• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH LBP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAKALAH LBP"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH MAKALAH

SISTEM MUSKULOSKELETAL

SISTEM MUSKULOSKELETAL

Asuhan Keperawatan Low Back Pain (LBP)

Asuhan Keperawatan Low Back Pain (LBP)

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Muskuloskeletal Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Muskuloskeletal

Disusun Oleh : Disusun Oleh :

Kelompok 1 Kelompok 1

1.

1. Centhya WulansariCenthya Wulansari 2.

2. Firman SaefullahudinFirman Saefullahudin 3.

3. Hasna QWHasna QW 4.

4. Irma NurzanahIrma Nurzanah 5.

5. Lusi KustiniLusi Kustini

6.

6. M. Hisyam MutashimM. Hisyam Mutashim 7.

7. Rakheyan Bagas SSRakheyan Bagas SS 8.

8. Rosa Dwi ApriyaniRosa Dwi Apriyani 9.

9. Santi Novita ArianiSanti Novita Ariani 10.

(2)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR

CIMAHI CIMAHI

2017 2017

(3)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR

CIMAHI CIMAHI

2017 2017

(4)

KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena denganEsa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Sistem Muskuloskeletal. Kami berterima kasih kepada Ibu Kiki R Amelia, tentang Sistem Muskuloskeletal. Kami berterima kasih kepada Ibu Kiki R Amelia, M.Kep selaku koordinator mata kuliah Sistem Muskuloskeletal.

M.Kep selaku koordinator mata kuliah Sistem Muskuloskeletal.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan.Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam wawasan serta pengetahuan.Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami  berharap adanya kritik, saran dan usulan demi

 berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kamiperbaikan makalah yang telah kami  buat di masa yang akan datang, mengingat tidak

 buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpaada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami membacanya.Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Cimahi,

Cimahi, November November 20172017

Penyusun Penyusun

(5)

DAFTAR ISI DAFTAR ISI KATA PENGANTAR  KATA PENGANTAR  ... i ... i DAFTAR ISI DAFTAR ISI ... ... ... iiii BAB I BAB I ... ... ... 11 PENDAHULUAN PENDAHULUAN... 1... 1 A.

A. LATAR BELAKANGLATAR BELAKANG ... 1 ... 1

B.

B. RUMUSAN MASALAHRUMUSAN MASALAH ... ... ... 22

C.

C. TUJUAN PENULISTUJUAN PENULIS ... ... ... 22

BAB II BAB II ... ... ... 33 TINJAUAN TEORI TINJAUAN TEORI ... ... ... 33 A. A. DEFINISIDEFINISI ... ... ... 33 B. B. PENYEBABPENYEBAB... 3... 3 C. C. KLASISIKASIKLASISIKASI ... ... ... 33 D.

D. MANIFESTASI KLINISMANIFESTASI KLINIS ... 5 ... 5

E.

E. PATOFISIOLOGISPATOFISIOLOGIS... 6... 6

F.

F. PATHWAYPATHWAY ... ... ... 77

G.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANGPEMERIKSAAN PENUNJANG ... 7 ... 7

H.

H. KOMPLIKASIKOMPLIKASI... 9... 9

I.

I. PENATALAKSANAANPENATALAKSANAAN ... ... ... 1111

J.

J. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ANEMIAKONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ANEMIA ... 12 ... 12

BAB III BAB III... 25... 25 TINJAUAN KASUS TINJAUAN KASUS ... ... ... 2525 BAB IV BAB IV ... ... ... 3232 PEMBAHASAN PEMBAHASAN ... ... ... 3232

(6)

PENUTUP ... 34

A. KESIMPULAN ... 34

B. SARAN ... 35

(7)

BAB I

PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Saat ini Indonesia mengalami masalah kesehatan masyarakat yang sangat kompleks dan menjadi beban ganda dalam pembiayaan pembangunan bidang kesehatan. Pola penyakit yang diderita oleh masyarakat sebagian besar adalah  penyakit infeksi menular seperti tuberculosis paru, Infeksi Saluran Pernaf asan

Akut (ISPA), malaria, diare, dan penyakit kulit. Namun demikian, pada waktu yang bersamaan terjadi peningkatan penyakit tidak menular seperti penyakit  jantung dan pembuluh darah, serta diabetes mellitus dan kanker. Selain itu Indonesia juga menghadapi emerging diseasesseperti demam berdarah dengue, HIV/AIDS, chikungunya, Severe Acute Respirotary Syndrome (SARS). Dengan demikian telah terjadi transisi epidemiologi sehingga Indonesia menghadapi beban ganda pada waktu yang bersamaan ( double burdens).

Mengenai penyakit HIV/AIDS, penyakit ini telah menjadi pandemi yang mengkhawatirkan masyarakat dunia, karena di samping belum ditemukan obat dan vaksin untuk pencegahan, penyakit ini juga memiliki ” window periode” dan fase asimtomatik (tanpa gejala) yang relatif panjang dalam perjalanan  penyakitnya. Hal tersebut di atas menyebabkan pola perkembangannya seperti

fenomena gunung es.

Jumlah kasus HIV/AIDS dari tahun ke tahun di seluruh bagian dunia terus meningkat meskipun berbagai upaya preventif terus dilaksanakan. Tidak ada negara yang tidak terkena dampak penyakit ini. Prevalensi HIV/AIDS di Indonesia secara umum masih rendah, tetapi Indonesia telah digolongkan sebagai negara dengan tingkat epidemi yang terkonsentrasi yaitu adanya  prevalensi lebih dari 5% pada sub populasi tertentu mis alnya penjaja seks dan  penyalahguna NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya).

Meluasnya HIV/AIDS akan menimbulkan dampak buruk terhadap  pembangunan nasional secara keseluruhan. Tidak hanya berpengaruh terhadap  bidang kesehatan tetapi juga mempengaruhi bidang sosial ekonomi. Oleh

(8)

karena itu HIV/AIDS harus dapat dicegah dan ditanggulangani agar  pembangunan nasional baik.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan AIDS?

2. Apa saja faktor-faktor yang menjadi penyebab AIDS?

3. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada klien yang mengalami penyakit AIDS?

C. TUJUAN PENULIS

1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah sistem Imunologi dan Hematologi 2. Untuk mengetahui definisi, penyebab, manifestasi klinis, patofisiologi,

 pathway serta penatalaksanaan pada penyakit AIDS

3. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada klien yang mengalami  penyakit AIDS.

