• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of Bimbingan Pra Nikah Secara Daring Pada Masa Pandemi Covid-19 dalam Tinjauan Maqashid Al-Shari’ah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "View of Bimbingan Pra Nikah Secara Daring Pada Masa Pandemi Covid-19 dalam Tinjauan Maqashid Al-Shari’ah"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Al-Qānūn: Jurnal Pemikiran dan Pembaharuan Hukum Islam

dalam Tinjauan Maqashid Al-Syariah

Yaffi Jananta Andriansyah – Aunur Rofiq – Suwandi [email protected]

[email protected] [email protected]

UIN Maulana Malik Ibrahim

Jl. Gajayana No. 50 Dinoyo Lowohwaru Kota Malang, Indonesia

Abstrak: At the end of 2019, the world is experiencing the Covid-19 pandemic, which spreads very quickly. The government made Various policies, such as the PSBB policy, study from home, work from home, and other social restrictions. This has an impact on family harmony. Because there were many layoffs during the pandemic, it was vulnerable to domestic violence due to economic and other problems. The solution to domestic violence is to hold pre-marital counseling for prospective brides; during the pandemic and carried out online. The research method used is the library research method, using a normative juridical approach. Data collection techniques used documentation and analysis using descriptive and content analysis methods. During a pandemic, people spend more time at home, so domestic violence often occurs. Another reason is that many people have been laid off and are experiencing economic difficulties. Pre-marital counseling during a pandemic is carried out online, the implementation time is shortened, and strict health protocols must be implemented.

Keywords: Pre-Marital Counseling, Covid-19 Pandemic, Maqa>s}id al-Shari>‘ah.

Abstrak: Di penghujung tahun 2019, dunia sedang mengalami masa pandemi Covid-19 yang penyebarannya sangat cepat. Berbagai kebijakan dibuat oleh pemerintah, seperti kebijakan PSBB, belajar dari rumah, kerja dari rumah dan pembatasan sosial lainya. Hal ini berdampak kepada keharmonisan keluarga. Karena di masa pandemi banyak terjadi PHK sehingga rentan terjadi kekerasan dalam rumah tangga dikarenakan masalah ekonomi dan lainya.

Solusi untuk mencegah kekerasan dalam rumah tangga adalah dengan mengadakan bimbingan pra nikah bagi para calon pengantin, di masa pandemi bimbingan pra nikah dilakukan secara daring. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kepustakaan, memakai pendekatan yuridis normatif. Teknik pengumpulan data menggunakan dokumentasi dan dilakukan analisis menggunakan metode deskriptif dan isi (content analysis). Di masa pandemi, masyarakat lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah, sehingga kerap terjadi kekerasan dalam rumah tangga, penyebab lainya yaitu banyak masyarakat yang mendapat PHK dan mengalamai kesulitan ekonomi. Bimbingan pra nikah di masa pandemi dilakukan secara daring, waktu pelaksanaan dipersingkat dan harus menerapkan protokol kesehatan secara ketat.

Kata kunci: Bimbingan Pra Nikah, Pandemi Covid-19, Maqa>s}id al-Shari>‘ah

Pendahuluan

Di akhir tahun 2019, dunia sedang digemparkan dengan adanya sebuah virus yang bernama Corona Virus Disease atau Covid-19. Virus ini pertama kali muncul di kota Wuhan, tepatnya di provinsi Hubei, China. Virus ini menyebar dengan sangat cepat hingga menjalar ke seluruh dunia termasuk Indonesia.1 Penyebaran virus ini melalui kontak fisik, mata, mulut dan hidung, serta meyerang sistem pernafasan. Hal ini sungguh berdampak pada ekonomi masyarakat, sektor pariwisata, sekolah dan perkantoran diliburkan serta pembatasan kegiatan sosial lainya.2

1 Camelia Rizka Maulida Syukur, “Konsep Rukhs}ahbagi Tenaga Medis dengan Alat Pelindung Dirisaat Menangani Pasien COVID-19,” Al-Qānūn: Jurnal Pemikiran dan Pembaharuan Hukum Islam 22, no. 2 (Desember 2019): 264.

2 Syafrida dan Ralang Hartati, “Bersama Melawan Virus Covid 19 di Indonesia,” Salam 7, no. 6 (Mei 2020):

496.

(2)

Pemerintah mengeluarkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2020 Tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Dengan banyaknya pembatasan yang dilakukan baik di sekolah, tempat kerja, fasilitas umum dan rumah ibadah, maka membuat orang lebih sering tinggal di rumah. Kondisi seperti ini bisa mendatangkan masalah baru dalam suatu keluarga, terutama tindak kekerasan. Perempuan lebih rentan mendapat tindak kekerasan. Hal ini bisa diperparah jika kondisi ekonomi keluarga tersebut sedang lemah karena terdampak pandemi.3

Solusi untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga adalah dengan mengadakan bimbingan pra nikah atau disebut juga suscatin (Kursus Calon Pengantin).

Bimbingan pra nikah adalah pendidikan yang dilakukan secara singkat oleh para calon pengantin dan remaja pada usia nikah, didalamnya diajarkan tentang perkawinan dan pembinaan untuk menuju keluarga yang harmonis.

