• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bentuk Bumi

N/A
N/A
Onny Budi Antika

Academic year: 2024

Membagikan "Bentuk Bumi"

Copied!
285
0
0

Teks penuh

(1)

MATERI GEOLOGI DASAR

A. Bentuk Bumi

Bentuk planet Bumi sangat mirip dengan bulat pepat (oblate spheroid), sebuah bulatan yang tertekan ceper pada orientasi kutub-kutub yang menyebabkan buncitan pada bagian khatulistiwa. Buncitan ini terjadi karena rotasi Bumi, menyebabkan ukuran diameter katulistiwa 43 km lebih besar dibandingkan diameter dari kutub ke kutub.

Diameter rata-rata dari bulatan Bumi adalah 12.742 km, atau kira-kira 40.000 km/π.

Karena satuan meter pada awalnya didefinisikan sebagai 1/10.000.000 jarak antara katulistiwa ke kutub utara melalui kota Paris, Perancis.

Topografi lokal sedikit bervariasi dari bentuk bulatan ideal yang mulus, meski pada skala global, variasi ini sangat kecil. Bumi memiliki toleransi sekitar satu dari 584, atau 0,17% dibanding bulatan sempurna (reference spheroid), yang lebih mulus jika dibandingkan dengan toleransi sebuah bola biliar, 0,22%. Lokal deviasi terbesar pada permukaan bumi adalah gunung Everest (8.848 m di atas permukaan laut) dan palung Mariana (10.911 m di bawah permukaan laut). Karena buncitan khatulistiwa, bagian bumi yang terletak paling jauh dari titik tengah bumi sebenarnya adalah gunung Chimborazo di Ekuador.

Proses alam endogen/tenaga endogen adalah tenaga Bumi yang berasal dari dalam Bumi. Tenaga alam endogen bersifat membangun permukaan Bumi ini. Tenaga alam eksogen berasal dari luar Bumi dan bersifat merusak. Jadi kedua tenaga itulah yang membuat berbagai macam relief di muka Bumi ini seperti yang kita tahu bahwa permukaan Bumi yang kita huni ini terdiri atas berbagai bentukan seperti gunung, lembah, bukit, danau, sungai, dan sebagainya. Adanya bentukan-bentukan tersebut, menyebabkan permukaan Bumi menjadi tidak rata. Bentukan-bentukan tersebut dikenal sebagai relief Bumi.

B. Interior Bumi

Bagian interior planet kita sudah menjadi kotak hitam "black box" dalam waktu yang sangat lama, dan masih menyimpan banyak misteri. Ilmuan kebumian pada jaman dulu telah memodelkan interior bumi yang sangat berbeda dari yang disajikan dalam textbook modern. Kita semua tahu tentang buku yang berjudul "A Journey to the Center of the Earth" yang ditulis oleh Jules Verne, pada saat itu pengetahun tentang interior

(2)

bumi masih sangat terbatas. Berbeda dengan sekarang, ilmu kebumian yang terus berkembang membuat kita tahu banyak hal, meskipun masih ada hal-hal lain yang belum diekplorasi.

Isaac Newton adalah salah satu ilmuwan pertama yang berteori tentang struktur Bumi. Berdasarkan studinya tentang gaya gravitasi, Newton menghitung densitas rata- rata Bumi dan hasilnya adalah interior bumi memiliki nilai densitas dua kali lebih besar daripada batuan permukaan.

Ada dua pandangan fundamental dalam pembagian stratifikasi interior planet bumi. Yang pertama didasarkan dari perbedaan mineralogi dan komposisi kimia, misalnya minyak yang mengambang di atas air dikarenakan komposisi kimia yang berbeda. Berikutnya didasarkan pada perubahan sifat fisik batuan/material dari pusat sampai bagian terluar planet bumi. Misalnya, minyak dan air memiliki sifat mekanik yang sama (fluida). Di sisi lain, air dan es memiliki komposisi yang sama, tapi air adalah fluida dengan sifat mekanik yang jauh berbeda dari es yang bersifat padat.

Susunan interior bumi dapat diketahui berdasarkan dari sifat-sifat fisika bumi (geofisika). Sebagaimana kita ketahui bahwa bumi mempunyai sifat-sifat fisik seperti misalnya gaya tarik (gravitasi), kemagnetan, kelistrikan, merambatkan gelombang (seismik), dan sifat fisika lainnya. Melalui sifat fisika bumi inilah para akhli geofisika mempelajari susunan bumi, yaitu misalnya dengan metoda pengukuran gravitasi bumi (gaya tarik bumi), sifat kemagnetan bumi, sifat penghantarkan arus listrik, dan sifat menghantarkan gelombang seismik. Metoda seismik adalah salah satu metoda dalam ilmu geofisika yang mengukur sifat rambat gelombang seismik yang menjalar di dalam bumi. Pada dasarnya gelombang seismik dapat diurai menjadi gelombang Primer (P) atau gelombang Longitudinal dan gelombang Sekunder (S) atau gelombang Transversal. Sifat rambat kedua jenis gelombang ini sangat dipengaruhi oleh sifat dari material yang dilaluinya. Gelombang P dapat menjalar pada material berfasa padat maupun cair, sedangkan gelombang S tidak dapat menjalar pada materi yang berfasa cair. Perpedaan sifat rambat kedua jenis gelombang inilah yang dipakai untuk mengetahui jenis material dari interior bumi.

C. Lapisan Bumi

(3)

Gambar 1. Lapisan Bumi a. Kerak Bumi (Crust)

Kerak Bumi memiliki sifat kaku dan padat (solid), dengan ketebalan 5 – 40 kilometer. Kerak bumi Dibagi atas :

- Kerak Samudra (Oceanic Crust)

Kerak samudra merupakan 0,099% dari masa bumi; Kedalaman 0 - 10 kilometer (0 - 6 mil). Lempeng samudra mengandung 0,147% masa mantel- kerak. Sebagian besar kerak bumi terbentuk melalui aktivitas vulkanik. Sistem Punggung Samudra (oceanic ridge system), yaitu sebuah jaringan gunung api selebar 40.000 kilometer (25.000 mil) , membentuk kerak samudra

baru dengan kecepatan 17 km3 per tahun, menutupi lantai samudra dengan basalt. Hawaii dan Iceland adalah contoh akumulasi onggokan basalt.

- Kerak Benua (Continental Crust)

Kerak benua merupakan 0,374% dari masa bumi; kedalaman 0-50 kilometer (0 - 31 mil). Kerak Benua mengandung 0,554% masa mantel-kerak. Lapisan ini adalah bagian terluar dari bumi dan berupa batuan crystalline.Terdiri dari mineral berdensitas rendah yaitu berkisar ~2.7 g/cm3 dengan didominasi oleh kwarsa (SiO2) dan feldspars (metal-poor silicates). Kerak bumi (Kerak samudra dan benua) adalah permukaan bumi; yang merupakan bagian terdingin dari planet ini. Karena batuan dingin mengalami deformasi secara perlahan, kita menyebut lapisan ini sebagai lithosphere (lapisan yang kuat).

(4)

b. Mantel Bumi (mantle)

tersusun dari batuan yang densitasnya tinggi, peridotit (~3.4 g/cm3).

Mengandung sebagian besar olivin. Bagian atas mantel bersifat kaku seperti kerak, dan bagian bawahnya bersifat lunak. mantel bumi memiliki ketebalan 2885 kilometer. Mantel bumi terbagi atas :

- Mantel Atas

Merupakan 10,3% dari masa bumi; kedalaman 10-400 kilometer (6 - 250 mil).

Mantel atas mengandung 15,3% masa mantel-kerak. Fragmen dari lapisan ini pernah diamati pada sabuk pegunungan yang tererosi dan pada letusan gunung api. Olivine (Mg,Fe)2SiO4 dan pyroxene (Mg,Fe)SiO3 adalah mineral utama yang ditemukan disini. Bagian atas Mantel Atas disebut asthenosphere.

- Daerah Transisi

Merupakan 7,5% dari masa bumi; kedalaman 400-650 kilometer (250-406 mil). Daerah Transisi atau mesosphere ,kadang-kadan disebut juga fertile layer, mengandung 11,1% masa mantel-kerak, sumber magma basaltik.

Daerah Transisi juga mengandung kalsium, aluminum, dan garnet, yaitu mineral kompleks aluminum-bearing silikat. Adanya garnet pada lapisan ini menyebabkan mudah padat jika dingin dan mengapung jika meleleh karena panas. Bagian yang meleleh bisa naik ke lapisan lebih tinggi sebagai magma.

- Mantel bawah

Terdiri dari 49,2% masa bumi; kedalaman 650-2.890 kilometer (406 -1.806 mil). Mantel bawah mengandung 72,9% masa mantel-kerak dan komposisinya sebagian besar silikon, magnesium, dan oksigen. Mungkin juga mengandung besi, kalsium, dan aluminium.

c. Inti Bumi (Core)

Inti bumi tersusun dari besi dan nikel dengan densitas yang sangat tinggi (10- 13 g/cm3). Inti bumi terbagi atas :

- Inti luar (Outer core)

merupakan 30,8% masa bumi; kedalaman 2.890-5.150 kilometer (1.806 - 3.219 mil). Inti luar panas dengan ketebalan 2270 kilometer, merupakan fluida konduktif (Bersifat Liquid) serta terjadi gerakan konveksi.

Perpaduan lapisan konduktif dan rotasi bumi menghasilkan efek dinamo yang

(5)

memelihara sistem kemagnetan bumi. Inti luar juga bertanggung jawab untuk menghaluskan lonjakan rotasi bumi.

