Talha Sia, Nur Aida Kubangun, Rina Pusparani ABSTRAK
Benteng Rotterdam merupakan salah satu peningalan Belanda di Negeri Larike, Benteng Rotterdam hanya tersisah sepenggal dinding, Peningalan VOC ini seharusnya di jaga dan dilestarikan namun ketidak pedulian pemerintah dan masyarakat menyebabkan Benteng Rotterdam menjadi rusak dan terbengkalai. Berdasarkam masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejarah Benteng Rotterdam sebagai bukti keberadaan kolonial di Negeri Larike dan pandangan masyarakat Negeri Larike terhadap pelestarian Benteng Rotterdam.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian Historis dan data yang diambil berupa dokumen dan informasi yang diperoleh dengan wawancara dengan tahapan Heuristik yakni mencari dan menemukan sumber yang berkaitan dengan sejarah Benteng Rotterdam sebagai bukti keberadaan Kolonial di Negeri Larike dan pandangan Masyarakt Negeri Larike terhadap keberadaan dan pelestarian Benteng Rotterdam, kemudian melakukan kritik sumber yaitu memberikan penilaian terhadap sumber yang diperoleh, dalam rangka Validitas data melalui dua tahap yaitu kritik interen dan kritik ekstern selanjutnya melalui proses Interpretasi yaitu merangkai bukti yang terpisah menjadi kesatuan yang utuh atau rasional yaitu melakukan tahapan terakhir yaitu Historiografi penulisan sejarah secara sistematis.
Kata kunci: Sejarah Benteng Rotterdan Negeri Larike.
PENDAHULUAN
Rempah-rempah merupakan soal kebutuhan dan juga cita rasa. Selama musim dingin di Eropa, tidak ada satu cara pun yang dapat dilakukan agar semua hewan ternak bisa hidup, karenanya banyak hewan ternak disembelih dan dagingnya kemudian harus diawetkan. untuk itu diperlukan sekali adanya garam dan rempah-rempah, dan di antara rempah-rempah yang diimpor, cengkih dari Nusantara adalah yang paling berharga. Nusantara menghasilkan lada, buah pala, oleh karenanya kawasan itu yang menjadi tujuan utama Bangsa-bangsa Eropa.
(Ricklefs 2005:62)
Sebelum kedatangan bangsa Eropa di Maluku, perdagangan Rempah-rempah khususnya cengkih berada di tangan pedagang pribumi, dengan sumber utama produksinya berada di
wilayah Maluku Utara, pendapat para ahli menyebut bahwa tanaman cengkih merupakan tanaman endemik yang awalnya hanya tumbuh di Maluku Utara terutama di Pulau Ternate, Tidore, Pulau Moti dan Pulau Makian seiring meningkatnya kebutuhan dan ramainya perdagangan cengkih, budidaya tanaman ini kemudian menyebar ke wilayah-wilayah sekitarnya, bahkan hingga ke selatan bagian Kepulauan Maluku. Sekitar abad ke-15, menjelang kehadiran bangsa Eropa tanaman ini telah dibudidayakan oleh penduduk pribumi di Pulau Ambon dan Seram Barat (Rijoli dalam Mansyur 2012:69).
Pada abad ke-15 hingga abad ke-17, pulau Ambon dan sekitarnya merupakan pusat produksi cengkeh, munculnya kerajaan Hitu dan Huamual adalah penguasa-penguasa lokal yang megintrodusir pembudidayaan tanaman cengkih di pulau Ambon dan Seram Barat,. Menjelang ahir abad ke-17, seiring denga kuatnya tekanan VOC untuk menguasai perdagangan cengkih, maka terjadi perubahan situasi politik di Maluku bagian tengah pulau Ambon dan sekitanya.
VOC berhasil menguasai wilayah ini dan mulai menerapkan monopili perdagangan cengkih di Maluku (Mansyur 2012:69).
Pusat Dokumentasi Arsitektur (PDA) mencatat hanya lima persen dari 257 benteng peningalan masa kolonial di Indonesia, yang masi dalam kondisi utuh. Mayoritas kondisi Benteng-benteng tersebut tinggal sisa dan reruntuhannya saja. Kerusakan benteng-benteng peningalan masa kolonian lebih banyak disebabkan oleh pembiaraan yang dilakukan baik oleh pemerintah, maupun masyarakat di sekitarnya. Indonesia bisa belajar dari india yang mampu merestorasi serta mengkonservasi Benteng kolonial untuk kemudian dimanfaatkan secara ekonomis (Adrisijanti, 2013:119).
Rehabilitasi atau revitalisasi, pada kondisi benteng yang hampir-hampir tidak berbekas lagi, menyisakan puing-puing di tengah-tengah kepungan pemukiman permanen milik warga.
Sementara kita tidak semestinya membiarkan begitu saja benteng kolonial, hanya karena masi tampak utuh. Sebaliknya jangan merehabilitasi benteng kolonial, jika justru merusak keaslian dan mencederai nilai kesejarahan. Di Wilayah Kepulauan Maluku sendiri, hasil pendataan Pusat Dokumentasi Arsitektur (PDA) menyebutkan jumlah Benteng dan bangunan Kolonial lainnya di Propinsi Maluku sejumlah 67 buah dan di Maluku Utara tercatat sebanyak 49 buah Benteng belum termasuk pertahanan yang biasanya dalam bentuk pillbox yang tersebar di sepanjang pantai dan gunung. Dari sekian banyak benteng yang terdata, baru sebagian kecil saja, yang
terdaftar sebagai Benda Cagar Budaya (BCB). Artinya, dari sekian banyak benteng kolonial yang terdata, hanya sebagian kecil saja yang sudah dikelola. Masalah pengelolaanyapun juga masih belum tuntas dibicarakan dan diperdebatkan yang karena berbagai kepentingan belum diperoleh titik temu. Di wilayah kepulauan Maluku, Benteng tersebar pada hampir seluruh wilayah.
Deretan Benteng-benteng Kolonial tersebut bisa mewakili adanya kawasaan-kawasan kosentrasi pertahanaan Kolonial masa Kolonial daerah itu merupakan kawasan kota sebagai pusat pemerintah Kolonial. Deretan Benteng menjadi penanda bahwa kawasan itu merupakan daerah strategis yang harus dikuasai dan dipertahankan oleh pihak Kolonial. Di Wilayah Maluku dapat disebut beberapa kawasaan kota Kolonial, yang hingga sekarang dapat didefenisikan spesifiknya di pulau Ambon, selain di pulau Ambon sendiri, Jazirah Leihitu juga dapat disebut Kota Kolonial. (Adrisijanti, 2013:121).