(9)

BAB II

TINJAUAN TEORI A. DEFINISI

AIDS atau Acquired Immune Deficiency Sindrome merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh oleh virus yang disebut HIV, dalam bahasa Indonesia dapat dialih katakana sebagai Sindrome Cacat Kekebalan Tubuh Dapatan (Zuya Urahman, 2009).

AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sekumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang termasuk family retroviridae. AIDS merupakan tahap akhir dari HIV (SudoyoAru, dkk 2009).

AIDS diartikan sebagai bentuk paling erat dari keadaan sakit terus menerus yang berkaitan dengan infeksi Human Immunodefciency Virus ( HIV ). ( Suzane C. Smetzler dan Brenda G.Bare, 2000 ).

AIDS diartikan sebagai bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan ringan dalam respon imun tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga keadaan imunosupresi dan berkaitan dengan pelbagi infeksi yang dapat membawa kematian dan dengan kelainan malignitas yang jarang terjadi ( Center for Disease Control and Prevention, 2005).

B. PENYEBAB

AIDS disebabkan oleh virus yang mempunyai beberapa nama yaitu HTL II, LAV, RAV. Yang nama ilmiahnya disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang berupa agen viral yang dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah dan punya afinitas yang kuat terhadap limfosit T.

C. KLASISIKASI

Sejak 1 januari 1993, orang-orang dengan keadaan yang merupakan indicator AIDS (kategori C) dan orang yang termasuk didalam kategori A3 atau B3 dianggap menderita AIDS (Zuya Urahman, 2009).

(10)

Mencakup satu atau lebih keadaan ini pada dewasa/remaja dengan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang sudah dapat dipastikan tanpa keadaan dalam kategori klinis B dan C.

a. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang simptomatik.  b. Limpanodenopati generalisata yang persisten (PGI : Persistent

Generalized Limpanodenophaty)

c. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut dengan sakit yang menyertai atau riwayat infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang akut.

2. Kategori Klinis B

Contoh-contoh keadaan dalam kategori klinis B mencakup : a. Angiomatosis Baksilaris

 b. Kandidiasis Orofaring/ Vulvavaginal (peristen,frekuen / responnya  jelek terhadap terapi

c. Displasia Serviks ( sedang / berat karsinoma serviks in situ )

d. Gejala konstitusional seperti panas ( 38,5° C ) atau diare lebih dari 1  bulan.

e. Leukoplakial yang berambut

f. Herpes Zoster yang meliputi 2 kejadian yang bebeda / terjadi pada lebih dari satu dermaton saraf.

g. Idiopatik Trombositopenik Purpura

h. Penyakit inflamasi pelvis, khusus dengan abses Tubo Varii

3. Kategori Klinis C

Contoh keadaan dalam kategori pada dewasa dan remaja mencakup : a. Kandidiasis bronkus,trakea / paru-paru, esophagus

 b. Kanker serviks inpasif

c. Koksidiomikosis ekstrapulmoner / diseminata d. Kriptokokosis ekstrapulmoner

e. Kriptosporidosis internal kronis

(11)

g. Refinitis Cytomegalovirus ( gangguan penglihatan )

h. Enselopathy berhubungan dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV)

i. Herpes simpleks (ulkus kronis,bronchitis,pneumonitis / esofagitis )  j. Histoplamosis diseminata / ekstrapulmoner )

k. Isoproasis intestinal yang kronis l. Sarkoma Kaposi

m.Limpoma Burkit , Imunoblastik, dan limfoma primer otak

n. Kompleks mycobacterium avium ( M.kansasi yang diseminata / ekstrapulmoner

o. M.Tubercolusis pada tiap lokasi (pulmoner / ekstrapulmoner )  p. Mycobacterium, spesies lain,diseminata / ekstrapulmoner

q. Pneumonia Pneumocystic Cranii r. Pneumonia Rekuren

s. Leukoenselophaty multifokal progresiva t. Septikemia salmonella yang rekuren u. Toksoplamosis otak

v. Sindrom pelisutan akibat Human Immunodeficiency Virus ( HIV)

D. MANIFESTASI KLINIS

Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1  –  2 minggu pasien akan merasakan sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi imun simptomatik (3 tahun) pasien akan mengalami demam, keringat dimalam hari,  penurunan berat badan, diare, neuropati, keletihan ruam kulit,

limpanodenopathy, pertambahan kognitif, dan lesi oral.

Dan disaat fase infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS (bevariasi 1-5 tahun dari pertama penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala infeksi opurtunistik, yang paling umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC), Pneumonia interstisial yang disebabkan suatu protozoa, infeksi lain termasuk menibgitis, kandidiasis, cytomegalovirus, mikrobakterial, atipikal :

(12)

1. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)

Acut gejala tidak khas dan mirip tanda dan gejala penyakit biasa seperti demam berkeringat, lesu mengantuk, nyeri sendi, sakit kepala, diare, sakit leher, radang kelenjar getah bening, dan bercak merah ditubuh.

2. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) tanpa gejala

Diketahui oleh pemeriksa kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah akan diperoleh hasil positif.

3. Radang kelenjar getah bening menyeluruh dan menetap, dengan gejala  pembengkakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh selama lebih dari 3  bulan.

E. PATOFISIOLOGIS

Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan  bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.

Virus HIV dengan suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan melakukan  pemograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double-stranded DNA. DNA ini akan disatukan kedalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang permanen. Enzim inilah yang membuat sel T4 helper tidak dapat mengenali virus HIV sebagai antigen. Sehingga keberadaan virus HIV didalam tubuh tidak dihancurkan oleh sel T4 helper. Kebalikannya, virus HIV yang menghancurkan sel T4 helper. Fungsi dari sel T4 helper adalah mengenali antigen yang asing, mengaktifkan limfosit B yang memproduksi antibodi, menstimulasi limfosit T sitotoksit,

(13)

memproduksi limfokin, dan mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit. Kalau fungsi sel T4 helper terganggu, mikroorganisme yang biasanya tidak menimbulkan penyakit akan memiliki kesempatan untuk menginvasi dan menyebabkan penyakit yang serius.

Menurunya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin lemah secara  progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong. Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama  bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.

Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan  jamur oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya  penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.