Ini merupakan hal yang penting bagi para calon pengantin agar bisa memahami bagaimana cara membentuk keluarga yang harmonis. Tujuan dari penyelenggaraan bimbingan pra-nikah, menurut Ulya, adalah memberikan bekal untuk menjalani kehidupan rumah tangganya agar dapat meminimalisir timbulnya perselisihan yang mengarah pada terjadinya perceraian.4 Sedangkan Kamiluddin menambahkan dengan mengatakan bahwa tujuan dari penyelenggaraan bimbingan pra nikah adalah untuk meminimalisir angka perceraian dan kekerasan dalam rumah tangga.5

Pada masa pandemi, bimbingan pra nikah dilakukan secara daring. Menurut pemaparan dari Kepala KUA Kota Batu yaitu Arif Saifudin, pendaftaran dan penyampaian materi bimbingan pra nikah dilakukan secara online. Materi yang akan disampaikan kepada calon pengantin pria dan wanita juga berbeda.6

Penelitian dengan tema bimbingan pra nikah di masa pandemi sudah banyak dilakukan, Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Vina Nihayatul Husna, mahasiswi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang dengan judul “Bimbingan Perkawinan Pra Nikah Pada Masa Pandemi Covid-19”, membahas tentang implementasi bimbingan perkawinan pra nikah di masa pandemi Covid-19 di Kementerian Agama Kabupaten Kediri dan faktor yang mendukung dan menghambat pelaksanaan bimbingan perkawinan pra nikah pada masa pandemi Covid-19 di Kementerian Agama Kabupaten Kediri.

Jenis penelitian ini adalah yuridis empiris, menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah implementasi bimbingan pra nikah sudah sesuai dengan Panduan Pelaksanaan Bimbingan Perkawinan Pada Masa Pandemi Covid- 19 dan adaptasi new normal tentang pelaksanaan bimbingan perkawinan, dianggap sudah sesuai karena sudah menerapkan protokol kesehatan, yaitu dengan menyiapkan tempat yang luas yang memiliki ventilasi dan sirkulasi udara yang baik, peserta juga dibatasi hanya 25 pasang saja dan pengurangan durasi waktu. Faktor pendukung

3 Sali Susiana, “Kekerasan Dalam Rumah Tangga Pada Masa Pandemi Covid-19,” Info Singkat, Kajian Singkat Terhadap Isu Aktual dan Strategis: (Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI), Desember 2020, 15.

4 Zakiyatul Ulya, “Buku Pedoman Praktis Menuju Keluarga Sakinah sebagai Acuan Pembentukan Keluarga Sakinah,” Al-Qānūn: Jurnal Pemikiran dan Pembaharuan Hukum Islam 25, no. 1 (Juni 2022): 20.

5 Kamiludin, “Revitalisasi Bimbingan Suscatin Pra Nikah dalam Mencegah Kekerasan dan Perceraian dalam Rumah Tangga di Kabupaten Lombok Tengah” (Tesis, Mataram, UIN Mataram, 2021), 1.

6 Agus S., “Masa Pandemi Covid-19, Bimbingan Pra Nikah Beralih ke Daring,” diakses 27 April 2022, https://kabarmalang.com/11367/masa-pandemi-covid-19-bimbingan-pra-nikah-beralih-ke-daring.

(3)

pengadaan bimbingan pra nikah di masa pandemi adalah menjadi syarat sebelum perkawinan dilangsungkan, untuk meminimalisir perceraian, rasa ingin tahu catin (calon pengantin) akan bimbingan pra nikah, dan untuk mempersiapkan keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah.7

Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Nurul ‘Aliyyah, mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul “Praktik Bimbingan Perkawinan Melalui Media Sosial dalam Membentuk Keluarga Sakinah di Indonesia”. Membahas tentang praktik bimbingan perkawinan melalui media sosial, peran, tantangan dan kendala yang dihadapi oleh para peserta. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, metode penelitian yang digunakan adalah field research atau penelitian lapangan, menggunakan pendekatan yuridis empris. Hasil dari penelitian ini adalah kelas bimbingan pra nikah secara online ada yang berbayar, ada juga yang gratis, platform media online yang digunakan adalah Instagram, Youtube, website dan Zoom. Peserta akan mendapatkan sertifikat dan e-book. Adapun kendala yang dihadapi adalah gangguan sinyal dan keterbatasan waktu.8

Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Rasta Kurniawati Br Pinem, Nur Rahmah Amini, dan Ina Zainah Nasution, mahasiswa Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara dengan judul “Bimbingan Perkawinan Pranikah Bagi Usia Remaja dalam Upaya Mencegah Pernikahan Anak”. Membahas tentang upaya pencegahan pernikahan anak dengan diadakannya bimbingan perkawinan pra nikah bagi usia remaja. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan. Hasil dari penelitian ini adalah dampak negatif dari pernikahan anak adalah berdampak kepada fisik, psikologi dan kesehatan. Strategi untuk pencegahan perkawinan anak terbagi menjadi dua, yaitu pra dan pasca terjadinya perkawinan anak.9

Dari ketiga kajian terdahulu diatas, terdapat persamaan yaitu membahas tentang bimbingan perkawinan pra nikah dan perbedaannya dengan penelitian ini adalah akan membahas tentang bimbingan pra nikah secara daring pada masa pandemi Covid-19 sebagai upaya preventif untuk mencegah kekerasan dalam rumah tangga ditinjau dari teori Maqa>s}id al-Shari>‘ah. Metode penelitian yang akan digunakan adalah metode penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan serta norma- norma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitis.10 Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode penelitian kepustakaan.11

Perlindungan HAM Bagi Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Perlindungan hukum adalah sebuah bentuk perlindungan yang diberikan kepada subjek hukum, perlindungan ini berbentuk perangkat hukum yang bersifat represif dan

7 Vina Nihayatul Husna, “Bimbingan Perkawinan Pra Nikah Pada Masa Pandemi Covid-19 (Studi di Kementerian Agama Kabupaten Kediri)” (Skripsi, Malang, UIN Maulana Malik Ibrahim, 2021), xix.

