• Tidak ada hasil yang ditemukan

BE 1 Ahmad Fahmi Nur Irfani

N/A
N/A
AHMAD FAHMI NUR IRFANI

Academic year: 2025

Membagikan "BE 1 Ahmad Fahmi Nur Irfani"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

i

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU UKUR WILAYAH

Penguntingan dan Profil

Oleh NAMA : Ahmad Fahmi Nur Irfani NIM : 215100200111021

KELOMPOK : BE 1

ASISTEN : Wulandari Putri Budiyono

Alifia Rossa Amelia Hafizh Razan Hidayat Amanda Hannysa Putri D Isma Syawla Lazuardy Ariya Ratana Teja G Kanaya

Choirunnisa Hamidah A Randi Ilham Rahmandita Diva Al Khansa Wulandari Putri Budiyono Edi Suranta Sembiring Yuandini Kartika Wening

LABORATORIUM TEKNIK SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN DEPARTEMEN TEKNIK BIOSISTEM

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2024

(2)

ii DAFTAR ISI

COVER ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 2

2.1. Pengertian Penguntingan ... 2

2.2. Fungsi Penguntingan ... 2

2.3. Pengertian Profil ... 3

2.4. Fungsi Profil ... 3

2.5. Bagian-Bagian Penguntingan/Waterpass/Auto level ... 4

2.6. Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan Saat Pelaksanaan Penguntingan ... 4

2.7. Aplikasi dalam Bidang Keteknikan Pertanian ... 5

BAB III METODOLOGI ... 6

3.1 Alat Bahan Beserta Fungsi... 6

3.2 Gambar Alat Bahan ... 6

3.3 Cara Kerja ... 7

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 9

BAB V PENUTUP ... 12

DAFTAR PUSTAKA ... 13

DAFTAR PUSTAKA TAMBAHAN... 14

LAMPIRAN ... 15

LAMPIRAN TAMBAHAN ... 31

LAMPIRAN ACC DHP ... 33

REVIEW VIDEO MATERI ... 34

(3)

iii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Unting-unting... Error! Bookmark not defined.

Gambar 3.2 Rambu ... Error! Bookmark not defined.

Gambar 3.3 Roll Meter ... Error! Bookmark not defined.

Gambar 3.4 Kaki tiga ... Error! Bookmark not defined.

Gambar 3.5 Pesawat pengunting ... Error! Bookmark not defined.

Gambar 3.6 Payung ... Error! Bookmark not defined.

Gambar 3.7 GPS ... Error! Bookmark not defined.

(4)
(5)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengukuran beda tinggi permukaan tanah dapat dilakukan dengan metode levelling atau sipat datar. Ilmu ukur tanah merupakan cabang dari geodesi yang khusus mempelajari sebagian kecil permukaan bumi melalui survei untuk menghasilkan peta. Survei dilakukan untuk mendapatkan posisi horizontal (x,y) dan vertikal (z) dari detail alam maupun buatan manusia.

Geodesi memiliki cakupan yang lebih luas, tidak hanya pemetaan dan penentuan posisi di darat, tetapi juga di udara dan laut untuk berbagai keperluan, termasuk analisis, pengambilan keputusan, dan perhitungan statistik. Untuk area terbatas, unsur kelengkungan bumi dapat diabaikan, sehingga sistem proyeksi yang digunakan adalah proyeksi orthogonal, di mana sinar proyektor sejajar dan tegak lurus bidang proyeksi. Pada zaman Mesir Kuno, pemetaan tanah dilakukan untuk perpajakan atau kadaster. Setelah Perang Dunia I dan II, pengukuran tanah berkembang seiring kemajuan teknologi dan informasi, dengan peralatan otomatis dan elektronik serta pengolahan data komputerisasi.

Waterpass adalah alat ukur tanah yang digunakan untuk mengukur tinggi objek antara titik- titik berdekatan dengan garis visir horizontal ke rambu ukur vertikal. Peralatan yang digunakan meliputi waterpass, statip, unting-unting, payung, rambu ukur, meteran, paku, palu, cat, dan kuas kecil. Ketelitian pembacaan rambu ukur sangat penting untuk mendapatkan pengukuran yang baik, serta cara memegang rambu secara vertikal. Kesalahan dapat terjadi karena kurangnya ketelitian pembacaan, angin yang mengganggu rambu, dan lain-lain. Dengan kemajuan teknologi komunikasi seperti ponsel, fungsi ponsel dapat ditambahkan dengan alat dan fitur lain untuk memperluas penggunaannya.