F. PATHWAY Terlampir

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Tes Laboratorium

Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian masih bersif at  penelitian. Tes dan pemeriksaan laboratorium digunakan untuk mendiagnosis Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan memantau  perkembangan penyakit serta responnya terhadap terapi Human

Immunodeficiency Virus (HIV). 2. Serologis

(14)

Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan ELISA. Hasil tes  positif, tapi bukan merupakan diagnosa

 b. Tes blot western

Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency Virus (HIV) c. Sel T limfosit

Penurunan jumlah total d. Sel T4 helper

Indikator system imun (jumlah <200>) e. T8 (sel supresor sitopatik)

Rasio terbalik (2 : 1) atau lebih besar dari s el suppressor pada sel helper (T8 ke T4) mengindikasikan supresi imun.

f. P24 (Protein pembungkus Human ImmunodeficiencyVirus)

Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi infeksi g. Kadar Ig

Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau mendekati normal

h. Reaksi rantai polymerase

Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer monoseluler.

i. Tes PHS

Pembungkus hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin positif. 3.  Neurologis

EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf), dilakukan dengan  biopsy pada waktu PCP ataupun dugaan kerusakan paru-paru

4. Tes Antibodi

Jika seseorang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka system imun akan bereaksi dengan memproduksi antibody terhadap virus tersebut. Antibody terbentuk dalam 3 –  12 minggu setelah infeksi, atau bisa sampai 6 –  12 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa orang yang terinfeksi awalnya tidak memperlihatkan hasil tes positif. Tapi antibody ternyata tidak efektif, kemampuan mendeteksi antibody Human Immunodeficiency

(15)

Virus (HIV) dalam darah memungkinkan skrining produk darah dan memudahkan evaluasi diagnostic.

Pada tahun 1985 Food and Drug Administration (FDA) memberi lisensi tentang uji  –   kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) bagi semua  pendonor darah atau plasma. Tes tersebut, yaitu :

a. Tes Enzym –  Linked Immunosorbent Assay ( ELISA)

Mengidentifikasi antibody yang secara spesifik ditujukan kepada virus Human Immunodeficiency Virus (HIV). ELISA tidak menegakan diagnosa AIDS tapi hanya menunjukkan bahwa seseorang terinfeksi atau pernah terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). Orang yang dalam darahnya terdapat antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) disebut seropositif.

 b. Western Blot Assay

Mengenali antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan memastikan seropositifitas Human Immunodeficiency Virus (HIV) c. Indirect Immunoflouresence

Pengganti pemeriksaan western blot untuk memastikan seropositifitas. d. Radio Immuno Precipitation Assay ( RIPA )

Mendeteksi protein dari pada antibody.

e. Pelacakan Human Immunodeficiency Virus (HIV)

Penentuan langsung ada dan aktivitasnya Human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk melacak perjalanan penyakit dan responnya. Protein tersebut disebut protein virus p24, pemerikasaan p24 antigen capture assay sangat spesifik untuk HIV –  1. tapi kadar p24 pada  penderita infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) sangat rendah,  pasien dengantiter p24 punya kemungkinan lebih lanjut lebih besar dari

menjadi AIDS.

H. KOMPLIKASI 1. Oral Lesi

(16)

Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis,  peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia

oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan, keletihan dan cacat. 2.  Neurologik 

a. kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi social.

 b. Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial.

c. Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik endocarditis

d.  Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci Virus (HIV)

3. Gastrointestinal

a. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.

 b. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.

c. Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi  perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan

sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare. 4. Respirasi

Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas pendek,  batuk, nyeri, hipoksia, keletihan,gagal nafas.

(17)

Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan sepsis.

6. Sensorik 

a. Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan  b. Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan

 pendengaran dengan efek nyeri

I. PENATALAKSANAAN

Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan Human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human Immunodeficiency Virus (HIV), bisa dilakukan dengan :

1. Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin dengan  pasangan yang tidak terinfeksi.

2. Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks terakhir yang tidak terlindungi.

3. Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas status Human Immunodeficiency Virus (HIV) nya.

4. Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato, dan sebagainya. 5. Mencegah infeksi kejanin / bayi baru lahir.

Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka  pengendaliannya yaitu:

1. Pengendalian Infeksi Opurtunistik 

Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik,nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.

2. Terapi AZT (Azidotimidin)

Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human

(18)

Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3. Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3

3. Terapi Antiviral Baru

Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada  prosesnya. Obat-obat ini adalah :

a. Didanosine  b. Ribavirin

c. Diedoxycytidine

d. Recombinant CD 4 dapat larut 4. Vaksin dan Rekonstruksi Virus

Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang  pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.

a. Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan sehat, hindari stress,gizi yang kurang, alcohol dan obat-obatan yang mengganggu fungsi imun.

 b. Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).

J. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ANEMIA 1. PENGKAJIAN

1. Riwayat Penyakit

Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat kelainan imun. Umur kronologis pasien juga mempengaruhi imunokompetens. Respon imun sangat tertekan pada orang yang sangat muda karena  belum berkembangnya kelenjar timus. Pada lansia, atropi kelenjar timus dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Banyak penyakit

(19)

kronik yang berhubungan dengan melemahnya fungsi imun. Diabetes meilitus, anemia aplastik, kanker adalah beberapa penyakit yang kronis, keberadaan penyakit seperti ini harus dianggap sebagai factor penunjang saat mengkaji status imunokompetens pasien. Berikut bentuk kelainan hospes dan penyakit serta terapi yang berhubungan dengan kelainan hospes :

a. Kerusakan respon imun seluler (Limfosit T )

Terapiradiasi, defisiens inutrisi, penuaan, aplasia timik, limpoma, kortikosteroid, globulin anti limfosit, disfungsi timik congenital.  b. Kerusakan imunitas humoral (Antibodi)

Limfositik leukemia kronis,mieloma, hipogamaglobulemia congenital, protein –  liosing enteropati (peradangan usus)

2. Pemeriksaan Fisik (Objektif) dan Keluhan (Sujektif) a. Aktivitas / Istirahat

Gejala : Mudah lelah,intoleran activity,progresi malaise,perubahan  pola tidur.

Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi aktifitas ( Perubahan TD, frekuensi Jantun dan pernafasan ).

 b. Sirkulasi

Gejala : Penyembuhan yang lambat (anemia), perdarahan lama pada cedera.

Tanda : Perubahan TD postural, menurunnya volume nadi perifer,  pucat / sianosis, perpanjangan pengisian kapiler.

c. Integritas dan Ego

Gejala : Stress berhubungan dengan kehilangan mengkuatirkan  penampilan, mengingkari doagnosa, putus asa, dan sebagainya.

