• Tidak ada hasil yang ditemukan

BIOMETRIC - jurnalsaintek.uinsby.ac.id

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BIOMETRIC - jurnalsaintek.uinsby.ac.id"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

54

BIOMETRIC: Journal of Biology Science and Biodiversity, Vol.3 (No.1) Maret, 2023

BIOMETRIC

Journal of Biology Science and Biodiversity

Journal homepage: http://jurnalsaintek.uinsby.ac.id/mhs/index.php/biometric/index

Identifikasi Bakteri Escherichia coli Pada Kontaminasi Daging Sapi

Gita Ika Safitri1* , Hanik Faizah2

1,2Biology, Faculty of Science and Technology, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

*Corresponding author: gitaika070100@gmail.com

A R T I C L E I N F O A B S T R A C T Article type

Systematic review

Beef contains iron which is easier to digest than iron in vegetables and other processed foods, so consuming beef will make growth better, increase brain intelligence and have a good immune system.

Meat has great benefits but meat can also be a good medium for the growth of germs, especially bacteria because meat has a high water content, is rich in nitrogen and minerals, contains a number of fermentable carbohydrates and has a pH that is favorable for the development of a number of microbes. Hygiene and sanitation hygiene in beef is an important factor in Escherichia coli bacterial contamination of beef. Contamination of meat is usually caused by workers who do not pay attention to hand hygiene, cutting tools, washing water and beef slaughterhouses.

Keywords:

Beef, beef contamination, hygiene and sanitation.

© 2023 Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

PENDAHULUAN

Daging adalah bagian tubuh ternak yang tersusun dari satu atau sekelompok otot, dimana otot tersebut telah mengalami perubahan biokimiawi dan biofisik setelah ternak tersebut disembelih. Daging dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan zat gizi, protein, dimana protein daging mengandung asam amino lengkap. Daging mamalia terdiri dari air sebanyak 65-80%, protein 16-22%, lemak 1,5-13%, substansi non nitrogen 0,5-1,5%, karbohidrat, mineral dan vitamin. Berdasarkan keadaan fisiknya, daging dapat dibagi menjadi 6 yaitu, daging segar yang dilayukan atau tanpa pelayuan, daging dingin (daging segar yang dilayukan kemudian didinginkan), daging beku (daging segar yang dilayukan lalu didinginkan dan kemudian dibekukan), daging masak, daging asap, dan daging olahan baik yang dalam bentuk daging maupun dalam bentuk lain seperti bakso, sosis, nuget dan lain-lain (Anggreini, 2015; Zulaekah, 2002).

Daging yang umum dikonsumsi adalah daging sapi, ayam dan kambing. Daging sapi memiliki kandungan zat besi yang lebih mudah dicerna daripada zat besi pada sayuran dan makanan olahan yang lain, sehingga dengan mengkonsumsi daging sapi akan membuat pertumbuhan semakin baik, meningkatkan kecerdasan otak dan memiliki daya tahan tubuh yang baik juga. Seekor ternak sapi mempunyai lebih dari 100 pasang otot di dalam tubuhnya yang memiliki berat yang berbeda antara otot dari beberapa gram sampai lebih dari 100 kg.

Daging memiliki manfaat yang begitu besar namun daging juga dapat menjadi media yang baik untuk pertumbuhan kuman khususnya bakteri karena daging merupakan bahan yang mudah rusak jika penanganannya tidak tepat. Daging merupakan media yang baik untuk

(2)

55

pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme karena memiliki kadar air yang tinggi, kaya akan nitrogen dan mineral, mengandung sejumlah karbohidrat yang dapat difermentasikan serta mempunyai pH yang menguntungkan bagi perkembangan sejumlah mikroba. Adanya mikroba pada daging berakibat menurunnya volume daging, nilai gizi, mengubah bentuk dan susunan senyawa, menimbulkan perubahan pada bau, rasa, dan warna daging serta menghasilkan toksin baik berupa endotoksin atau eksotoksin (Anggreini, 2015; Bahri et al, 2019; Bontong et al, 2012).