Di pulau Ambon sebagai daerah utama Belanda di Maluku. untuk itu Belanda mendirikan beberapa Benteng sebagai kota pelabuhan, di antaranya ada Nieuw Victoria di kota Ambon, Minddleburg di Passo, Amsterdam di Hila dan Rotterdam di Larike keberadaan Benteng Rotterdam pada saat ini rusak dan terbenkalai di antara Benteng tesebut hanya Benteng Amsterdam di Negeri Hila yang masih berbentuk seperiti Benteng. sedangkan Benteng Nieuw Victoria, Middelburg dan Rotterdam hanya tersisa sepengal dinding untuk Benteng Rotterdam.
menjadi tempat pemukiman warga. Peninggalan VOC ini seharusnya menjadi bukti sejarah keberadaan Belanda di Maluku, namun ketidak pedulian Pemerintah dan Masyarakat menyebabkan Benteng-benteng ini menjadi rusak dan terbengkalai
Dari uraian masalah di atas, maka yang menjadi kajian antara lain, bagaimana sejarah Benteng Rotterdam sebagai bukti keberadaan kolonial di Negeri Larike? dan Bagaimana pandangan masyarakat Negeri Larike terhadap keberadaan dan pelestarian Benteng Rotterdam?
Sesuai dengan masalah yang dirumuskan diatas, maka tujuan penelitian ini antara lain untuk mengetahui sejarah Benteng Rotterdam sebagai bukti keberadaan kolonial di Negeri Larike. Dan untuk mengetahui pandangan masyarakat Negeri Larike terhadap keberadaan dan pelestarian Benteng Rotterdam.
Tinjauan Pustaka A. Konsep Sejarah
Menurut Sartono Kartodirjo memandang bahwa Sejarah adalah cerita tentang masyarakat kolektif suatu komonitas atau bangsa di di masa lampau yang akan membentuk kepribadian nasional dan sekaligus membentuk identitas nasional bangsa tersebut (Aman 2011;22) .
Menurut Mohammad Yamin sejarah adalah ilmu pengetahuan dengan umumnya berhubungan dengan cerita tentang kejadian dalam masyarakat manusia pada waktu yang telah lampau, sebagai susunan hasil penyelidikan bahan tulis atau tanda-tanda yang lain (Rustam Tamburaka 2012:15).
R. Moh Ali (1961:18) pengertian sejarah adalah sebagai berikut:
a. Sejumlah perubahan kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa dalam kenyataan sekitar kita.
b. Cerita tentang perubahan-perubahan dan peristiwa-peristiwa sekitar kita
c. Ilmu yang bertugas menyelidiki perubahan kejadian-kejadian dan peristiwa dalam kenyataan (E.Binendyk, Rina Pusparan, 2016:2-3).
Berbicara mengenai sejarah maka tidak dapat lepas pisahkan dari manusia dalam hal ini individu maupun kelompok, karena manusia merupakan pelaku (subjek) dari sejarah, sehingga muncul teori peran individu sebagai subjek sejarah. konsep dasar dari teori ini beranggapan bahwa peran seseorang merupakan hasil interaksi dari (self) dengan posisi (status dalam masyarakat) dan dengan peran meyankut perbuatan yang menyankut nilai normative atau dengan kata lain perbuatan sebagai objek peristiwa sejarah yang keduanya mempunyai hubungan erat dan bersifat kontinyu dan temporal (Rustam H. Taburaka, 1999:80).
menyatakan Sejarah dapat dipahami sebagai informasi mengenai kajian masa lampau.
Sejarah menggambarkan peristiwa kehidupan masyarakat yang terjadi pada masa lampau yang dipelajari peradaban masa lalu, revolusi-revolusi inggris yang membawa perubahan kehidupan demokrasi peristiwa-peristiwa Proklamasi kemerdekaan Indonesia yang sangat bermakna untuk masyarakat Indonesia.
Menurut W.J.S. Powerdarmirnta (1982:646) pengertian sejarah berarti:
a. Silsilah atau asal usul
b. Kejadian atau peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau
c. Ilmu pengetahuan, cerita pelajaran tentang kejadian atau peristiwa yang benar- benar terjadi pada masa lampau
Sejarah merupakan catatan peristiwa masa silam dan sejarah juga merupakan hasil dari interaksi manusia antara satu dengan lain dan oleh karenanya dari sejarah kita juga banyak berguru agar kita dapa lebih bijak sana jadi sejarah merupakan suatu pengalaman yang sangat berharga yang patut dipelajari untuk menentukan atau meningkatkan kehidupan sosial masyarakat, berbangsa dan bernegara dalam menciptakan suatu perubahan serta kesejatraan masyaarakat yang ada pada bangsa atau negara itu sendiri.
B. Konsep Benteng
Benteng dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terdapat dua pegertian (2010:23) yaitu : a. Bangunan tempat perlindungan atau pertahanan(dari serangan musuh), hanya yang
sempat berlindung di dalamnya.
b. Dinding tembok untuk menehan serangan.
Sebagian juga dalam kamus karangan Daryanto (2015:23) pengertian benteng adalah bangunan yang dibuat untuk pertahanan dan perlindungan dari serangan musuh. Benteng merupakan aset yang tak ternilai harganya, benteng merupakan tempat perlindungan yang kokoh benteng mampu menahan pengepungan dan melancarkan ekspedisi penumpasan melalui darat maupun laut terhadap mereka yang megancam keselamatan dan perdagangan. Benteng yang dibangun dengan dua fungsi, yang utama adalah sebagai tempat pertahanan, dan yang ke dua sebagai tempat tingal bentuk dasar benteng adalah segi empat dengan empat bastion berbentuk segi tiga untuk menempatkan Mariam.
Sebagai tempat pertahanan, Benteng selalu berada di ketinggian dan selalu berada di dekat pantai. ini untuk mempermudah penjajah pemilik benteng bisa melihat musuh yang datang dari jauh(Arturo, 2006:103).
C. Pelestarian Cagar Budaya
Undang-undang Republik Indonesia nomor 11 tahun 2010 tentang cagar budaya. : pasal 73
a. Sistem zonasi mengatur fingsi ruang pada cagar budaya baik vertical maupun horizontal b. pembagian zonasi secara vertical dapat di lakukan terhadap linkungan alam di atas cagar
budaya di darat dan di air
c. Sistem zonasi sebagaimana di maksudkan pada ayat (1) yang terdiri atas
Zona inti
Zona peyangga
Zona pegembang
Zona penunjang.
1. Cagar budaya adalah warisan budaya yang bersifat kebendaan berupa benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, situs cagar budaya dan kawasan cagar budaya di darat dan/atau yang di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.
2. Benda cagar budaya adalah benda alam dan/atau benda buatan manusia, baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya atau sisa- sisanya yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan, atau sisa-sisa yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia,
3. Pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan cagar budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan.
4. Perlindungan adalah upaya mencegah dan mengulanggi dari kerusakan, kehancuran atau kemusnahan dengan cara penyelamatan, pengamanan, zonasi, pemeliharaan, dan pemugaran cagar budaya.
5. Penyelamatan adalah upaya menghindarkan sdan/atau menangulangi cagar badaya dari kerusakan, kehancuran dan kemusnahan.