8 Nurul ‘Aliyyah, “Praktik Bimbingan Perkawinan Melalui Media Sosial dalam Membentuk Keluarga Sakinah di Indonesia” (Skripsi, Jakarta, UIN Syarif Hidayatullah, 2021), iv.

9 Rasta Kurniawati Br Pinem, Nur Rahmah Amini, dan Ina Zainah Nasution, “Bimbingan Perkawinan Pranikah Bagi Usia Remaja dalam Upaya Mencegah Pernikahan Anak,” Maslahah 2, no. 3 (2021): 148.

10 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2019), 105.

11 Ali, 107.

(4)

preventif, tertulis ataupun tidak. Perlindungan hukum menggambarkan akan fungsi hukum itu sendiri, yaitu keadilan, kepastian serta kemanfaatan.12

Memiliki rumah tangga yang damai, aman dan tentram adalah dambaan semua orang. Negara Republik Indonesia berideologi Pancasila, sila yang pertama adalah ketuhananan yang maha Esa, seperti yang telah diatur dalam UUD 1945 pasal 29. Maka dari itu, setiap anggota keluarga harus melaksanakan hak dan kewajibannya masing- masing tentunya dengan dasar agama. Hal ini sungguh penting untuk menjaga keutuhan keluarga. Apabila pengendalian diri dan kualitas individu tidak terkontrol maka kerukunan dan keutuhan rumah tangga akan terganggu. Dan akhirnya terjadilah tindak kekerasan dalam rumah tangga.13

Tentunya dalam mencegah hal ini terjadi, pemerintah harus menindak pelaku KDRT, melakukan perlindungan terhadap korban sesuai dengan dasar negara yaitu Pancasila serta UUD 1945. Pada pasal 28 UUD 1945 telah diatur tentang segala bentuk kekerasan dan kejahatan terhadap martabat manusia dan segala bentuk diskriminasi, kekerasan dalam rumah tangga termasuk pelanggaran terhadap HAM. Pemerintah Indonesia juga mengeluarkan Undang-Undang No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Merujuk kepada pasal 5 dalam Undang-Undang ini, tertulis bahwa setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara sebagai berikut, kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual atau, penelantaran rumah tangga.14

Urusan rumah tangga adalah urusan yang privat, namun karena banyak terjadi kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), maka hal ini menjadi sebuah tanggung jawab negara untuk mengaturnya, sebagaimana tertulis dalam UU. No. 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga.15 Padahal pemerintah sudah menandatangani deklarasi tentang penghapusan kekerasan terhadap perempuan (1993) sejak tahun 2014, namun masih saja banyak kasus kekerasan terjadi.

Perlindungan HAM bagi perempuan masih menjadi masalah yang dihadapi di masa kini, pemenuhan akan hak-hak dasar perempuan masih menjadi suatu pertanyaan.

Perempuan dalam budaya tradisional, khususnya bagi suku Jawa, perempuan harus tunduk kepada laki-laki. Budaya ini memang tidak semuanya salah, tetapi apabila mengikuti paham kesetaraan gender, maka budaya Jawa akan semakin maju dan menjadi lebih baik.16 Menurut kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, kesenjangan gender di Indonesia mengalami penurunan.

Terdapat beberapa area kunci yaitu, pendidikan dan kesehatan, voice dan agency dan kesempatan, serta perangkat hukum yang diperlukan.17 Pemerintah sudah menandatangani dan menyetujui isi dari DUHAM sejak tahun 2014, maka pemerintah

12 Amirul Ikhsan, “Perlindungan Hukum Bagi Perempuan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Perspektif Hukum Islam,” Al-Jinayah: Jurnal Hukum Pidana Islam 1, no. 2 (Desember 2016): 255.

13 Arif Gosita, Masalah Korban Kejahatan (Jakarta: Akademika Presindo, 1993), 13.

14 Undang-Undang No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, Pasal 5.

15 Rifa’ Rosaadah Rahayu, “Perlindungan Hak Asasi Perempuan Terhadap Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Indonesia Dalam Perspektif Hukum Internasional,” Jurnal HAM 2, no. 2 (Agustus 2021): 262.

16 Rahmad Syafaat, Buruh Perempuan dan Perlindungan Hukum Hak Azasi Perempuan (Malang: UM Press, 2000), 21.

17 Tim Penyusun, Kertas Kebijakan Kesetaraan Gender (Jakarta: Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, 2020), 2.

(5)

sudah berkomitmen untuk melaksanakan isi dari DUHAM tersebut.18 DUHAM berisi tentang pengakuan atas hak-hak dasar manusia, yaitu hak untuk mendapatkan keadilan, kemerdekaan serta perdamaian dunia. Untuk menjamin hal itu, maka dibentuklah suatu instrument hukum.19 Pelaksanaan perlindungan HAM di Indonesia masih belum maksimal, khususnya terhadap perempuan.