- Inti dalam (Inner core)

merupakan 1,7% masa bumi; kedalaman 5.150-6.370 kilometer (3.219 - 3.981 mil). Inti dalam padat (solid) dengan ketebalan 1216 kilometer, terlepas dari mantel, melayang di dalam inti luar yang melebur. Di percaya merupakan bagian padat akibat tekanan dan pendinginan.

D. Teori tektonik Lempeng dan Gempa Bumi

Bumi adalah satu-satunya planet di sistem tata surya yang sampai saat ini masih diakui sebagai planet yang memiliki kehidupan di dalamnya. Berbagai makhluk hidup tinggal dibumi dan hidup dengan sumber daya alam yang berlimpah di dalamnya.

Makhluk hidup tinggal di lapisan paling atas bumi yang disebut Litosfer . Litosfer atau kerak bumi adalah lapisan paling keras yang mengandung materi-materi yang kaku.Litosfer bukanlah sebuah dataran yang menyelimuti lapisan di dalamnya secara keseluruhan layaknya kulit telur yang menyelubungi intinya. Litosfer terpecah menjadi lempeng-lempeng yang terapung di atas lapisan yang lebih lunak di bawah litosfer yang disebut Astenosfer .Oleh karena astenosfer ini lunak, litosfer ini bergerak mengikuti pergerakan materi yang ada di astenosfer. Karena posisinya yang sangat rapat, pergerakan lempeng-lempeng tersebut acap menimbulkan benturan. Namun,tak jarang pula lempeng-lempeng bergerak saling menjauhi atau menggeseki. Pergerakan- pergerakan litosfer ini dipelajari di dalam Teori Tektonik Lempeng. Tidak hanya pergerakannya, fenomena yang ditimbulkan akibat pergerakan tersebut juga dipelajari.

Pengemuka Teori Tektonik Lempeng pertama kali adalah dua orang ahli Geofisika dari Inggris, yaitu McKenzie dan Robert L. Parker. Mereka mengemukakan teori ini pada tahun 1967 setelah menyempurnakan teori-teori yang ditemuknan ahli-ahli sebelumnya.

Salah satunya adalah Teori Uniformitas dari Charless Lyell yang dikemukakannya pada 1830. Teori ini menerangkan bahwa permukaan bumi tidak mengalami perubahan secara lempeng, tetapi hanya mengalami perubahan pada permukaannya karena proses-proses klimatologis seperti hujan, angin, atau perubahan suhu. Kemunculan teori ini berawal dari Teori Arus Benua (Continental Drift) yang dikemukakan oleh Meteorologis Alfred Wegener (1912) dalam bukunya, The Origins of Continents and Oceans , yang menyatakan bahwa dahulu seluruh benua yang ada sekarang saling menempel dan membentuk suatu benua besar yang oleh Wegener disebut Pangea (dalam bahasa Inggris

(6)

disebut all earth). Pangea kemudian pecah dan pecahannya merambat ke posisi seperti yang ada sekarang. Rambatan tersebut membentuk palung-palung besar yang membentuk samudra samudra yang ada sekarang. Teori yang mendukung Teori Tektonik Lempeng yang selanjutnya adalah Teori Arus Konveksi ( Convection Current Theory ) yang dikemukakan oleh Vening Meinesz-Hery Hess. Dalam sumber nomor tiga teori tersebut menerangkan bahwa perpecahan benua danpergerakan lempeng litosfer bumi diakibatkan oleh pergerakan yang dipicu oleh adanya arus konveksi yang berasal dari dalam astenosfer bumi. Arus tersebut muncul karena adanya peluruhan unsur radioakif Uranium menjadi Timbal yang menghasilkan energi, gradien geotermis, serangan benda asing(seperti meteor), dan simpanan panas pada saat bumi terbentuk. Teori ketiga yang mendukung kemunculan Teori Tektonik Lempeng adalah teori Sea FloorGrowth (1963).

Teori ini adalah teori yang menerangkan terbentuknya punggungan memanjang di sekitar dasar samudra.

Gambar 2. Tektonika Lempeng

bumi ini ada 7 lempeng yang besar yaitu Pacific, North America, South America, African, Eurasian (lempeng dimana Indonesia berada), Australian, dan Antartica. lempeng-lempeng penting lain yang lebih kecil mencakup Lempeng India, Lempeng Arabia, Lempeng Karibia, Lempeng Juan de Fuca, Lempeng Cocos, Lempeng Nazca, Lempeng Filipina, dan Lempeng Scotia. Di bawah lempeng- lempeng inilah arus konveksi berada dan astenosphere (lapisan dalam dari lempeng) menjadi bagian yang terpanaskan oleh peluruhan radioaktif seperti Uranium, Thorium, dan Potasium. Bagian yang terpanaskan inilah yang menjadi sumber dari lava yang sering kita lihat di gunung berapi dan juga sumber dari material yang keluar di pematang tengah samudera dan membentuk lantai samudera yang baru. Magma ini terus keluar

(7)

keatas di pematang tengah samudera dan menghasilkan aliran magma yang mengalir kedua arah berbeda dan menghasilkan kekuatan yang mampu membelah pematang tengah samudera. Pada saat lantai samudera tersebut terbelah, retakan terjadi di tengah pematang dan magma yang meleleh mampu keluar dan membentuk lantai samudera yang baru.

Kemudian lantai samudera tersebut bergerak menjauh dari pematang tengah samudera sampai dimana akhirnya bertemu dengan lempeng kontinen dan akan menyusup ke dalam karena berat jenisnya yang umumnya berkomposisi lebih berat dari berat jenis lempeng kontinen. Penyusupan lempeng samudera kedalam lempeng benua inilah yang menghasilkan zona subduksi atau penunjaman dan akhirnya lithosphere akan kembali menyusup ke bawah astenosphere dan terpanaskan lagi. Kejadian ini berlangsung secara terus-menerus. Pada zona pertemuan lempeng tersebut akan menghasilkan gempa bumi, Yang juga menghasilkan tsunami.

Gempabumi merupakan peristiwa alamiah yang tidak dapat dipisahkan dengan fenomena-fenomena alamiah lainya terutama aktivitas gunung berapi (vulkanic). Kedua fenomena ini berkaitan erat dengan proses- proses internal yang terjadi dalam bumi.

Secara fisis fenomena ini merupakan peristiwa pelepasan energi yang dikumpulkan sebelum akibat tegangan yang bekerja di dalam bumi. Energi yang dilepaskan pada saat terjadi nya gempabumi dapat berupa deformasi, energi gelombang atau energi–energi lainya.

Energi deformasi yang dilepaskan suatu gempa bumi dapat dilihat dari bentuk topografi suatu daerah.Perubahan bentuk ini dapt dilihat dari bentuk topografi suatu daerah. Perubahan bentuk ini di sebabkan oleh pergeseran – pergeseran lempeng tektonik (tektonik plates) atau dapat juga disebabkan aktivitas gunung berapi serta menuasia yang menyebabkan naik turunya lapisan bumi. Studi yang mendalam tentang proses gempa bumi disertai analis–analisis catatan penyabaran daerah gempa menunjukan bahwa energi gelombang yang dipancarkan oleh suatu gempa akan menjalar dan menggetarkan medium elastik yang dilewatinya.

Besar kecilnya akibat yang dirasakan karena gempa bumi berkorelasi fositif dengan jarak suatu daerah dengan hiposenter suatu gempa. Hiposenter adalah lokasi nyata terjadinya gempa bumi sedangkan episenter adalah proyeksi hiposenter di permungkaan bumi (guttenber, 1954) Gempabumi merupakan fenomena alam yang bersifat merusak dan menimbulkan bencana dapat digolongkan menjadi empat jenis, yait

(8)

- Gempabumi Vulkanik ( Gunung Api )

Gempa bumi ini terjadi akibat adanya aktivitas magma, yang biasa terjadi sebelum gunung api meletus. Apabila keaktifannya semakin tinggi maka akan menyebabkan timbulnya ledakan yang juga akan menimbulkan terjadinya gempabumi. Gempabumi tersebut hanya terasa di sekitar gunung api tersebut.

- Gempabumi Tektonik

Gempabumi ini disebabkan oleh adanya aktivitas tektonik, yaitu pergeseran lempeng lempeng tektonik mempunyai kekuatan dari yang sangat kecil hingga yang sangat besar. Gempabumi ini banyak menimbulkan kerusakan atau bencana alam dibumi, getaran gempa bumi yang kuat mampu menjalar keseluruh bagian bumi - Gempabumi Runtuhan

Gempabumi ini biasanya terjadi pada daerah kapur ataupun pada daerah pertambangan, gempabumi ini jarang terjadi dan bersifat lokal.

E. Pergerakan Lempeng

Berdasarkan arah pergerakannya, perbatasan antara lempeng tektonik yang satu dengan lainnya (plate boundaries) terbagi dalam 3 jenis, yaitu divergen, konvergen, dan transform. Selain itu ada jenis lain yang cukup kompleks namun jarang, yaitu pertemuan simpang tiga (triple junction) dimana tiga lempeng kerak bertemu.

1. Batas Divergen

Gambar 3. Gerak Lempeng Divergen

(9)

Terjadi pada dua lempeng tektonik yang bergerak saling memberai (break apart). Ketika sebuah lempeng tektonik pecah, lapisan litosfer menipis dan terbelah, membentuk batas divergen. Pada lempeng samudra, proses ini menyebabkan pemekaran dasar laut (seafloor spreading). Sedangkan pada lempeng benua, proses ini menyebabkan terbentuknya lembah retakan (rift valley) akibat adanya celah antara kedua lempeng yang saling menjauh tersebut.

