• Tidak ada hasil yang ditemukan

BALAGHAH USHLUB ITHNAB

N/A
N/A
Idris Nur Hikmah

Academic year: 2023

Membagikan "BALAGHAH USHLUB ITHNAB "

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

USHLUB ITHNAB DALAM AL QUR’AN Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

“Balaghah”

Dosen Pengampu : Drs. Umar Faruq, MM

Disusun oleh :

FAHRUDDIN FARUQ: 07040320119

IDRIS NUR HIKMAH: 07020320043

PRODI ILMU AL QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2022

(2)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil‘alamin, Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua, sehingga makalah ini dapat kami selesaikan tepat waktu.

Makalah tentang “Ushlub Ithnab dalam Al-Qur’an” ini penulis susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Balaghah.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis telah mendapatkan banyak bantuan dari berbagai pihak. Karena itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang membantu terutama kepada dosen pengampu Mata Kuliah Adabul bahtsi wal munadharah ini bapak Drs. Umar Faruq, MM, yang telah memberikan dukungan, dan kepercayaan yang begitu besar kepada penulis.

Meski demikian, penulis menyadari masih banyak sekali kekurangan dan kekeliruan di dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tanda baca, tata bahasa maupun dari pembahasannya, sehingga penulis secara terbuka menerima segala kritik dan saran positif dari pembaca.

Semoga dengan adanya makalah tentang “Ushlub Ithnab dalam Al-Qur’an” ini bisa bermanfaat dan menginspirasi kita semua.

Surabaya, 21 Juni 2022

Penulis

(3)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Balaghah merupakan salah satu cabang ilmu bahasa arab yang membahas tentang suatu ungkapan dari kehendak teks. Balagahah sendiri mempunyai peran komunikatif stimulus dan respon melalui kalimat yang tidak ambigu dan mampu mengungkapkan ide pembicara. Lebih luasnya ilmu balaghah sendiri adalah ilmu yang membahas cara menyusun kalimat yang baik dan mengandung nilai tinggi yang bertujuan untuk dapat berbicara dan menulis dengan teratur sesuai kondisi dan situasi dengan indah.1 Keindahan merupakan hal yang menonjol dari sifat sebuah tulisan, hal tersebut yang menjadikan sebuah tulisan atau tulisan menjadi istimewa dikalangan pembaca maupun para sastrawan. Lalu dari keistimewaan yang didapat dari sebuah ucapan atau tulisan tersebut berupa sebuah khayalan indah, gambaran halus, dan menyentuh penyerupaan bentuk-bentuk yang jauh dari beberapa hal. Balaghah sendiri merupakan salah satu komponen bahasa arab yang amat penting untuk memahami Al-qur’an, mengingat bahwa Al-qur’an sendiri menggunakan bahasa arab yang memiliki tingkat sastra berkualitas tinggi dibandingkan dengan bahsa arab biasa yang digunakan sehari-hari.

Tercatat dalam sejarah bahwasanya perkembangan sastra dan bahasa arab banyak dipengaruhi oleh Al-Qur’an yang membuat kehidupan bagsa arab sendiri juga berubah, hal tersebut dikarenakan alqur’an sendiri menjelaskan sisi kehidupan manusia yang tak seorangpun bisa meniru dan menandingi keindahan bahasa Al-Qur’an. Maka dari itu disamping Al-Qur’an sebagai kitab hidayah yaitu

1 Jurnal, Yuli Irsyadul Ibad, USLUB DIALOGIS KISAH NABI MUSA AS. DALAM AL-QUR’AN (Studi Analisis Balaghah Ijaz dan Ithnab dalam Percakapan pada Kisah Nabi Musa As. di dalam Al-Qur’an, hal 1.

(4)

berfungsi sebagai mu’jizat yang berbeda dari kitab sebelumnya yang hanya bersifat Hidayah.

Makalah ini membahas tentang al-ithnab yang merupakan salah satu gaya bahasa di dalam Al-Qur’an. Gaya bahasa sendiri mempunyai kedudukan dikarenakan mempunyai keistimewaan dan kekuatan pada sebagian kalam Allah Swt. Gaya bahasa itnab sendiri dalam al-qur’an sudah terbukti mempunyai keistimewaan tersendiri dan menjadikan sebagaian daripada unsur i’jaz Al-Qur’an melalui pertautan antara ilmu nahwu dan balaghah pada proses penafsiran berbagai makna tersirat diperlihatkan dan memberi kesan mendalam nan menyentuh sanubari setiap insan manusia agar mereka berfikir akan kebenaran daripada kitab Al-Qur’an.