6. Pengamatan adalah upaya ,menjaga dan menjaga cagar budaya dari ancaman dan/atau ganguan.
7. Pemugaran adalah upaya pengembalian kondisi fisik benda cagar budaya bangunaan cagar budaya, dan struktur cagar budaya yang rusak sesuai dengan keaslian bahan, bentuk, tata letak, dan/atau teknik pengajaran untuk memperpancang usiannya.
E. Kolonialisme dan Imprealisme
Kolonialisme atau penjajahan adalah suatu sistem dimana suatu Negara menguasai rakyat dan sumber daya Negara lain tetapi masi tetap berhubungan dengan Negara asal, istilah ini juga menunjuk kepada suatu himpunan keyakinan yang dibangun untuk melegitimasikan atau mempromosikan sistem ini, terutama kepercayaan bahwa moral dari pengkoloni lebih hebat ketimbang yang dikolonikan. Negara kolonialisme pertama adalah inggris dan spanyol.
Pendukung dari kolonialisme bahwa hukum kolonial menguntungkan Negara yang dikolonikan dengan mengebangkan infrastruktur ekonomi dan politik yang dibutuhkan untuk pemodernisasian dan demokrasi. Mereka menunjukan kebebasaan koloni seperti Amerika Serikat, Australia, Selandia Baru, Hong kong dan Sigapur sebagai contoh sukses pasca- kolonialisme. Peneori ketergantungan seperti Andre Gunder Frank, berpendapat bahwa kolonialisme sebenarnya menuju ke perpindahan kekayaan dari daerah yang dikolonisasi ke daerah pengkolonisasi, dan menghambat kesuksesan pengembangan ekonomi.
Imprealisme ialah politik untuk menguasai dengan paksaan seluruh dunia untuk kepentingan diri sendiri yang dibentuk sebagai imperiumnya. Menguasai disini tidak perlu berarti merebut dengan kekuatan senjata, tetapi dijalankan dengan kekuatan ekonomi, kultur, agama dan idiologi, asal saja dengan paksaan. Imperium disini tidak perlu berarti suatu gabungan dari jajahan-jajahan, tetapi dapat berupa daerah-daerah pengaruh, asal saja untuk kepentingan diri sendriri. Lazimnya imprealisme dibagi menjadi dua:
a. Imprealisme kuno (Ancient Imperialism) Inti dari imprealisme kuno adalah semboyan gold, gospel and glory (kekayaan, penyebaran agama dan kejayaan). Satu negara merebut negara lain untuk menyebarkan agama, mendapatkan kekayaan dan menambah kejayaan.
Imprealisme ini berlangsung sebelum revolusi industri dan diperoleh oleh spanyol dan portugis.
b. Imprealisme modern (Modern Imprealism) inti dari imprealisme modern adalah kemajuan ekonomi. Imprealisme timbul sesudah revolisi industri. Industri besar-besaran akibat revolusi industri membutuhkan bahan mentah yang banyak dan pasar yang luas mereka mencari jajahan untuk dijadikan sumber bahan mentah dan pasar bagi hasil-hasil industi, kemudian juga sebagai tempat penambah modal bagi kapital surplus.
F. Masa Kolonial di Maluku
Kota Konstantinopel jatuh ke tangan Turki pada tahun 1453, megakibatkan jalur perdagangan yang menghubungkan Asia dan Eropa terputus, hal ini mendoromg orang-orang Eropa mencari langsung ke daerah penghasil komoditi dagang yang bernilai tinggi di pasaran Eropa ke wilayah Timur. Salah satu komiditi yang menjadi incaran yaitu rempah-rempah (cengkih, pala, dan bunga pala atau fuli). Komoditi ini hanya dihasilkan di kepulauan Maluku yaitu cengkih di Maluku Utara sedangkan pala dan fuli di kepulauan Banda. Orang-orang Eropa awalnya datang sebagai kelompok pedaganag, kemudian berhasil menjalin hubungan dengan
penduduk. Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya mereka melakukan berbagai cara untuk menguasai daerah-daerah strategis, baik secara ekonomi maupun politik. Orang Eropa awalnya datang sebagai kelompok pedagang, kemudian berhasil menjaling hubungan dengan penduduk.
Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya mereka melakukan cara untuk menguasai daerah- daerah strategis, baik secara ekonomi maupun politik (U.Talib, Johan Pattiasina 2012:2).
Monopoli Rempah-rempah adalah alasan utama kehadiran orang Belanda di Maluku. Ini adalah mesin yang digerakan oleh kedinamisan lokal dan perusahan sejak Abad ke-16. (Widjojo 2013:36). Pada bulan April 1511, Albuquerque melakukan pelayaran dari Goa Portugis menuju Malaka dengan kekuatan kira-kira 1.200 orang dan 17 atau 18 buah kapal. Malaka berhasil ditaklukan. Albuquerque tingal di Malaka sampai bulan November 1511 (Ricklefs, 2005 : 63- 64).
Alfonso de Albuquerque mengirimkan tiga kapal kecil di bawah komando Antonio de Abreu dan wakil komandan Francisco Serrao Kekepulauan rempah-rempah di Nusantara.
Armada ini meninggalkan Malaka antara November 1511-Januari 1512 dan berlayar ke arah Timur pulau Buru, Ambon dan Seram. Setelah megunjungi Banda, kapal Serrao yang bermuatan cengkih, buah pala dan bunga pala dihantam cuaca buruk kemudian tenggelam. (Widjojo 2013:13). Mereka ditemukan oleh nelayan-nelayan orang Hitu dengan kapalnya di Nusa Telu, Perdana Djamilu, sang juru bicara, memerintahkan agar orang asing itu di bawah ke Hitu, dimana mereka disambut dengan sangat baik. Di sana dia mempertunjukan ketrampilan perang melawan suatu pasukan penyerang yang membuat dirinya disukai oleh penguasa setempat dan tersebar sampai ke dua kerajaan paling berkuasa saat itu, yaitu Ternate dan Tidore. Sultan Ternate mengutus tiga saudara laki-lakinya dengan tujuh kora-kora memenangkan perebutan simpati. Orang-orang Portugis Serrao menerima undangan sultan Ternate dan pergi ke sana setelah meningalkan beberapa anak buahnya untuk menjaga gudang di Hitu (Rijoly 2017:541).
Hubungan Portugis dengan Ternate berubah menjadi tegang karena Portugis melakukan Kristenisasi. Pada tahun 1535, orang-orang Portugis di Ternate menurunkan Raja Tabariji memerintah 1523-1535 dan mengirimkan ke Goa yang dikuasai Portugis di sana dia masuk Kristen, dia dikirim ke Ternate untuk menduduki singgasananya lagi dalam perjalanan dia wafat di Malaka pada tahun 1545, namun sebelum wafat, dia telah menyerahkan pulau Ambon kepada orang Portugis yang menjadi ayah baptisnya, Jordao de Fraitas. Akirnya orang-orang Portugis, yang membunuh Sultan Ternate Hairun pada tahun 1570, dan Portugis diusir dari Ternate pada tahun 1573 setelah terjadi pengepungan selama lima tahun, mereka kemudian pindah ke Tidore dan membangun Benteng baru pada tahun 1578. Akan tetapi, Ambonlah yang kemudian menjadi pusat utama kegiatan-kegiatan Portugis di Maluku sesudah itu, Ternate menjadi sebuah kerajaan yang gigih menganut Islam dan anti Portugis di bawah pemerintahan Sultan Baab Ullah 1570-83 dan putranya Sultan Said ad-Din berkat Syah 1584-1606 (Ricklefs, 2005 : 63-64).
