LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.D POST SECSIO CESAREA
DENGAN INDIKASI HIV
Disusun oleh:
Inpatient 4th Floor
Bundamedik Healthcare System RSIA Bunda Jakarta
2023
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Pengertian
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah kelompok virus yang dikenal sebagai retrovirus yang dapat merusak system kekebalan tubuh manusia. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan sekumpulan gejala yang timbul akibat men urunnya system kekebalan tubuh manusia dan merupakan fase terakhir atau keadaan yang paling berat akibat infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
1.2 Etiologi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) tergolong ke dalam kelompok retrovirus, yang berarti virus yang menggunakan sel tubuhnya sendiri untuk memproduksi ke mbali dirinya. Virus ini membawa materi genetiknya dalam asam ribonukleat (R NA) dan bukan dalam asam deoksiribonukleat (DNA). Sampai saat ini terdapat d ua jenis HIV, yaitu HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 penyebarannya lebih luas di seluruh dunia dan bermutasi sangat mudah. HIV-
1 merupakan penyebab utama AIDS, sedangkan HIV-2 dianggap sebagai virus y ang kurang pathogen. Antara HIV-1 dan HIV-2 terdapat banyak kemiripan, yaitu keduanya menular dengan cara yang sama, keduanya dihubungkan dengan infeks i-infeksi oportunistik dan AIDS, serta memberikan gambaran klinis yang hampir s ama. Manusia yang terinfeksi HIV-2, ketidakmampuan menghasilkan kekebalan t ubuh berkembang lebih lambat dan lebih halus dibandingkan dengan manusia ya ng terinfeksi HIV-1. selain itu infeksi HIV-1 lebih mudah ditularkan dan masa ink ubasinya lebih pendek dibandingkan dengan infeksi HIV-2 . Para ahli menemuka n bahwa HIV-1 telah dimutasi beberapa kali, terdapat 2 sub tipe utama yang dite mukan, yaitu sebagai HIV-1 mayor virus (group M) dan HIV-1 outlier virus (grou p O). Virus grup dikenali dalam 10 sub tipe genetic, yaitu : A, B, C, D, E, F, G, H, I, J. Distribusi sub tipe ini bervariasi di seluruh dunia. Untuk contoh, sub tipe B p redominan di Amerika Utara dan Eropa, dan sub tipe A, B, C, dan E diidentifikasi kan di India. Di mana sub tipe ini dapat menyebar ke wilayah Negara lain bersam aan dengan perpindahan penduduk
1.3 Patofisiologi
Sistem kekebalan tubuh manusia berfungsi dalam mempertahankan tubuh terhadap infe ksi. Sistem ini terdiri dari banyak jenis sel. Dari berbagai jenis sel tersebut, sel T-help er merupakan jenis sel yang sangat penting, karena sel ini mengkoordinasi semua jenis s el dalam system kekebalan tubuh. Sel T- helper memiliki protein pada permukaannya ya ng disebut CD4.
HIV menyerang tubuh dan menghindari mekanisme pertahanan tubuh dengan mengadak an aksi perlawanan, kemudian melumpuhkannya. Mula-mula virus masuk tubuh seseora ng dalam keadaan bebas atau berada dalam limfosit, virus lalu dikenal oleh sel-sel limfo sit T jenis T-helper (T-4), selanjutnya terjadi 3 proses patologi sebagai berikut :
a. Virus HIV masuk ke dalam darah, kemudian mendekati sel T-helper dengan melekatkan diri pada reseptor T-helper (protein CD4). Selanjutnya virus HIV melumpuhkan reseptor CD4, se belum sel T- helper mengenal virus dengan baik, maka terjadilah kelumpuhan mekanisme ke kebalan yang kemudian diberi nama AIDS atau “sindrom kegagalan kekebalan yang didapat”.
b. Materi viral turunan yang disebut RNA (ribonucleic acid) berubah menjadi viral DNA (deoxyribonucleic acid) dengan bantuan enzim reverse transcriptase.
c. Virus (HIV) mengubah fungsi reseptor (CD4) pada permukaan sel T4, sehingga reseptor menempel dan melebur ke sembarang tempat atau ke sel lain, sekaligus memindahkan H IV. Akibatnya infeksi virus berlangsung terus tanpa diketahui tubuh.
Kecepatan produksi HIV berkaitan dengan status kesehatan penderita yang terjangkit infeks i tersebut. Jika penderita tersebut tidak sedang melawan infeksi yang lain, maka reproduksi HIV berjalan lambat. Namun, reproduksi HIV akan berjalan cepat kalau penderita sedang menghadapi infeksi lain atau system imunnya terstimulasi .