Yaitu masih marak terjadi kasus kekerasan dalam rumah tangga. Kampanye untuk perlindungan HAM terhadap perempuan sudah dilakukan, pemerintah juga membentuk sebuah lembaga yaitu Komisi Nasional Perempuan atau biasa disingkat dengan Komnas Perempuan.20 Berdasarkan pasal 28 UUD 1945 yang mengatur tentang segala bentuk kekerasan dan kejahatan terhadap martabat manusia dan segala bentuk diskriminasi, kekerasan dalam rumah tangga termasuk pelanggaran terhadap HAM.

Pasal itu berbunyi sebagai berikut: “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.”

Sedangkan pada pasal 28 H ayat 2 UUD 1945 yang berbunyi, “Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesepakatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.”

Pemerintah Indonesia juga mengeluarkan Undang-Undang No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Tertulis pada pasal 5, sebagai berikut:

Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara :

a. Kekerasan fisik;

b. Kekerasan psikis;

c. Kekerasan seksual; atau d. Penelantaran rumah tangga.

Terdapat faktor yang berpengaruh terhadap pelaksanaan undang-undang, yaitu faktor kesadaran hukum. Kekerasan dalam rumah tangga merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan. Kurangnya kesadaran hukum membuat prosentase kasus KDRT meningkat. Sebelum UU. No. 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga disahkan, belum terdapat peraturan yang mengatur tentang kekerasan dalam rumah tangga secara eksplisit. Namun masih terdapat KUHPidana yang bisa menjerat sang pelaku, atau hukum perkawinan.21 Hukum pidana merupakan hukum publik,22 memiliki beberapa ketentuan sebagai berikut:

1. Aturan umum hukum pidana yang berhubungan dengan perbuatan-perbuatan tertentu yang disertai dengan ancaman sanksi berupa pidana bagi yang melanggar larangan tersebut.

18 Daniel Aditia Situngkir, “Terikatnya Negara Dalam Perjanjian Internasional,” Refleksi Hukum : Jurnal Ilmu Hukum 2, no. 2 (2018): 178.

19 Haryo Budi Nugroho, “Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia,” Jurnal Hukum Internasional 4, no. 1 (2006): 133.

20 Rahayu, “Perlindungan Hak Asasi Perempuan Terhadap Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Indonesia Dalam Perspektif Hukum Internasional,” 264.

21Risman, “Analisis Sosiologi Hukum (Studi Terhadap Tidak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Kabupaten Bone),” Jurnal Syariah Hukum Islam 2, no. 1 (2019): 27.

22 Lebih ringkasnya bahwa hukum pidana mencakup empat hal yang terkait erat satu dengan lainnya, yaitu (1) peraturan, (2) perbuatan, (3) pelaku dan (4) dipidana. Lihat: Nafi’ Mubarok, Buku Ajar Hukum Pidana, ed. oleh Imam Ibnu Hajar (Sidoarjo: Kanzun Books, 2020), 11.

(6)

2. Syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi bagi si pelanggar untuk dapat dijatuhi sanksi pidana.

3. Tindakan dan upaya-upaya yang boleh atau harus dilakukan oleh alat-alat Negara dalam rangka menentukan dan melaksanakan pidana.

Terdapat beberapa tujuan dari penjatuhan pidana, pembalasan, penghapusan dosa, menjerahkan, perlindungan terhadap umum dan memperbaiki si penjahat.23 Menurut ahli hukum pidana Baharuddin Lopa, “Pada dasarnya tujuan hukum pidana ialah menegakkan keadilan, sehingga ketertiban dan ketentraman masyarakat dapat terwujudkan. Dalam hubungan ini, putusan-putusan hakim pun harus mengandung rasa keadilan agar dipatuhi oleh masyarakat. Rakyat harus ditingkatkan kecintaannya terhadap hukum sekaligus mematuhi hukum itu sendiri”.

Di dalam KUHP terdapat beberapa pasal yang berkaitan dengan KDRT, yaitu pasal 351 tentang penganiayaan, pasal 352 tentang penganiayaan ringan, pasal 353 tentang penganiayaan yang direncanakan, pasal 354 tentang penganiayaan berat, pasal 355 tentang penganiayaan berat yang direncanakan dan pasal 356 tentang penganiayaan yang dilakukan bapak atau ibu (yang sah), istri atau anak). Meskipun pasal tersebut tidak mengatur perihal kekerasan dalam rumah tangga secara eksplisit, pasal ini masih bisa digunakan untuk menjerat pelaku KDRT.24

Pada Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan peraturan sighat taklik talak pada pasal 24, didalamnya mengatur tentang perlindungan hukum bagi para istri yang mengalami KDRT, yaitu meminta kepada pengadilan agar sang istri berpisah rumah dengan pelaku, karena dianggap berbahaya. Pada Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan pasal 19 huruf d didalamnya tertulis bahwasannya perceraian bisa terjadi jika salah satu pihak melakukan penganiayaan berat dan kekejaman yang dapat membahayakan pihak lainya. Apabila sang istri mendapat penganiayaan dari suami, maka dia bisa mengajukan gugatan perceraian ke pengadilan.25

Undang- Undang No. 23 tahun 2004 tentang penghapusan KDRT yang disahkan pada 22 September 2004 mengatur tentang upaya pencegahan dan bentuk perlindungan bagi para korban KDRT. Didalamnya diatur secara spesifik tentang KDRT beserta unsur- unsur tindak pidananya, dan unsur ini berbeda dengan unsur tindak pidana pada KUHP.