1.2 Tujuan

1. Untuk mengetahui beda tinggi suatu lahan dan juga jarak dengan metode penguntingan.

2. Dapat membuat profil dari hasil pengukuran serta terperinci dari kenaikan dan penurunan suatu lahan.

(6)

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Penguntingan

Pengukuran tinggi dengan metode sipat datar atau waterpass merupakan metode yang paling akurat dibandingkan metode lainnya. Tinggi suatu objek di permukaan bumi diukur dari bidang referensi yang ketinggiannya dianggap nol. Dalam geodesi, bidang referensi tersebut disebut geoid, yaitu bidang ekuipotensial yang berimpit dengan permukaan air laut rata-rata (mean sea level) atau disebut bidang nivo. Bidang-bidang ini selalu tegak lurus dengan arah gaya berat di setiap titik di permukaan bumi. Pada setiap pekerjaan pengukuran tinggi, alat yang didirikan di atas suatu titik di permukaan bumi harus selalu searah dengan gaya berat. Beda tinggi antara dua titik di permukaan bumi dihitung berdasarkan selisih antara pembacaan benang tengah pada rambu belakang dikurangi pembacaan pada rambu depan dengan menggunakan peralatan waterpass yang dilengkapi dengan tripod, rambu ukur, dan meteran. Inilah prinsip dasar pengukuran tinggi dengan waterpass untuk mengukur beda tinggi antara dua titik di permukaan bumi (Ridho, 2023).

Metode sipat datar atau waterpass merupakan metode pengukuran tinggi yang paling akurat dibandingkan metode lainnya. Tinggi suatu objek di permukaan bumi diukur dari bidang referensi yang ketinggiannya dianggap nol. Dalam ilmu geodesi, bidang referensi ini disebut geoid, yaitu bidang ekuipotensial yang berimpit dengan permukaan air laut rata-rata (mean sea level). Beda tinggi antara dua titik di permukaan bumi dihitung dengan mengurangi pembacaan benang tengah pada rambu belakang dengan pembacaan pada rambu depan, menggunakan peralatan waterpass yang dilengkapi dengan tripod, rambu ukur, dan meteran (Giovani, 2023).

Menurut (Latif et al., 2024) Secara teoretis, metode sipat datar merupakan metode pengukuran beda tinggi yang paling akurat dibandingkan metode-metode lain. Namun, pemilihan metode pengukuran ditentukan oleh beberapa faktor seperti tujuan pengukuran, tingkat ketelitian yang diinginkan, serta ketersediaan peralatan. Seiring perkembangan teknologi, peralatan di bidang pengukuran terus mengalami kemajuan. Oleh karena itu, setiap peralatan baru perlu dikaji tingkat ketelitian dan efisiensinya agar dapat dimanfaatkan dengan optimal.

2.2. Fungsi Penguntingan

Pengukuran berfungsi untuk menentukan satuan dari suatu luasan atau panjang objek yang diukur. Ilmu ukur tanah merupakan disiplin ilmu, teknik, dan seni yang mencakup semua metode untuk mengumpulkan dan mengolah informasi tentang permukaan bumi yang dianggap sebagai bidang datar, sehingga dapat menentukan posisi titik-titik di permukaan bumi. Titik-titik tersebut kemudian dapat disajikan dalam bentuk peta. Pemetaan merupakan proses, cara, atau kegiatan pembuatan peta, termasuk kegiatan pemotretan melalui udara yang bertujuan untuk menghasilkan citra atau gambaran yang baik tentang suatu daerah (Christyaningrum, 2019).

Menurut (Ramdani et al., 2015) selain menggunakan metode leveling terestrial atau sipat datar, pengukuran tinggi juga dapat dilakukan dengan metode leveling alternatif menggunakan GNSS (Global Navigation Satellite System) untuk mendapatkan tinggi orthometrik. Metode sipat datar merupakan sistem pengukuran yang akurat, di mana prosedur dan peralatan yang digunakan menghasilkan kesalahan sistematis yang terbatas. Namun, kesalahan acak dapat terjadi dalam pengukuran sipat datar yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti variasi refraksi, getaran alat karena tiupan angin, dan lain sebagainya. Kesalahan ini terkait dengan redundansi pengukuran dan dapat diminimalisir melalui proses perataan kuadrat terkecil.

