerdas. Maka dalam kutipan novel tersebut terdapat gaya bahasa yang mengandung urutan-urutan pikiran yang setiap kali semakin meningkat kepentingannya dari gagasan-gagasan sebelumnya, hal ini sesesuain dengan pendapat Keraf (2004) mengenai gaya bahasa klimaks.

(11)

22 Data 30 (hal. 59): Satya memiliki atribut yang tidak dimiliki banyak oraang.

Pintar, ganteng, dan mengutip belasan wanita yang pernah Satya patahkan hatinya.

Pada data (30) Kalimat yang mengandung gaya bahasa klimaks lainnya adalah pada klausa Pintar, ganteng, dan mengutip belasan wanita yang pernah Satya patahkan hatinya.Makna dari klausa tersebut yang menujukkan klimaks adalah pada klausa Pintar, ganteng, belasan wanita yang pernah Satya patahkan hatinya.

Apabila dijabarkan maka dapat diuraikan bahwa kata pintar, kemudian ganteng dapat menarik perhatian lawan jenis dalam hal ini disampaikan dalam klausa belasan wanita yang pernah Satya patahkan hatinya. Maka dalam kutipan novel tersebut terdapat gaya bahasa yang mengandung urutan-urutan pikiran yang setiap kali semakin meningkat kepentingannya dari gagasan-gagasan sebelumnya, hal ini sesesuain dengan pendapat Keraf (2004) mengenai gaya bahasa klimaks.

Data 31 (hal. 7): “Satya terlahir dan terasah menjadi anak dan individu yang pintar. Luar biasa pintar”

Pada data (31) klausa terasah menjadi anak dan individu yang pintar. Luar biasa pintar. Makna dari klausa tersebut yang menujukkan klimaks adalah pada klausa terasah menjadi anak dan individu yang pintar. Luar biasa pintar. Apabila dijabarkan maka dapat diuraikan bahwa kata pintar dapat meningkat lagi menjadi luar biasa pintar. Maka dalam kutipan novel tersebut terdapat gaya bahasa yang mengandung urutan-urutan pikiran yang setiap kali semakin meningkat kepentingannya dari gagasan-gagasan sebelumnya, hal ini sesesuain dengan pendapat Keraf (2004) mengenai gaya bahasa klimaks.

B. Gaya Bahasa Pertauatan 1. Gaya Bahasa Alusi

Gaya bahasa alusi adalah gaya bahasa yang menunjuk secara tidak langsung ke suatu peristiwa atau tokoh sebagai penanggapan adanya pengetahuan yang dimiliki oleh pengarang dan pembaca serta adanya kemampuan para pembaca untuk menangkap pengacuan itu (Tarigan, 2013:126). Gaya Bahasa alusi adalah gaya

Bahasa yang menggunakan sesuatu untuk menyatakan sesuatu dengan yang lain melalui kesamaan antar manusia, peristiwa, atau tempat yang sudah diketahui orang banyak (Keraf,2004: 124).

Data 32 (hal. 119): “Harga diri kita tidak datang dari barang yang kita pakai, tidak datang dari barang yang kita punya, nilai kita dating dari hati.”

Pada data (32) Kutipan di atas termasuk dalam gaya bahasa alusi dimana berasal dari pranggapan adanya pengetahuan dari penulis.

Data 33 (hal. 54): “Anaknya yang satu itu sepertinya berganti pacar lebih sering daripada ganti baju”

(12)

23 Pada data (33) klausa Anaknya yang satu itu sepertinya berganti pacar lebih sering daripada ganti baju. Pada kalimat tersesebut penulis ingin menyampikan bahwa anak Pak Gunawan dan Itje yang ganteng, pintar itu selalu berganti pacar dan wanita yang selalu bersamanya.

2. Gaya Bahasa Antonomasia

Antonomasia adalah gaya bahasa yang menggunakan gelar resmi atau jabatan sebagai pengganti nama diri (Tarigan, 2013:143). Dapat dipahami bahwa antonomasia merupakan gaya bahasa yang memakai ungkapan jabatan sebagai pengganti nama seseorang. Antonomasia juga merupakan sebuah bentuk khusus dari sinekdoke yang berwujud penggunaan sebuah epitet untuk menggantikan nama diri, atau gelar resmi, atau jabatan untuk menggantikan nama diri (Keraf, 2008:142).

Data 34 (hal. 113): “Kita akan mengubah bapak dari deputy director menjadi bandit asmara” Firman menepuk bahunya sambil duduk di dalam restoran.”

Pada data (34) Kata Deputy Director pada kutipan ini menyatakan kedudukan tertinggi pada sebuah perusahaan. Sedangkan Bandit Asmara pada kutipan ini menyatakan seorang laki-laki yang mudah menaklukan hati wanita.