Selain itu didalamnya diatur juga tentang kewajiban para penegak hukum, petugas kesehatan, relawan dan para pekerja sosial untuk melindungi dan mendampingi korban KDRT.

Bimbingan Pra Nikah Secara Daring Pada Masa Pandemi Covid-19

Bimbingan pra nikah atau disebut juga suscatin (Kursus Calon Pengantin) adalah pendidikan yang dilakukan secara singkat oleh para calon pengantin dan remaja pada usia nikah, didalamnya diajarkan tentang perkawinan dan pembinaan untuk menuju keluarga yang harmonis. Ini merupakan hal yang penting bagi para calon pengantin agar bisa memahami bagaimana cara membentuk keluarga yang harmonis. Tujuan dari

23 Nafi’ Mubarok, “Tujuan Pemidanaan dalam Hukum Pidana Nasional dan Fiqh Jinayah,” Al-Qānūn: Jurnal Pemikiran dan Pembaharuan Hukum Islam 18, no. 2 (Desember 2015): 301–6.

24Risman, “Analisis Sosiologi Hukum (Studi Terhadap Tidak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Kabupaten Bone),” 28.

25 Risman, 29.

(7)

diadakannya bimbingan pra nikah adalah untuk meminimalisir angka perceraian dan kekerasan dalam rumah tangga.26

Bimbingan adalah suatu proses yang membantu individu melalui usahanya sendiri untuk menemukan dan mengembangkan kemampuan yang dimiliki untuk memperoleh kebahagiaan pribadi dan kemanfaatan sosial.27 Menurut Peraturan Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor : DJ.II/542 Tahun 2013 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Kursus Pra Nikah dijelaskan bahwa bimbingan suscatin adalah pemberian bekal pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan penumbuhan kesadaran kepada remaja usia nikah tentang kehidupan rumah tangga dan keluarga.28

Keluarga harmonis adalah keluarga yang didasari oleh pernikahan yang sah, mampu untuk memenuhi hajat spiritual dan materil secara seimbang, adanya kasih sayang dalam lingkup keluarga, memperdalam iman, taqwa dan memiliki akhlaq karimah.29 Materi yang disampaikan pada bimbingan suscatin adalah sebagai berikut, prosedur dan tata cara perkawinan, pengetahuan tentang agama, peraturan perundang- undangan yang mengatur tentang perkawinan dan keluarga, hak-hak dan kewajiban pasangan suami istri, kesehatan reproduksi, manajemen keluarga, dan psikologi tentang perkawinan dan keluarga.30

Metode yang digunakan saat bimbingan suscatin adalah dialog, studi kasus, ceramah dan simulasi. Materi disampaikan oleh narasumber yaitu para konsultan perkawinan yang sudah kompeten dalam menguasai materi yang akan disampaikan pada bimbingan suscatin. Lembaga yang menyelenggarakan bimbingan suscatin adalah BP4 atau Badan Penasihatan, Pembinaan, dan Pelestarian Perkawinan. Terdapat juga lembaga lain yang menyelenggarakan suscatin, yaitu lembaga yang sudah melakukan akreditasi dengan Kementerian Agama.31

Adapun persyaratan untuk mengikuti bimbingan suscatin adalah sudah memasuki usia nikah meskipun belum berencana untuk menikah. Tujuan diadakannya suscatin berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor : DJ.II/542 Tahun 2013 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Kursus Pra Nikah Pasal 2 bahwa tujuan terbagi menjadi 2 dua yaitu tujuan khusus dan tujuan umum sebagai berikut:

1. Tujuan umum. Yaitu mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah, warrahmah melalui pemberian bekal pengetahuan, peningkatan pemahaman dan ketrampilan tentang kehidupan rumah tangga dan keluarga.

2. Tujuan khusus:

a. Untuk menyamakan persepsi badan/lembaga penyelenggara tentang substansi dan mekanisme penyelenggaraan kursus pra nikah bagi remaja usia nikah dan calon pengantin.

26 Kamiludin, “Revitalisasi Bimbingan Suscatin Pra Nikah dalam Mencegah Kekerasan dan Perceraian dalam Rumah Tangga di Kabupaten Lombok Tengah,” 1.

27 Samsul Munir Amin, Bimbingan dan Konseling Islam (Jakarta: Amzah, 2015), 4.

28 Peraturan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor: DJ.II/542 Tahun 2013 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Kursus Pra Nikah Pasal 1

29 Aunur Rohim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam (Yogyakarta: FH UII Press, 2016), 23.

30Peraturan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor : DJ.II/542 Tahun 2013 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Kursus Pra Nikah Pasal 3.

31 Peraturan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam , Pasal 2

(8)

b. Terwujudnya pedoman penyelenggaran kursus pra nikah bagi remaja usia nikah dan calon pengantin.32

Adapun dasar hukum pelaksanaan bimbingan pra nikah adalah sebagai berikut:

1. Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 447 tahun 2004 tentang pemberian wawasan tentang perkawinan dan rumah tangga kepada calon pengantin mengenai kursus calon pengantin.

2. Peraturan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor. DJ.II/491 Tahun 2009 tentang kursus calon pengantin.

3. Peraturan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor. DJ.II/542 Tahun 2013 tentang kursus calon pengantin.