1.4 Penularan HIV/AIDS
Penularan AIDS dapat dibagi dalam 2 jenis, yaitu : 1. Kontak Seksual
2. Ano-Genital
Cara hubungan seksual ini merupakan perilaku dengan resiko tertinggi bagi penular an HIV, khususnya bagi kaum mitra seksual yang pasif menerima ejakulasi semen d ari pengidap HIV.
3. Oro-Genital
Cara hubungan ini merupakan tingkat resiko kedua, termasuk menelan semen dari mitra seksual pengidap HIV.
4. Genito-Genital / Heteroseksual
Penularan secara heteroseksual ini merupakan tingkat penularan ketiga, hubunga su ami istri yang mengidap HIV, resiko penularannya berbeda-beda.
2. Non Seksual
Penularan secara non seksual ini dapat terjadi melalui : a. Transmisi parenteral
Penularan HIV melalui penggunaan jarum dan alat tusuk lain (alat tindik, tatto) yang telah terkontaminasi, terutama pada penyalahgunaan narkotik dengan menggunakan j arum suntik yang telah tercemar secara bersama-sama. Penularan parenteral lainnya melalui transfusi darah atau pemakai produk dari donor dengan HIV positif, mengand ung resiko yang sangat tinggi. Terkait dengan pekerjaan, perawat merupakan kelomp ok yang rentan terhadap penularan HIV dibandingkan tenaga kesehatan lainnya.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di India oleh Singru dan Banerjee tahun 2008, prosentase terbesar yang terpapar HIV melalui darah dan cairan tubuh pasien a dalah perawat, dan pemaparan darah dan cairan tubuh yang terbanyak adalah melalui jarum suntik.
b. Transmisi transplasental
Transmisi ini adalah penularan dari ibu yang mengandung HIV positif ke anak denga n resiko penularan sebesar 50%.
1.5 Manifestasi Klinik dan Masa Inkubasi HIV/AIDS
Pada dasarnya infeksi HIV memiliki 4 stadium sampai nantinya menjadi AIDS :
Gejala awal stadium infeksi, yaitu :Demam, kelemahan, nyeri sendi, menyerupai inf luenza, nyeri tenggorok, monokleosis, pembesaran kelenjar getah bening.
Stadium tanpa gejalaPada stadium ini penderita HIV positif tidak akan menunjukkan gej ala klinis yang berarti, sehingga penderita akan tampak sehat
seperti orang normal dan mampu melakukan aktifitas seperti biasa, namun penderita pada s tadium ini dapat merupakan sumber penularan infeksi HIV.
Gejala stadium ARC (AIDS Related Complex)
a. Demam lebih dari 380C secara berkala atau terus menerus b. Pembesaran kelenjar getah bening
c. Diare / mencret yang berkala atau terus menerus dalam waktu yang lama tanpa seba b yang jelas
d. Menurunnya berat badan lebih dari 100% dalam waktu 3 bulan e. Kelemahan tubuh yang menurunkan aktifitas fisik
f. Keringat malam
Gejala AIDS
a. Gejala klinis utama yaitu terdapatnya kanker kulit, kanker pembuluh darah kapiler, jug a kanker kelenjar getah bening.
b. Terdapat infeksi penyakit penyerta, misalnya : pneumonia, pneumocystis, TBC, serta p enyakit infeksi lainnya seperti teksoplasmosis.
c. Gejala gangguan susunan saraf seperti : lupa ingatan, kesadaran menurun, perubahan kepribadian, gejala-gejala peradangan otak atau selaput otak.
Masa inkubasi penyakit ini belum diketahui secara pasti, dalam beberapa literatur dikata kan bahwa melalui transfusi darah masa inkubasi kira-kira 4,5 tahun, sedangkan pada pe nderita homoseksual 2,5 tahun, pada anak-anak rata- rata 21 bulan, dan pada orang dewa sa 60 bulan.
1.6Seksio Sesarea (SC)
Seksio sesarea atau caesarean section diambil dari kata cesarean berasal dari bahasa latin y ang berarti memotong. mengatakan bahwa seksio sesarea atau bedah caesar adalah operasi untuk mengeluarkan bayi lewat perut ibu. Seksio sesarea merupakan proses persalinan bayi melalui pembedahan dengan insisi abdomen dan uterus. mengatakan bahwa seksio sesarea merupakan suatu persalinan buatan, di mana janin dilahirkan melalui suatu insisi dinding p erut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 50 0 gram.