B. Identifikasi Masalah

Kajian indetifikasi ithnab dalam Al-Qur’an dalam hal ini bukan dalam rangka mendekonstruksi teks Alqur’an, tetapi sebagai usaha dalam memahami pergulatan pemikiran dalam dunia Islam tentang kajian Alqur’an. Sebab Alqur’an secara logis merupakan bagian dari budaya Arab. Oleh sebab itu, secara gramatikal, Alqur’an pun mengikuti gramatikal Arab. Tetapi apakah Alqur’an harus mengikuti kaidah bahasa Arab atau tidak, terutama dalam hal majas, merupakan sebuah pertanyaan menarik. Perdebatan dalam hal ini menyentuh bagian dari keilmuan Islam, seperti para Ushuluyyin dan Lughawiyin. Perdebatan panjang yang disajikan, menentukan eksistensi bahasa sebagai media yang harus tetap dijaga dan dicurigai, tentunya dengan konteks dan kompleksitas munculnya bahasa itu sendiri.

C. Rumusan Masalah

(5)

Dari keterangan latar belakang masalah diatas perlu adanya rumusan masalah untuk memudahkan penulisan, maka dibuat rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apa dan bagaimana pengertian serta devinisi dari Ushlub dan Ithnab sendiri ? 2. Bagaimana macam- macam serta contoh Ushlub Ithnab dalam al-qur’an ? 3. Faidah-faidah apa saja yang terdapat dalam Ushlub Ithnab ?

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian terhadap Ushlub Ithnab dalam Al-Qur’an adalah :

1. Untuk memahami pengertian Ushlub dan Ithnab dalam al-Qur’an 2. Untuk mengetahui macam-macam Ushlub dalam al-Qur’an

3. Untuk mengetahui faidah-faidah dari Ushlub Ithnab dalam Al-Qur’ an E. Kajian Pustaka

Dalam kajian pustaka ini terdapat sejumlah referensi yang berkaitan dengan pembahasan Ushlub Ithnab dalam Al-Qur’an, antara lain:

1. Balaghah karya DR. Hj. Rumadani Sagala, M.Ag yang diterbitkan oleh Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Institut Agama Islam Negeri Raden Intan Lampung pada tahun 2016 (cetakan pertama).

2.

F. Outline

BAB I Pendahuluan

1. Latar Belakang Masalah 2. Identifikasi Masalah 3. Rumusan Masalah 4. Tujuan Masalah

(6)

5. Outline BAB II

1. Pengertian Ushlub 2. Kriteria Ushlu yang baik 3. Pembagian Ushlub 4. Pengertian Ithnab 5. Pembagian Ithnab BAB III

Ushlub Ithnab dalam Al-Qur’an BAB IV

Analisis BAB V 1. Penutup 2. Saran

(7)

BAB II

KONSEP USHLUB ITHNAB A. Pengertian Ushlub

Uslub berasal dari kata salaba – yaslubu – salban yang berarti merampas, merampok dan mengupas. Kemudian terbentuk kata uslub yang berarti jalan, jalan di antara pepohonan dan cara mutakallim dalam berbicara (menggunakan kalimat).2

Uslub dalam bahasa Indonesia disebut gaya bahasa, yaitu pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis, baik itu kaitannya dengan tulisan sastra maupun tulisan kebahasan (linguistik). Demikian pula dapat didefinisikan sebagai cara yang khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulis atau lisan.3

Menurut Daman Huri, ushlub adalah makna yang terkandung pada kata-kata yang terangkai sedemikian rupa sehingga lebih cepat mencapai sasaran kalimat yang dikehendaki dan lebih menyentuh jiwa para pendengarnya. Ushlub juga dikenal dengan gaya bahasa.4

Muhammad Mansyur dan Kustuawan dalam buku panduan terjemah mengatakan bahwa gaya bahasa adalah metode yang ditempuh penulis atau pembicara dalam redaksinya untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya kepada para pembaca atau pendengarnya.5