Tanda : Mengingkari,cemas,depresi,takut,menarik diri, marah. d. Eliminasi

Gejala : Diare intermitten, terus –  menerus, sering dengan atau tanpa kram abdominal, nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi

(20)

Tanda : Feces encer dengan atau tanpa mucus atau darah, diare pekat dan sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rectal,perianal,perubahan jumlah, warna,dan karakteristik urine. e. Makanan / Cairan

Gejala : Anoreksia, mual muntah, disfagia

Tanda : Turgor kulit buruk, lesi rongga mulut, kesehatan gigi dan gusi yang buruk, edema.

f. Hygiene

Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS

Tanda : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri. g.  Neurosensori

Gejala : Pusing, sakit kepala, perubahan status mental, kerusakan status indera, kelemahan otot, tremor, perubahan penglihatan.

Tanda : Perubahan status mental, ide paranoid, ansietas, refleks tidak normal, tremor, kejang, hemiparesis, kejang.

h.  Nyeri / Kenyamanan

Gejala : Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit kepala,nyeri dada  pleuritis.

Tanda : Bengkak sendi, nyeri kelenjar,nyeri tekan,penurunan rentan gerak, pincang.

i. Pernafasan

Gejala : ISK sering atau menetap, napas pendek progresif, batuk, sesak pada dada.

Tanda : Takipnea, distress pernapasan, perubahan bunyi napas, adanya sputum.

 j. Keamanan

Gejala : Riwayat jatuh, terbakar, pingsan,luka, transfuse darah,  penyakit defisiensi imun, demam berulang, berkeringat malam.

(21)

Tanda : Perubahan integritas kulit,luka perianal / abses, timbulnya nodul, pelebaran kelenjar limfe, menurunya kekuatan umum, tekanan umum.

k. Seksualitas

Gejala : Riwayat berprilaku seks beresiko tinggi, menurunnya libido, penggunaan pil pencegah kehamilan.

Tanda : Kehamilan, herpes genetalia

l. Interaksi Sosial

Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, isolasi, kesepian, adanya trauma AIDS

Tanda : Perubahan interaksi

m. Penyuluhan / Pembelajaran

Gejala : Kegagalan dalam perawatan, prilaku seks beresiko tinggi,  penyalahgunaan obat-obatan IV, merokok, alkoholik

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Resiko infeksi b.d imunodefisiensi 2. Risiko ketidakseimbangan elektrolit.

3. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d pneumonia carini (PCVP),  peningkatan sekresi bronkus dan penurunan kemampuan untuk batuk

menyertai kelemahan serta keadaan mudah letih.

4. Ketiakefektifan pola nafas b.d jalan nafas tergaggu akibat spasem otot-otot pernafasan dan penurunan ekspansi paru.

5. Ketidakefektifan termoregulasi b.d penurunan imunitas tubuh.

6. Intoleransi aktivitas b.d keadaan mudah letih, kelemahan, malnutrisi, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.

7. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d penurunan asupan oral.

(22)

9.  Nyeri b.d inflamasi/kerusakan jaringan infeksi, lesi kutaneus internal/eksternal, eksoriasi rectal, penularan, nekrosis. Neuropati  perifer, mialgia dan atralgia. Kejang abdomen.

10. Kerusakan Integritas kulit (aktual/risiko) b.d defisit imunologis, AIDS-dihubungkan dengan radang, infeksi virus, bakteri, dan j amur (misalnya herpes, pseudomonas, candida) proses penyakit (misalnya KS). Penurunan tingkat aktivitas, perubahan sensasi, malnutrisi ; perubahan status metabolism, lesi kulit, ulserasi, formasi ulkus dekubitus (aktual) 11. Ansietas b.d ancaman pada konsep pribadi, ancaman kematian,

 perubahan pada kesehatan/status sosioekonomi, fungsi peran, transmisi dan penularan interpersonal, pemisahan dan sistim pendukung, ketakutan akan penularan penyakit pada keluarga yang dicintai.

12. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan  pengobatan b.d kurang pemajanan/mengingat; kesalahan interpretasi

informasi, keterbatsan kognitif, tidak mengenal sumber informasi. 3. INTERVENSI KEPERAWATAN

Dx 1: Resiko infeksi b.d imunodefisiensi Tujuan : Pasien tidak mengalami infeksi. Tindakan :

1. Cuci tangan sebelum dan sesudah seluruh kontak perawatan dilakukan. Instruksikan pasien/orang terdekat untuk mencuci tangan sesuai indikasi.

Rasional : mengurangi risiko kontaminasi silang.

2. Ciptakan lingkungan yang bersih dan ventilasi yang baik. Periksa  pengunjunga tau staf terhadao tanda infeksi dan pertahankan

kewaspadaan sesuai indikasi.

Rasional : mengurangi petogen pada sistim imun dan mengurangi kemungkinan pasien mengalami infeksi nasokomial.

3. Diskusikan tingkat dan rasional isolasi pencegahan dan mempertahankan kesehatan pribadi.

(23)

Rasional :Penurunan daya tahan tubuh memudahkan  berkembangbiaknya kuman pathogen. Tindakan isolasi sebagai upaya menjauhkan dari kontak langsung dgn kuman pathogen. Diskusi dilakukan untuk meningkatkan kerjasama dengan cara hidup dan  berusaha mengurangi rasa terisolasi.

4. Pantau tanda-tanda vital, termasuk suhu klien.

Rasional : memberikan data dasar, peningkatan suhu badan menunjukkan adanya infeksi sekunder.

5. Kaji frekuensi /kedalaman pernafsan , perhatikan batuk spasmodik kering pada inspirasi dalam, perubahan karakteristik sputum, dan adanya mengi/ronchi.

Rasional : kongesti/distress pernafsan dapat mengindikasikan  perkembangan PCP, penyakit yang paling umu terjadi.

6. Selidiki adanya keluhan sakit kepala, kaku leher, perubahan  penglihatan. Catat perubahan mental dan tingkah laku, pantau

kekakuan nukal/aktivitas kejang.