Indikasi dilakukan seksio sesarea adalah : adanya distosia, Cephalo Pelvic Disproportion (CPD), letak transverse/obliq, plasenta previa, abrupsio plasenta, prolaps tali pusat, pre ekla mpsia berat, distress janin, gagal persalinan, gemeli, riwayat seksio, obstruksi jalan lahir, st enosis serviks/vagina, dan ruptur uterus. Indikasi lain adalah takut persalinan pervagina, tak ut pelvik rusak, pengalaman buruk melahirkan pervagina, usia ibu lebih dari 35 tahun, serta
penyakit infeksi (Sherwen, Scoloveno & Weingarten, 1999; Ladewig, London & Olds, 200 1). Dengan memperhatikan indikasi tersebut, maka tindakan seksio sesarea bersifat emerge nsi atau dapat pula direncanakan oleh klien (elektif).
Menurut Wiknjosastro (2005) ada 2 tipe insisi seksio sesarea, yaitu seksio sesarea klasik da n seksio sesarea transperitoneal profunda. Begitupula.
Lowdermilk, Perry dan Bobak (2000) mengatakan, pada umumnya ada dua tipe insisi seksi o sesarea, yaitu :
Types classic, dimana insisi dibuat vertikal baik pada kulit abdomen maupun uterus.
Low-segmen cesarean birth, dilakukan dengan 2 cara, yaitu :
Insisi dilakukan pada lower cervical dan dibuat secara horizontal pada kulit abdomen, se dangkan pada uterus dibuat secara vertikal
Insisi dilakukan pada lower cervical dan dibuat secara horizontal baik pada kulit abdome n maupun uterus.
Persiapan yang harus dilakukan sebelum dilakukannya seksio sesarea antara lain adalah : p ilihan jenis anestesi, keterlibatan suami atau orang lain yang dibutuhkan oleh ibu pada saat proses persalinan dan pemulihan post operasi, persiapan untuk kontak dengan bayi dan men yusui.
Informasi yang diberikan sebelum prosedur operasi dilakukan meliputi : prosedur persiapan operasi, deskripsi rencana persalinan, kondisi apa yang sedang terjadi, mengapa tindakanop erasi perlu dilakukan pada klien, dan sensasi apa yang dirasakan setelah operasi dilakukan, peran orang lain, interaksi dengan bayi baru lahir, fase pemulihan, dan fase post operasi masalah yang biasanya muncul setelah dilakukan operasi adalah : terjadinya aspirasi (20%- 50%), emboli pulmonari, perdarahan, infeksi pada luka, gangguan rasa nyaman nyeri, infek si uterus, infeksi pada traktus urinarius, cedera pada kandung kemih, tromboflebitis, infark dada, dan pireksia.
Adanya masalah fisik tersebut di atas menyebabkan waktu tinggal klien di rumah sakit men jadi lebih lama, hal ini dapat menimbulkan masalah lain yaitu timbulnya komplikasi psikos osial, seperti : terganggunya hubungan dengan anggota keluarga lain karena klien berpisah dengan keluarga dan bayinya, serta perasaan sakit saat menyusui.
Selain itu, resiko kematian maternal akibat seksio sesarea lebih tinggi dibandingkan dengan melahirkan dengan cara pervagina. Data menunjukkan bahwa kira-kira 1-2 kematian per 1.
000 kelahiran melalui seksio sesarea dibandingkan dengan kematian akibat melahirkan per vagina hanya 0,06 kematian per 1.000 kelahiran pervagina
Menurut Deardorff (2007) setiap individu akan mengalami pemulihan yang berbeda-beda, tergantung dari usia, tipe operasi, kondisi tubuh dan kesehatan secara umum.