Pematang Tengah-Atlantik (Mid-Atlantic Ridge) adalah salah satu contoh divergensi yang paling terkenal, membujur dari utara ke selatan di sepanjang Samudra Atlantik, membatasi Benua Eropa dan Afrika dengan Benua Amerika.

2. Batas Konvergen

Gambar 4. Gerak Lempeng Konvergen

Terjadi apabila dua lempeng tektonik tertelan ke arah kerak bumi yang mengakibatkan keduanya bergerak saling menumpu satu sama lain. Wilayah dimana suatu lempeng samudra terdorong ke bawah lempeng benua atau lempeng samudra lain disebut dengan zona tunjaman (subduction zones). Di zona inilah sering terjadi gempa. Pematang gunung api (volcanic ridges) dan parit samudra (oceanic trenhes) juga terbentuk di wilayah ini.Batas konvergen ada 3 macam, yaitu:

a. Konvergen Lempeng Benua - Samudra (Oceanic - Continental)

Ketika suatu lempeng samudra menunjam ke bawah lempeng benua, lempeng ini masuk ke lapisan astenosfer yang suhunya lebih tinggi, kemudian meleleh. Pada lapisan litosfer tepat di atasnya, terbentuklah deretan gunung

(10)

berapi (volcanic mountain range). Sementara di dasar laut tepat di bagian terjadi penunjaman, terbentuklah parit samudra (oceanic trench).

Pegunungan Andes di Amerika Selatan adalah salah satu pegunungan yang terbentuk dari proses ini. Pegunungan ini terbentuk dari konvergensi antara Lempeng Nazka dan Lempeng Amerika Selatan.

b. Konvergen Lempeng Samudra - Samudra (Oceanic - Oceanic)

Salah satu lempeng samudra menunjam ke bawah lempeng samudra lainnya, menyebabkan terbentuknya parit di dasar laut, dan deretan gunung berapi yang pararel terhadap parit tersebut, juga di dasar laut. Puncak sebagian gunung berapi ini ada yang timbul sampai ke permukaan, membentuk gugusan pulau vulkanik (volcanic island chain).

Pulau Aleutian di Alaska adalah salah satu contoh pulau vulkanik dari proses ini. Pulau ini terbentuk dari konvergensi antara Lempeng Pasifik dan Lempeng Amerika Utara.

c. Konvergen Lempeng Benua - Benua (Continental - Continental)

Salah satu lempeng benua menunjam ke bawah lempeng benua lainnya.

Karena keduanya adalah lempeng benua, materialnya tidak terlalu padat dan tidak cukup berat untuk tenggelam masuk ke astenosfer dan meleleh. Wilayah di bagian yang bertumbukan mengeras dan menebal, membentuk deretan pegunungan non vulkanik (mountain range).

Pegunungan Himalaya dan Plato Tibet adalah salah satu contoh pegunungan yang terbentuk dari proses ini. Pegunungan ini terbentuk dari konvergensi antara Lempeng India dan Lempeng Eurasia.

3. Batas Transfrom

(11)

Gambar 5 Gerak Lempeng Transform

Terjadi apabila dua lempeng tektonik bergerak saling menggelangsar, yaitu bergerak sejajar namun berlawanan arah. Keduanya tidak saling memberai maupun saling menumpu. Batas transfrom umumnya berada didasar laut, namun ada juga yang berada didaratan, salah satunya adalah Sesar San Andreas di California, USA. Sesar ini meruppakan pertemuan antara Lempeng Amerika Utara yang bergerak ke Tenggara, degan lempeng Pasifik yang bergerak ke arah barat laut.

F. Batuan

Batuan adalah agregat padat dari mineral, atau kumpulan yang terbentuk secara alami yang tersusun oleh butiran mineral, gelas, material organik yang terubah, dan kombinasi semua komponen tersebut. Mineral adalah zat padat anorganik yang mempunyai komposisi kimia tertentu dengan susunan atom yang teratur, yang terjadi tidak dengan perantara manusia dan tidak berasal dari tumbuh-tumbuhan dan hewan, dan dibentuk oleh alam (Warsito Kusumoyudo, 1986). Kristal adalah zat padat yang mempunyai bentuk bangun yang beraturan yang terdiri dari atam-atom dengan susunan yang teratur. Berzelius mengklasifikasikan mineral menjadi 8 golongan, yaitu:

1.Elemen native, contohnya emas, perak, tembaga dan intan 2.Sulfida, contohnya Galena, pirit

3.Oksida dan Hidroksida, contohnya korondum 4.Halida, contohnya Halite

5.Karbonat, Nitrat, Borat, Lodat, contohnya Kalsit

6.Sulfat, Khromat, Molibdenat, dan Tungstat, contohnya Barit 7.Fosfat, Arenat dan Vanadat, contohnya Apatit

8.Silikat, contohnya kuarsa, Feldspar, Piroksen.

(12)

Mineral memiliki sifat-sifat khusus yang dapat kita jadikan sebagai penciri mineral tertentu. Sifat-sifat mineral diantaranya Warna, Goresan, Kilap, Belahan, Pecahan, Kekerasan.

Tabel 1. Skala Mohs

Pembagian Batuan Berdasarkan pembentukannya batuan dibedakan menjadi tiga yaitu batuan beku, sedimen, dan metamorf. Batuan beku adalah batuan yang terbentuk dari kristalisasi (pembekuan) magma. Batuan sediment terbentuk dibawah kondisi permukaan dan terdiri dari kumpulan (1) presipitasi kimia dan biokimia; (2) fragmen atau butiran batuan, mineral dan fosil; (3) kombinasi material-material tersebut. Batuan metamorf adalah batuan yang asalnya adalah batuan beku, sediment atau metamorf yang berubah secara mineralogy, tekstur atau keduanya tanpa mengalami peleburan yang diakibatkan oleh panas, tekanan, atau cairan kimia aktif. Panas dan tekanan disini berbeda dengan kondisi dipermukaan. Penyebaran Batuan di Bumi Bumi adalah tubuh padat, kecuali pada inti luar, dan beberapa tempat yang relative kecil didalam mantel atas dan kerak, yang cair. Kebanyakan dari material yang padat merupakan batuan metamorf, ini dikarenakan batuan di inti dalam, mantel dan kerak telah terubah dikarenakan tekanan dan temperature yang tinggi. Magma yang terbentuk pada mantel atas naik ke level yang lebih tinggi didalam kerak dan mengalami kristalisasi. Batuan sediment terbentuk di permukaan atau dekat permukaan. Di daratan, batuan sediment menutupi sekitar 66 % dari total batuan yang tersingkap (Blatt dan Jones, 1975). Sisanya sekitar 34 % adalah batuan kristalin yang berupa batuan beku dan metamorf. Di bawah samudra kebanyakan ditutupi oleh material sediment atau batuan sediment yang tipis. Dibawah tutupan sediment, didominasi oleh batuan beku dan metamorf.

(13)

Siklus batuan menggambarkan seluruh proses yang dengannya batuan dibentuk, dimodifikasi, ditransportasikan, mengalami dekomposisi, dan dibentuk kembali sebagai hasil dari proses internal dan eksternal Bumi. Siklus batuan ini berjalan secara kontinyu dan tidak pernah berakhir. Siklus ini adalah fenomena yang terjadi di kerak benua (geosfer) yang berinteraksi dengan atmosfer, hidrosfer, dan biosfer dan digerakkan oleh energi panas internal Bumi dan energi panas yang datang dari Matahari. Kerak bumi yang tersingkap ke udara akan mengalami pelapukan dan mengalami transformasi menjadi regolit melalui proses yang melibatkan atmosfer, hidrosfer dan biosfer.

Selanjutnya, proses erosi mentansportasikan regolit dan kemudian mengendapkannya sebagai sedimen. Setelah mengalami deposisi, sedimen tertimbun dan mengalami kompaksi dan kemudian menjadi batuan sedimen. Kemudian, proses-proses tektonik yang menggerakkan lempeng dan pengangkatan kerak Bumi menyebabkan batuan sedimen mengalami deformasi. Penimbunan yang lebih dalam membuat batuan sedimen menjadi batuan metamorik, dan penimbunan yang lebih dalam lagi membuat batuan metamorfik meleleh membentuk magma yang dari magma ini kemudian terbentuk batuan beku yang baru. Pada berbagai tahap siklus batuan ini, tektonik dapat mengangkat kerak bumi dan menyingkapkan batuan sehingga batuan tersebut mengalami pelapukan dan erosi. Dengan demikian, siklus batuan ini akan terus berlanjut tanpa henti. Dari kesimpulan Tersebut, jika di hubungkan siklus batuan dengan sedimentologi, maka batua sedimen itu bisa berasal dari batuan apa saja, baik itu batuan beku, batuan metamorf, ataupun batuan sedimen itu sendiri

(14)

Gambar 6. Siklus Batuan

(15)

MATERI MINERALOGI

A. Latar belakang

Kristal adalah suatu padatan yang atom, molekul, atau ion penyusunnya terkemas secara teratur dan polanya berulang melebar secara tiga dimensi.Secara umum, zat cair membentuk kristal ketika mengalami proses pemadatan. Pada kondisi ideal, hasilnya bisa berupa kristal tunggal, yang semua atom-atom dalam padatannya "terpasang" pada kisi atau struktur kristal yang sama, tapi, secara umum, kebanyakan kristal terbentuk secara simultan sehingga menghasilkan padatan polikristalin. Misalnya, kebanyakan logam yang kita temui sehari-hari merupakan polikristal.

Struktur kristal mana yang akan terbentuk dari suatu cairan tergantung pada kimia cairannya sendiri, kondisi ketika terjadi pemadatan, dan tekanan ambien. Proses terbentuknya struktur kristalin dikenal sebagai kristalisasi.