Dari beberapa definisi ushlub yang telah dipaparkan di atas dapat dikatakan bahwa ushlub adalah metode yang dipilih pembicara atau penulis di dalam menyusun redaksinya untuk mengungkapkan suatu tujuan dan makna, sehingga

2 Munawwir Abdul Fattah dan Adib Bisyri, Kamus al-Bisyri, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1999), 335

3 Tim Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), 297.

4 Daman Huri, Balghah: Ilmu Bayan, ((2) Balaghah : Ilmu Bayan | daman huri - Academia.edu).

5 Mohammad Mansyur dan Kustiawan, Panduan Terjemah(Jakarta: PT. Moyo Segoro Agung, 2002), hlm. 59.

(8)

dapat mencapai sasaran kalimat yang dikehendaki dan menyentuh jiwa pendengarnya.

B. Kriteria Ushlub yang Baik

Uslub yang baik adalah uslub yang efektif-sesuai definisi di atas- yaitu uslub dapat menimbulkan efek psikologis, bahkan artistik (keindahan) sehingga dapat menggerakkan jiwa mukhatab (pendengar) untuk merespon perkataan atau reaksi perbuatan atau keduanya, sesuai dengan keinginan mutakallim (pembicara).

Uslub yang efektif harus memenuhi dua kriteria, yaitu: bernilai fashahah, sebagaimana telah dijelaskan oleh pemakalah sebelumnya dan sesuai dengan situasi kondisi. Jadi, ushlub yang efektif atau uslub yang bernilai balaghah adalah uslub yang fasih, serta sesuai dengan satu atau lebih aspek situasi ucapan, yaitu:

1. Tujuan, artinya tujuan apa yang diinginkan mutakallim dari mukhatab dengan uslubnya tersebut. Tujuan ini harus bersifat jalil.

2. Mutakallim dan mukhatab, artinya perlunya diperhatikan siapa berbicara dengan siapa, apa status dan peranan masing-masing dalam komunikasi yang bersangkutan, latar belakang pendidikan, cara berfikir dan sebagainya.

3. Uslub yang disampaikan mutakallim sesuai dengan tempat dan waktu ucapan, termasuk latar belakang fisik dan lingkungan sosial yang dapat membantu pembaca atau pendengar dalam memahami dengan jelas apa yang dimaksud oleh mutakallim.

Ketiga kriteria tersebut sebaiknya diperhatikan pula oleh pembaca atau pendengar, misalnya dalam uslub sehari-hari:

فصنلاو ةثلاثلا نلآا ةعاسلا

(9)

Uslub tersebut dalam kondisi tertentu bisa jadi tidak dimaksudkan sebagai

“pemberitahuan bahwa sekarang pukul 15.30”, tetapi dimaksudkan sesuai dengan situasi dan kondisi seperti berikut:

a. Jika dikatakan oleh seorang ustadz kepada seorang mua’adzin menjelang datangnya waktu asar, maka kalimat tersebut bermakna “meminta mu’adzin untuk segera ber-adzan”.

b. Jika dikatakan oleh seorang pegawai kantor kepada temannya yang masih sibuk bekerja, maka bertujuan “mengingatkan bahwa waktu bekerja telah usai” atau “mengajak temannya untuk pulang bersama-sama sesuai dengan janji yang telah dibuat sebelumnya”.6

C. Macam-macam Ushlub 1. Ushlub Ilmiah

Uslub ilmiah merupakan uslub yang paling mendasar dan paling banyak membutuhkan logika yang sehat serta pemikiran yang lurus dan jauh dari khayalan syair. Karena uslub ini berhadapan dengan akal dan berdialog dengan pikiran serta menguraikan hakikat ilmu yang penuh ketersembunyian dan kesamaran. Kelebihan yang paling menonjol dari uslub ini adalah kejelasannya.

Dalam uslub ini harus jelas faktor kekuatan dan keindahannya. Kekuatannya terletak pada kejelasan dan ketepatannya dalam argumentasinya. Sedangkan keindahannya terletak pada kemudahan ungkapannya, kejernihan tabiat dalam memilih kata-katanya dan bagusnya penetapan makna dari berbagai segi kalimat yang cepat dipahami. Untuk uslub ini sebaiknya dihindari pemakaian kata atau kalimat majaz, permainan kata dan badi’ yang dibagus-baguskan kecuali bila tidak

6 Hidayat, Al-Balaghah lil-Jami’ Wasy-Syawahid Min Kalamil Badi’, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2002), hlm. 53.