Pada tahun 1521, tidak mau dikalahkan Sultan Tidore Mansyur juga menyambut kapal- kapal Spanyol yang tersisah dari ekspedisi Magellan megelilingi Dunia. pada 1524 permukiman Sultan Tidore di Marieko hancur dalam serangan Ternate-Portugis. Kedatangan ekspedisi Spanyol di bawah pimpinan Alvaro de Saaveda pada 1528 dan Ruy Lopez de Villalobos pada 1543 tidak membantu mengembalikan keadaan. Malang bagi Tidore, orang Spanyol pergi dari Maluku pada 1656 setelah memutuskan mencurahkan semua sumber daya mereka untuk membangun koloni mereka di Luzon. (Widjojo 2013:14).
Pada tahun 1596, Belanda tiba di Nusantara tepatnya di ujung barat pulau Jawa yaitu Banten, pelabuhan Lada terbesar di Jawa Barat yang dipimpin oleh Conelis de Houtman. Dengan berhasilnya de Houtman menyusul pula Ekspedisi berikutnya pada tahun 1598, 22 kapal milik
lima perusahaan yang berbeda mengadakan pelayaran 14 di antaranya akhirnya kembali (Ricklefs 2005:70). dan delapan buah kapal di bawah pimpinan Jacob van Neck dengan wakilnya Wijbrand van Warwijk menuju Nusantara di Banten mereka mendapat sambutan baik karena Banten baru selesai berperang dengan Portugis. Empat buah kapal yang penuh dengan muatan Lada kembali ke Negeri Belanda di bawah pimpinan Jacob van Neck. sedangkan empat buah lagi menuju ke Maluku di bawah pimpinan Wijbrand van Warwijk dengan wakilnya Jacob van Heemskerk, mengikuti jejak orang Portugis melalui Tuban dan Gersik. Mereka tiba di Hitu pada tahun 1599 rombongan orang-orang Belanda diterima dengan baik, pada saat orang Hitu sedang bermusuhan dengan orang Portugis kesempatan ini di gunakan oleh orang Hitu untuk meminta bantuan kepada orang Belanda untuk menyerang Portugis (Maryam 1998:73).
Pada tahun 1600 Steven van de Haghen selama delapan minggu telah memberikan bantuan kepada Hitu dan mengepung Benteng Portugis akan tetapi tidak berhasil hal ini sebabkan dengan kapalnya yang satu saja dia takdapat berbuat banyak, dia berlayar pergi dan berjanji bahwa dia akan kembali dengan pasukan yang lebih besar (Keuning 2016:22).
Pada 1601 empat belas buah ekspedisi yang berbeda berangkat, melakukan pelayaran dari Belanda. persaingan di antara perusahaan-perusahaan ekspedisi Belanda tersebut tidak dikehendaki. Hingga pada tahun 1598, parlemen Belanda (StatenGeneraal) mengajukan sebuah usulan supaya Perusahan-perusahan yang saling bersaing itu sebaiknya mengabungkan kepentingan mereka dalam suatu Fusi. Pada bulan Maret 1602, perusahaan-perusahaan yang saling bersaing itu membentuk perserikatan Maskapai Hindia Timur, VOC (Vereenigde Oost- Indische Compagnie). kepentingan-kepentingan yang bersaing itu diwakili oleh sistem majelis (kamer) untuk masing-masing wilayah di Negeri Belanda mempunyai masing-masing direktur yang telah disetuju, yang seluruhnya berjumlah tujuh belas orang dan disebut sebagai Heeren XVII Tuan-tuan tujuh belas (Ricklefs 2001:70:71).
Pattikayhatu, (1993:66) Menjelaskan pada tahun 1605, Admiral Steven van de Haghen dapat menaklukan Benteng “Nossa Senhora da Annunciada” pusat pertahanan Portugis di Ambon. Sejak saat itu Maluku berada di bawah kekuasaan Belanda. Benteng itu kemudian diberi nama baru yaitu “Kasteel Voctoria” yaitu Benteng Kemenangan (Keuning: 2016:24).
Dalam perjanjian 1605 antara Hitu dan Belanda hak monopoli VOC di rumuskan sebagai berikut : perjuangan Cengkeh oleh penduduk kerajaan Hitu hanya boleh dilakukan kepada VOC saja yang akan menempatkan agen-agennya di sini, pedagang-pedagang lainnya dilarang campur tangan dalam perdagangan ini dan ditentukan bahwa penduduk tidak diperkenankan menjualnya kepada mereka pembicaraan lain dalam tahun 1605 antara Steven van der Hagen dengan pihak Hitu adalah daerah yang tadinya dikuasai oleh Portugis menurut pandangan VOC daerah yang tadinya direbut dari tangan Portugis merupakan daerah kekuasan Belanda (Abdurahman, Leirissa dan Luhulima 1973:85).
Metode Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian Historis dengan mengunakan metode penelitian sejarah dilakukan untuk menggunakan peristiwa sejarah agar gambaran lebih bulat dan menyeluruh sehingga dapat menghindari kesepihakan atau determinisme (Sartono Kartodirjo 2014:99). untuk dapat mengegetahui lebih dalam tentang peristiwa sejarah yang terjadi di masa lampau, maka penelitian sejarah merupakan instrumen
untuk merekonstruksi peristiwa sejarah (history as pastactuality) menjadi sejarah sebagai kisah (history as written) dalam ruang lingkup ilmu sejarah metode penelitian ini disebut metode sejarah mengunakan empat langkah, untuk menjawab permasalahan secara tuntas di antaranya adalah:
1. Heuristik
Heuristik adalah kegiatan untuk mencari menemukan sebagian macam sumber yang diperlukan. Berhasil tidaknya pencarian sumber tergantung dari wawasan penelitian ini ketrampilan teknik dan penelusuran sumber (Suhartono, 2010:29) ada beberapa jenis sumber sejarah di antaranya:
a. Sumber tertulis
Sumber tertulis yang dicari berupa Dokumen, Arsip, Buku dan Artikel yang berkaitan dengan Benteng Rotterdam di Negeri Larike. Sumber tertulis ini diperoleh di Perpustakaan Rumphius, Perpustakaan Wilayah Maluku, Perpustakan Balai Arkeologi Maluku, Maluku Utara, dan Perpustakaan Balai Pelestrian Nilai Budaya (BPNB) Maluku-Maluku Utara, sumber tertulis yang diperoleh berupa buku, artikel dan jurnal.
b. Sumber Lisan
Sumber lisan diperoleh melalui wawancara menurut Narbuko dan Achmadi (2012:83) adalah proses Tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan dimana dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keterangan-keterangan. Oleh karena itu hal ini dipandang perlu oleh peneliti untuk melakukan tanya jawab dengan para informan atau narasumber yang penulis anggap memiliki pengetahuan terkait masalah yang sedang penulis teliti (Sjamsudin 2007:102-1- 103). Sumber lisan ini dilakukan untuk untuk memperoleh fakta tentang pandangan masyarakat Larike terhadap keberadaan dan pelestarian benteng Rotterdam.