Meski proses pendinginan sering menghasilkan bahan kristalin, dalam keadaan tertentu cairannya bisa membeku dalam bentuk non-kristalin. Dalam banyak kasus, ini terjadi karena pendinginan yang terlalu cepat sehingga atom-atomnya tidak dapat mencapai lokasi kisinya.Suatu bahan non-kristalin biasa disebut bahan amorf atau seperti gelas.Terkadang bahan seperti ini juga disebut sebagai padatan amorf, meskipun ada perbedaan jelas antara padatan dan gelas. Proses pembentukan gelas tidak melepaskan kalor lebur jenis (Bahasa Inggris: latent heat of fusion). Karena alasan ini banyak ilmuwan yang menganggap bahan gelas sebagai cairan, bukan padatan.Topik ini kontroversial, silakan lihat gelas untuk pembahasan lebih lanjut.Meskipun istilah "kristal" memiliki makna yang sudah ditentukan dalam ilmu material dan fisika zat padat, dalam kehidupan sehari-hari "kristal" merujuk pada benda padat yang menunjukkan bentuk geometri tertentu, dan kerap kali sedap di mata.

Berbagai bentuk kristal tersebut dapat ditemukan di alam. Bentuk-bentuk kristal ini bergantung pada jenis ikatan molekuler antara atom-atom untuk menentukan strukturnya, dan juga keadaan terciptanya kristal tersebut. Bunga salju, intan, dan garam dapur adalah contoh- contoh kristal.

Beberapa material kristalin mungkin menunjukkan sifat-sifat elektrik khas, seperti efek feroelektrik atau efek piezoelektrik.Kelakuan cahaya dalam kristal dijelaskan dalam optika kristal. Dalam struktur dielektrik periodik serangkaian sifat-sifat optis unik dapat ditemukan seperti yang dijelaskan dalam kristal fotonik.

B. Maksud dan tujuan

Adapun maksud dan tujuan diadakan praktikum Kristalografi dan Mineralogi adalah sebagai berikut :

1. Mempelajari dan menentukan sistem Kristalografi dan Mineralogi dari bermacam- macam bentuk Kristal baik bentuk dasar maupun bentuk kombinasi dan letak posisi dan panjang sumbu kristalografi.

(16)

2. Mempelajari dan menentukan kelas simetri dari bermacam-macam bentuk Kristal berdasarkan jumlah unsure-unsur simetri yang dimilikinya.

3. Mencari hubungan dalam proyeksi stereogram.

4. Mengetahui sfat dari mineral itu sendiri.

5. Menentukan hubungan antara Kristal dan mineral.

(17)

DASAR TEORI

A. Kistalografi

Kristalografi adalah ilmu yang mempelajadi tentang Kristal. Sedangkan Kristal itu sendiri adalah suatu padatan yang atom, molekul, atau ion penyusunnya terkemas secara teratur dan polanya berulang melebar secara tiga dimensi .Dalam mempelajari kristalografi kita mengenal ada 7 macam sistem ,antara lain :

1. Sistem Isometrik/Reguler/Kubus

Sistem ini juga disebut sistem kristal regular, atau dikenal pula dengan sistem kristal kubus atau kubik. Jumlah sumbu kristalnya ada 3 dan saling tegak lurus satu dengan yang lainnya. Dengan perbandingan panjang yang sama untuk masing-masing sumbunya.Perbandingan sumbu a = b = c, yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu c.Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.Sistem Isometrik memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 3

Beberapa contoh mineral dengan system kristal Isometrik ini adalah gold, pyrite (H2S), galena, halite, Fluorite(Pellant, chris: 1992)

2. Sistem Tetragonal

Sama dengan system Isometrik, sistem kristal ini mempunyai 3 sumbu kristal yang masing-masing saling tegak lurus. Sumbu a dan b mempunyai satuan panjang sama. Sedangkan sumbu c berlainan, dapat lebih panjang atau lebih pendek. Tapi pada umumnya lebih panjang(perbandingan sumbu) a = b ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b tapi tidak sama dengan sumbu c.Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ. Sistem kristal Tetragonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6

(18)

Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Tetragonal ini adalah rutil, autunite, pyrolusite, Leucite, scapolite (Pellant, Chris: 1992)

3. Sistem Orthorhombik

Sistem ini disebut juga sistem Rhombis dan mempunyai 3 sumbu simetri kristal yang saling tegak lurus satu dengan yang lainnya. Ketiga sumbu tersebut mempunyai panjang yang berbeda.Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Orthorhombik memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c.Pada penggambaran, sistem Orthorhombik memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ

Beberapa contoh mineral denga sistem kristal Orthorhombik ini adalah stibnite, chrysoberyl, aragonite dan witherite (Pellant, chris. 1992)

4. Sistem monoklin

Monoklin artinya hanya mempunyai satu sumbu yang miring dari tiga sumbu yang dimilikinya. Sumbu a tegak lurus terhadap sumbu n; n tegak lurus terhadap sumbu c, tetapi sumbu c tidak tegak lurus terhadap sumbu a. Ketiga sumbu tersebut mempunyai panjang yang tidak sama, umumnya sumbu c yang paling panjang dan sumbu b paling pendekPada penggambaran dengan menggunakan proyeksi

(19)

orthogonal, sistem kristal Monoklin memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 45˚ terhadap sumbu bˉ.

Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Monoklin ini adalah azurite, malachite, colemanite, gypsum, dan epidot (Pellant, chris. 1992)

5. Sistem triklin

Sistem ini mempunyai 3 sumbu simetri yang satu dengan yang lainnya tidak saling tegak lurus. Demikian juga panjang masing-masing sumbu tidak sama.Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, Triklin memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 45˚ ; bˉ^c+= 80˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+

memiliki nilai 45˚ terhadap sumbu bˉ dan bˉ membentuk sudut 80˚ terhadap c+.

Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Triklin ini adalah albite, anorthite, labradorite, kaolinite,microcline dan anortoclase (Pellant, chris. 1992)

6. Sistem Hexagonal

Sistem ini mempunyai 4 sumbu kristal, dimana sumbu c tegak lurus terhadap ketiga sumbu lainnya. Sumbu a, b, dan d masing-masing membentuk sudut 120˚

terhadap satu sama lain. Sambu a, b, dan d memiliki panjang sama. Sedangkan

(20)

panjang c berbeda, dapat lebih panjang atau lebih pendek (umumnya lebih panjang).

Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Hexagonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a = b = d ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu d.Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem Hexagonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 20˚ ; dˉ^b+= 40˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 20˚ terhadap sumbu bˉ dan sumbu dˉ membentuk sudut 40˚

terhadap sumbu b+.

Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Hexagonal ini adalah quartz, corundum, hematite, calcite, dolomite, apatite. (Mondadori, Arlondo. 1977)

7. Sistem trigonal

 Mempunnyai 4 buah sumbu

  Sudut sumbu (aɅbɅd) tegak lurus c

  Panjang sumbu a = b =d ≠c

 Sudut antara a+ dengan b- = 200 dan b+ dengan d- = 400

 Perbandingan sumbu a : b: c : d = 1 : 3 : 3 :1

Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Trigonal ini adalah tourmaline dan cinabar (Mondadori, Arlondo. 1977)

(21)
(22)

B. MINERALOGI

Mineralogi merupakan ilmu bumi yang berfokus pada sifat kimia, struktur kristal, dan fisika (termasuk optik) darimineral. Studi ini juga mencakup proses pembentukan dan perubahan mineral,sifat-sifat fisik, sifat-sifat kimia, keterdapatannya, cara terjadinya, dan kegunaannya. Setiap jenis mineral tidak saja terdiri dari unsur-unsur tertentu, tetapi juga mempunyai bentuk tertentu yang di sebut bentuk kristal.

(23)

CARA PEMBERIAN NAMA MINERAL

1. PENENTUAN BERDASARKAN SIFAT-SIFAT MINERAL

Penentuan nama mineral dapat dilakukan dengan membandingkan sifat-sifat fisik mineral antara mineral yang satu dengan mineral yang lainnya. Sifat fisik suatu mineral ini sangat diperlukan di dalam mendeterminasi atau mengenal mineral secara megaskopis atau tanpa menggunakan mikroskop. Dengan cara ini seseorang dapat mendeterminasi mineral lebih cepat dan biasanya langsung di lapangan tempat di man sampel tersebut ditemukan. Sifat-sifat mineral tersebut meliputi:

a. Warna (Color)

Warna adalah kesan mineral jika terkena cahaya. Bila suatu permukaan mineral dikenai suatu cahaya, maka cahaya yang mengenai permukaan mineral tersebut sebagian akan diserap dan sebagian dipantulkan. Warna mineral dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

 Idiokromatik; Yaitu warna mineral yang selalu tetap. Umumnya dijumpai pada mineral-mineral yang tidak tembus cahaya (opak), seperti galena, magnetit,pirit, dan lain sebagainya.

  Alokromatik; Yaitu warna mineral yang tidak tetap, tergantung dari material pengotornya. Umumnya terdapat pada mineral-mineral yang tembus cahaya, seperti kuarsa, kalsit,dan lain sebagainya.

Tapi ada pula warna yang ditentukan oleh kehadiran sekelompok ion asing yang dapat memberikan warna tertantu pada mineral, yang disebut dengan nama chomophores. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi warna antara lain:

1. Komposisi mineral

2. Struktur kristal dan ikatan ion 3. Pengotor dari mineral

(24)

b. Perawakan Kristal

Perawakan kristal adalah bentuk khas mineral di tentukan oleh bidang yang membangunnya, termasuk bnetuk dan ukuran relative bidang-bidang tersebut. Kita perlu mengenal perawakan yang terdapat pada beberapa jenis mineral, walaupun perawakan kristal bukan merupakan cirri tetap mineral.