4. Keputusan direktur jenderal bimbingan masyarakat islam Nomor 881 Tahun 2017 yang berisi petunjuk pelaksanaan bimbingan perkawinan pranikah bagi calon pengantin.

5. Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor 379 Tahun 2018 yang berisi petunjuk pelaksanaan bimbingan perkawinan pranikah bagi calon pengantin.33

Dalam pelaksanaanya, bimbingan perkawinan pra nikah terbagi menjadi 2 yaitu bimbingan tatap muka dan bimbingan mandiri.

1. Bimbingan Tatap Muka

a. Materi yang akan disampaikan berlangsung selama 16 jam yang dilaksanakan selama dua hari.

b. Adapun estimasi waktu setiap materi yang akan disampaikan sebagai berikut:

1) Pemaparan tentang kebijakan bimbingan perkawinan selama 2 jam.

2) Perkenalan, pengutaraan kontrak belajar serta harapan selama 1 jam.

3) Materi tentang mempersiapkan keluarga sakinah selama 2 jam.

4) Materi tentang membangun hubungan dalam keluarga selama 3 jam.

5) Materi tentang memenuhi kebutuhan keluarga selama 2 jam.

6) Materi tentang menjaga kesehatan reproduksi selama 2 jam.

7) Materi tentang mempersiapkan generasi yang berkualitas selama 2 jam.

8) Refleksi, evaluasi dan post test selama 2 jam.34

Menurut Keputusan Dirjen Bimas Islam Nomor 379 Tahun 2018 pada Bab II Penyelenggaraan, waktu pelaksanaan bimbingan perkawinan pra nikah adalah selama 16 jam pelajaran. Tetapi pada masa pandemi Covid-19 dipangkas menjadi 10 jam pelajaran yang dilaksanakan selama dua hari. Hal ini sesuai dengan edaran baru panduan pelayanan kesehatan reproduksi calon pengantin dalam masa pandemi covid-19 dan adaptasi kebiasaan baru (new normal) yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan RI.

Menurut Keputusan Dirjen Bimas Islam Nomor 379 Tahun 2018, jumlah peserta bimbingan perkawinan pra nikah minimal berjumlah 25 pasang dan jumlah maksimal peserta adalah 50 pasang. Tetapi pada masa pandemi Covid-19 terdapat perubahan. Menurut edaran baru panduan pelayanan kesehatan reproduksi calon pengantin dalam masa pandemi covid-19 dan adaptasi

32 Peraturan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor : DJ.II/542 Tahun 2013 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Kursus Pra Nikah Pasal .

33 Husna, “Bimbingan Perkawinan Pra Nikah Pada Masa Pandemi Covid-19 (Studi di Kementerian Agama Kabupaten Kediri),” 20.

34 Husna, 20–21.

(9)

kebiasaan baru yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan RI peserta bimbingan perkawinan pra nikah dibatasi menjadi 25 pasang saja.35

Narasumber yang akan menyampaikan materi pada bimbingan perkawinan pra nikah adalah pertama, fasilitator yang sudah mempunyai sertifikat fasilitator serta sudah mengikuti bimbingan teknis fasilitator bimbingan perkawinan pra nikah bagi calon pengantin yang telah diselenggarakan oleh Kementerian Agama ataupun lembaga lain yang sudah mendapatkan izin dari Kementerian Agama. Kedua, narasumber dari kantor Kementerian Agama, Puskesmas dan praktisi lainnya.

Penyelenggara bimbingan perkawinan pra nikah adalah Kementerian Agama Kabupaten atau Kota, Kantor Urusan Agama Kecamatan dan Lembaga lain yang sudah memenuhi persyaratan serta sudah mendapatkan izin dari Kementerian Agama. Tempat untuk pelaksanaan bimbingan perkawinan pra nikah adalah Kantor Urusan Agama, Kantor Kementerian Agama ataupun tempat lain yang ditentukan oleh penyelenggara.36

2. Bimbingan mandiri

Yaitu bimbingan perkawinan pra nikah yang dilakukan secara mandiri dikarenakan calon pengantin tidak bisa menghadiri bimbingan secara tatap muka.

Bimbingan jenis ini hanya bisa dilaksanakan di Kantor Urusan Agama dengan tipologi D1 dan D2. Materi yang akan disampaikan adalah sebagai berikut:

a. Materi tentang membangun hubungan keluarga serta memenuhi kebutuhan keluarga selama 2 jam.

b. Materi tentang mempersiapkan generasi berkualitas selama 2 jam.

c. Narasumber yang akan menyampaikan materi adalah konselor BP4, Penyuluh Agama Islam, Penghulu, Psikolog, Ulama, dan praktisi lainya.