(10)

diprioritaskan dan tidak sampai menyentuh salah satu prinsip atau karakteristik uslub ini.

Jadi, uslub ini harus memperhatikan pemilihan kata-kata yang jelas dan tegas maknanya serta tidak mengandung banyak makna, jauh dari aspek subjektif dan emotif. Kata-kata tersebut dirangkai dengan mudah dan jelas sehingga makna kalimatnya mudah ditangkap serta tidak menimbulkan banyak perbedaan penafsiran makna dari kalimat tersebut.

Biasanya uslub ini digunakan dalam buku- buku berwacana ilmiah, buku kuliah, sekolah dan pendidikan.

2. Ushlub Adabi (Sastra)

Keindahan merupakan salah satu sifat dan kekhasan yang paling menonjol dari uslub ini. Sumber keindahannya adalah khayalan yang indah, imajinasi yang tajam, persentuhan beberapa titik keserupaan yang jauh di antara beberapa hal, dan pemakaian kata benda atau kata kerja yang konkret sebagai pengganti kata benda atau kata kerja yang abstrak. Secara garis besar uslub ini harus indah, menarik inspirasinya, sangat subjektif, karena ia merupakan merupakan ungkapan jiwa pengarangnya, sasaran uslub ini adalah aspek emosi bukan logika. Karena uslub ini digunakan untuk memberikan efek perasaan pembaca atau pendengar.

Oleh karena itu relevansi yang erat dengan jiwa pengarang dan mengesampingkan teori ilmiah, argumentasi logis, terminologis ilmiah adalah pedomannya.

Sebagai contoh Al Imam Abu Abdillah Al Bushiri mengungkapkan tanda- tanda cinta yaitu merahnya pipi dan pucatnya wajah dengan bunga dalam syair di bawah ini:

(11)

مقّسلاو عمدلا لودع كيلع هب & َ تدهش ام دعب اّبح ركنت فيكف منعلاو كيّدخ ىلع راهبلا لثم & نىضو ةبرع يّطخ دجولا تبثأو

Artinya “ apakah engkau akan mengingkari gelora cintamu? Setelah derasnya kucuran air mata dan berbagai macam penyakit telah membuktikan adanya gelora cintamu. Dan apakah engkau akan mengingkari rasa cintamu? Setelah kesedihan karena gelora asmara telah menetapkan dua tanda yang terang pada pipimu yaitu merahnya pipimu laksana bunga mawar merah dan pucatnya wajahmu laksana bunga mawar putih. Maka setiap orang memandangmu pasti mengetahui bahwa ada cinta di wajahmu.”7

3. Ushlub Khitabi (retorika)

Retorika merupakan salah satu seni yang berlaku pada bangsa arab .Hal yang paling menonjol dalam uslub ini adalah ketegasan makna dan redaksi, ketegasan argumentasi dan data, serta keluasan wawasan. Dalam uslub ini seorang pembicara dituntut dapat membangkitkan semangat dan mengetuk hati para pendengarnya. Keindahan dan kejelasan uslub ini memiliki peran besar dalam mempengaruhi dan menyentuh hati. Di antara yang memperbesar peran uslub ini adalah status si pembicara dalam pandangan para pendengarnya, penampilannya, kecemerlangan argumentasinya, kelantangan dan kemerduan suaranya, kebagusan penyampaiannya dan ketepatan sasarannya.

Kelebihan lain yang menonjol dalam uslub ini adalah pengulangan kata atau kalimat tertentu, pemakaian sinonim, pemberian contoh masalah, pemilihan kata- kata yang tegas dan hendaknya kalimat penutupnya menggunakan kalimat yang

7 Muhammad ‘Athiq Nur Ar-Robbani, Tabridul Burdah Fi Tarjamati Matni Al Burdah, (Sarang: Albarakah, 2007), hlm.2-3

(12)

tegas serta meyakinkan. Baik sekali uslub ini bila diakhiri dengan pergantian gaya bahasa dari kalimat berita menjadi kalimat tanya, kalimat berita yang menyatakan kekaguman atau keingkaran.