Higiene dan sanitasi kebersihan pada daging sapi merupakan faktor penting pada kontaminasi bakteri Escherichia coli terhadap danging sapi. Kontaminasi pada daging biasanya karena cara kontak langsung pada permukaan yang tidak higienis, para pekerja, alat yang digunakan untuk pemotongan, udara, dan perjalanan daging mulai dari pelayuan, pembekuan, pengiriman, pengemasan, penjualan dan penanganan serta tempat pemotongan daging sapi. Kontaminasi pada bahan makanan sebanyak 40%, kontaminasi air 12,9%, kontaminasi wadah 16,9%, dan kontaminasi tangan 12,5%. Salah satu mikroba khususnya bakteri yang mencemari daging baik yang mentah dan daging dengan proses pematangan yang kurang sempurna adalah Escherichia coli. Escherichia coli merupakan bakteri yang termasuk flora normal yang terdapat di saluran pencernaan ternak dan manusia. Adanya Escherichia coli pada daging menandakan adanya sanitasi yang tidak baik dalam pengelolaan daging sehingga dalam mikrobiologi pangan Escherichia coli dijadikan sebagai bakteri indikator. Bakteri Escherichia coli menyebabkan kerusakan pada daging seperti timbulnya bau dan lendir. Jika daging yang terkontaminasi bakteri Escherichia coli tetap dikonsumsi maka akan menyebabkan penyakit, terutama penyakit saluran pencernaan. Strain Escherichia coli yang bersifat patogen dan dapat menyebabkan infeksi dan penyakit foodborne disease adalah Escherichia coli O157:H7 yang menghasilkan shiga toxin (Arnia dan Efrida, 2013;

Bahri et al, 2019; Bontong et al, 2012; Elsie dan Israwati, 2016).

Foodborne disease merupakan penyakit yang ditularkan melalui makanan dan berupa gangguan pada saluran pencernaan makanan dengan gejala umum sakit perut, diare atau muntah. Salah satu penyebabnya adalah keberadaan bakteri Escherichia coli, bakteri Escherichia coli dapat mengakibatkan kerusakan sel endotelial yang berakibat pada diare berdarah dan menyebabkan kematian. Selain itu bakteri Escherichia coli juga mampu merusak dinding pembuluh darah karena racun dari Escherichia coli dapat menghentikan sintesisi protein pada sel sehingga dinding sel pembuluh darah rusak (Arnia dan Efrida, 2013;

Bahri et al, 2019). Maka dari itu dilakukan penelitian ini untuk mengetahui jumlah bakteri Escherichia coli yang mengkontaminasi daging sapi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Daging sapi mudah rusak dan terkontaminasi oleh bakteri karena daging sapi memiliki kandungan air dan zat gizi yang tinggi sehingga cocok menjadi media bagi pertumbuhan bakteri (Sugiyoto et al, 2015). Bakteri yang sering dijadikan indikator untuk mengetahui akan adanya kontaminasi adalah bakteri dari Coliform dan jenisnya Escherichia (Arnia dan Efrida 2013). Berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut.

Tabel 1. Kontaminasi Bakteri Pada berbagai Sampel Daging

Author Jenis Daging Jumlah Sampel yang

Positif

Soepranianondo et al, 2019 Daging Sapi RPH 32,5%

Bello et al, 2011 Karkas Sapi RPH 2,8%

Eyi dan Seza, 2012 Daging Sapi 25%

Daging Giling 48,2%

Sumner et al, 2003 Karkas Sapi RPH 28,4%

Karkas Sapi TPH 4,7%

Phillips et al, 2001 Karkas Sapi Ekspor 11,3%

(3)