Contoh: mika selalu menunjukan perawakan kristal yang mendaun (foliated), amphibol, selalu menunjukan perawakan kristal meniang (columnar) perawakan kristal di bedakan menjadi 3 golongan (Richard peart, 1975) yaitu:

1. Elongated habits (meniang/berserabut) 2. Fattened habits (lembaran tipis)

3. Rounded habits

(membutir) c. Kilap (Luster)

Kilap adalah kesan mineral akibat pantulan cahaya yang dikenakan padanya. Kilap dibedakan menjadi 2, yaitu kilap logam (metallic luster) dan kilap bukan logam (non metallic luster). Kilap logam memberikan kesan seperti logam bila terkena cahaya. Kilap ini biasanya dijumpai pada mineral-mineral bijih, seperti emas, galena, pirit, dan kalkopirit. Sedangkan kilap bukan logam tidak memberikan kesan logam jika terkena cahaya. Selain itu, adapula kilap sub-metalik (sub-metallic luster), yang terdapat pada mineral-mineral yang mempunyai indeks bias antara 2,6-3. Kilap bukan logam dapat dibedakan menjadi:

1.Kilap Kaca (Vitreous Luster); Memberikan kesan seperti kaca atau gelas bila terkena cahaya. Contohnya: kalsit, kuarsa, dan halit.

2. Kilap Intan (adamantine Luster); Memberikan kesan cemerlang seperti intan.

3. Kilap Sutera (Silky Luster); Memberikan kesan seperti sutera.Umumnya terdapat pada mineral yang mempunyai struktur serat. Seperti asbes, aktinolit, dan gipsum.

4. Kilap Lilin (Waxy Luster); Merupakan kilap seperti lilin yang khas.

5. Kilap Mutiara (Pearly Luster); Memberikan kesan seperti mutiara atau seperti bagian dalam dari kulit kerang. Kilap ini ditimbulkan oleh mineral transparan yang berbentuk lembaran. Contohnya talk, dolomit, muskovit, dan tremolit.

(25)

6. Kilap Lemak (Greasy Luster); Menyerupai lemak atau sabun. Hal ini ditimbulkan oleh pengaruh tekanan udara dan alterasi. Contohnya talk dan serpentin.

7. Kilap Tanah (Earthy Luster); Kenampakannya buram seperti tanah.

Misalnya kaolin, limonit,dan bentonit.

d. Kekerasan (Hardness)

Kekerasan adalah ketahanan mineral terhadap suatu goresan. Penentuan kekerasan relatif mineral ialah dengan jalan menggoreskan permukaan mineral yang rata pada mineral standar dari skala Mohs yang sudah diketahui kekerasannya, yang dimulai dari skala 1 yang paling lunak hingga skala 10 untuk mineral yang paling keras.

Kekerasan

Mineral Formula kimia Kekerasan Mohs

Gambar absolut

1 Talk Mg3Si4O10(OH)2 1

2 Gipsum CaSO4·2H2O 3

3 Kalsit CaCO3 9

4 Fluorit CaF2 21

Ca5(PO4)3(OH

5 Apatit 48

,Cl,F)

(26)

Kekerasan

Formula kimia Kekerasan

Mineral Gambar

Mohs absolut

Feldspar

KAlSi3O8 72

6

Ortoklas

7 Kuarsa SiO2 100

8 Topaz Al2SiO4(OH,F)2 200

9 Korundum Al2O3 400

10 Intan C 1600

Misalnya suatu mineral di gores dengan kalsi (H=3) ternyata mineral itu tidak tergores, tetapi dapat tergores oleh fluorite (H=4), maka mineral tesebut mempunyai kekerasan antara 3 dan 4. Dapat pula penentuan kekerasan mineral dengan memepergunakan alat-alat yang sederhana misalnya:

 Kuku jari manusia H = 2,5

 Kawat tembaga H = 3

 Pecahan kaca H = 5,5

 Pisau baja H = 5,5

 Kikir baja H = 6,5

 Lempeng baja H = 7

Bila mana suatu mineral tidak tergores oleh kuku manusia tetapi oleh kawat tembaga, maka mineral tersebut mempunyai kekerasan antara 2,5 dan 3.

(27)

e. Gores (Streak)

Gores atau cerat adalah warna mineral dalam bentuk bubuk. Cerat dapat sama atau berbeda dengan warna mineral. Umumnya warna cerat tetap. Gores ini di pertanggungjawabkan karena stabil dan penting untuk membedakan 2 mineral yang warnanya sama tetapi goresnya berbeda. Gores ini di peroleh dengan cara mengoreskan mineral pada permukaan keeping porselin, tetapi apabila mineral mempunyai kekerasan lebih dari 6, maka dapat di cari mineral yang berwarna terang biasanya mempunyai gores berwarna putih. Mineral bukan logam dan berwarna gelap akan memberikan gores yang lebih terang dari pada warna mineralnya sendiri. Mineral yang mempunyai kilap metallic kadang-kadang mempunyai warna gpres yang lebih gelap dari warna mineralnya sendiri contoh : Pyrite (H2S) berwarna emas metallic dan warna ceratnya hitam. Ada beberapa mineral warna dan gores sering menunjukan warna yang sama yaitu Emas (Au).

f. Belahan (Cleavage)

Belahan adalah kenampakan mineral berdasarkan kemampuannya membelah melaluibidang-bidang belahan yang rata dan licin.Bidang belahanumumnya sejajar dengan bidang tertentu dari mineral tersebut.Belahan dapat di bedakan menjadi:

1. Sempurna (perfect)

Yaitu apabila mineral mudah terbelah melalui arah belahannya yang merupakan bidang yang rata dan sukar pecah selain melalui bidang belahannya.

2. Baik (good)

Yaitu apabila mineral muidah terbelah melalui bidang belahannya yang rata, tetapi dapat juga terbelah tidak melalui bidang belahannya.

3. Jelas (distinct)

Yaitu apabila bidang belahan mineral dapat terlihat jelas, tetapi mineral tersebut sukar membelah melalui bidang belahannya dan tidak rata.

4. Tidak jelas (indistinct)

Yaitu apabila arah belahannya masih terlihat, tetapi kemungkinan untuk membentuk belahan dan pecahan sama besar.

(28)

5. Tidak sempurna (imperfect)

Yaitu apabila mineral sudah tidak terlihat arah belahannya, dan mineral akan pecah dengan permukaan yang tidak rata.

g. Pecahan (Fracture)

Pecahan adalah kemampuan mineral untuk pecah melalui bidang yangtidak rata dan tidak teratur. Pecahan dapat dibedakan menjadi:

1. Pecahan konkoidal (Choncoidal): Pecahan yang memperlihatkan gelombang yang melengkung di permukaan. Bentuknya menyerupai pecahan botol atau kulit bawang.

2. Pecahan berserat/fibrus (Splintery): Pecahan mineral yang menunjukkan kenampakanseperti serat, contohnya asbes, augit;

3. Pecahan tidak rata (Uneven): Pecahan mineral yang memperlihatkanpermukaan bidang pecahnya tidak teratur dan kasar, misalnya pada garnet;

4. Pecahan rata (Even): pecahan mineral yang permukaannya rata dan cukup halus. Contohnya minerallempung.

5. Pecahan Runcing (Hacly): Pecahan mineral yang permukaannya tidak teratur, kasar,dan ujungnya runcing-runcing. Contohnya mineral kelompok logam murni.

6. Pecahan tanah (Earthy), bila kenampakannya seperti tanah, contohnya mineral lempung.

h. Daya Tahan Terhadap Pukulan (Tenacity)

Tenacity adalah suatu reksi atau daya tahan mineral terhadap gaya yang mengenainya, seperti penekanan, pemecahan, pembengkokan, pematahan, pemukulan, penghancuran, dan pemotongan. Tenacity dapat dibagi menjadi:

1. Brittle (Rapuh); apabila mineral mudah hancur menjadi tepung halus.

2. Sectile (Dapat Diiris); apabila mineral mudah dipotong dengan pisau dengan tidak berkurang menjadi tepung.

3. Ductile (Dapat Dipintal); dapat ditarik dan diulur seperti kawat. Bila ditarik akan menjadi panjang, dan apabila dilepaskan akan kembali seperti semula.

(29)

4. Malleable (Dapat Ditempa); apabila mineral ditempa dengan palu akan menjadi pipih.

5. Elastis (Lentur); dapat merenggang bila ditarik, dan akan kembali seperti semula bila dilepaskan.

6. Flexible; apabila mineral dapat dilengkungkan kemana-mana dengan mudah.

i. Berat Jenis (Specific Grafity)

Berat jenis adalah angka perbandingan antara berat suatu mineral dibandingkan dengan berat air pada volume yang sama. Dalam penentuan berat jenis dipergunakan alat-alat seperti: piknometer, timbangan analitik, dan gelas ukur.

j. Sifat Kemagnetan

Sifat kemagnetan yang perlu dicatat dalam praktikum mineral fisik adalah sifat dari mineral yang diselidiki, apakah paramagnetit ataukah diamagnetit.

§ Paramagnetit (magnetit): yaitu mineral tersebut mempunyai daya tarik terhadap magnet.