(7)

3

Pengukuran sipat datar merupakan metode penentuan ketinggian dari sejumlah titik atau pengukuran perbedaan elevasi. Tujuannya adalah untuk mencari beda tinggi antara dua titik yang diukur. Sementara itu, pengukuran beda tinggi dengan metode trigonometris pada prinsipnya mengukur jarak langsung (jarak miring), tinggi alat, tinggi benang tengah rambu, dan sudut vertikal (zenith atau inklinasi) yang kemudian direduksi menjadi informasi beda tinggi dengan menggunakan alat theodolite (Usman, 2016).

2.3. Pengertian Profil

Potongan melintang adalah representasi penampang bangunan yang sejajar atau tegak lurus terhadap jalur utama bangunan tersebut. Seringkali, istilah potongan melintang dan memanjang ditunjukkan melalui notasi atau tanda pada gambar denah, di mana setidaknya terdapat dua notasi potongan yang berlawanan, yang disebut sebagai potongan melintang dan potongan memanjang. Namun, pengertian dari istilah ini dapat berbeda tergantung pada tata letak bangunan yang dimaksud. Jadi, potongan melintang memberikan gambaran penampang bangunan pada arah yang tegak lurus terhadap jalur utamanya (Anggraini, 2018).

Garis kontur juga dikenal dengan sebutan garis tranches, garis tinggi, atau garis tinggi horizontal. Dalam kartografi, garis kontur menghubungkan titik-titik yang memiliki ketinggian atau elevasi yang sama di atas suatu bidang referensi tertentu, seperti permukaan laut rata-rata. Peta kontur adalah peta yang menggambarkan garis-garis kontur, contohnya peta topografi. Selang kontur merupakan perbedaan ketinggian antara dua garis kontur berurutan. Garis kontur disajikan pada peta untuk menunjukkan keadaan permukaan tanah yang bergelombang, yaitu bagian yang tinggi dan bagian yang rendah (Pramainanta, 2015).

2.4. Fungsi Profil

Menurut (Pramainanta, 2015) Salah satu unsur penting pada peta topografi adalah informasi ketinggian suatu tempat terhadap suatu bidang referensi tertentu. Untuk menyajikan variasi ketinggian tempat pada peta topografi, umumnya digunakan garis-garis kontur. Garis kontur atau kontur dari suatu fungsi dua variabel merupakan kurva di mana fungsi tersebut memiliki nilai konstan. Garis kontur juga dikenal dengan istilah lain seperti garis tranches, garis tinggi, dan garis tinggi horizontal. Dalam kartografi, garis kontur menghubungkan titik-titik yang memiliki ketinggian atau elevasi yang sama di atas suatu bidang tertentu, seperti permukaan laut rata-rata.

Tujuan pengukuran sipat datar adalah untuk mendapatkan beda tinggi antara dua titik yang diukur. Sementara itu, pengukuran beda tinggi dengan metode trigonometris dilakukan dengan mengukur jarak langsung (jarak miring), tinggi alat, tinggi benang tengah rambu, dan sudut vertikal (zenith atau inklinasi) yang kemudian diolah menjadi informasi beda tinggi menggunakan alat theodolite. Adapun pengukuran beda tinggi dengan metode barometris berprinsip pada pengukuran beda tekanan atmosfer pada suatu ketinggian menggunakan alat barometer yang selanjutnya diolah menjadi data beda tinggi (Usman, 2016).

(8)

4

2.5. Bagian-Bagian Penguntingan/Waterpass/Auto level

Gambar 2.5. 1 Waterpass Auto Level Sumber : Nugroho, 2023

Waterpass jenis ini memiliki fungsi yang sama seperti waterpass sebelumnya, namun penggunaannya lebih khusus seperti untuk mengukur jalan, jembatan, atau proyek lain yang membutuhkan survei pemetaan ketinggian (elevasi), terutama pada proyek pembangunan maupun pengembangan jalan. Dalam pengoperasiannya, waterpass ini dilengkapi dengan peralatan seperti rambu ukur, tripod (statif), payung, perlengkapan keselamatan kerja, unting- unting, roll meter, pilon, paku, palu, dan alat tulis (Nugraha, 2023).