D. Pengertian Ithnab

Kajian Definisi itnab secara bahasa dari lafal

بانطإ

yang berbentuk masdar

dari lafal artinya yang

( بانطإ ,بنطي بنطأ )

yang berarti berurutan. secara istilah sendiri ithnab mempunyai banyak definisi dari perbedaan pendapat yang dikemukakan oleh para ahli sastra seperti Ali Al-jarimi dan musthofa Amin mendefinisikan “menambahkan suatu lafazd atas sesuatu makna karena tujuan tertentu”.8

Dari beberapa definisi yang diungkapkan oleh beberapa ahli diatas bahwasanya pada intinya Ithnab sendiri merupakan penyampaian makna yang menggunakan ungkapan yang lebih panjang atau lebih banyak dari pada aslinya dengan tujuan tertentu.

E. Pembagian ithnab

Itnab sendiri mempunyai beberapa macam jenis dan tentunya mempunyai fungsi yang berbeda pula, berikut pembagian beserta contohnya:

1. Dzikr al-Khas ba’da al’am

Dzikr al-Khas ba’da al’am merupakan suatu penyampaian pesan dengan menyebut suatu kekhusususan sesudah menyampaikan makna umum dengan tujuan memberi perhatian pada makna yang khusus. Misalnya seperti pada Q.S Al-Qadr [97]: 4 yaitu:

8 Al-Tadabbur: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Lukman, Achmad Abu Bakar, Mardan, Kaidah-Kaidah Kemukjizatan Al-Qur’an Berhubungan dengan Al-Ijaz (Ringkasan) dan Wa Al-Itnab (Berurutan) dalam Al- Qur’an, hal 8.

(13)

رْمَا ِّلُك ْنِم ْۚ

ْمِِّبَّر ِنْذِِبِ اَهْ يِف ُحْوُّرلاَو ُةَكِٕى ٰۤ

لَمْلا ُلَّزَ نَ ت

“Pada malam itu turun para malaikat dan Ruh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur semua urusan.”

Ayat diatas Allah Swt berfirman dengan menyebut kata Ar-ruh secara khusus yang seharusnya sudah tercakup secara umum pada malaikat. Maka dari itu dapat dikatakan bahwa kata tersebut merupakan tambahan. Hal tersebut merupakan sebuah penghormatan pada malaikat jibril yang seakan seperti jenis yang lain.9 2. Dzikr al ‘Am Ba’da al-Khas

Dzikr al ‘Am Ba’da al-Khas atau penyebutan lafazd umum setelah lafazd khusus yang bertujuan untuk menunjukan makna umum dikarenakan suatu tekanan pada makna khusus. Berikut contohnya terdapat pada Q. S Nuh [71]: 28 :

ِت نِم ۡؤُم ۡ

لا َو َ ۡیِۡنِم ۡؤُمۡلِل َّو اًنِمۡؤُم َیِتۡيَ ب َلَخَد ۡنَمِل َو َّیَدِلاَوِل َو ۡیِل ۡرِفۡغا ِّبَر َو ؕ

َل َت ِدِز

اًراَبَ ت َّلِا َ ۡیِۡمِل ّظلا

“Ya Tuhanku, ampunilah aku, ibu bapakku, dan siapa pun yang memasuki rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan.Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kehancuran.”

Ayat diatas merupakan bagian terakhir yang mengisahkan dakwah nabi Nuh As yang berhubungan dengan ayat sebelumnya. Ketika nabi Nuh menekan dakwahnya dengan menunjukan bukti bahwa hanya Allah Swt yang maha esa, namun kaum yang didakwahi oleh beliau malah menentangnya lalu berakhir dengan Nabi Nuh yang murka dengan menyebut kejelekan perbuatan mereka.

9 Ibid, hal 9

(14)

Allah Swt pun menyebut mereka berhak masuk neraka serta mendapatkan kebinasaan di dunia dan diakhiri dengan permohonan ampun dari Nabi Nuh untuk dirinya, keluarga dan orang-orang yang beriman.