7. Rasional : ketidaknormalan neurologis umum dan mungkin dapat dihubungkan dengan HIV atau infeksi sekunder.

8. Observasi kulit/membrane mukosa oral terhadap kemungkinan adanya  bercak putih atau lesi.

9. Rasional : Candidiasis oral, herpes, adalah penyakit yang umum terjadi dan member efek pada membaran kulit.

10. Bersihkan kuku setiap hari. Dikikir lebih baik dari pada dipotong, dan hindari memotong kutikula.

Rasional : mengurangi risiko tramsmisi bakteri pathogen malalui kulit. 11. Pantau keluhan nyeri ulu hati, disfagia, sakit retrosternal pada waktu

menelan, peningkatan kejang abdominal, diare hebat

12. Rasional : esofagitis mungkin terjadi akibat candidiasis oral ataupun herpes.

13. Periksa adanya luka /lokasi alat invasive, perhatikan tanda-tanda inflamasi/infeksi local.

(24)

14. Rasional : identifikasi perawatan awal dari infeksi sekunder dapat mencegah terjadinya sepsis.

15. Gunakan sarung tangan dan skort selama kontak langsung dengan sekresi/ekskresi atau kapanpun terdapat kerusakan pada kulit tangan  perawat. Gunakan masker ataupun kaca mata pelindung untuk

melindungi hidung, mulut, mata dari sekresi selama prosedur.

16. Rasional : penggunaan masker , skort dan sarung tangan dilakukan oleh OSHA untuk kontak langsung dengan cairan tubuh , misalnya sputum, darah, serum, sekresi vaginal.

17. Awasi pembuangan jarum suntik dan mata pisau secara ketat dengan menggunakan wadah tersendiri.

Rasional : mencegah inokulasi tak disengaja dari pemberi perawat an. 18. Kolaborasi : pantau hasil laboratorium seperti periksa kultur, darah,

urine dan sputum.

Rasional : dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab demam, diagnose infeksi organisme, atau untuk menentukan metode perawatan yang sesuai.

19. Kolaborasi dalam pemberian antibiotik antijamur/antimikroba. Rasional : menghambat proses infeksi.

Dx 2 : Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan b/d kehilangan yang berlebih : diare berat, berkeringat, muntah, status hipermetabolik, demam, pembatasan pemasukan, mual, anoreksia, letargi.

Tujuan  : Klien tidak mengalami kekurangan volume cairan dan klien mampu mempertahankan tingkat hidrasi yang adekuat

Tindakan :

1. Pantau tanda-tanda vital termasuk CVP bila terpasang. Catat hipertensi , termasuk perubahan postural.

Rasional : Indikator dari volume cairan sirkulasi. Denyut nadi/HR meningkat, suhu tubuh menurun, TD menurun menunjukkan adanya dehidrasi.

(25)

2. Catat peningkatan suhu dan durasi demam, berikan kompres hangat sesuai indikasi, pertahankan pakaian tetap kering,pertahankan kenyamanan suhu lingkungan.

Rasional : Suhu badan meningkat menunjukkan adanya hipermetabolisme yang dihubungkan dengan demam dalam meningkatkan kehilangan cairan tak kasat mata.

3. Kaji turgor kulit, membrane mukosa dan rasa haus. Rasional : Indikator tidak langsung dari status cairan.

4. Ukur haluaran urine dan berat jenis urine. Ukur /kaji jumlah kehilangan diarea. Catat kehilangan tak kasat mata.

Rasional : peningkatan berat jenis urine atau penurunan haluaran urine menunjukan perubahan perfusi ginjal/volume sirkulasi.

5. Pantau pemasukan oral dan memasukkan cairan sedikitnya 2500 ml/hr. Rasional : Mempertahankan keseimbangan, mengurangi rasa haus dan melembabkan membrane mukosa.

6. Kolaborasi pemberian obat : antiemetik, antidiare, dan antipiretik. Rasional : mengurangi insiden muntah dalam mengurangi kehilangan cairan, menurunkan jumlah dan keeneran feses, mengurangi kejang usus dan peristaltic usus, membantu mengurangi demam.

Dx 3.  Pola nafas tak efektif/ kerusakan pertukaran gas b/d ketiidakseimbangan muskuler (melemahnya otot-otot pernafasan,  penurunan energy/keppenatan, penurunan ekspansi paru), menahan sekresi (obstruksi trakeobronkial), proses infeksi/inflamasi; rasa sakit, ketidakseimbangan perfusi ventilasi (PCP/pneumonia interstisial, anemia) Tujuan : Pola nafas efektif

Tindakan :

1. Aukultasi bunyi nafas , tandai daerah paru yang mengalami penurunan /kehilangan ventilasi, dan munculnya bunyi adventisius seperti krekels, mengi, ronchi.

Rasional : memperkirakan adanya perkembangan komplikasi /infeksi  pernafasan, misalnya ateletaksis/pneumonia.

(26)

2. Catat kecepatan atau kedalaman pernafasan, sianosis, penggunaan otot aksesori, peningkatan kerja pernafasan dan munculnya dispneu, ansietas.

Rasional : takipneu, sianosis, tak dapat beristirahat, dan peningkatan nafas menunjukan kesulitan pernafasan dan adanya kebutuhan untuk meningkatkan pengawasan/intervensi medis.

3. Tinggikan kepala tempat tidur. Usahakan pasien untuk berbalik, batuk, menarik nafas sesuai kebutuhan.

Rasional : meningkatkan fungsi pernafasan yang optimal dan mengurangi aspirasi atau infeksi yang ditimbulkan karena ateletaksis. 4. Kolaborasi dalam hasil pemeriksaan GDA/nadi oksimetri

Rasional : menunjukan status pernafasan, kebutuhan perawatan dan kefektifan pengobatan.

5. Kolaborasi : berikan tambahan O2yang dilembabkan melalui cara yang sesuai misalnya kanula, masker, intubasi/ventilasi mekanis.

Rasional : mempertahankan ventilasi /oksigenasi efektif untuk mencegah /memperbaiki krisis pernafasan.

Dx 4 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d penurunan asupan oral.

Tujuan: Nutrisi klien adekuat. Tindakan:

1. Kaji kemampuan mengunyah, merasakan dan menelan.

Rasional :Lesi pada mulut, esophagus dapat menyebabkan disfagia,  penurunan kemampuan pasien untuk mengolah makanan dan

mengurangi keinginan untuk makan. 2. Auskultasi bising usus

Rasional :Hipermetabolisme saluran gastrointestinal akan menurunkan tingkat penyerapan usus.

3. Timbang BB sesuai kebutuhan.

(27)

4. Berikan perawatan mulut yang terus menerus, awasi tindakan  pencegahan sekresi. Hindari obat kumur yang mengandung alcohol.

Rasional : mengurangi ketidaknyamanan yang berhubungan dengan mual/muntah , lesi oral, pengeringan mukosa. Mulut yang bersih akan meningkatkan nafsu makan.