§ Diamagnetit (non-magnetit): yaitu mineral tersebut mempunyai daya tolak terhadap magnet.

k. Derajat Ketransparanan

Sifat Transparan dari suatu mineral tergantung pada kemampuan mineral tersebut mentransmit sinar cahaya (berkas sinar). Sesuai dengan hal ini, variasi mineral dibedakan atas:

§ Opaque mineral; yaitu mineral-mineral yang tidak tembus cahaya meskipun dalam bentuk lembaran tipis. Mineral-mineral ini permukaannya mempunyai kilauan metalik dan meninggalkan berkas hitam atau gelap.

§ Transparant mineral; yaitu mineral-mineral yang tembus pandang seperti kaca.

§ Translucent mineral; yaitu mineral-mineral yang tembus cahaya tapi tidak tembus pandang.

§ Mineral-mineral yang tidak tembus pandang dalam bentuk pecahan-pecahan tetapi tembus cahaya pada lapisan yang tipis.

(30)

Batuan Beku

Batuan beku adalah batuan yang terbentuk langsung dari proses pembekuan magma baik secaa ekstrusif (membeku di luar permukaan bumi) maupun secara intrusif (membeku di dalam permukaan bumi), yaitu proses perubahan fase dari face cair menjadi HCl (Thorpe dan Browm, 1990).

1. Struktur Batuan Beku

Struktur adalah kenampakan batuan secara makro yang meliputi kedudukan lapisan yang jelas atau umum dari lapisan batuan. Struktur batuan beku sebagian besar hanya dapat dilihat dilapangan saja, misalnya :

a. Pillow Lava, yaitu struktur paling khas dari batuan vulkanik bawah laut, membentuk struktur seperti bantal.

b. Joint struktur, merupakan struktur yang ditandai adanya kekar-kekar yang tersusun secara teratur tegak lurus arah aliran.

Sedangkan struktur yang dapat dilihat pada contoh batuan (hand specimen sample), yaitu :

a. Masif, yaitu apabila tidak menunjukkan adanya sifat aliran, jejak gas (tidak menunjukkan adanya lubang-lubang) dan tidak menunjukkan adanya fragmen lain yang tertanam dalam batuan.

b. Vesikuler, yaitu struktur yang berlubang-lubang yang disebabkan oleh keluarnya gas pada waktu pembekuan magma. Lubang-lubang tersebut menunjukkan arah yang teratur.

c. Skoria, yaitu struktur yang sama dengan struktur vesikuler tapi lubang- lubangnya besar dan menunjukkan arah yang tidak teratur.

d. Amigdaloidal, yaitu struktur dimana lubang-lubang gas telah terisi oleh mineral-mineral sekunder, biasanya mineral karbonat atau silikat.

e. Xenolitis, yaitu struktur yang memperlihatkan adanya fragmen atau pecahan batuan lain yang masuk dalam batuan yang mengintrusi.

2. Tekstur Batuan Beku

Tekstur merupakan keadaan atau hubungan yang erat antar mineral-mineral sebagai bagian dari batuan dan antar mineral-mineral dengan massa gelas yang

(31)

membentuk massa dasar dari batuan. Tekstur pada batuan beku umumnya ditentukan oleh tiga hal penting, yaitu :

1. Kristalinitas

Kristalinitas adalah derajat kristalisasi dari suatu batuan beku pada waktu terbentuknya batuan tersebut. Kristalinitas menunjukkan berapa banyak yang berbentuk kristal dan yang tidak berbentuk kristal, serta mencerminkan kecepatan magma. Apabila magma dalam pembekuannya berlangsung lambat, maka kristalnya kasar. Sedangkan jika pembentukannya berlangsung cepat, maka kristalnya akan halus.

Dalam pembentukannya dikenal tiga kelas derajat kristalisasi, yaitu :

 Holokristalin, yaitu batuan beku yang semuanya tersusun oleh kristal.

  Hipokristalin, yaitu apabila sebagian batuan terdiri dari massa gelas dan sebagian lagi terdiri dari massa kristal.

  Holohialin, yaitu batuan beku yang semuanya tersusun dari massa gelas.



2. Granularitas

Granularitas yaitu sebagia besar butir (ukuran) pada batuan beku.

Granularitas dibagi menjadi :

a. Equigranular, yaitu apabila secara relatif ukuran kristalnya yang membentuk batuan berukuran sama besar. Tekstur ini dibagi menjadi dua, yaitu :

 Fanerik, yaitu kristal-kristalnya terlihat jelas, sehingga dapat dibedakan satu dengan yang lain secara megaskopis.

  Afanitik, yaitu kristal-kristalnya sangat halus sehingga antara satu mineral dengan mineral lain sulit dibedakan dengan mata telanjang.

 b. Inequigranular, yaitu jika ukuran butir dari masing-masing kristal tidak sama besar atau tidak seragam. Tektur ini dibagi menjadi :

 Faneroporfiritik, yaitu bila kristal yang besar dikelilingi oleh kristal-kristal yang kecil dan dapat dikenali dengan mata telanjang.

(32)

 Porfiroafanitik, yaitu bila fenokris dikelilingi oleh massa dasar yang tidak dapat dikenali dengan mata telanjang.

  Vitrovirik, yaitu bila massa dasar berupa gelas.



3. Bentuk Butir

Bentuk kristal adalah sifat dari suatu kristal dalam batuan. Berdasarkan atas kejelasan bidang batas kristal, dilihat dari pandangan dua dimensi, meliputi :

a. Euhedral, yaitu apabila bentuk kristal sempurna dan dibatasi oleh bidang batas yang jelas.

b. Subhedral, yaitu apabila bentuk kristal kurang sempurna dan dibatasi oleh bidang batas yang tidak begitu jelas.

c. Anhedral, yaitu apabila bentuk krisstal dibatasi oleh bidang kristal tidak sempurna atau tidak jelas.

3. Komposisi Mineral

Secara garis besar mineral pembentuk batuan beku dibagi dalam tiga kelompok, yaitu :

1. Mineral utama, yaitu mineral-mmineral utama penyusun kerak bumi disebut mineral pembentuk batuan, terutama mineral golongan silikat. Berdasarkan warna dan densitas dikelompokkan menjadi dua yaitu:

a. Mineral mafik, yaitu mineral yang berwarna gelap, terutama biotit, piroksen, amphibol, dan olivin. Mineral mafik termasuk mineral yang kaya akan unsur Mg dan Fe.

b. Mineral felsik, yaitu mineral yang berwarna terang, terutama kuarsa, feldspar, feldspatoid dan muscovit. Mineral felsik termasuk mineral yang miskin akan unsur Mg dan Fe.

2. Mineral sekunder, adalah mineral-mineral yang dibentuk kemudian dari mineral-mineral utama oleh proses pelapukan, sirkulasi air atau larutan dan metamorfosa. Mineral ini terdapat pada batuan-batuan yang telah lapuk dan batuan sedimen juga batuan metamorf. Mineral sekunder terdiri dari kelompok kalsit, serpentine, klorit, dan lain sebagainya.

(33)

3. Mineral tambahan, yaitu mineral-mineral yang terbentuk oleh kristalisasi magma, terdapat dalam jumlah yang sedikit sekali umumnya kurang dari 5%, sehingga kehadiran atau ketidakhadirannya tidak mempengaruhi sifat dan penamaan batuan tersebut.

4. Macam Batuan Beku

Berdasarkan macam tekstur mineralnya batuan beku ini bisa dibedakan menjadi dua, batuan beku plutonik dan batuan beku vulkanik. Perbedaan antara keduanya bisa dilihat dari tekstur besar mineral penyusun batuannya. Macam dari batuan beku diatas adalah :

a. Batuan beku plutonik, umumnya terbentuk dari pembekuan magma yang relatif lambat sehingga mineral-mineral penyusunnya relatif besar. Contohnya yaitu gabbro, diorite, dan granit.

b. Batuan beku vulkanik umumnya terbentuk dari pembekuan magma yang sangat cepat sehingga mineral penyusunnya lebih kecil. Contohnya adalah basalt, andesite, dan dacite.

5. Mineral pada Batuan

Mineral pada batuan beku dapat dikelompokan menjadi mineral utama dan mineral asesori. Mineral utama merupakan mineral yang dipakai untuk menentukan nama berdasarkan komposisi mineralogi, karena kehadirannya pada batuan melimpah.

Contoh : orthoklas, plagioklas, kuarsa, piroksen, dan olivine.

Mineral asesori adalah mineral yang keberadaannya pada batuan tidak menlimpah, namun sangat penting dalam penamaan batuan, misalnya biotit atau hornblende.

(34)

Gambar 1. Klasifikasi Batuan Beku berdasarkan Thorpe and Brown, 1985

Bowen’s Reaction Series

Seri Reaksi Bowen (Bowen Reaction Series) menggambarkan proses pembentukan mineral pada saat pendinginan magma dimana ketika magma mendingin, magma tersebut mengalami reaksi yang spesifik. Dan dalam hal ini suhu merupakan faktor utama dalam pembentukan mineral.

Tahun 1929-1930, dalam penelitiannya Norman L. Bowen menemukan bahwa mineral-mineral terbentuk dan terpisah dari batuan lelehnya (magma) dan mengkristal sebagai magma mendingin (kristalisasi fraksional). Suhu magma dan laju pendinginan menentukan ciri dan sifat mineral yang terbentuk (tekstur, dll). Dan laju pendinginan yang lambat memungkinkan mineral yang lebih besar dapat terbentuk.

(35)

Dalam skema tersebut reaksi digambarkan dengan “Y”, dimana lengan bagian atas mewakili dua jalur/deret pembentukan yang berbeda. Lengan kanan atas merupakan deret reaksi yang berkelanjutan (continuous), sedangkan lengan kiri atas adalah deret reaksi yang terputus-putus/tak berkelanjutan (discontinuous).