Ayat diatas menyebutkan lafazd al-mukminin dan al-mukminat yang merupakan kata umum dan dianggap sebagai tambahan yang sebelumnya merupakan makan khusus. Tambahan tersebut bertujuan untuk menunjuan makna khusus sudah tercakup oleh makna umum dengan memberikan perhatian lebih pada makna khusus yang disebut dua kali.10

3. Al-Idhah ba’da al-Ibham

Al-Idhah ba’da al-Ibham yakni menjelaskan hal yang sebelumnya bersifat samar untuk memperjelas makna yang diperoleh. Salah satu contoh dalam Al- Qur’an Q.S Al-Hijr[15]: 66:

َْیِۡحِبْصُّم ٌعْوُطْقَم ِءٰۤ َلُؤٓ ه َرِباَد َّنَا َرْمَْلا َكِل ذ ِهْيَلِا ٓاَنْ يَضَقَو

“Dan telah Kami tetapkan kepadanya (Lut) keputusan itu, bahwa akhirnya mereka akan ditumpas habis pada waktu subuh.”

Ayat diatas mengisahkan tentang Nabi Luth As beserta kaumnya, lalu pada ayat diatas terdapat kata yang mubham atau belum jelas tepatnya pada al-amr, namun kejelasan diperoleh pada penjelasan sesudahnya yaitu pada penjelasan

“yaitu bahwa mereka akan ditumpas habis diwaktu subuh”.11 4. Al-Tikrar

At-Tikrar merupakan pengulangan kalimat untuk mencapai suatu tujuan.

Berikut merupakan salah satu contoh di dalam Al-Qur’an Q.S Yusuf [12]: 4 :

ِْلِ ْمُهُ تْ يَاَر َرَمَقْلاَو َسْمَّشلاَّو اًبَكْوَك َرَشَع َدَحَا ُتْيَاَر ْ ِّنِّا ِتَبَٓ يٰ ِهْيِبَِل ُفُسْوُ ي َلاَق ْذِا َنْيِدِج س

10 Dr. Mahdir Muhammad, MA . Jurnal ESENSITAS PEMBELAJARAN BALAGAH AL- QUR-AN, hal 89.

11 Ibid, hal 89

(15)

(Ingatlah), ketika Yusuf berkata kepada ayahnya, “Wahai ayahku! Sungguh, aku (bermimpi) melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku.”

Ayat diatas terdapat dua kata yang diulangi pada lafazd

ُتْيَا َر

yang digunakan untuk menegaskan dan menguatkan mimpi yang dialami Nabi Yusuf. As, hal tersebut bertujuan terdapat keteraturan kata.12Sedangkan

ْمُهُتْيَا َر

sendiri bertujuan untuk menguatkan redaksi sebelumnya. Penggunaan kata tersebut bertujuan untuk menceritakan kisah mimpi yang dialami Nabi Yusuf. As sebagai pengulangan juga sebagai penguat pennjelasan pertama.13

5. Al-I’tiradh

Al-I’tiradh yaitu menyisipkan satu kalimat satu kalimat atau lebih pada satu kata atau dua kata. Contoh dari Al-I’tiradh dalam Al-Qur’an yaitu pada Q.S Yusuf [12]: 24

هِب ْتََّهَ ْدَقَلَو ۙ ؕ

َّمَهَو اَِبّ

ْۚ

َٓلْوَل ْنَا ى اَّر َناَهْرُ ب هِّبَر ۙ ؕ َكِل ذَك َفِرْصَنِل ُهْنَع

َء ٰۤ لا

ْوُّس

َءٰۤاَشْحَفْلاَو

Dan sungguh, perempuan itu telah berkehendak kepadanya (Yusuf). Dan Yusuf pun berkehendak kepadanya, sekiranya dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, Kami palingkan darinya keburukan dan kekejian.

Sungguh, dia (Yusuf) termasuk hamba Kami yang terpilih.

Ayat diatas merupakan ayat kedua yang menjelaskan tentang Nabi Yusuf dan istri Al-Aziz yang menggodanya. Lalu bentuk kalimat i’tiradh sendiri di atas terdapat pada

ََۗءْۤاَشْحَفْلا َو َء ْْۤوُّسلا ُهْنَع َف ِرْصَنِل

yaitu sebagai penetapan bahwasanya

12 Abdul Rohman, Wildan Taufiq. Jurnal Ilmu Ma'ani dan Peranannya dalam Tafsir, hal 96

13 Ibid, hal 97

(16)

Nabi Yusuf mengambil sikap pandai dalam menjaga kesucian diri. Lalu penjelasan ayat sedemikian rupa menunjukan bahwa perbuatan buruk telah dihindarkan darinya.14