5. Rencanakan makan bersama keluarga/orang terdekat. Barikan makan sesuai keinginannya (bila tdk ada kontraindidkasi), sajikan makanan yang hangat dan berikan dalam volume sedikit, dorong klien untuk duduk saat makan.

6. Rasional : meningkatkan keinginan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi yang adekuat.

7. Dorong aktivitas fisik sebanyak mungkin.

Rasional : meningkatkan nafsu makan dan perasaan sehat.

8. Berikan fase istirahat sebelum makan. Hindari prosedur yang melelahkan saat mendekati waktu makan.

Rasional : mengurangi rasa lelah, meningkatkan ketersediaan energy untuk makan.

9. Konsultasikan dengan tim pendukung ahli diet/Gizi

Rasional : menyediakan diet berdasarkan kebutuhan individu dengan rute yang tepat.

Dx. 5  Nyeri b.d inflamasi/kerusakan jaringan infeksi, lesi kutaneus internal/eksternal, eksoriasi rectal, penularan, nekrosis. Neuropati perifer, mialgia dan atralgia. Kejang abdomen.

Tujuan : px mengatkan nyeri berkurang. Tindakan :

1. Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas, frekuensi dan waktu. Rasional : mengindikasikan kebutuhan untuk intervensi sel anjutnya. 2. Dorong pengungkapkan perasaan.

Rasional : dorong mengurangi ansietas dan rasa takut, sehingga mengurangi persepsi akan intensitas rasa sakit.

(28)

3. Lakukan tindakan paliatif seperti merubah posisi, masase, rentang gerak pada sendi yang sakit.

Rasional : meningkatkan relaksasi /menurunkan ketegangan otot. 4. Dorong pasien untuk melakukan teknik visualisasi, bimbingan

imajinasi, relaksasi progresif dan nafas diafragma. Rasional : meningkatkan relaksasi dan perasaan sehat. 5. Kolaborasi : berikan anlgesik/antipiretik.

Rasional : memberikan penurunan nyeri/tidak nyaman ; mengurangi demam.

Dx 6 Ansietas b.d proses penyakit, ancaman pada konsep pribadi, ancaman kematian, perubahan pada kesehatan/status sosioekonomi, fungsi peran. Tujuan : Mengurangi rasa takut/ansietas pasien.

Tindakan :

1. Pertahankan hubungan yang baik dengan pasien.

Rasional : menjamin bahwa pasien tidak akan sendiri atau diterlantarkan.

2. Berikan informasi akurat dan konsisten mengenai prognosis.

Rasional : dapat mengurangi ansietas dan ketidakmampuan pasien untuk membuat keputusan/pilihan berdasarkan realita.

3. Berikan lingkungan yang nyaman bagi pasien.

Rasional : membuat klien merasa lebih aman dan nyaman.

4. Identifikasi dan dorong interaksi pasien dengan sistem pendukung. Dorong pengungkapan/interaksi dengan keluarga atau orang terdekat. Rasional : mengurangi perasaan terisolasi pasien.

5. Libatkan keluarga atau orang terdekat sesuai petunjuk pada  pengambilan keputusan.

Rasional : menjamin adanya system pendukung bagi pasien dan memberikan kesempata orang terdekat untuk berpartisipasi dalam kehidupan pasien.

(29)

Rasional : mungkin diperlukan bantuan lebih lanjut dalam berhadapan dengan diagnose/prognosis.

Dx 7 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi, kelelahan.

Tujuan : Pasien mampu berpartisipasi dalam kegiatan, dengan kriteria  bebas dyspnea dan takikardi selama aktivitas.

Tindakan :

1. Observasi tanda-tanda vital.

Rasional : mengetahui KU pasien.

2. Monitor respon fisiologis terhadap aktivitas. Rasional : Respon bervariasi dari hari ke hari.

3. Berikan bantuan perawatan yang pasien sendiri tidak mampu. Rasional : Mengurangi kebutuhan energi.

4. Jadwalkan perawatan pasien sehingga tidak mengganggu isitirahat. Rasional : Ekstra istirahat perlu jika karena meningkatkan kebutuhan metabolik.

Dx 8: Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan  pengobatan b.d kurang pemajanan/mengingat; kesalahan interpretasi

informasi, keterbatsan kognitif, tidak mengenal sumber informasi.

Tujuan :  pengetahuan pasien mengenai kondisi/proses keperawatan meningkat.

Tindakan :

1. Tinjau ulang proses penyakit dan apa yang menjadi harapan di masa depan.

Rasional : memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi.

2. Tinjau ulang cara penularan penyakit.

Rasional : mengoreksi mitos dan kesalahan persepsi , meningkatkan keamanan bagi pasien dan keluarga.

3. Instruksikan pasien dan pemberian perawatan mengenai kontrol infeksi.

(30)

Rasional : mengurangi penularan penyakit.

4. Pastikan bahwa pasien atau orang terdekat dapat menunjukan  perawatan oral atau gigi dengan baik.

Rasional : mukosa oral dapat dengan cepat menunjukan komplikasi hebat dan progresif

5. Tinjau ulang kebutuhan akan diet dan cara untuk meningkatkan  pemasukan pada waktu anoreksia, diare, lemas, depresi yang

mengganggu pemasukan.

Rasional : meningkatkan nutrisi adekuat yang diperlukan untuk  penyembuhan dan mendukung sistim imun, meningkatkan perasaan

sehat.

6. Berikan informasi mengenai penatalaksanaan gejala yang melengkapi aturan medis misalnya diare intermiten.

Rasional : memberikan pasien peningkatan kontrol, mengurangi risiko rasa malu, dan meningkatkan kenyamanan.

7. Tekankan pentingnya istirahat adekuat.

Rasional : mencegah/mengurangi kepenatan, meingkatkan kemampuan.

8. Tekankan perlunya perawatan kesehatan dan evaluasi.

Rasional : member kesempatan untuk mengubah aturan untuk memenuhi kebutuhan perubahan/individual.