3. Gaya Bahasa Polisindoten

Polisindoten adalah gaya bahasa (yang merupakan kebalikan asindeton). Gaya bahasa polisindoten yang berupa acuan dimana beberapa kata, frase atau kalusa yang berurutan dihubungkan satu sama lain dengan kata sambun (Keraf, 2008:142). Dapat dipahami bahwa pilisindoten merupakan gaya bahasa yang menggunakan kata sambung diantara kata, frase atau klausa yang sederajat (Tarigan, 2013:143).

Data 35 (hal. 134): “Sakit dan lebih sakit”

Pada data (35) penanda gaya bahasa adalah kata sambung dan yang menghubungan Sakit, Lebih Sakit yang bertujuan untuk menambah kesan pembaca.

C. Gaya Bahasa Perulangan Gaya Bahasa Anafora

Gaya bahasa anafora adalah gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan kata pertama pada setiap baris atau setiap kalimat (Tarigan, 2013:192). Anafora adalah gaya Bahasa yang berwujud perulangan kata pertama dari kalimat pertama menjadi kata pertama dalam kalimat berikutnya (Keraf, 2002: 128). Menurut Daud (2001: 3) anaphora adalah pengucapan (perkataan atau perkataan-perkataan) yang sama diulang-ulangpada permulaan dua kata atau lebih baris, ayat atau ungkapan.

Data 36 (hal. 19): “Mencukupi dia bapak tidak punya apa-apa, apalagi mencukupi kalian”

Pada data (36) gaya bahasa anaphora terlihat pada kata Mencukupiyang diulang- ulang pada setiap kalimat. Fungsinya untuk memberikan penekanan terhadap kenyataan

(13)

24 yang dikemukakan. Dalam kutipan diatas bahwa tidak ada yang bisa mencukupi istrinya dan tidak ada yang bisa mencukupi anaknya.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis pada novel dalam Sabtu Bersama Bapak Karya Adhitya Mulya dapat disimpulkan bahwa novel ini menggunakan banyak gaya bahasa. Pada gaya bahasa Pertentangan jenis gaya bahasa yang ditemukan adalah gaya bahasa hiperbola, gaya bahasa litotes, gaya bahasa oksimoron, gaya bahasa satire, gaya bahasa silepsis dan gaya bahasa klimaks. Pada gaya bahasa pertautan jenis gaya bahasa yang ditemukan adalah gaya bahasa alusi, gaya bahasa antonomasia dan gaya bahasa polisindoten. Pada gaya bahasa perulangan jenis gaya bahasa yang digunakan adalah gaya bahasa anaphora.

Gaya bahasa memiliki peranan yang sangat penting dalam cerita novel Sabtu Bersama Bapak. Gaya bahasa menjadi sarana penulisan, memberikan penekan tertentu pada masalah yang ingin disampaikan oleh penulis serta memperkuat kesan pembaca terhadap tokoh, peristiwa, konflik dan memperindah cerita yang ada di dalam novel.

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, M. (2017). Analisis Gaya Bahasa Pada Novel “Di Tepi Sungai Piedra Aku Duduk dan Menangis” Karya Paulo Coelho. Student Online Journal (SOJ) UMRAH-Keguruan dan Ilmu Pendidikan.Vol( 6).No 2.

Aminuddin. (2009). Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Argesindo.

Burhan, Nurgiyantoro. (2009). Penilaian Pengajaran Bahasa.Yogyakarta: BPFE Keraf, Gorys. (2008). Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Keraf. G. (2007). Argumentasi dan Narasi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Keraf, Gorys. (2004). Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Flores: Nusa Indah.

Mahsun. (2005). Metode penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya.

Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Nurdin, Ade dkk.( 2002). Intisari Bahasa dan Sastra Indonesia untuk Kelas 1,2,3 SMU.

Bandung: CV Pustaka setia.

Pratiwi. Erika.( 2016). Gaya Bahasa Retoris dan Kiasan dalam Berita Redaksiana di Trans 7 dan Rancangannya Terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Atas (SMA)(Skripsi). Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung Bandar Lampung.

Resti, Nurfaidah. (2019). Gaya Bahasa dalam Novel Hari Esok Masih Panjang Karya M.S. Noerna Sidharta. Jurnal Penelitian Balai Bahasa Bandung

Tarigan, Henry Guntur.( 2009). Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung : Angkasa.

Referensi

Dokumen terkait

pesertadidik,serta keutuhan karyasastra sehingga data digunakan dalam pembelajaran sastra di SMA. Berdasarkan hasil penelitian diatas, penelitidapatmemberikan saran