6. Tadzyil

tadzyil sendiri adalah memberikan tambahan, yaitu menyertakan tambahan redaksi dengan redaksi lainya yang mencangkup kepada maknanya guna memperkuat penjelasan pertama atau pemahamanya. Contoh yang terdapat di Al- Qur’an pada Q.S Al-Isra [17]: 81

َقَهَزَو ُّق َۡلۡا َءٓاَج ۡلُقَو ُلِطاَب لا ۡ

ؕ َّنِا َلِطاَب لا ۡ َناَك اًق ۡوُهَز

“Dan katakanlah, "Kebenaran telah datang dan yang batil telah lenyap."

Sungguh, yang batil itu pasti lenyap.”

Ayat tersebut terdapat pada rumpun penjelasan tentang fungsi sholat dan Al- Qur’an untuk kehidupan manusia, lalu tiga ayat sebelumnya menjelaskan tentang waktu sholat yang harus diperhatikan pada pelaksanaan sholat dan ayat selanjutnya menjelaskan khasiat Al-Qur’an sebagai obat penyakit yang ada pada dada manusia.

Ibnu Asyur memaparkan bahwasnya kredaksi diatas merupakan salah satu bentuk tadzyil yang sebelumnya redaksi dituangkan dalam bentuk umum, sehingga kejelekan yang dimaksut mencangkup semua kejelekan yang ada setiap masa. 15

7. Al-Ihtiras

Al-Ihtiras atau menyempurnakan, digunakan seseorang penutur untuk menjaga dirinya dari kesalah pahaman dengan cara menambahkan kalimat lain. Dalam

14 Muhammad Bachrul Ulum. Jurnal Perifrasa dalam Retorika Presiden Mahmoud Abbas (Studi Balaghah Perspektif Politik), hal 221.

15 Ibid, hal 222.

(17)

istilah Al-Hasyimi disebut juga At-Takmil yang berguna untuk mendatangkan maksud lain sebagai bentuk pembandingnya setelah ucapan yang dilontarkan sebelumnya kurang bisa dipahami.16 Contoh pada Al-Qur’an pada QS. Maidah [5]: 54

هِنْيِد ْنَع ْمُكْنِم َّدَتْرَّ ي ْنَم اْوُ نَم ا َنْيِذَّلا اَهُّ يَٓ يٰ

ؕ هَنْوُّ بُِيَُّو ْمُهُّ بُِّيُّ مْوَقِب ُ ّللّا ىِتَْيَ َفْوَسَف ٓۙ ؕ

ةَّلِذَا

ىَلَع َْیِۡنِمْؤُمْلا ةَّزِعَا

ىَلَع َنْيِرِف كْلا

“Wahai orang-orang yang beriman! Barangsiapa di antara kamu yang murtad (keluar) dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum, Dia mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, dan bersikap lemah lembut terhadap orang-orang yang beriman, tetapi bersikap keras terhadap orang-orang kafir.”

Pada potongan ayat diatas yang berbunyi

َْیِۡنِمْؤُمْلا ىَلَع ةَّلِذَا

kurang dipahami karena menunjukan sebuah kelemahan mereka, akan tetapi hal tersebut menjadi jelas ketika ada redaksi setelahnya yaitu

َنْيِرِف كْلا ىَلَع ةَّزِعَا .

17

16 Ibid, hal 222.

17 Ibid, hal 222.

(18)

BAB III

Al ithnab dalam Al-quran

Dalam Al-Qur’an kandungan ithnab sendiri banyak ditemukan ketika diadakannya sebuah penelitian terhadap analisis suatu ayat Al-Qur’an. Salah satunya ayat yang mengisahkan nabi musa seperti pada QS. Al-A’raf ayat ke-142:

هِّبَر ُتاَقْ يِم َّمَتَ ف رْشَعِب اَه نْمَْتَْاَّو ًةَلْ يَل َْیِۡث لَ ث ى سْوُم َنَْدَع وَو ٓۙ ؕ

َْیِۡعَبْرَا ًةَلْ يَل َقَو ْۚ

ِْفِ ِْنِْفُلْخا َنْوُر ه ِهْيِخَِل ى سْوُم َلا

َنْيِدِسْفُمْلا َلْيِبَس ْعِبَّتَ ت َلَو ْحِلْصَاَو ْيِمْوَ ق

“Dan Kami telah menjanjikan kepada Musa (memberikan Taurat) tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi), maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan Tuhannya empat puluh malam.