56

Author Jenis Daging Jumlah Sampel yang

Positif

Karkas Sapi Lokal 8,8%

Karkas Sapi TPH 7,9%

Pada penelitian Soepranianondo dkk (2019) di rumah potong hewan yang ada di Provinsi Jawa Timur, sebanyak 40 sampel daging sapi yang diteliti didapatkan 13 sampel positif bakteri Escherichia coli dengan jumlah bakteri lebih dari 1x101 CFU/g. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu bakteri Escherichia coli merupakan flora yang normal pada usus hewan, sifat daging yang membuatnya rentan terkena kontaminasi, kebersihan yang buruk di rumah potong dan tangan pekerja serta alat penyembelihan yang tidak bersih. Seperti pada penelitian Bello dkk (2011) yang meneliti kontaminasi bakteri Escherichia coli pada daging sapi sebelum dan sesudah dicuci. Pencucian dengan air seharusnya dapat mengurangi kontaminasi daging pada bakteri Escherichia coli, namun dapat juga menambah kontaminasi jika air cucian yang digunakan tidak layak pakai. Dalam penelitiannya, jumlah kontaminan pada daging justru bertambah sebanyak 9,5% dari 10 isolat 9 sebelumnya negatif dan berubah menjadi positif setelah dicuci dengan air. Hal ini disebabkan oleh air yang digunakan untuk mencuci diperoleh dari sumur yang dibangun dengan buruk sehingga rentan terkena pencemaran tinja di lingkungan RPH dan juga dari penjual air yang memasok air dari sumber yang tidak dikenal dalam wadah plastik atau truk. Prevalensi total kontaminan Escherichia coli O157 sebesar 2,8% dalam 360 sampel dari 90 sampel daging sapi karkas.

Penelitian kontaminasi daging sapi juga dilakukan oleh Eyi dan Seza (2012) dan didapatkan hasil adanya kontaminasi pada daging sapi sebesar 25% dan daging giling sebesar 48,2%. Pada daging giling jumlahnya lebih besar, hal ini dikarenakan bahan baku yang diperoleh dari pemasok daging sapi yang berbeda selain itu peralatan untuk menggiling, orang yang menggiling juga ikut andil dalam menyebabkan kontaminasi pada daging giling.

Sementara kontaminasi pada daging umumnya terbatas pada permukaannya saja sehigga nilai nya lebih kecil.

Selain dari kebersihan peralatan dan orang, tempat pemotongan juga bisa menjadi sumber kontaminasi (Mulyono et al, 2020). Terdapat dua tempat untuk pemotongan daging ternak yaitu rumah pemotongan hewan atau RPH dan tempat pemotongan hewan atau TPH.

Pembeda diantara rumah potong tersebut adalah RPH merupakan miliki pemerintah sehingga yang mengelola juga pemerintah sedangkan TPH milik swasta dan biasanya RPH jauh lebih modern peralatanyaa karena sudah menggunakan mesin (Fadli, 2019; Oliveira et al, 2017).

Sumner et al (2003) dan Phillips et al (2001) melakukan penelitian terkait kontaminasi pada tempat pemotongan daging ternak di Australia. Pada penelitian Sumner et al (2003) jumlah kontaminan bakteri Escherichia coli lebih kecil pada pemotongan TPH yaitu sebesar 4,7% dibandingkan pada RPH yang sebesar 28,4%. Pada RPH sistem pemprosesan memiliki rantai mekanis dan beberapa operator, sedangkan TPH hanya memiliki satu operator.

Berdasarkan hasil kontaminan kedua tempat pemotongan, diketahui pemotongan menggunakan peralatan tradisional (TPH) lebih mampu meminimalkan kontaminasi dibandingkan dengan sistem mekanisme modern dikelakukan dengan tim operator. Begitu juga dengan penelitian Phillips et al (2001) yang mendapatkan hasil kontaminasi di TPH lebih rendah yaitu sebesar 7,9% dibandingkan di RPH ekspor dan domestik yang memiliki nilai 11,3% dan 8,8%. Hal ini kemungkinan dikarenakan lamanya waktu karkas sapi berada di pendingin dan kondisi ternak sebelum dipotong. Di TPH, pendingin disegel semalaman meskipun karkas mungkin berumur beberapa hari, sebaliknya di RPH dosmetik pendingin dibuka semalaman pada hari penyembelihan untuk pengambilan pesanan yang diangkut.