BAB II
PEMBAHASAN KASUS
I. PENGKAJIAN DATA A. IDENTITAS
Nama Ibu : Ny. D
Umur : 35 tahun
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : islam
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Karyawan Swasta Alamat : JL. Mntraman dalam Nama Suami : Tn. I
Umur : 38 tahun
Suku/Bangsa : Jawa/ Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Karyawan Swasta Alamat : JL. Mntraman dalam B. ANAMNESA
Pada Tanggal : 6 Oktober 2023
Pukul : 20.40 WIB
1. Status Obstetrikus: G1P0A0H-38 mgg 2. Riwayat Psikososial
a. Kehamilan ini : (+) Di rencanakan ( ) Tidak di rencanakan ( ) Di terima ( ) Tidak di terima b. Emosi saat pengkajian : Stabil
c. Status perkawinan : Perkawinan 1 d. Usia Menikah : 3 Tahun
e. Perilaku Kesehatan : merokok (-), alcohol (-) f. Pengambilan keputusan dalam keluarga : Suami
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Ny. D berusia 35 tahun dengan post SC hr-1 mengatakan nyeri pada luka op erasi, seperti di sayat-sayat di daerah operasi skala nyeri 5.nyeri tidak menjalar, BB lahir bayi 3800 gr. Pasien mengatakan cemas akan kondisi ba yinya. TD128/89 mmHg, N 91 x/menit, RR 20 x/menit, S 36,5oC.Terdapat luka insisi SC sepanjang kurang lebih 15 cm di area pubis.Pasien mengeluh nyeri di area luka operasi saat berubah posisi dan mobilisasi, skala nyeri 5.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit penyerta, HIV (+). Magg (+) c. Riwayat Kesehatan keluarga
Pasien mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang mempunyai penyakit keterunan seperti DM dan penyakit jantung, dan tidak ada penyakit seperti yang di derita pasien
4. Riwayat Kebiaasan (selama di rawat)
a. Pola nutrisi : makan 3x/hari, menu bervariasi, minum 15-2 liter/hari b. Pola eliminasi : pasien terpasang urin kateter, BAB (-)
c. Pola tidur : tidur siang 2 jam & malam hari 5-6 jam d. Personal hygiene : mandi 1x/hari, keramas 1x/4 hari, gosok gigi
2x/hari
e. Pola aktifitas : melakukan aktivitas terbatas (dikasur) C. DATA OBJEKTIF (PEMERIKSAAN FISIK)
1. Keadaan umum : baik 2. Tanda Vital
TD : 120/78mmHg
N : 82x/m
RR : 20 x/m
S : 36,7 c
TB : 178 cm 3. Kepala dan rambut
Warna : Hitam
Kebersihan : Bersih
Distribusi : Merata Keadaan kulit kepala : Bersih 4. Wajah
Oedema : Tidak ada
Pucat : Tidak tampak pucat
5. Mata
Conjungtiva : Tidak anemis
Sklera : Putih
Penglihatan : Baik
6. Mulut
Gigi : Bersih
Gusi : Tidak mudah berdarah
Mukosa bibir : Lembab 7. Telinga
Pengeluaran : Tidak ada
Pendengaran : Baik
8. Hidung
Pengeluaran : Tidak ada
Penciuman : Baik
9. Leher
Pembesaran kelenjar tiroid : Tidak ada Pembesaran kelenjar limfe : Tidak ada Pembesaran vena jugularis : Tidak ada 10. Dada
Simetris : Ya
Pergerakan dada : Teratur 11. Mammae
Simetris : Ya
Benjolan : Tidak ada
Bentuk payudara : Bulat Hiperpigmentasi areola : Ada
Puting : Flat
12. Abdomen
Pembesaran : Tidak ada
Linea : Tidak ada
Fundus Uteri : Tinggi sepusat, teraba keras, kontraksi tearaba kuat Bekas Luka : Luka insisi post SC hari ke-1, tidak ada rembesan di verban operasi.
Nyeri luka operasi post laparatomi
P (Provoke) :luka operasi laparatomi sepanjang 15 cm Q (Quality) : perih seperti disayat-sayat
R (Region) : abdomen (luka post operasi SC) S (Scale) : skala 5
T (Time) : saat berubah posisi/ bergerak 13. Genitalia
a. Lochea :
Jumlah :15-20 cc/jam
Warna : merah
Konsistensi : cair
Bau : khas
b. Perineum :
Keadaan : utuh / episiotomi / rupture / (tingkat 2)
Tanda REEDA :
Rednees : tidak ada kemerahan Echomosis : tidak ada kebiruan Edema : tidak ada pembengkakan
Dischargment : tidak ada cairan sekresi yang keluar
Approksimity : tidak ada jahitan luka di perineum bekas ruptur
Kebersihan :Ny.S mengatakan terdapat darah (lokea) di sekitar perineum
c. Anus
Hemoroid : Tidak ada 14. Ekstremitas
a. Tangan : Kuku bersih, tidak oedema
b. Kaki : Varises tidak ada, tampak oedema kedua kaki; Reflek patella kanan/kiri +/+
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Hematologi tanggal 18 September 2023
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Hemoglobin 12.3 (L) 12.5-15.5 g/dL
Hematocrit 34.2 (L) 37-47 %
Erithrocyte 3.53 (L) 4.45-5.84 10^6/uL
Platelet 172 (H) 150-400 10^3/uL
Leukocyte 14.24 (H) 5-10 10^3/uL
Quantitavie CRP 83.83 (H) < 5 mg/L
HIV positif Negatif Negative
II. INTERPRETASI DATA Data Subjektif:
Pasien mengeluh nyeri pada luka operasi
Pasien takut luka operasi akan terlepas pada saat mobilisasi
Pasien mengatakan bayi rencana langsung di berikan sufor
Pasien khawatir tidak bisa merawat bayi dengan sendiri karena ini anak pertama.