Peserta bimbingan perkawinan pra nikah yang sudah mengikuti berhak untuk mendapakan sertifikat dari penyelenggara yang sudah diterbitkan serta ditandatangani oleh penyelenggara bimbingan perkawinan pranikah. Tetapi apabila peserta hanya mengikuti bimbingan mandiri maka surat keterangan bimbingan kesehatan keluarga dan surat pernyataan penasehat nantinya akan menjadi pengganti sertifikat.37

Teori Maqa>s}id al-Shari>‘ah

Secara terminologis, pengertian dari Maqa>s}id al-Shari>‘ah berkembang dari makna yang paling sederhana ke makna yang holistik. Di masa ulama klasik sebelum masa Imam al-Syathibi, belum ditemukan definisi yang kongkrit dan komprehensif mengenai Maqa>s}id al-Shari>‘ah.38 Al-Banna>ny memaknai Maqa>s}id al-Shari>‘ah dengan hikmah hukum, Al-Asnawi memaknainya dengan tujuan-tujuan hukum. Al-Samarqandy memaknainya dengan makna-makna hukum, sedangkan al-Ghaza>ly, al-A<midy dan ibn al- H{a>jib mendefinisikannya dengan mendapat manfaat dan menolak mafsadat.39 Dari

35 Husna, 21.

36 Husna, 22–23.

37 Husna, 23–24.

38 Ahmad Al-Raysuni, Imam Al-Syathibi’s Teory of The Higher Objectives and Intents of Islamic Law (London:

III T, 2005), xxii.

39 Umar bin Sholih bin Umar, Maqa>s}id al-Shari>’ah ’ind al-Ima>m al-’Izz bin Abd. al-Sala>m (Urdun: Da>r al- Nafa>z li al-Nas}r wa al-Tauzi>’, t.t.), 20.

(10)

beberapa definisi tersebut, Maqa>s}id al-Shari>‘ah berkaitan erat dengan hikmah, ‘illat, tujuan dan kemaslahatan.40

Imam Abu Ishaq al-Sha>t}iby dijuluki sebagai pendiri ilmu Maqa>s}id al-Shari>‘ah. Dia menyatakan bahwa Maqa>s}id al-Shari>‘ah terbagi menjadi tiga macam, yaitu d{aru>riyya>t (kebutuhan primer), h{a>jiyya>t (kebutuhan sekunder), dan tah}si>niyya>t (kebutuhan tersier).41 Yang termasuk ke dalam maqa>s}id d}aru>riyyah ada lima yaitu, agama, jiwa, keturunan, harta, dan akal.42

Terdapat pendapat lain, ibn Asrur memaknai Maqa>s}id al-Shari>‘ah sebagai makan- makna dan hikmah-hikmah yang diperhatikan dan dipelihara oleh syar’i dalam setiap bentuk penemuan hukumnya.43 Syekh Yusuf al-Qardhawi memaknainya dengan dua pengertian yaitu tujuan (al-h{adaf/al-gha>yah) dan niat.44 Jasser Auda berpendapat bahwa Maqa>s}id al-Shari>‘ah adalah cabang ilmu keislaman yang menjawab segenap pertanyaan- pertanyaan yang sulit dan diwakili oleh sebuah kata yang tampak sederhana yaitu mengapa.45 Para ulama ushul bersepakat bahwa Maqa>s}id al-Shari>‘ah adalah tujuan- tujuan akhir yang harus terealisasi dengan diaplikasikannya syariat.46

Dalam hal ini, bimbingan pra-nikah di masa pandemi merupakan upaya untuk mencegah kekerasan dalam rumah tangga, serta mencegah penyebaran virus Covid-19, ini merupakan bentuk mas}lah}ah, yaitu segala upaya yang dilakukan untuk melindungi maqa>s}id al-shari>’ah, yaitu pemeliharaan terhadap agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Bimbingan pra nikah di masa pandemi dilakukan secara daring, waktu pelaksanaan dipersingkat dan harus menerapkan protokol kesehatan secara ketat.

Dengan diadakannya bimbingan pra nikah bagi para calon pengantin diharapkan bisa mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Yaitu menolak kerusakan atau mafsadat dan mendatangkan kemaslahatan. Apabila ditinjau dari teori maqa>s}id al- shari>’ah milik Imam al-Sha>t}iby, hal ini termasuk menjaga jiwa.

Penutup

Pada masa pandemi Covid-19, pemerintah sudah mengeluarkan berbagai kebijakan, contohnya PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Kegiatan pembelajaran dilakukan secara daring, kerja dari rumah serta pembatasan sosial lainnya. Banyak masyarakat yang mendapat PHK dan mengalami kesulitan ekonomi. Masyarakat lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah, sehingga rentan terjadi kekerasan dalam rumah tangga. Solusi untuk mencegah hal ini adalah dengan mengadakan bimbingan pra nikah bagi para calon pengantin.

Bimbingan pra nikah di masa pandemi dilakukan secara daring, waktu pelaksanaan dipersingkat dan harus menerapkan protokol kesehatan secara ketat.

Dengan diadakannya bimbingan pra nikah bagi para calon pengantin diharapkan bisa mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Yaitu menolak kerusakan atau mafsadat dan mendatangkan kemaslahatan. Apabila ditinjau dari teori maqa>s}id al- shari>’ah milik Imam al-Sha>t}iby, hal ini termasuk menjaga jiwa.

40 Umar, 98.

41 Al-Syathibi, Al-Muwafaqat, vol. 2 (Mesir: Dar al-Fikr al-’Arabi, t.t.), 221.

42 Al-Syathibi, 2:7–8.

43 Al-Syathibi, 2:251.

44 Jasser Auda, Maqasid al-Shari‟ah Inda al-Shaikh al-Qardhawi (Qatar, 2007), 42.

45 Auda, 3–4.

46 Yusuf Hamid al-Alim, Maqashid al-Amma li al-syari‟ah al-Islamiyyah (Riyadh: al-Dar al Alamiyyah li alkitab al-Islami dan IIIT, t.t.), 13.