4. PELAKSANAAN

Intervensi dilakukan sesuai dengan perencanaan yang telah disusun. 5. EVALUASI

Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut  pengumpulan data subyektif dan obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan keperawatan sudah dicapai atau belum, evaluasi membandingkan keadaan yang ada pada pasien dengan kriteria hasil pada  perencanaan. Evaluasi menggunakan system SOAP (Subjektif, objektif,

(31)

BAB III

TINJAUAN KASUS

Asuhan Keperawatan Pada Ny.A Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal Akibat Penyakit Low Back Pain (LBP)

I. BIODATA

1.  Nama pasien : Ny.A Umur/tgl lahir : 48 tahun Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : sebagai admin di perusahaan garmen Diagnosa medis : Low Back Pain (LBP)

Alamat :

2.  Nama penanggung jawab :

-II. RIWAYAT KESEHATAN KLIEN 1. Keluhan utama

 Nyeri

2. Riwayat kesehatan sekarang a. Keluhan utama

Klien datang kembali ke poliklinik dengan keluhan nyeri punggung  bagian bawah yang tak kunjung hilang. Posisi duduk dalam waktu lama dan melakukan pekerjaan rumah semakin memperparah nyeri yang dirasakan. Nyeri yang dialami klien merupakan nyeri yang alami dan menjalar sampai ke bagian panggul kiri.

 b. Keluhan penyerta 3. Riwayat kesehatan dahulu

(32)

Tiga minggu yang lalu klien pernah datang dengan keluhan nyeri akut  berat setelah mengangkat kotak berat.

 b. Riwayat Pengobatan

Pernah diberikan paracetamol dan NSAID. Nyeri yang dialaminya  berkurang namun tak kunjung hilang.

c. Riwayat Alergi

Tidak ada riwayat alergi. 4. Riwayat kesehatan keluarga

III. PSIKOSOSIAL & SPIRITUAL a. Pengkajian psikologis

Klien khawatir nyerinya semakin parah jika ia bekerja secara berlebihan.  b. Pengkajian Sosial

c. Support system

d. Sistem nilai kepercayaan

IV. ACTIVITY DAILY LIVING (ADL)

V. PEMERIKSAAN FISIK 1. Pemeriksaan Umum

- Keadaan Umum : Baik - Tanda-tanda Vital

Tekanan Darah : 142/88 mmHg  Nadi : 79 x/menit

BB : 65 kg

TB : 170 cm

2. Pemeriksaan Fisik Persystem a. Sistem Kardiovaskuler.

 Nadi 79x/menit, TD: 142/88 mmHg  b. Sistem Muskuloskeletal

(33)

c. Sistem Neurologi Tanda neurologis (-) d. Sistem Perkemihan

Fungsi ginjal tidak menunjukan adanya kelainan.

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Laboratorium untuk darah rutin

VII. PENATALAKSANAAN 1. Terapi medis

a. Paracetamol 1gr TID  b. Diclofeniac 50mg BID

c. Fluoxentine 20mg OD

VIII. ANALISA DATA

No Data Etiologi Masalah

1. DS:

Klien mengeluh nyeri punggung  bagian bawah yang

tak kunjung hilang.

DO: 1. Adanya  penyebaran nyeri pada  punggung  bagian bawah.

Usia, lama posisi duudk, mengangkat beban berat

Penggunaan otot secara  berlebih

fleksibilitas otot menurun

spasme otot

Menekan akar saraf

 Nociceptor nyeri

(34)

2. DS:

Posisi duduk dalam waktu lama dan melakukan  pekerjaan rumah semakin memperparah nyeri yang dirasakan. DO: 1. Adanya  penyebaran nyeri pada  punggung  bagian bawah.

Usia, lama posisi duudk, mengangkat beban berat

Penggunaan otot secara  berlebih

fleksibilitas otot menurun

spasme otot

otot punggung melemah

aktivitas terganggu Hambatan Mobilitas Fisik 3. DS: Klien khawatir nyerinya semakin  parah jika ia bekerja

secara berlebihan.

Usia, lama posisi duudk, mengangkat beban berat

Penggunaan otot secara  berlebih

fleksibilitas otot menurun

spasme otot

Menekan akar saraf

Ansietas Nyeri

Hambatan Mobilitas Fisik

(35)

 Nociceptor nyeri

 Nyeri

 Nyeri berulang

IX. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.  Nyeri b.d masalah muskuloskeletal ditandai dengan klien mengeluh nyeri pada punggung bagian bawah, adanya penyebaran nyeri pada  punggung bagian bawah.

2. Hambatan mobilitas fisik b.d kelemahan otot punggung, spasme otot. Ditandai dengan Posisi duduk dalam waktu lama dan melakukan  pekerjaan rumah semakin memperparah nyeri yang dirasakan klien. 3. Ansietas b.d proses penyakit, nyeri. Ditandai dengan Klien khawatir

nyerinya semakin parah jika ia bekerja secara berlebihan.

X. INTERVENSI KEPERAWATAN

No

Dx Tujuan Intervensi Rasional

1. Tupan :

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam nyeri teratasi.

1. Kaji TTV klien

2. Dorong klien untuk tirah baring dan  perubahan posisi.

1. Sebagai acuan dasar keadaan umum klien.

2. Memperbaiki posisi

lumbal untuk

mengurangi rasa nyeri. Ansietas

(36)

Tupen: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam masalah muskuloskeletah teratasi. Dengan KH: a.  Nyeri berkurang atau hilang.  b. TTV dalam rentang normal.

3. Ajarkan klien teknik relaksasi dan ditraksi.

4. Berikan massae  jaringan lunak dengan

lembut.

5. Kolaborasi dengan

dokter dalam

 pemberian obat analgetik..

3. Untuk mengurangi dan mengalihkan rasa nyeri.

4. Dapat memberikan rasa

rileks untuk

mengurangi spasem otot dan memperbaiki  peredaran darah.

5. Terapi analgetik dapat mengurangi nyeri. 2. Tupan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam hambatan mobilitas fisik teratasi Tupen : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 spasme otot teratasi. Dengan KH : 1. Adanya  peningkatan mobilitas fisik.

1. Pantau secara koninu mobilitas fisik klien  bergerak dan berdiri. 2. Bantu klien merubah

 posisi secara perlahan.

3. Dorong klien untuk mematuhi jadwal latihan yang sudah

dibuat untuk meningkatkan secara  bertahap. 1. Untuk mengetahui aktivitas klien. 2. Untuk meningkatkan latihan mobilitas fisik  pada klien.

3. Untuk memberikan latihan maksimalkan mobilitas klien.

(37)

2. Klien dapat kembali ke aktivitas semula secara bertahap. 3. Dapat menghindari  posisi yang menyebabkan nyeri. 3. Tupan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam Ansietas teratasi. Tupen : Setelah dilakukan asuhan keperaatan selama 30x24 jam,  proses penyakit dapat

dimengerti dengan kriteria hasil : 1. Kecemasan klien  berkurang/hilang 2. Klien tidak menunjukan kegelisahan di wajahnya.