1. Deret Continuous

Deret ini mewakili pembentukan feldspar plagioclase. Dimulai dengan feldspar yang kaya akan kalsium (Ca-feldspar, CaAlSiO) dan berlanjut reaksi dengan peningkatan bertahap dalam pembentukan natrium yang mengandung feldspar (Ca– Na-feldspar, CaNaAlSiO) sampai titik kesetimbangan tercapai pada suhu sekitar 9000C. Saat magma mendingin dan kalsium kehabisan ion, feldspar didominasi oleh pembentukan natrium feldspar (Na-Feldspar, NaAlSiO) hingga suhu sekitar 6000C feldspar dengan hamper 100% natrium terbentuk.

2. Deret Discontinuous

Pada deret ini mewakili formasi mineral ferro-magnesium silicate dimana satu mineral berubah menjadi mineral lainnya pada rentang temperatur tertentu dengan melakukan reaksi dengan sisa larutan magma. Diawali dengan pembentukan mineral Olivine yang merupakan satu-satunya mineral yang stabil pada atau di bawah 18000C. Ketika temperatur berkurang dan Pyroxene menjadi stabil (terbentuk).

Sekitar 11000C, mineral yang mengandung kalsium (CaFeMgSiO) terbentuk dan pada kisaran suhu 9000C Amphibole terbentuk. Sampai pada suhu magma mendingin di 6000C Biotit mulai terbentuk.

Bila proses pendinginan yang berlangsung terlalu cepat, mineral yang telah ada tidak dapat bereaksi seluruhnya dengan sisa magma yang menyebabkan mineral yang terbentuk memiliki rim (selubung). Rim tersusun atas mineral yang telah terbentuk sebelumnya, misal Olivin dengan rim Pyroxene. Deret ini berakhir dengan mengkristalnya Biotite dimana semua besi dan magnesium telah selesai dipergunakan dalam pembentukan mineral.

Apabila kedua jalur reaksi tersebut berakhir dan seluruh besi, magnesium, kalsium dan sodium habis, secara ideal yang tersisa hanya potassium, aluminium dan silica. Semua unsur sisa tersebut akan bergabung membentuk Othoclase Potassium Feldspar. Dan akan terbentuk mika muscovite apabila tekanan air cukup tinggi.

Sisanya, larutan magma yang sebagian besar mengandung silica dan oksigen akan membentuk Quartz (kuarsa). Dalam kristalisasi mineral-mineral ini tidak termasuk

(36)

dalam deret reaksi karena proses pembentukannya yang saling terpisah dan independent.

Sifat Optik Rock Forming Minerals 1. KUARSA

- Colorless, relief rendah

- Bentuk tak beraturan, dalam batuan umumnya anhedral - Tidak punya belahan

- Gelapan bergelombang

- Warna interferensi abu2 orde1 - TO sumbu I (+)

Gambar 1. Kuarsa 2. ORTOKLAS

- Colorles tapi agak keruh, relief rendah - Pada sayatan 001 terlihat kembaran carlsbad - WI abu2 terang orde I

- TO sumbu 2 (-)

3. PLAGIOKLAS

- Colorles tapi agak keruh, relief rendah-sedang - kembaran albit atau carlsbad-albit

- WI abu2 terang orde I - TO sumbu 2 (-) dan (+)

4. OLIVIN

- Abu2 agak kehijauan-transparan - Relief tinggi

- Bentuk poligonal/prismatik

- Pecahan tak beraturan, tanpa belahan

(37)

- WI orde II

- Pada bidang pecahan/rekahan sering teralterasi menjadi serpentin

5. KLINO PIROKSEN (AUGIT, DIOPSID)

- Warna bening, abu-abu kecoklatan, prismatik, sayatan//c belahan 1arah, sayatan tegak lurus c belahan 2 arah 90o

- Gelapan miring, augit 45-54o diopsid 37-44o - TO (+) sb2

Gambar 5. Augit

6. HORNBLENDE

- Warna kehijauan/kecoklatan, - relief tinggi,

- pleokroisme kuat (dikroik/trikroik), - belahan 1 arah atau 2 arah 1200,

- bentuk prismatik (biasanya memanjang), - gelapan miring 12-300

Gambar 6. Hornblende

7. BIOTIT

- Warna coklat, kemerahan, kehitaman - Bentuk berlembar

- Pleokroisme kuat - Gelapan sejajar

(38)

Gambar 7. Biotit

8. MUSCOVIT

- warna colorless - Bentuk berlembar - Pleokroisme kuat - Gelapan sejajar

Gambar 8. Muskovit

9. KALSIT

- Colorless

- Belahan sempurna tiga arah - Biasganda sangat tinggi - TO I (-)

Gambar 9. Kalsit

10.TREMOLIT – AKTINOLIT

- Warna colorless-agak kehijauan, bentuk prismatik memanjang/kolumnar, pleokroisme lemah, gelapan miring 10-20o

- Untuk bentuk dan sifat optik yang sama, warna kebiruan dengan sudut gelapan 4-6o =glaukofan

(39)

11.ORTOPIROKSEN (ENSTANTIN, HIPERSTEN) - Sifat optik sama dengan klinopiroksen

- Yang membedakan adalah gelapannya sejajar (klino=miring) - TO sumbu 2 (-) àhipersten (+) enstatit

Gambar 11. Hipersten

(40)

MATERI GEOMORFOLOGI

Definisi dan Pengertian Geomorfologi

Geomorfologi dapat didefinisikan sebagai ilmu tentang roman muka bumi beserta aspek-aspek yang mempengaruhinya termasuk deskripsi, klasifikasi, genesa, perkembangan dan sejarah permukaan bumi. Kata Geomorfologi (Geomorphology) berasal bahasa Yunani, yang terdiri dari tiga kata yaitu: Geos (erath/bumi), morphos (shape/bentuk), logos (knowledge atau ilmu pengetahuan). Berdasarkan dari kata-kata tersebut, maka pengertian geomorfologi merupakan pengetahuan tentang bentuk-bentuk permukaan bumi. Worcester (1939) mendefinisikan geomorfologi sebagai diskripsi dan tafsiran dari bentuk roman muka bumi. Definisi Worcester ini lebih luas dari sekedar ilmu pengetahuan tentang bentangalam (the science of landforms), sebab termasuk pembahasan tentang kejadian bumi secara umum, seperti pembentukan cekungan lautan (ocean basin) dan paparan benua (continental platform), serta bentuk-bentuk struktur yang lebih kecil dari yang disebut diatas, seperti plain, plateau, mountain dan sebagainya. Lobeck (1939) dalam bukunya “Geomorphology: An Introduction to the study of landscapes”. Landscapes yang dimaksudkan disini adalah bentangalam alamiah (natural landscapes). Dalam mendiskripsi dan menafsirkan bentuk- bentuk bentangalam (landform atau landscapes) ada tiga faktor yang diperhatikan dalam mempelajari geomorfologi, yaitu: struktur, proses dan stadia. Ketiga faktor tersebut merupakan satu kesatuan dalam mempelajari geomorfologi. Para akhli geolomorfologi mempelajari bentuk bentuk bentangalam yang dilihatnya dan mencari tahu mengapa suatu bentangalam terjadi, Disamping itu juga untuk mengetahui sejarah dan perkembangan suatu bentangalam, disamping memprediksi perubahan perubahan yang mungkin terjadi dimasa mendatang melalui suatu kombinasi antara observasi lapangan, percobaan secara fisik dan pemodelan numerik. Geomorfologi sangat erat kaitannya dengan bidang ilmu seperti fisiografi, meteorologi, klimatologi, hidrologi, geologi, dan geografi.

Kajian mengenai geomorfologi yang pertama kalinya dilakukan yaitu kajian untuk pedologi, satu dari dua cabang dalam ilmu tanah. Bentangalam merupakan respon terhadap kombinasi antara proses alam dan antropogenik. Bentangalam terbentuk melalui pengangkatan tektonik dan volkanisme, sedangkan denudasi terjadi melalui erosi dan mass wasting. Hasil dari proses denudasi diketahui sebagai sumber bahan sedimen yang kemudian diangkut dan diendapkan di daratan, pantai maupun lautan. Bentangalam dapat juga mengalami penurunan melalui peristiwa amblesan yang disebabkan oleh proses tektonik atau

(41)

sebagai hasil perubahan fisik yang terjadi dibawah endapan sedimen. Proses proses tersebut satu dan lainnya terjadi dan dipengaruhi oleh perbedaan iklim, ekologi, dan aktivitas manusia.

A. BENTANG ALAM FLUVIAL Proses Fluviatil

Bentang alam fluvial merupakan satuan geomorfologi yang erat hubungannya dengan proses fluviatil. Sebelum lebih jauh membahas tentang bentang alam fluviatil lebih dahulu dibahas pengertian tentang proses fluviatil. Proses fluviatil adalah semua proses yang terjadi di alam, baik fisika maupun kimia yang mengakibatkan adanya perubahan bentuk permukaan bumi, yang disebabkan oleh aksi air permukaan. Di sini yang dominan adalah air yang mengalir secara terpadu/terkonsentrasi (sungai) dan air yang tidak terkonsentrasi (sheet water)

Tetapi alur-alur ada di lereng bukit atau gunung dan terisi air bila terjadi hujan bukan termasuk bagian dari bentang alam fluviatil, karena alur-alur tersebut berisi air sesaat setelah terjadinya hujan (ephemeral stream).

Sebagaimana dengan proses geomorfik yang lain, proses fluviatil akan menghasilkan suatu bentang alam yang khas sebagai tingkah laku air yang mengalir di permukaan. Bentang alam yang dibentuk dapat terjadi karena proses erosi maupun karena proses sedimentasi yang dilakukan oleh air permukaan.