Gambar 2.5.2 Alat Penyipat Dasar Waterpass Sumber : Sembiring, 2016

Bagian-bagian dari alat waterpass ini meliputi; Sekrup A, B, C yang digunakan untuk mengatur posisi gelembung nivo agar tepat di tengah lingkaran, cermin sebagai komponen untuk melihat kedudukan gelembung udara pada nivo saat membidik rambu, sekrup penggerak halus horizontal untuk memutar alat ke arah horizontal secara perlahan, sekrup pengatur fokus untuk mengatur ketajaman gambar objek seperti pada kamera DSLR, optical alignment index sebagai acuan pengukuran tinggi alat dari tanah, lensa objektif untuk menangkap gambar objek, dan lensa okuler yang digunakan untuk melihat objek di depan pembidik (Sembiring, 2016).

2.6. Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan Saat Pelaksanaan Penguntingan

Menurut (Sembiring, 2016) Alat ini dapat dipasang pada statif (kaki tiga) atau dipegang dengan tangan. Ketika alat bidik dipegang dengan tangan, kita harus memperhatikan sasaran dan juga posisi nivo tabung secara bersamaan. Namun, alat bidik ini kurang teliti karena pembacaan rambu ukur dilakukan langsung tanpa menggunakan teropong seperti pada alat pengukuran sipat datar yang lebih canggih seperti theodolit dan waterpass. Dalam pengukuran dengan alat ukur sipat datar, jika kita ingin menentukan beda tinggi pada jarak jauh secara lebih akurat, garis bidik harus ditentukan dengan alat bidik yang teliti dan bebas dari paralaks, serta untuk membaca

(9)

5

mistar diperlukan sebuah teropong. Berdasarkan dua ketentuan tersebut, semua alat penyipat datar dikonstruksi.

Sebelum melakukan pengukuran beda tinggi (penguntingan), kita perlu melakukan koreksi atau pengecekan terhadap alat ukur yang akan digunakan, yaitu waterpass. Hal ini penting dilakukan karena jika waterpass yang digunakan tidak berfungsi dengan baik atau rusak, maka hasil pengukuran akan terdampak dan menjadi tidak akurat. Oleh karena itu, kita wajib merawat dan memelihara waterpass dengan baik agar dapat menghasilkan data pengukuran yang akurat.

Pengecekan yang perlu dilakukan meliputi memeriksa kondisi lensa, mengecek pengaturan fokus, memastikan nivo gelembung berada di tengah, serta mengkalibrasi ulang waterpass jika diperlukan. Selain itu, perawatan rutin juga penting untuk menjaga kebersihan dan meminimalisir kerusakan pada waterpass. Dengan melakukan pengecekan dan perawatan yang baik, kita dapat memastikan bahwa waterpass bekerja dengan optimal dan menghasilkan data pengukuran yang andal serta terpercaya (Nugraha, 2023).

2.7. Aplikasi dalam Bidang Keteknikan Pertanian

Pembangunan jaringan irigasi merupakan upaya pengairan untuk mengatasi masalah kekurangan dan kelebihan air. Keberadaan jaringan irigasi memungkinkan pemenuhan kebutuhan air pada lahan pertanian meskipun lokasi lahan tersebut jauh dari sumber air. Sistem irigasi yang baik dilengkapi dengan fasilitas pembuangan kelebihan air. Jaringan drainase berfungsi untuk membuang air berlebih dari lahan pertanian. Drainase diperlukan untuk mengalirkan air, baik yang berasal dari hujan maupun air irigasi, dalam waktu yang cepat agar tidak terjadi genangan yang dapat merugikan. Dalam perencanaan pembangunan jaringan irigasi dan drainase, diperlukan pengukuran beda tinggi (levelling) yang akurat untuk menentukan kemiringan dan elevasi lahan serta menghindari terjadinya aliran balik air (Fikria et al., 2017).

Pengaturan yang tepat diperlukan agar pengelolaan air irigasi dapat dimanfaatkan secara maksimal. Volume air yang digunakan dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik kondisi alam maupun aktivitas manusia yang terus berkembang. Dalam pelaksanaannya, sering kali debit air yang mengalir di saluran irigasi mengalami fluktuasi pada waktu yang tidak dapat diprediksi. Oleh karena itu, dibutuhkan sistem yang mampu mengatur pembukaan dan penutupan pintu air dari bendungan agar debit air dapat diawasi dengan baik. Hal ini untuk mencegah debit air yang terlalu tinggi yang dapat menyebabkan air meluap dan banjir di daerah sekitar sungai. Dalam perancangan sistem irigasi yang baik, pengukuran beda tinggi (levelling) menjadi penting untuk dilakukan guna menentukan kemiringan lahan dan elevasi titik-titik penting seperti lokasi bendungan, saluran irigasi, dan area pertanian agar aliran air dapat mengalir secara gravitasi dengan efisien (Bagas, 2023).