Pasien mengatakan cemas akan kondisi bayinya
P (Provoke) : luka operasi SC sepanjang kurang lebih 15 cm Q (Quality) : perih seperti disayat-sayat
R (Region) : abdomen (luka post operasi SC) S (Scale) : skala 5
T (Time) : saat berubah posisi/ bergerak
Data Objektif:
Terdapat luka insisi SC sepanjang kurang lebih 15 cm di area pubis.
payudara tampak di pasang elastis verban
Pasien tampak gelisah dan sering bertanya terkait ke adaan bayinya
Pasien tampak meringis kesakitan saat bergerak
BB lahir bayi 3800 gr.
A. ANALISIS DATA
No. Data Masalah Etiologi Diagnosa
Keperawatan 1. DS :
- Pasien mengeluh nyeri pada luka operasi
P (Provoke) : luka operasi SC sepanjang kurang lebih 15 cm Q (Quality) : perih seperti disayat-sayat
R (Region) : abdomen (luka post operasi SC) S (Scale) : skala 5
T (Time) : saat berubah posisi/ bergerak DO :
- Pasien tampak meringis kesakitan saat bergerak
- Terdapat luka insisi SC sepanjang kurang lebih 15 cm di area pubis
- Pengukuran TTV: TD 128/89 mmHg, N 91 x/menit, RR 20 x/menit, S 36,5oC.
Nyeri akut Agen pencedera f isik (post SC)
Nyeri akut b.d agen p encedera fisik (post S C) (D.0077)
2. DS : DO :
Terdapat luka operasi sectio caesarea denan panjang ± 10 cm melint ang dibawah pusat dan tertutup hipafik
Terdapat lochea rubra ± 50 cc warna merah dan bau amis.
Terpasang dower cateter, volume urin 300 cc, warna kuning jernih,
Resiko infeksi
Efek prosedur invasive (D.0142)
Resiko infeksi b.d efek prosedur invasive (D.0142)
No. Data Masalah Etiologi Diagnosa Keperawatan bau khas urine.
Terpasang infus IVFD RL, 20 tpm 3. DS :
- Ibu mengatakan belum mengerti tentang cara merawat bayi bar u lahir seperti cara merawat tali pusat dan mengganti pampers b ayi serta belum tau cara memberikan sufor dengan benar
DO :
- Ibu tampak bingung saat di Tanya oleh perawat.
- Ibu bertanya bagaimana caranya merawat bayi baru lahir
Ansietas Strosor (keadaan bayinya)
(D.00146)
Kurang pengetahuan b/d perubahan spikol ogis nifas
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
No. Dx Diagnosa Keperawatan
(Kode Nanda)
Tgl. Ditemukan 1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (post SC) (D.0077) 6 Oktober 2023 2. Resiko infeksi b.d efek prosedur invasive (D.0142) 6 Oktober 2023 3. Ansietas behubungan dengan Stressor( keadaan bayinya ) (00146) 6 Oktober 2023
I. RENCANA KEPERAWATAN
Tanggal Diagnosa Keper
awatan Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Tindakan TTD
6/10/2023 DX 1
Nyeri akut b.d ag en pencedera fisi k (post SC) (D.0077)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan sela ma 2 x 24 jam nyeri klien berkurang dengan k riteria hasil:
Tingkat Nyeri (L.08066)
- Keluhan nyeri berkurang dari skala 4 ke 2 - Tekanan darah dalam rentang normal (syst
ole : 100-120mmHg, dyastole : 80-100 m mHg)
- Nadi dalam rentang normal (N : 80-100 x/
menit)
Kontrol Nyeri (L.08063)
- Klien dan keluarga dapat mendemonstrasi kan cara mengontrol nyeri dengan terapi n on-farmakologis: nafas dalam dengan benar secara mandiri
Klien dan keuarga dapat menggunakan terapi nonfaramakologis: nafas dalam jika nyeri muncul
Manajemen Nyeri (I.08238) Observasi:
- Identifikasi lokasi, karakterisik, durasi, fr ekuensi, kualitas, intensitas dan skala ny eri
- Identifikasi respon nyeri non-verbal - Identifikasi factor yang memperberat da
n memperingan nyeri
- Monitor keberhasilan terapi komplement er yang diberikan
- Monitor efek samping penggunaan analg etik