(11)

Daftar Pustaka

Ali, Zainuddin. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, 2019.

Alim, Yusuf Hamid al-. Maqashid al-Amma li al-syari‟ah al-Islamiyyah. Riyadh: al-Dar al Alamiyyah li alkitab al-Islami dan IIIT, t.t.

‘Aliyyah, Nurul. “Praktik Bimbingan Perkawinan Melalui Media Sosial dalam Membentuk Keluarga Sakinah di Indonesia.” Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah, 2021.

Al-Raysuni, Ahmad. Imam Al-Syathibi’s Teory of The Higher Objectives and Intents of Islamic Law.

London: III T, 2005.

Al-Syathibi. Al-Muwafaqat. Vol. 2. Mesir: Dar al-Fikr al-’Arabi, t.t.

Amin, Samsul Munir. Bimbingan dan Konseling Islam. Jakarta: Amzah, 2015.

Auda, Jasser. Maqasid al-Shari‟ah Inda al-Shaikh al-Qardhawi. Qatar, 2007.

Faqih, Aunur Rohim. Bimbingan dan Konseling dalam Islam. Yogyakarta: FH UII Press, 2016.

Gosita, Arif. Masalah Korban Kejahatan. Jakarta: Akademika Presindo, 1993.

Husna, Vina Nihayatul. “Bimbingan Perkawinan Pra Nikah Pada Masa Pandemi Covid-19 (Studi di Kementerian Agama Kabupaten Kediri).” Skripsi, UIN Maulana Malik Ibrahim, 2021.

Ikhsan, Amirul. “Perlindungan Hukum Bagi Perempuan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Perspektif Hukum Islam.” Al-Jinayah: Jurnal Hukum Pidana Islam 1, no. 2 (Desember 2016).

Kamiludin. “Revitalisasi Bimbingan Suscatin Pra Nikah dalam Mencegah Kekerasan dan Perceraian dalam Rumah Tangga di Kabupaten Lombok Tengah.” Tesis, UIN Mataram, 2021.

Mubarok, Nafi’. Buku Ajar Hukum Pidana. Disunting oleh Imam Ibnu Hajar. Sidoarjo: Kanzun Books, 2020.

———. “Tujuan Pemidanaan dalam Hukum Pidana Nasional dan Fiqh Jinayah.” Al-Qānūn: Jurnal Pemikiran dan Pembaharuan Hukum Islam 18, no. 2 (Desember 2015).

Nugroho, Haryo Budi. “Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia.” Jurnal Hukum Internasional 4, no. 1 (2006).

Pinem, Rasta Kurniawati Br, Nur Rahmah Amini, dan Ina Zainah Nasution. “Bimbingan Perkawinan Pranikah Bagi Usia Remaja dalam Upaya Mencegah Pernikahan Anak.”

Maslahah 2, no. 3 (2021).

Rahayu, Rifa’ Rosaadah. “Perlindungan Hak Asasi Perempuan Terhadap Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Indonesia Dalam Perspektif Hukum Internasional.” Jurnal HAM 2, no. 2 (Agustus 2021).

Risman. “Analisis Sosiologi Hukum (Studi Terhadap Tidak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Kabupaten Bone).” Jurnal Syariah Hukum Islam 2, no. 1 (2019).

S., Agus. “Masa Pandemi Covid-19, Bimbingan Pra Nikah Beralih ke Daring.” Diakses 27 April 2022. https://kabarmalang.com/11367/masa-pandemi-covid-19-bimbingan-pra-nikah- beralih-ke-daring.

Situngkir, Daniel Aditia. “Terikatnya Negara Dalam Perjanjian Internasional.” Refleksi Hukum : Jurnal Ilmu Hukum 2, no. 2 (2018).

Susiana, Sali. “Kekerasan Dalam Rumah Tangga Pada Masa Pandemi Covid-19.” Info Singkat, Kajian Singkat Terhadap Isu Aktual dan Strategis: (Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI), Desember 2020.

Syafaat, Rahmad. Buruh Perempuan dan Perlindungan Hukum Hak Azasi Perempuan. Malang: UM Press, 2000.

Syafrida, dan Ralang Hartati. “Bersama Melawan Virus Covid 19 di Indonesia.” Salam 7, no. 6 (Mei 2020).

Syukur, Camelia Rizka Maulida. “Konsep Rukhs}ahbagi Tenaga Medis dengan Alat Pelindung Dirisaat Menangani Pasien COVID-19.” Al-Qānūn: Jurnal Pemikiran dan Pembaharuan Hukum Islam 22, no. 2 (Desember 2019).

(12)

Tim Penyusun. Kertas Kebijakan Kesetaraan Gender. Jakarta: Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, 2020.

Ulya, Zakiyatul. “Buku Pedoman Praktis Menuju Keluarga Sakinah sebagai Acuan Pembentukan Keluarga Sakinah.” Al-Qānūn: Jurnal Pemikiran dan Pembaharuan Hukum Islam 25, no. 1 (Juni 2022).

Umar, Umar bin Sholih bin. Maqa>s}id al-Shari>’ah ’ind al-Ima>m al-’Izz bin Abd. al-Sala>m. Urdun: Da>r al-Nafa>z li al-Nas}r wa al-Tauzi>’, t.t.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah Menggambarkan pelaksanaan bimbingan pra nikah di KUA Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi dan menggambarkan upaya yang dapat dilakukan KUA Kecamatan