(10)

6

BAB III METODOLOGI

3.1 Alat Bahan Beserta Fungsi

Alat bahan yang digunakan dalam praktikum materi penguntingan dan profil meliputi unting- unting yang memiliki fungsi sebagai indikator tegak lurus alat, yang kedua rambu memiliki fungsi untuk menentukan nilai batas atas batas tengah dan batas bawah, yang ketiga roll meter berfungsi untuk mengukur jarak pesawat dan bidikan, yang keempat kaki tiga sebagai penyangga dari pesawat pengunting, yang kelima pesawat pengunting berfungsi sebagai alat penembakan, yang keenam payung berfungsi sebagai pelindung dari pesawat pengunting yang terakhir ada GPS berfungsi untuk menentukan tinggi awal alat di atas permukaan laut.

3.2 Gambar Alat Bahan

Tabel 3.2.1 Alat, Bahan, dan Fungsinya

No. Alat dan Bahan Fungsi Gambar

1. Unting-unting sebagai indikator tegak lurus alat

Gambar 3.2.1 Unting-unting Sumber : Dokumentasi Pribasi 2. Rambu menentukan nilai batas atas

batas tengah dan batas bawah

Gambar 3.2.2 Rambu Sumber : Dokumentasi Pribadi 3. Roll meter untuk mengukur jarak

pesawat dan bidikan

Gambar 3.2.3 Roll meter Sumber : Dokumentasi Pribadi 4. Kaki tiga penyangga dari pesawat

pengunting

Gambar 3.2.4 Kaki tiga Sumber : Dokumentasi Pribadi

(11)

7 5. Pesawat

pengunting

sebagai alat penembakan

Gambar 3.2.5 Pesawat pengunting

Sumber : Dokumentasi Pribadi 6. Payung sebagai pelindung dari

pesawat pengunting

Gambar 3.2.6 Payung Sumber : Dokumentasi Pribadi 7. GPS menentukan tinggi awal alat

di atas permukaan laut

Gambar 3.2.7 GPS Sumber : Dokumentasi Pribadi

3.3 Cara Kerja

3.3.1. Penyetelan Alat

a. Siapkan Alat dan Bahan

b. Rakit Kaki Tiga dengan mengatur posisi kakti tiga dengan titik utama menggunakan unting unting

c. Pasang pesawat pengunting

d. Mengatur nivo kotak dengan menggunakan skrup abc a. Arahkan teropong pada tegak lurus penyetel A – B

b. Arahkan gelembung udara sehingga pada posisi X1 dengan sekrup penyetel A dan B bersama- sama dan berlawanan arah

c. Gerakkan gelembung udara sehingga pada pusat lingkaran dengan sekrup penyetel C.

d. Ulangi pekerjaan ini sampai nivo betul-betul seimbang.

e. Lakukan penyeimbangan nivo setiap kali dilakukan pemindahan pesawat Pelaksanaan Penguntingan

3.3.2. Pelaksanaan Penguntingan a. Siapkan alat dan bahan

b. Tentukan titik awal sebagai acuan c. Rakit kaki tiga

d. Pasang peswat pengunting pada kaki tiga

(12)

8

e. Atur nivo dengan menggunakan skrup abc

f. Arahkan pesawat diluruskan dengan rambu yang sudah sesuai dengan titik detail

g. Mengatur fokus pada pemutar halus agar rambu dapat terlihat jelas h. Menentukan batas

i. Catat hasil pengamatan dan lakukan pengolahan data

(13)

9

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Hasi Praktikum

Tabel 4.1 Data Hasil Praktikum

Titik Jarak (m) Pembacaan Rambu (m)

Kenaikan (m) Tinggi Titik (km)

Belakang Muka Belakang Muka + -

A 14,3 2,33 0,504

B 12,3 15,12 2,36 0,82 1,51 0,505

C 9,5 11,1 2,15 0,533 1,827 0,507

D 13,35 14,7 1,23 3,72 1,57 0,505

E 10,21 3,25 2,02 0,503

4.2 Analisa Data Hasil Praktikum

Pada Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa pada praktikum materi penguntingan dan profil ini dilakukan pada lima titik dengan tinggi titik tinggi awal sebesar 0,504 km. Pada data hasil praktikum diatas pada pengukuran titik A didapati jarak belakang pengunting dengan rambu sebesar 14,3 m, kemudian didapati juga pembacaan rambu bagian belakang sebesar 2,33 m.