Sedangkan di RPH ekspor, karkas disegel semalaman dalam pendingin sebelum dipindahkan keesokan paginya untuk dikemas.

(4)

57

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan masih banyak daging sapi yang dijual terkontaminasi oleh bakteri Escherichia coli. Penyebab dari kontaminasi bakteri Escherichia coli pada daging sapi sendiri karena minimnya kesadaran akan kebersihan baik itu dari para pemotong, alat pemotongan, air untuk mencuci hingga tempat untuk pemotongan daging sapi.

DAFTAR PUSTAKA

Anggreini, R. (2015). Analisis Cemaran Bakteri Escherichia coli (E. coli) O157:H7 pada Daging Sapi di Kota Makassar (Skripsi), Universitas Hasanuddin, Makassar.

Arnia, & Efrida, W. (2013). Identifikasi Kontaminasi Bakteri Escherichia coli pada Daging Sapi Segar yang Dijual di Pasar Sekitar Kota Bandar Lampung. Medical Journal of Lampung University, 43-50.

Bahri, S., Rokhim, S., & Prasiska, Y.S. (2019). Kontaminasi Bakteri Escherichia coli pada Sampel Daging. Journal of Health Science and Prevention, 3, 62-67.

Bello, M., Lawan, M.K., Kwaga, J.K.P., & Raji, M.A. (2011). Assessment of Carcass Contamination With E. coli O157 Before and After Washing With Water at Abattoirs in Nigeria. International Journal of Food Microbiology, 150, 184-186.

Bontong, R.A., Hapsari, M., & I, K.S. (2012). Kontaminasi Bakteri Escherichia coli pada Daging Se’I Sapi yang Dipasarkan di Kota Kupang. Indonesia Medicus Veterinus, 1(5), 699-711.

Elsi, & Israwati, H. (2016). Isolasi Escherichia coli pada Daging Sapi Segar yang Diperoleh dari Beberapa Pasar Tradisional di Pekanbaru. Jurnal Photon, 7, 121-125.

Eyi, A., & Seza, A. (2012). Prevalence of Escherichia coli in Retail Poultry Meat, Ground Beef and Beef. Med. Weter., 68, 237-240.

Fadli, R.I. (2019). Implementasi Larangan Pemotongan Ternak Betina Produktif Berdasarkan Undang-undang (Skripsi), Universitas Muhammadiyah, Yogyakarta.

Mulyono, A., Farida, K.A., Abidin, F.Z., Rosidi, F.M.A., & Selamet. (2020). Juru Penyembelihan Halal (Juleha) di Indonesia. Jakarta: Litbangdiklat Press.

Oliveira, V., Dewi, G.A.M.K., & Suriasih, K. (2017). Kualitas dan Profil Mikroba Daging Sapi Lokal dan Impor di Dili-Timor Leste. Majalah Ilmiah Peternakan, 20(3), 87-93.

Phillips, D., John, S., Jodie, F.A., & Kym, M.D. (2001). Microbiological Quality of Australian Beef. Journal of Food Protection, 64(5), 692-696.

Soepranianondo, K., Dhandy, K.W., Budiarto., & Diyantoro. (2019). Analysis of Bacterial Contamination and Antibiotic Residue of Beef Meat from City Slaughterhouses in East Java Province, Indonesia. Veterinary World, 12, 243-248.

Sugiyoto., Kusuma, A., & Veronica, W. (2015). Kandungan Mikroba pada Daging Sapi dari Beberapa Pasar Tradisional di Bandar Lampung. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu, 3, 27-30.

Sumner, J., Elena, P., Peter, D., Paul, D., Geoff, W., Rinie, W., & Geoff, R. (2003). Microbial Contamination on Beef and Sheep Carcases in South Australia. International Journal of Food Microbiology, 81, 255-260.

Zulaikah, S. (2002). Ilmu Bahan Makanan I. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Keuntungan bersih bank keempat terbesar di Asia Tenggara dari segi aset itu semasa tahun kewangan dikaji turut meningkat kepada RM8.23 bilion Keputusan kewangan yang lebih baik itu