2. Kritik Sumber
Sumber untuk penulis ilmiah bukan sembarang sumber tapi sumber-sumber itu terlebih dahulu harus dinilai melalui kritik sumber, kritik sumber merupakan sebuah mekanisme dalam penulisan karya ilmiah yang digunakan para intektual untuk penulis karya ilmiah yang sangat rasional dengan mengikuti metode penelitian sejarah guna mendapatkan hasil yang objektif dalam suatu kajian, dari beberapa sumber yang didapati. (L.Gottschalk, et al. dalam Pranoto.
W.Suhartono 2010:35). Bahkan kritik sumber dilakukan agar data-data yang dikumpulkan dapat
dipercaya, guna menghindari kecurangan dalam penulisan. kritik sumber terdiri atas dua di antaranya sebagai berikut:
a. Kritik Eksternal
Kritik eksternal (eksteren) digunakan untuk menilai keakuratan sumber dengan cara memastikan asal usul sumber asal-usul sumber, diadakan pemeriksaan atas catatan atau peningalan catatan itu sendiri untuk mendapat semua keterangan serta informasi yang mungkin, bisa menjadi petunjuk untuk mengetahui apakah pada waktu itu asal mulanya sumber telah diubah oleh orang-orang tertentu atau tidak (Sjamsudin, 2007:134).
b. Kritik Intern (interen)
Kritik Intern (interen) adalah kritik yang mengacu pada kredibilitas sumber artinya apakah isi Dokumen ini terpercaya atau tidak dimanipulasi mengandung bias, dikecohkan dan lain-lain (Suhartono W. Pranoto 2010:35-37).
3. Interpretasi
Interpretasi adalah mengungkap dan membahas masalah yang diteliti. Interpretasi adalah penafsiran akan makna fakta dan hubungan antar fakta yang satu dengan fakta lain. Penafsiran di atas harus dilandasi oleh sikap objektif, kalaupun dalam hal tertentu bersikap objektif tetapi subjektif yang emosional, rekonstrukti peristiwa sejarah harus mendekati sejarah yang benar atau mendekati kebenaran oleh karena itu disusun berdasarkan fakta pada proses sebelumnya yaitu kritik sumber yang menghasilkan fakta, dan juga sumber-sumber yang lain untuk menentukan segala kebenarannya (Suhartono, 2010:152).
Dengan Interpretasi atau penafsiran terhadap sumber, penulisan akan berupaya semksimal mungkin untuk merangkai bukti-bukti sejarah, yang tersimpan baik dokumen, arsip, atau keteranngan dari informan untuk memadukannya menjadi satu kesatuan yang utuh dan menghasilkan tulisan yang baik serta rasional mengeni sejarah Benteng Rotterdam.
4. Historiografi
Secara Etimologi Historiografi adalah penulisan Sejarah. penulisan sejarah atau Historiografi adalah bagian hasil akhir penelitian sejarah yang diwujudkan dalam bentuk tulisan.
apa yang diperoleh peneliti/penulisan sejarawan berdasarkan data yang dihimpun dan diuji melalui metode sejarah kemudian menghasilkan fakta yang teruji kebenarannya baru ditulis
dalam urutan waktu secara kronologi, sistematis dan mengikuti kaidah-kiidah penulisan ilmiah.
Rankain fakta yang disusun secara kronologis tersebut kemudian dijelaskan hubungan antara fakta sehingga menjadi suatu kisah sejarah (Eudoxia Binnendyk dan Rina Pusparani, 2015:76).
dalam tahapan terakhir ini, diperlukan satu kemampuan khusus, yaitu kemampuan mengarang.
Bagaimana agar fakta-fakta sejarah yang sudah benar-benar terpilih tetapi masih bersifat bagian- bagian (fragmentaris) itu dapat menjadi suatu sajian bersifat utuh, sistematis dan komunikatif.
mudah mengerti bila dalam tahapan ini diperlukan suatu imajinasi historis yang baik (Saiful Rahman, 2009:150).
PEMBAHASAN
1. Sejarah Benteng Rotterdam Sebagai Bukti Keberadaan Kolonial di Negeri Larike a. Larike Sebagai Pos Perdagangan
Peran suatu wilayah didasarkan atas berbagai pihak termasuk dominasi pihak penguasa sejak keberhasilan Belanda menguasai termasuk Jazirah Leihitu pada abad ke- 17 berbagai kebijakan diterapkan untuk menguasai monopoli perdagangan Rempah- rempah, Maluku sebagai Wilayah Kepulauan, mengharuskan Belanda untuk membangun jaringan yang dapat menghubungkan masing-masing Wilayah Kepulauan Maluku.
kepentingan ekonomi perdagangan dan kenyataan geografi inilah yang kemudian menjadi faktor utama munculnya peran wilayah ini terutama dimaksudkan untuk mendukung kebijakan monopoli rempah-rempah mereka. Seiring kebijakan Belanda VOC yang menetapkan Larike sebagai salah satu pusat produksi cengkih, Belanda kemudian membangun pos perdagangan dan menetapkan seorang wakilnya di Larike (Mansyur, 2012:71).
Pos tersebut didirikan di tepi kiri muara Sungai pada tahun 1625 di bangun tembok Pallisade untuk melindungi rumah kayu Pos perdagangan dari serangan masyarakat Ternate. Pallisade persegi yang tinggi berdiri dan diletakan dua menara bundar secara diagonal dengan bebatuan dan tanah dimana pallisade yang satu tidak dapat dipasang terlalu dekat dengan yang lain dan berfungsi sebagai tampilan pelindung. di tengah pallisade berdiri sebuah rumah koopman, dihiasi dengan empat senjata plesteran dan di tembok pembatas terdapat batu peringatan (Van de Wall, 1928:193). dan seorang
Sersan dengan tujuh belas tentara dan empat artileri ditempatkan di sini untuk mempertahankanya (Atlas of mutual Heritege).
Gambar 1 : Sketsa Benteng Rotterdam
Sumber : Grote Atlas
Larike sebagai pos perdagangan dapat dibuktikan, Pada 7 Mei 1782 Pemerintah Ambon mengirimkan sebuah satuan tugas yang lebih kuat di bawah pimpinan Koopman William Beth untuk melumpuhkan para pemberontak. Satuan tugas ini terdiri dari pancalang dan sloop termasuk Batavies Welfaren, Arumbai bertiang dua milik Gubernur dan diperkuat dukungan dari Pos-pos militer di Saparua, Haruku, Hila dan Larike.
pasukan Ekspedisi ini terdiri dari seorang Letnan Belanda dan perwira lainnya, empat sersan, delapan kopral serta prajurit infanteri ( Widjojo 2013:87). Dalam perkembangan selanjutnya pos perdagangan ini ditingkatkan fungsinya menjadi benteng (Mansyur, 2012:71).
b. Benteng Rotterdam Masa VOC
Pada tahun 1633 Gubernur Aert Gijsels mulai membangun benteng batu yang lebih kokoh, yang selesai pada 1634 tepat pada waktunya(Atlas of Mutual Heritage).