Pada titik B didapati jarak bagian belakang sebesar 12,3 m dan bagian muka sebesar 15,2 m dengan pembacaan rambu bagian belakang sebesar 2,36 m dan bagian muka sebesar 0,82 m.

Pada titik B ini mengalami kenaikan sebesar 1,51 m dengan titik tinggi sebesar 0,505 km.

Selanjutnya pada titik C didapati jarak dari pengunting dan rambu bagian belakang sebesar 9,5 m dan bagian muka sebesar 11,1 m dengan didapati nilai pembacaan rambu bagian belakang sebesar 2,15 m dan bagian muka sebesar 0,533 m. Pada titik C ini mengalami kenaikan dengan nilai 1,827 m dengan ketinggian titik 0,507 km. Selanjutnya pada titk D didapati jarak dari pengunting dan rambu bagian belakang sebesar 13,35 m dan bagian muka sebesar 14,7 m dengan didapati nilai pembacaan rambu bagian belakang sebesar 1,23 m dan bagian muka sebesar 3,27 m. Pada titik D ini kenaikannya bernilai negatif dengan nilai 1,57 m dengan ketinggian titik 0,505 km. Selanjutnya pada titik E didapati jarak dari pengunting dan rambu bagian muka sebesar 10,21 m dengan didapati nilai pembacaan rambu bagian muka sebesar 3,25 m dan. Pada titik E ini kenaikannya bernilai negatif dengan nilai 2,02 m dengan ketinggian titik 0,503 km.

Dari data diatas dapat dikatakan bahwa titik A merupakan titik awal dengan titik tinggi bernilai 0,504, dimana yang diukur pada titik A hanya bagian belakang jarak, belakang pembacaan rambu dan tidak dihitung nilai kenaikannya karena merupakan titik awal. Sedangkan titik B,C,D untuk jarak , pembacaan rambu, dan kenaikannya dihitung bagian belakang dan mukanya dan titik tinggi dari titik B,C,D mengalami perubahaan, untuk titik E sendiri merupakan kebalikan dari titik A. Pada titik E dan D mengalami penurunan titik tinggi.

4.3 Faktor yang Mempengaruhi Penguntingan

Ketika melakukan pengukuran dan pemetaan, terdapat beberapa jenis kesalahan yang mungkin terjadi. Pertama, kesalahan sistematis (systhematical error) yang dapat timbul dalam suatu sistem. Kesalahan ini bisa disebabkan oleh peralatan atau kondisi alam. Kedua, kesalahan

(14)

10

acak (random error) yang bersifat subjektif dan muncul karena perbedaan keterbatasan panca indra manusia. Ketiga, kesalahan besar (blunder) yang terjadi akibat kesalahan pembacaan dan penulisan yang berasal dari lapangan. Dalam praktikum, faktor kesalahan ini seringkali disebabkan oleh human error atau kesalahan manusia (Ratriwardhani, 2018).

Dalam proses pembuatan peta, kita memerlukan kerangka dasar pemetaan. Kerangka dasar ini dapat dibagi menjadi dua jenis: kerangka horizontal (poligon) dan kerangka vertikal (tinggi). Kerangka dasar pemetaan vertikal ditentukan oleh beberapa faktor, termasuk luas daerah yang akan dipetakan, ketersediaan peralatan, dan kemudahan perhitungan. Saat melakukan pembacaan benang silang pada alat waterpass, kita harus memperhatikan ketegakan dan kemiringan rambu ukur. Informasi ini menjadi acuan agar hasil pengukuran tetap memiliki tingkat ketelitian yang dapat diterima untuk digunakan dalam pekerjaan teknik (Yasada dan Setyono, 2020).