1. Kaji pengetahuan klien tentang penyakit yang dideritanya.

2. Berikan penjelasan tentang proses  penyakitnya.

3. Berikan motivasi klien terhadap terapi  pengobatan

1. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien.

2. Agar klien paham dengan penyakitnya dan dapat mengurangi ansietas.

3. Agar pemulihan terjadi secara cepat.

(38)

BAB IV PEMBAHASAN

Dari kasus ini dapat disimpulkan bahwa klien mengalami penyakit Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS). Dilihat dari tanda gejala klien mengalami nyeri abdomen, mengalami penurunan berat badan sebanyak 9 kg dalam waktu 3  bulan ini, anoreksia dan mengalami kesulitan menelan karena sariawan. Serta klien

(39)

untuk narkoba 7 tahun yang lalu. Dan saat pemeriksaan fisi k membran mukosa oral terlihat merah dan lesi berwarna putih pada mukosa oral memenajang ke daerah faring posterior. Serta dilihat dari hasil lab menunjukan HIV antibody positive.

Pada diagnosa keperawatan menurut NANDA NIC-NOC tahun 2015 serta tambhan dari sumber lainnya, masalah yang lazim muncul ialah:

1. Resiko infeksi b.d imunodefisiensi 2. Risiko ketidakseimbangan elektrolit.

3. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d pneumonia carini (PCVP),  peningkatan sekresi bronkus dan penurunan kemampuan untuk batuk menyertai

kelemahan serta keadaan mudah letih.

4. Ketiakefektifan pola nafas b.d jalan nafas tergaggu akibat spasem otot-otot  pernafasan dan penurunan ekspansi paru.

5. Ketidakefektifan termoregulasi b.d penurunan imunitas tubuh.

6. Intoleransi aktivitas b.d keadaan mudah letih, kelemahan, malnutrisi, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.

7. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d penurunan asupan oral. 8. Gangguan harga diri.

9.  Nyeri b.d inflamasi/kerusakan jaringan infeksi, lesi kutaneus internal/eksternal, eksoriasi rectal, penularan, nekrosis. Neuropati perifer, mialgia dan atralgia. Kejang abdomen.

10. Kerusakan Integritas kulit (aktual/risiko) b.d defisit imunologis, AIDS-dihubungkan dengan radang, infeksi virus, bakteri, dan jamur (misalnya herpes,  pseudomonas, candida) proses penyakit (misalnya KS). Penurunan tingkat aktivitas, perubahan sensasi, malnutrisi ; perubahan status metabolism, lesi kulit, ulserasi, formasi ulkus dekubitus (aktual)

11. Ansietas b.d ancaman pada konsep pribadi, ancaman kematian, perubahan pada kesehatan/status sosioekonomi, fungsi peran.

12. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan  b.d kurang pemajanan/mengingat; kesalahan interpretasi informasi, keterbatsan

(40)

kognitif, tidak mengenal sumber informasi. kasus tidak jauh berbeda dengan teori.

Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus ini tidak jauh berbeda dengan teori, namun dalam kasus ini kita dapatkan 5 diagnosa keperawatan, yaitu:

1. Infeksi b.d imunodifisiensi ditandai dengan pembesaran nodus limfe

submandibular, nodus limfe servikal membesar bilateral dan mengeras ketika di palpasi, tonsil membesar, membran mukosa oral berwarna merah dan terdapat inflamasi.

2.  Nyeri b.d pertumbuhan sel abnormal ditandai dengan adanya massa pelvis di ruang retroperitoneal di atas bladder, ukuran 20 cm x 15 cm.

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan asupan oral ditandai dengan anoreksia, penurunan berat badan sebanyak 9 kg.

4. Intoleransi aktivitas b.d keadaan mudah letih, kelemahan, malnutrisi ditandai dengan klien sering mengalami kelelahan.

5. Ansietas b.d proses penyakit ditandai dengan klien mengalami kecemasan karena nyeri abdomen, tampak kegelisahan di wajahnya.

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN

AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sekumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang termasuk family retroviridae. AIDS merupakan tahap akhir dari HIV (SudoyoAru, dkk 2009).

(41)

AIDS disebabkan oleh virus yang mempunyai beberapa nama yaitu HTL II, LAV, RAV. Yang nama ilmiahnya disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang berupa agen viral yang dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah dan punya afinitas yang kuat terhadap limfosit T.

. B. SARAN

Setelah membaca makalah ini semoga pembaca disarankan lebih menjaga kesehatan, pola hidup, memperhatikan asupan makanan dan berolahraga untuk menghindari terjadinya Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS). Khususnya kepada mahasiswa keperawatan yang telah mempelajari faktor-faktor apa saja yang dapat menimbulkan terjadinya Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS). Harapanya tentunya lebih tahu dan a kan lebih safety untuk mencegah terjadinya penyakit tersebut. Karena kelak mahasiswa keperawatan tidak hanya memperhatikan kesehatan dirinya sendiri namun akan memperhatikan kesehatan orang lain (kliennya). Serta semoga dapat mengaplikasikan asuhan keperawatan ini pada pasien yang mengalami  penyakit Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS).

DAFTAR PUSTAKA

Amin Husada Nurarif, S.Kep.,Ns 2015.  Aplikasi keperawatan Berdasarkan  Dignosa Medis dan NANDA NIC-NOC . Jogjakrta: Media Action.

Referensi

Dokumen terkait

AIDS ( Acquired Immune Deficiency Syndrome ) adalah sindroma yang merupakan kumpulan gejala-gejala berbagai penyakit dan infeksi yang disebabkan oleh virus HIV yang

AIDS adalah penyakit hilangnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). HIV merupakan anggota dari famili Retroviridae,

AIDS adalah penyakit hilangnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). HIV merupakan anggota dari famili Retroviridae,

AIDS muncul setelah virus HIV menyerang sistem kekebalan tubuh kita selama lima hingga sepuluh tahun atau lebih.11 HIV Human Immunodeficiency Virus merupakan virus yang dapat

Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tentang Infeksi HIV dan Perilaku Pencegahan HIV Pranikah HIV/AIDS Human Immunodeficiency Virus/Acquired

HIV Human Immunodeficiency Virus AIDS Acquired Immunodeficiency Syndrome CHAG Christian Health Association of Ghana OPD Outpatient Department STI Sexually Transmitted

Dokumen ini membahas tentang Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency Syndrome

Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara tentang Pencegahan dan Penanggulangan Human Immunodeficiency Virus dan Acquired Immune Deficiency Syndrome