Benteng Rotterdam terletak di muara sungai yang cukup besar (Van De Wall, 1928:192).
dimaksudkan untuk memudahkan akses melalui laut (Mansyur 2012:70). Benteng ini berbentuk persegi. Material utama Benteng ini terbuat dari batu karang dan batu bata dengan perekat spesi campuran pasir dan kapur. Ketebalan dinding Benteng 150 cm
dengan tinggi 400 cm. Pada sisi Benteng masih terdapat beberapa lubang jendela berbentuk persegi dengan ukuran 150 x 200 cm. selain sisa struktur berupa dinding, beberapa titik di sekitar struktur ini masih dapat diamati beberapa sisa pondasi. Lokasi struktur Benteng ini berada dekat pantai serta berada di sebelah selatan muara sungai.
Tidak jauh dari titik lokasi pertama yang ada di dekat pantai, sekitar 100 meter arah timur dekat jalan terdapat dua titik sisa struktur dengan ukuran tinggi 100 cm dan 200 cm. menurut informasi, bahwa sisa struktur ini adalah bagian dari bangunan Benteng.
(Mansyur 2012:67).
Gambar 2: Sketsa Negeri Larike dan Benteng Rotterdam
Sumber : Atlas of Mutual Heritage
Benteng Rotterdam yang dilengkapi dengan sepuluh artileri dengan 24 pria Belanda yang tingal disini (Rumphius 1983:54). dan seorang sersan dan tiga puluh tentara dan memiliki seorang asisten yang siap membantunya dan di depan gerbang di atasnya berdiri batu pelana kecil yang dilambangkan perisai dua singa dengan gaya agak cengkuk, dimahkotai oleh prasasti anon 1717 dan beberrapa Meriam kecil terletak di samping tiang gerbang (Van de Wall, 1928:193).
Gambar 3: Sketsa Benteng Rotterdam
Sumber : Atlas of Mutual Heritage
Fungsi Benteng Rotterdam pada masa VOC adalah sebagai Benteng pertahanan dan perdagangan dan umumnya memiliki tiga lantai dan lantai bawah berfungsi sebagai gudang, lantai dua berfungsi sebagai ruangan dan lantai tiga sebagai menara pegawas yang dilengkapi dengan embracure atau ceruk Meriam (Sumantrio dalam Mansyur 2012:70).
Benteng Rotterdam ini diberi nama oleh Gubernur Arnold de Vlaming van Outshoorn pada tahun 1656 (Sumber : Atlas of Mutual Heritage). Bentuk benteng yang persegi ini terdiri dari rumah kopman, gereja dan ruang penyimpanan dikelilingi oleh tembok benteng setebal 150 cm di dalam benteng ini tinggal pejabat Belanda danPejabat Belanda yang ditempatkan di Larike adalah Maximiliaan De Jong, G.E.Rumphius dan Paulus Agustus Rumphius (Rijoly dalam Mansyur, 2012:70). dan Larike juga merupakan tempat kelahiran Gubernur jendral Hindia Timur yang ke-16 yaitu Willian van Outhoorn yang Lahir di Larike pada tangan 4 Mei 1635 (Van de Wall, 1928:192).
Sejak pertengahan aband ke-17, VOC berhasil menguasai situasi politik di wilayah Maluku bagian tengah, seiring dengan kebijakan Belanda (VOC) yang menetapkan Larike sebagai pusat produksi cengkih, Larike juga sebagai pusat administratif. Belanda kemudian membangun pos perdagangan untuk menyimpan rempah-rempah, seiring dengan ramainya perdagangan rempah-rempah yang terjadi di negeri Larike, baik itu yang berasal dari pulau Seram, pulau Lease maupun pulau Ambon sendiri dan pada tahun 1633 Gubernur Aert Gijsels mulai membangun benteng batu yang
lebih kokoh sebagai sebuah benteng pertahanan yang di lengkapi dengan beberapa prajurit serta beberapa Mariam yang di letakan di sisi kiri benteng dan di sisi kanan benteng, karena banyaknya orang-orang Belanda yang tingal dalam benteng, dibuatlah sebuah Gereja sebagai tempat ibadah orang-orang Belanda.
Larike dijadikan sebagai pusat perdagangan dan pertahanan, oleh Belanda hal ini menyebabkan ketidak senangan orang Hitu sehingga terjadi ketegangan antara VOC dengan Hitu. Mengenai monopoli rempah-rempah akhirnya pada tahun 1635 vdan 1639 terjadi pemberontakan atau perlawanan dari orang-orang Hitu terhadap orang Belanda di Larike. Benteng pertahanan di serang oleh Hitu namun tidak berhasil menguasai Benteng.
Namun Hitu berhasil membakanr negeri Larike, hanya Benteng pertahanan yang di dalamnya terdapat rumah Kopman (Saudagar utama) yang tidak di bakar.
c. Keberadaan Benteng Rotterdam Saat Ini
Saat ini, kondisi bangunan benteng yang berada di Negeri Larike tidak utuh lagi dan hanya menyisahkan beberapa sisi dinding berbentuk setengah persegi dengan ukuran 5x3 meter. Sisa struktur bangunan benteng ini berada di tengah pemukiman, bahkan pada bagian dalam sisa struktur yang berbentuk persegi ini telah ada bangunan baru. Jika diamati, tampaknya sisi dinding ini adalah sebuah ruangan yang menjadi bagian dari bangunan benteng, selain sisa struktur berupa dinding beberapa titik di sekitar struktur ini masi dapat diamati beberapa sisa fondasi. Lokasi struktur benteng ini berada dekat pantai serta berada di sebelah selatan muara sungai. Tidak jauh dari titik lokasi pertama yang ada di dekat pantai, kurang lebih 100 meter arah timur dekat jalan. Terdapat dua titik sisa struktur dengan ukuran tinggi kurang dari 100 cm dan 200 cm. menurut informan, bahwa sisa struktur ini adalah bagian dari bagunan benteng.
Gambar 4 : Benteng Rotterdam saat ini
Sumber : Dokumen pribadi
Dari bentuk Benteng yang bersegi empat saat ini hanya menyisakan beberapa sisi dinding berbentuk setengah persegi dengan ukuran 5x3 meter, Benteng ini telah diselimuti lumut yang menempel di dinding benteng dan rumput-rumput yang tumbuh di bagian atas Benteng tersebut, Benteng ini juga telah ditempeli dengan pipa-pipa masyarakat untuk mengalirkan air dan Benteng ini dijadikan sebagai tempat jemur pakaian.