Dan Musa berkata kepada saudaranya (yaitu) Harun, “Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku, dan perbaikilah (dirimu dan kaummu), dan janganlah engkau mengikuti jalan orang-orang yang berbuat kerusakan.”

Lalu redaksi selanjutnya terdapat pada QS tahaa ayat 68 seperti berikut:

ى لۡعَ ۡلا َتۡنَا َكَّنِا ۡفََتَ َل اَنۡلُ ق

Kami berfirman, "Jangan takut! Sungguh, engkaulah yang unggul (menang).

(19)

BAB IV ANALISIS

a. Redaksi pertama

Dalam redaksi pertama diketahui pada lafadz

َْیِۡعَبْرَا

yang sebelumnya terdapat kalimat

رْشَعِب اَه نْمَْتَْاَّو ًةَلْ يَل َْیِۡث لَ ث .

imam azarkasyi memiliki pendapat bahwa Allah Swt mengulang lafadz

َْیِۡعَبْرَۙ ا

walau sudah diketahui sebelumnya ada lafadz

َْیِۡث لَ ث

dan

رْشَعِب

yang bermakna empat dan sepuluh. Akan tetapi Allah Swt

menamnbahkan empat puluh untuk menhilaangkan kesalahan penafsiran lalu menguatkan bahwa yang dimaksud adalah empat puluh bukan tiga puluh atau sepuluh. Pendapat tersebut merupakan termasuk ithnab dikarenakan mmeperjelas suatu yang samar untuk menghindari kesalahan penafsiran.18

b. Redaksi kedua

Pada redaksi yang kedua surat tahaa ayat 68 terdapat dhomir mutasil

َك

dan

dhomir munfashil

َّنِا

sebelumnya, lalu setelahnya terdapat dhomir munfashil

َتۡنَا

yang berrati sama artinya pada dhomir sebelunya yaitu engkau dan ditujukan pada Nabi Musa As. Tujuan pengulangan tersebut mrupakan penguatan serta

18 Jurnal, Yuli Irsyadul Ibad, USLUB DIALOGIS KISAH NABI MUSA AS. DALAM AL-QUR’AN (Studi Analisis Balaghah Ijaz dan Ithnab dalam Percakapan pada Kisah Nabi Musa As. di dalam Al-Qur’an, hal 56

(20)

menetapkan hati lalu memberikan ketenangan pada Nabi Musa As, sedangkan ithnab ini tergolong ithnab tikror yang berarti pengulangan.19

19 Jurnal, Yuli Irsyadul Ibad, USLUB DIALOGIS KISAH NABI MUSA AS. DALAM AL-QUR’AN (Studi Analisis Balaghah Ijaz dan Ithnab dalam Percakapan pada Kisah Nabi Musa As. di dalam Al-Qur’an, hal 57

(21)

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN

Ithnab secara etimologi adalah mashdar yang barasal dari fi’il

ب نط

yang

berarti memanjangkan atau memperbanyak. Sedangkan pengertian ithnab secara terminologi adalah menyampaikan suatu makna atau pesan dengan menggunakan ibarat atau ungkapan yang lebih panjang ataupun lebih banyak dari pada makna aslinya dengan tujuan tertentu. Macam-macam ithnab: 1) Dzikr al-Khas Ba’da al’Am 2) Dzikr al ‘Am Ba’da al-Khas 3) Al-Idhah ba’da al-Ibham 4) Al-Takrir Lighardin 5) Al-i’tiradh, 6) Tadyzl, 7) Al-Ihtiras.

B. SARAN

Demikianlah makalah yang dapat peneliti paparkan. Tak lupa permohonan maaf kami haturkan atas kekhilafan-kekhilafan dalam makalah ini. Kritik dan saran sangat peneliti harapkan demi kesempurnaan makalah ini pada khususnya, dan makalah selanjutnya pada umumnya.Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Referensi

Dokumen terkait

TOWARDS CONSUMER PURCHASE DECISION: CASE STUDY OF SOUR SALLY AND TUTTI FRUTTI AT SENAYAN CITY By ANTHONY TANNER A Bachelor’s Thesis Submitted to the Faculty of BUSINESS