4.4 Data Profil dan Grafik Profil

Titik Pembacaan Rambu (m)

Kenaikan (m) Tinggi Titik (km)

Belakang Muka + -

A 2,33 0,504

B 2,36 0,82 1,51 0,505

C 2,15 0,533 1,827 0,507

D 1,23 3,72 1,57 0,505

E 3,25 2,02 0,503

Tabel 4.1 Data Profile

Gambar 4.1 Grafik 4.5 Analisa Data Profil

Pada data profil yang tertera pada Tabel 4.1 didapat dari perhitungan pembacaan rambu belakang dikurangi pembacaan rambu muka. Dimana pada kenaikan titik B didapatkan dari perhitungan pembacaan rambu belakang titik A dikurangi dengan muka titik B dengan hasil sebesar 1,51. Kemudian pada kenaikan titik C didapatkan dari perhitungan pembacaan rambu belakang titik B dikurangi dengan muka titik C dengan hasil sebesar 1,827. Kemudian kenaikan pada titik D didapatkan dari perhitungan pembacaan rambu belakang titik C dikurangi dengan muka titik D dengan hasil sebesar (-1,57). Kemudian kenaikan pada titik E didapatkan dari

(15)

11

perhitungan pembacaan rambu belakang titik D dikurangi dengan muka titik E dengan hasil sebesar (-2,02).

4.6 Analisa Grafik

Pada grafik dapat dilihat bahwa pada titik A terus mengalami kenaikan sampai dengan pada titik C, setelah dari titik C alur grafik mulai mengalami penurunan yang drastis hingga pada titik E.

Kenaikan dan keturunan yang ada pada grafik merupakan hasil dari titik tinggi pada setiap titik dengan rumus perhitungan yaitu tinggi elevasi + kenaikan. Dimana pada titik A didapatkan titik tinggi sebesar 0,504 dan merupakan titik awal pengukuran. Selanjutnya pada titik B didapatkan hasil sebesar 0,505. Selanjutnya pada titik C didapatkan titik tinggi sebesar 0,507. Selanjutnya pada titik D didapatkan hasil titik tinggi sebesar 0,505. Dan pada titik tinggi E didapatkan hasil sebesar 0,503. Perbedaan titik tinggi juga dipengaruhi oleh letak suatu wilayah atau daerah yang diukur.

(16)

12

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Praktikum materi penguntingan dan profil ini memiliki tujuan untuk mengetahui beda tinggi suatu lahan dan juga jarak dengan metode penguntingan serta mahasiswa diharapkan Dapat membuat profil dari hasil pengukuran serta terperinci dari kenaikan dan penurunan suatu lahan.

Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini meliputi unting unting, pesawat pengunting, tripod, roll meter, rambu, payung dan GPS. Waterpass adalah alat ukur tanah yang digunakan untuk mengukur tinggi objek antara titik-titik berdekatan dengan garis visir horizontal ke rambu ukur vertikal. Pada hasil perhitungan didapatkan data profil serta grafik dimana pada data profil didapatkan hasil sebesar 1,51, 1,827, (-1,57), (-2,02). Sedangkan pada grafik didapatkan nilai sebesar 0,504, 0,505, 0,507, 0,503. Perbedaan titik tinggi juga dipengaruhi oleh letak suatu wilayah atau daerah yang diukur.

5.2 Saran

Diharapkan praktikan lebih jeli dalam melakukan pembaca rambu dan selalu melindungi alat dari panas matahari untuk menjaga nivo tidak terjadi penguapan. Dan lebih baik lagi apabila praktikum dilakukan pada saat matahari tidak terlalu panas karena dapat mempengaruhi hasil praktikum. Sebaiknya dalam pelaksanaan praktikum, praktikan diharapkan berhati-hati dan teliti dalam melakukan percobaan praktikum agar tetap aman.

(17)

13

DAFTAR PUSTAKA

Anggraini NK. 2018. Materi Kuliah Gambar Struktur Bangunan. Fakultas Teknik, Universitas Semarang.

Bagas P. 2023. Perbandingan Ketelitian Elevasi Antara Total Station dan Waterpass dalam Pengukuran Situasi di Irigasi Sungai Sekunder Kedung Gede, Bekasi. Tugas Akhir.

Fakultas Teknik. Universitas Lampung.

Christyaningrum L. 2019. Laporan praktikum pemetaan wilayah TPT 25 acara V penguntingan/menyipat datar. Laboratorium Teknik Sumber Daya Lahan dan Air.

Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Fikria F, Achmad M, Useng D. 2017. Pola dan kapasitas drainase daerah irigasi bantimurung kiri. Jurnal Agritechno 10(1) : 42-49.

Giovani FP. 2023. Kajian Tinggi Orthometrik Pengukuran RTK NTRIP-Levelling Hasil Reduksi Undulasi Geoid Global dan Srigi. Skripsi. Fakultas Teknik Universitas Lampung.

Latif M, Pamungkas WG, Masvika H, 2024. Pelatihan ilmu ukur tanah bagi mahasiswa universitas muhammadiyah semarang (UNIMUS) dan praktisi konstruksi. Jurnal Pengabdian KOLABORATIF 2(1) : 33-40.

Nugraha J. 2023. Rancang Bangun Meja Ukur Kedataran (Tugas Khusus Pengukuran Kedataran Menggunakan Alat Ukur Waterpass). Laporan Proyek Akhir. Pogram Studi D IV Rekayasa Perancangan Mekanik. Sekolah Vokasi Universitas Diponegoro.

Pramainanta RSF. 2015. Ringkasan materi Geodesy and Geomatics Engineering. Faculty of Earth Sciences and Technology, Institute of Technology Bandung, Indonesia.

Ramdani D, Priyatna K, Andreas H. 2015. Evaluasi global geopotensial model untuk perhitungan geoid di jakarta.

Ridho SA. 2023. Perbandingan Tinggi Orthometrik Melalui Pengukuran Levelling dan Pengamatan GPS di Universitas Lampung. Tugas Akhir Pogram Studi D3 Teknik Survey dan Pemetaan, Jurusan Teknik Geodesi dan Geomatika Fakultas Teknik Universitas Lampung.

Sembiring IS. 2016. Modul guru pembelajar paket keahlian teknik geomatika kelompok kompetensi F.

Usman MN. 2016. Studi Deformasi Jembatan dengan Metode Sipat Datar (Studi Kasus: Jembatan Merr Ii-C, Surabaya). Tugas Akhir. Jurusan Teknik Giomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.

(18)

14

DAFTAR PUSTAKA TAMBAHAN

Ratriwardhani RA. 2018. Identifikasi kesalahan manusia dengan pendekatan technique for human error rate prediction (THERP). Jurnal Teknik Industri 15 (2) : 139 – 155.

Yasada G dan Setyono EY. 2020. Pengaruh Kemiringan Rambu Ukur pada Pengukuran Beda Tinggi dengan Alat Waterpass terhadap Hasil Ketelitian. Seminar Nasional Terapan Riset Inovatif Ke-6 6 (1) : 610 – 616.

(19)

15 LAMPIRAN

(20)

16

(21)

17

(22)

18

(23)

19

(24)

20

(25)

21

(26)

22

(27)

23

(28)

24

(29)

25

(30)

26

(31)

27

(32)

28

(33)

29

(34)

30

(35)

31

LAMPIRAN TAMBAHAN

(36)

32

(37)

33

LAMPIRAN ACC DHP

(38)

34

REVIEW VIDEO MATERI

Pada materi penguntingan dan profil terdapat beberapa alat dan bahan yang akan digunakan.

Yang pertama yaitu unting unting, alat ini memiliki fungsi sebagai indikator tegak lurus alat, kemudian ada rambu yang berfungsi untuk menentukan nilai batas atas, tengah, dan bawah.

Kemudiaan ada rol meter yang berfungsi untuk mengukur jarak pesawat dengan bidikan kemudian ada kaki tiga yang memiliki fungsi sebagai penyangga pesawat. Kemudian ada pesawat pengunting yang berfungsi sebagai alat penembakan. Kemudian ada payung yang berfungsi sebagai pelindung dari pesawat pengunting, kemudian ada GPS sebagai menentukan tinggi awal alat diatas permukaan laut.

Komponen komponen yang ada pada peswat pengunting. Yaitu scrup abc, kemudian nivo kotak, lensa okuler, lensa objektif, pemutar kasar, dan pemutar halus.

Cara kerja dari praktikum ini : 1. siapkan alat dan bahan 2. rakit kaki tiga

3. memasang pesawat pengunting pada kaki tiga 4. atur nivo kotak

5. mengarahkan pengunting ke rambu 6. mengatur fokus dengan pemutar halus 7. menentukan batas

8. catat hasil pengamatan

Referensi

Dokumen terkait