Selain sisa struktur benteng, dititik lokasi lain juga terdapat sisa struktur yang terletak di sebelah utara sungai kurang dari 200 meter arah timur benteng. Informasi yang diperoleh menyebutkan bahwa sisa struktur ini merupakan bekas lokasih gereja pertama dibangun lebih awal di Larike sebelum pindah ke lokasi baru yang lebih dekat dengan lokasih benteng sebelah timur benteng, selain sisa struktur benteng dan gereja di Negeri Larike terdapat kerkof (tempat pemakaman orangorang Belanda) yang berada sebelah selatan pusat perkampungan yaitu lokasi yang berbatasan dengan antara Larike dan Walkasihu.
Dengan meningkatnya angka kelahiran setiap tahunya ditambah dengan Letak Negeri Larike yang pegunungan membuat masyarakat kesulitan mencari tempat untuk membuat rumah, ahirnya masyarakat membongkar enteng dan pagar benteng, untuk mendirikan Rumah-rumah warga baik di dalam Benteng Maupun di lingkungan Benteng.
Dalam Benteng telah berdiri dua bangunan baru bangunan satu adalah rumah warga dan bangunan yang satunya adalah pondok kecil yang berada tepat di dalam Benteng dan di lingkungan Benteng telah berdiri 43 rumah-rumah warga yang mengelilingi Benteng
tersebut, disebelah Utara Benteng telah berdiri 6 Rumah warga, disebelah Timur Benteng telah berdiri 1 rumah warga, disebelah Selatan Benteng telah berdiri 29 Rumah warga dan di sebelah Barat Benteng telah berdiri 7 rumah warga yang mengepung Benteng tersebut yang sangat mengancam keberadaan Benteng Rotterdam tersebut.
Salah satu penyebab rusak dan terbengkalainya Benteng Rotterdam adalah minimnya pemahaman masyarakat terkait Benteng Rotterdam yang merupakan salah satu bagian dari benda cagar budaya dan kurangnya perhatian pemerintah untuk bagaimana menghidupkan kembali Benteng Rotterdam yang merupakan bagian dari salah satu benda bersejarah yang harus dijaga dan dilestarikan.
Gambar 5 Dinding Benteng
Sumber : Arkeologi Propinsi Maluku
2. Pandangan Masyarakat Larike Terhadap Keberadaan Dan Pelestarian Benteng Rotterdam
Museum dan Sejarah pada tahun 1989 dibawah pimpinan Drs. M. Manuputty melakukan observasi di Negeri Larike guna melihat Benteng Rotterdam Drs. M. Manuputty beserta rombongan dan Bapak Ahmad Kiat (Pejabat pada saat itu) setelah melihat benteng Rotterdam tersebut Bapak Drs. M. Manuputty mengatakan bahwa 24 rumah yang harus keluar baik rumah yang berada dalam Benteng dan juga berada di linkungan benteng tersebut agar pemerintah dapat melakukan pemugaran terhadap Benteng Rotterdam dengan catatan
bahwa pihak pemerintah akan menganti rugi akan tetapi setelah mereka kalkulasi anggaran Bapak Drs. M. Manuputty mengatakan anggaran yang harus dikeluarkan untuk kebutuhan pemugaran Benteng Rotterdam terlalu besar sehingga pemugaran Bentteng Rotterdam dibatalkan (Hasil wawancara dengan Bapak Ahmad Kiat tanggal 27 maret 2021). Bapak Hafis Lausepa mengatakan bahwa Benteng Rotterdam sudah tidak layak untuk dipugar karena hanya menyisakan beberapa bagian dinding dan baik lokasi Benteng Rotterdam telah menyatu dengan Rumah-rumah warga (Hasil wawancar dengan Bapak Hafis Lausepa tanggal 28 maret 2021)
Mengingat dengan bertambahnya masyarakat Negeri Larike yang meningkat setiap tahunnya ditambah dengan kurangnya pemahaman masyarakat setempat yang tidak begitu memahami bahwa Benteng Rotterdam merupakan salah satu benda cagar budaya yang harus dijaga dan dilestarikan akibatnya di dalam benteng Rotterdam telah berdiri bangunan baru bagitupun di lingkungan benteng sudah berada begitu banyak rumah-rumah warga seharusnya baik pemerintah dan masyarakat setempat mempunyai perana penting untuk tetap menjaga dan melestarikan benda cagar budaya tersebut dan bapak Wahab Latuapo mengatakan seketika pemerintah mau megambil ahli untuk memugar kembali benteng Rotterdam beliau bersedia akan bersedia akan tetapi dengan catatan pihak pemerintah harus mengganti rugi (Hasil wawancara dengan Bapak Wahab Latuapo tanggal 29 maret 2021).
Bapak Muhammad Elang juga menjelaskan bahwa benteng ini sudah tidak layak untuk dipugar mengingat begitu banyak masyarakat yang mendiami baik lingkungan maupun dalam benteng yang telah berdiri bangunan baru (Hasil wawancara dengan Bapak Muhammad Elang 26 maret 2021). Dengan meningkatnya angka kelahiran di Negeri Larike setiap tahunnya mengakibatkan bertambah penduduk sehingga masyarakat setempat membutuhkan tempat tinggal untuk mereka tempati hingga pada sat itu mereka membangun rumah-rumah baik di lingkungan benteng maupun di dalam benteng tersebut (Hasil wawancar dengan Ibu Mida Sia tanggal 26 Maret 2021).
Ibu Bida menjelaskan ketika pemerintah mau melakukan pemugaran benteng Rotterdam merekapun akan bersedia keluar dari lingkungan benteng akan tetapi pemerintah harus menganti rugi dan mencari lahan untuk mereka tempati jika sewaktu-waktu benteng ini mau dipugar (Hasil wawancara dengan ini jabida Elang tanggal 27 maret 2021).
Dari hasil uraian di atas dapat dilihat ada tiga masalah yang menyebabkan bneteng Rotterdam rusak dan terbengkalai yaitu:
1. Kurangnya pemahaman masyarakat terkait dengan benteng Rotterdam yang merupakan salah satu benda cagar budaya yang harus dijaga dan dilestarikan.
2. Negeri Larike yang tanahnya pegunungan dan curam membuat masyarakat setempat kesulitan mencari lahan untuk mendirikan rumah-rumah mereka agar bisa melanjutkan hidup ditambah dengan makin meninkatkannya angka kelahiran setiap tahunnya menyebabkan bertambahnya jumlah jiwa sehingga masyarakat membutuhkan lahan untuk mereka tempati.
3. Kurangnya perhatian pemerintah setempat dalam benjaga benda cagar budaya Yang mengakibatkan rusaknya benteng tersebut.