- Lakukan pengkajian nyeri PQRST secar a berkala
Terapeutik:
- Ajarkan kepada pasien dan keluarga tekn ik non-farmakologis untuk mengurangi n yeri: nafas dalam
- Fasilitasi istirahat dan tidur - Kaji tanda-tanda vital
- Berikan posisi yang nyaman untuk klien (supinasi)
- Lakukan latihan mobilisasi disertasi nafas dalam
- Edukasi:
- Jelaskan penyebab, periode, pemicu nyeri - Jelaskan strategi meredakan nyeri
Rasmin a
Tanggal Diagnosa Keper
awatan Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Tindakan TTD
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian analgesik 6/10/2023
DX 2
Resiko infeksi b.d efek prosedur invasive
(D.0142)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan sela ma 3 x 24 jammasalah anssietas dapat dimini malisir dengan kriteria hasil sebagai berikut:
Tingkat Ansietas (L.09093)
- Verbalisasi kekhawatiran berkurang - Klien tidak tampak pucat
- Perilaku gelisah berkurang
- Tekanan darah dalam rentang normal (systo le : 100-120mmHg, dyastole : 80-100 mmH g)
- Nadi dalam rentang normal (N : 800-100 x/
menit)
- Tidak mengalami kesulitan tidur Tingkat Pengetahuan (L.12111)
Mampu menjelaskan kembali terkait edukasi:
post op laparatomi (penyembuhan luka, pencegahan komplikasi, komplikasi yang mungkin dialami)
Perawatan Luka (I.14564) Observasi:
- Monitor karakteristik luka (drainase, warna, ukuran dan bau)
- Monitor tanda-tanda infeksi Terapeutik:
- Lepaskan balutan atau plester secara peralahan
- Bersihkan dengan cairan NaCl dan ses uai SOP
- Ganti balut sesuai jumlah eksudat - Pertahankan prinsip steril saat
melakukan perawatan luka Edukasi:
- Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian antibiotik
Pencegahan Infeksi (I.14539) Observasi:
- Monitor tanda dan gejala infeksi: pus,
Rasmin a
Tanggal Diagnosa Keper
awatan Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Tindakan TTD
perdarahan, nyeri Terpeutik:
- Cuci tangan sebelum dan sesudah kon tak dengan pasien
- Batasi jumlah pengunjung Edukasi:
- Ajarkan mencuci tangan yang benar - Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi ti
nggi protein untuk mempercepat proses p enyembuhan
- Ajarkan pasien dan keluarga mengenai ta nda dan gejala infeksi dan kapan harus m elaporkan kepada perawat
Kolaborasi:
Kolaborasi dengan DPJP untuk pemberian ant ibiotik
6/10/2023
DX 3
Ansietas (00146) behubungan dengan
Stressor( keadaan bayinya )
Setelah dilakukan tindakan asuhan
keperawatan selama 2x24 jam,klien dapat menunjukkan keefektifan mengurangi ansitas dengan kriteria hasil:
- Klien dapat mengurangi rasa gelisah - Klien dapat mengontrol perasaan mudah
marahnya
- Tingkat depresi klien berkuran - Kecemasan klien berkurang
Observasi:
- Rangkul atau sentuh pasien dengan penuh dukungan
- Bantu pasien untuk mengenali perasaannya sepert adanya cemas, marah, atau sedih
- Dengarkan/dorong ekspresi keyakinan dan perasaan
Terapeutik:
- Gunakan teknik mendengarkan aktf permasal
Mundir
Tanggal Diagnosa Keper
awatan Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Tindakan TTD
- Kecurigaan klien terhadap orang lain berkurang
ahan yang dialami ibu
- berikan informasi kepada ibu mengenai mamfa at dari sufor
Edukasi:
- ajarkan pasien supaya tidak melakukan masase payudara dan merah asi manual
- Memberikan informasi pada klien tentang penyakit, pengobatan, penularan dan cara pencegahannya
Kolaborasi:
Kolaborasi dengan DPJP untuk pemberian obat pemberhenti asi ( cripsa tab )