Macam-macam proses fluvial

Proses fluviatil dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu:

1. Proses erosi

Menurut Sukmana, 1979, proses erosi adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah yang disebabkan oleh pergerakan air atau angin.

Sedangkan Arsyad, 1982, mendefinisikan proses erosi sebagai peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atu bagian-bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Berdasarkan arahnya, erosi dapat dibedakan menjadi:

a. Erosi ke arah hulu (head ward erotion) adalah erosi yang terjadi pada ujung bagian hulu sungai.

b. Erosi vertikal, erosi yang arahnya tegak dan cenderung terjadi pada daerah bagian hulu pada sungai dan menyebabkan terjadinya pendalaman lembah sungai.

(42)

c. Erosi lateral, yaitu erosi yang arahnya mendatar dan dominan terjadi pada daerah tengah sungai yang menyebabkan bertambah lebar dan panjang sungai

Erosi yang berlangsung terus hingga suatu saat akan mencapai batas dimana air sungai sudah tidak lagi mampu mengerosi lagi ( erotion base level). Erotion base level ini dapat dibagi menjadi ultimate base level yang base level-nya berupa laut dan temporary base level yang base level-nya lokal seperti danau, rawa, dll.

Intensitas erosi pada suatu sungai berbanding lurus dengan kecepatan aliran sungai tersebut. Erosi akan lebih efektif bila media yang bersangkutan mengangkut bermacam-macam material. Erosi memiliki tujuan akhir meratakan sehingga mendekati ultimate base level.

2. Proses Transportasi

Proses transportasi adalah proses perpindahan/pengangkutan material yang diakibatkan oleh tenaga kinetis yang ada pada sungai sebagai efek dari gaya gravitasi.

Sungai mengangkut material hasil erosinya dengan berbagai cara, yaitu:

a.traksi, yaitu material yang diangkut akan terseret pada dasar sungai.

b.Rolling, yaitu material akan terangkut dengan cara menggelinding di dasar sungai.

c.Saltasi, yaitu material terangkut dengan cara menggelinding pada dasar sungai d.Suspensi, yaitu proses pengangkutan material secara mengambang dan

bercampur dengan air sehingga menyebabkan air sungai menjadi keruh.

e.Solution, yaitu pengangkutan material larut dalam air dan memben-tuk larutan kimia.

(43)

3. Proses Sedimentasi

Adalah proses pengendapan material karena aliran sungai tidak mampu lagi mengangkut material yang di bawanya. Apabila tenaga angkut semakin berkurang, maka material yang berukuran besar dan lebih berat akan terendapkan terlebih dahulu, baru kemudian material yang lebih halus dan ringan.

Bagian sungai yang paling efektif untuk proses pengendapan ini adalah bagian hilir atau pada bagian slip of slope pada kelokan sungai, karena biasanya pada bagian kelokan ini terjadi pengurangan energi yang cukup besar.

Ukuran material yang diendapkan berbanding lurus dengan besarnya energi pengangkut, sehingga semakin ke arah hilir, energi semakin kecil, material yang diendapkan pun semakin halus.

Pola Pengaliran (Drainage Pattern)

Bentuk-bentuk tubuh air disebut sebagai pengaliran (drainage) meliputi danau, laut, sungai, rawa dan sejenisnya. Melalui erosi dan penimbunan (deposisi) yang dilakukan oleh air yang mengalir secara terus menerus, maka dapat menyebabkan perubahan dan perkembangan dari tubuh air tersebut.

Satu sungai atau lebih beserta anak sungai dan cabangnya dapat membentuk suatu pola atau sistem tertentu yang dikenal sebagai pola pengaliran (drainage pattern). Pola ini dapat dibedakan menjadi beberapa macam variasi bergantung struktur batuan dan variasi lotologinya.

a. pola pengaliran rectangular

Adalah pola pengaliran di mana anak-anak sungainya membentuk sudut tegak lurus dengan sungai utamanya. Pola ini biasanya terdapat pada daerah patahan yang bersistem teratur

(44)

b. pola pengaliran dendritik

Adalah pola pengaliran berbentuk seperti pohon dan cabang-cabangnya yang berarah tidak beraturan. Pola ini berkembang pada daerah dengan batuan yang resistensinya seragam, lapisan sedimen mendatar, batuan beku massif, daerah lipatan, dan daerah metamorf yang kompleks

c. pola pengaliran sejajar/parallel

Adalah pola pengaliran yang arah alirannya sejajar. Pola ini berkembang pada daerah yang lerengnya mempunyai kemiringan nyata, dan batuan-nya bertekstur halus.

d. pola pengaliran trellis

adalah pola pengaliran yang berbentuk seperti daun dengan anak-anak sungai sejajar, sungai utamanya biasanya memanjang searah dengan jurus perlapisan batuan. Pola ini banyak dijumpai pada daerah patahan atau lipatan.

(45)

e. pola pengaliran radial

Adalah pola pengaliran yang arah-arah pengalirannya menyebar ke segala arah dari uatu pusat. Umumnya berkembang pada daerah dengan struktur kubah stadia muda, pada kerucut gunungapi, dan pada bukit-bukit yang berbentuk kerucut.

f. pola pengaliran annular

Adalah pola pengaliran di mana sungai atau anak sungainya mempunyai penyebaran yang melingkar, sering dijumpai pada daerah kubah berstadia dewasa.

(46)

g. pola pengaliran multi basinal

Disebut juga sink hole, adalah pola pengaliran yang tidak sempurna, kadang tampak kadang hilangyang disebut sebagai sungai bawah tanah, pola ini bekembang pada daerah karst atau batugamping

h. pola pengaliran contorted

adalah pola pengaliran yang arah alirannya berbalik dar arah semula, pola ini terdapat pada daerah patahan

Macam-macam Bentang Alam Fluviatil

Bentang alam fluviatil dapat dibedakan menjadi beberapa macam berdasar proses pembentukannya, antara lain:

1. Sungai teranyam (braided stream)

Sungai teranyam terbentuk pada bagian hilir sungai yang mempunyai kemiringan datar atau hampir datar. Pembentukannya dikarenakan oleh erosi yang berlebihan pada daerah hulu sungai sehingga terjadi pengendapan pada bagian alurnya

(47)

dan membentuk gosong tengah (channel bar). Karena adanya gosong yang banyak dan berjajar (berderet), maka alirannya memberikan kesan teranyam

2. Bar deposit (endapan gosong)

Adalah endapan sungai yang terdapat pada bagian tepi atau tengah alur sungai.

Endapan pada tengah alur disebut sebagai gosong tengah (channel bar) sedang endapan pada tepi disebut sebagai gosong tepi (point bar)\

3. Tanggul alam (natural levee)

Adalah tanggul yang terbentuk secara alamiah, hasil pengendapan luapan banjir dan terdapat pada tepi sungai sebelah menyebelah. Material pembentuk tenggul alam berasal dari material hasil transportasi sungai saat banjir dan diendapkan di luar saluran sehingga membentuk tanggul-tanggul sepanjang aliran

4. Kipas alluvial (alluvial fan)

Adalah bentang alam alluvial yang terbentuk oleh onggokan material lepas, berbentuk seperti kipas, biasanya terdapat pada suatu dataran di depan gawir. Biasanya tersusun oleh perselingan pasir dan lempung unconsolidated sehingga merupakan lapisan penyimpan air yang cukup baik.

5. Delta

Adalah bentang alam hasil sedimentasi sungai pada bagian hilir setelah masuk pada daerah base level. Selanjutnya akan dibahas sendiri pada bab bentang alam pantai dan delta

(48)

Gambar

Gambar 6. Siklus Batuan
Gambar 1.  Klasifikasi Batuan Beku berdasarkan Thorpe and Brown, 1985
Gambar IV.3. Sketsa dan contoh pola garis kontur pada pegunungan lipatan (a)  lembah antiklin, b).lembah sinklin
Gambar V.1. Sketsa gua yang dikontrol oleh kekar
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penggunaan agregat kasar bentuk bulat mempengaruhi karakteristik marshall campuran aspal beton yaitu menyebabkan nilai stabilitas marshall semakin menurun sampai 527,86 kg, nilai

Johanes Keppler (1571-1630 M) menggambarkan bumi berbentuk bulat, dan bumi bersama planet lain mengorbit pada matahari, dan bentuk orbitnya elips di mana matahari berada di salah

Secara rincinya, rotasi bumi adalah aktivitas atau kegiatan bumi yang berputar pada porosnya secara alami dan menyebabkan beberapa Dampak dari rotasi bumi berupa

Interior bumi merupakan bagian dalam bumi lapisan-lapisan apa saja yang ada didalamnya, sedangkan Litosfer yaitu lapisan kerak bumi yang paling luar dan terdiri atas batuan

Tenaga eksogen ini menyebabkan terjadinya pelapukan, erosi, gerak massa batuan, dan sedimentasi yang bersifat merusak bentuk permukaan bumi Bumi tempat segenap makhluk hidup

putaran, maka panjang tembereng akan lebih besar pada ᵠ 2; dan (4) Bila Bumi mempunyai bentuk triple ellipsoid, maka panjang tembereng akan selalu berbeda untuk tiap sudut apit (

 Pengaruh gravitasi Bumi menyebabkan Bulan bergerak mengelilingi Bumi dan posisi bagian inti Bulan tidak tepat berada di pusatnya?.  Pengaruh gravitasi Bulan menyebabkan

Bentuk muka yang dianggap sempurna yaitu bentuk oval, maka bentuk wajah yang bulat kita rias sedemikian rupa, dengan cara menutupi bagian – bagian yang kurang, agar bentuknya kelihatan