Hanya sebagian masyarakat yang mengetahui yang mengetahui bahwa Benteng Rotterdam merupakan peningalan Belanda dan juga hanya sebagian kecil masyarakat Larike yang mengetahui bahwa benteng Rotterdam merupakan benda cagar budaya yang harus dijaga dan dilestarikan dan menuru hasil wawancara dengan beberapa informan mereka mengatakan bahwa ketika pemerintah sewaktu-waktu ingin memugar benteng mereka bersedia keluar dari dalam maupun Lingkungan Benteng tetapi dengan catatan bahwa pemerintah harus mengganti rugi dan mencarikan lahan untuk mereka tempati.
kerusakan benteng-benteng peningalan masa kolonial lebih banyak disebabkan oleh pembiaran yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun masyarakat di sekitanya sementara kita tidak semestinya membiarkan begitu saja benteng Kolonial karena akan merusak keaslian dan mencederai nilai kesejaraanya.
PENUTUP 1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan di atas maka dapat penulis simpulkan bahwa:
a. Dari benteng Rotterdam yang berbentuk segi empat kini hanya menyisakan beberapa sisi dinding dengan ukuran 5x3 meter, benteng ini telah dipenuhi lumut yang menempel di dinding, rumut-rumput juga telah tumbuh di bagian atas benteng tersebut benteng ini juga
telah ditempeli dengan pipa-pipa masyarakat untuk mengalirkan air dan benteng ini juga dijadikan sebagai tempat unruk menjemur pakain.
b. Dengan meningkatnya angka kelahiran setiap tahun ditambah dengan tanah Negeri Larike yang pegunungan dan curam membuat masyarakat setempat kesulitan mencari lahan untuk mendirikan rumah-rumah agar mereka bisa melanjutkan hidup, kurangnya pemahaman masyarakat terkait dengan benteng Rotterdam sebagai salah satu benda bersejarah dan juga kurangnya perhatian pemerintah dalam melihat benteng Rotterdam sebagai benda cagar budaya yang harus dijaga dan dilestarikan agar bisa diketahui oleh generasi muda selanjutnya.
2. Saran
Dari beberapa kesimpulan Maka penulis menyarankan kepada pemerintah atau instansi terkait agar memperhatikan benda-benda cagar budaya agar tidak punah dan diharapkan kepada masyarakat Negeri Larike agar tetap menjaga lingkungan Benteng Rotterdam sebagai upaya mempertahankan dan melindungi peningalan bersejarah yang merupaka ikon Negeri Larike karena mempunyai manfaat yang sangat berguna bagi generasi penerus.
DAFTAR PUSTAKA
Aman. 2012 Model evaluasi pembelajaran sejarah. Yogyakarta:Ombak.
Abdurahman, Dkk. 1973. Bunga Rempah Sejarah Maluku (I). Jakarta: Lembaga penelitian sejarah Maluku.
Adrisijanti, Inajati, (ed). 2013. Benteng Dulu Kini dan Esok.Yogyakarta: Penerbit Kapel Press.
Binendyk. E. dan Rina Pusparani. 2015. Buku Ajar Dasar-Dasar Ilmu Sejarah. Ambon: Pensil Komunikasi.
Darel Arturo. M.K. 2006. Jejak Portugis di Maluku Utara. Yogjakarta: PT Ombak Daryanto. 2015. Media Pembelajaran. Bandung: PT Sarana Tutorial Nurani.
G. E. Rumphius, 1983 De Ambonse Eilanden Onder de VOC Zoals opgetekend in De Ambonse landbeschrijving. Jakarta: Arsip Nasional RI.
J. Keuning. 2016. Sejarah Ambon. Yogyakarta:Penerbit Ombak.
Joko Marihardono, 2008. Perubahan perang dan fungsi benteng dalam tata ruang kota.
Makalah dalam Wacana : jurrnal ilmu pengetahuan dengan budaya Vol. 10 No. 1.
Kartodirjo, Sartono. 2014. Pendekatan ilmu-ilmu Sosial Dalam Ilmu Sejarah. Yogyakarta.
Ombak.
Mansyur Syamsudin, 2012. Peran wilayah negeri larike pada masa kolonial, Balai Arkeologi Ambon Volume 8./ No 2.
Maryam RL. Lestaluhu. 1988. Sejarah Perlawanan Masyarakat Islam terhadap Imprealisme Di daerah Maluku. Bandung: PT Alma’arif.
Njilhoof Martinus. 1928. De nederlndsche oudheden in de molukke. Gravenhage:van De Wall.
Pattikayhatu J. A. ddk. 1993. Sejarah Daerah Maluku. Proyek penelitian pengkajian dan pembinaan Nilai-nilai Budaya Maluku. Ambon: Depdikbud.
___________________2007. Negeri-negeri di Jazirah Pulau Ambon. Yogyakarta: PT Citra Aji Pratama.
Pigafetta, Antonio. 1524. First Voyage Around the World, terj. A. Robertson. Manila:
FilipinaBook Guide, 1969, hal.1-108.
Pires, Tome. 1515. The Suma Oriental of Tome Pires, terj. Armando Cortessao. London:
Hakluyt Society, 1944.
Pranoto. W. Suhartono. 2010. Teori dan Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Roever, A. de. et. al. 2008. Grote Atlas van de vereningde Oost-Compagnie deel 3: Indisvhe Archipel en Oceanie. Zierikzee:Asia Maior.
Ricklefs. M.C. 2005. Sejarah Indonesia Moderen 1200-2004 Jakarta: PT Ikrar Mandiriabadi Reid, Anthony. 2011. Asia Tenggara dalam kurung Niaga 1450-1680. jilid 2: Jaringan
Perdagangan Global. Jakarta:Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Rijoly, F. tanpa tahun. Sejarah Ambon dan Maluku Selatan. judul asli: De Geschiedenis van Ambon en deZuid Molukken. Dr. H. J. de. Graaf. 1977.
__________________2017. Di Bawah Naungan Gunung Nunusaku: Muslim Kristen Hidup Berdampingan Di Maluku Tengah. Jakarta: KPG (Kepustakan Popular Gramedia).
Suhartono W. Pranot, 2010. Teori dan Metodologi Sejarah, Yogyakarta : Graha ilmu.
Saiful Rochman, 2009. Ilmu sejarah dalam perspektif ilmu sosial, Yogyakarta:
Sjamsudin Helius. 2007. Metodologi Sejarah. Jakarta : Ombak.
Narboko Chilid dan Ahmadi H. Abu. 2012. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Tamburaka, Rustam. 2012. Pengantar Ilmu teori Filsafat Sejarah, sejarah, sejarah filsafat Iptek, Jakarta : PT Rineka Cipta.
Taburaka Rustam H. 1999. Pengantar Ilmu Sejarah Sari Filsafat Sejarah dan Iptek. Jakarta : PT Rineke Cipta.
Talib. U. dan Johan Pattiasina. 2015. Sejarah Agama dan Pembangunan Gereja di Negeri Sila dan Hila Maluku Tengah. Ambon. Balai Pelestarian Nilai Budaya Ambon.
Widjojo Muridin, 2013. Pemberontakan Nuku Persekutuan Lintas Budaya di Maluku-Papua Sekitar 1780-1810. Depok: Komunitas Bambu.