Biosintesis
Hemoglobin (porfirin)
Chris Adhiyanto
Pembentukan
Hemoglobin
Sintesis hemoglobin
• Biosintesis heme adalah proses kompleks yang terjadi di semua sel melalui delapan reaksi enzimatik yang terbagi antara
mitokondria dan sitosol.
• Dalam kompartemen hematopoietik, sintesis heme meningkat selama
diferensiasi progenitor eritroid dan hal ini terkoordinasi erat dengan perolehan zat besi dan ekspresi gen globin
HEME
• NON PROTEIN PART
• PROSTHETIC PART
Sintesis Heme
Pengaturan sintesis heme (dalam hal ini hemoglobin)
dipengaruhi oleh dari sintesis porfirin dan polipeptida globin.
Faktor yang mengatur adalah akumulasi heme dalam bentuk bebas, yang akan secara spontan dapat dioksidasi menjadi hemin.
Penumpukan hemin akan menurunkan kinerja enzim ALA sintase dengan salah satu cara adalah menekan produksi enzim ini.
Dengan demikian sintesis porfirin akan dihentikan.
Beberapa obat dan steroid, dapat meningkatkan sintesis heme melalui peningkatan jumlah produksi enzim AlA sintase.
Hemin juga akan meningkatkan sintesis peptida gobin, sehingga akan menjaga keseimbangan pada sintesis heme dan globin
Pada sintesis Heme, ketersediaan ion besi (Fe2=) yang cukup, harus ada.
Sintesis porfirin
• Pembawa oksigen (hemoglobin)
• Penyimpan oksigen (mioglobin)
• Pemecah peroksida (katalase)
• Elektron transpor (sitokrom a, b dan c)
• Hidroksilasi obat atau xenobiotik (sitokrom p450)
• Penyerap cahaya (klorofil) Porfirin merupakan
kelompok gugus prostetik suatu protein yang berfungsi
sebagai:
Porfirin memiliki struktur siklik yang dibentuk oleh 4
cincin pirol dan masing- masing cincin dihubungkan
oleh jembatan metilen/metin (-HC=).
Sifat khas porfirin adalah ion nitrogennya dapat berikatan
dengan atom logam (disentral/pusat):
hemoglobin, mioglobin dan sitokrom dengan atom logamnya besi sedangkan
klorofom atom logamnya magnesium.
Porfirin Jembatan metilen
Suksinil dan glisin
merupakan substrat awalnya Reaksi ini sangat diatur
dengan ketat
• Pada reaksi pertama dari sintesis porfirin adalah dimulai dengan kerja enzim 5-aminolevulinat sintase (ALA Sintase/ALAS) dengan kofaktornya piridoksal fosfat (vit B6) dan substratnya glisin dan suksinil KoA dan produknya adalah aminolevulinat (ALA).
• Kerja enzim disintesis porfirin dipengaruhi oleh adanya logam berat, sehingga sintesis hem akan terhambat.
• Pada reaksi kedua, dua molekul ALA akan bergabung membentuk porfobilinogen yang dikatalisis oleh ALA dehydratase (ALAD) atau porpobilinogen sintase.
• Empat molekul porfobilinogen akan digabungkan oleh enzim uroporfirinogen I sintase dalam bentuk liner, dimana bentuk linier ini secara non-enzimatik dapat berubah menjadi uroporfirinogen I atau secara enzimatik oleh uroporfirinogen ko-sintase menjadi uroporfirinogen III
1) Delta-aminolevulinic acid synthase (ALA synthase) :-
• The substrates are succinyl-CoA and glycine The product is delta aminolevulinic acid (ALA),An essential cofactor is pyridoxal phosphate (vit B-6).
• This is the rate-limiting reaction of heme synthesis in all tissues, and it is therefore tightly regulated.
• Reaksi ketiga dimulai dari uroporfirinogen III akan diubah menjadi ko-proporfirinogen III dengan bantuan enzim uroporfirinogen dekarboksilase.
• Adanya enzim koproporfirinogen oksidase(CPOX) akan mengkatalisis
koproporfirinogen menjadi protoporfirinogen IX, yang akan diubah lagi menjadi protoporfirin IX oleh bantuan enzim protoporfirinogen oksidase.
• Protoporfirin IX nantinya akan diubah menjadi HEME dengan bantuan enzim ferrokelatase.
• Proses reaksi I dan III berlangsung di
mitokondria, sedangkan reaksi kedua mulai dari penggabungan dua molekul ALA menjadi
koproporfirinogen III berlangsung di sitosol.
• Proses semua ini terjadi terutama di hati dan tulang belakang (khususnya untuk produksi erotroid)
3) Uroporphyrinogen I synthase and uroporphyrinogen IIIcosynthase
• Production of uroporphyrinogen III requires two enzymes.The substrates are four molecules of porphobilinogen.
3) Uroporphyrinogen I synthase and uroporphyrinogen IIIcosynthase
• Production of uroporphyrinogen III requires two enzymes.The
substrates are four molecules of porphobilinogen.
4) Uroporphyrinogen decarboxylase:-
• Decarboxylates the acetic acid groups, converting them to methyl
groups.
5) Coproporphyrinogen III oxidase:-
• Catalyzes the conversion of two propionic acid groups to vinyl
groups
6) Protoporphyrinogen IX oxidase:-
• Protoporphyrinogen IX oxidase converts the methylene bridges between the pyrrole rings to methenyl bridges.
Protoporphyrinogen IX (PPIX) dioksidasi menjadi protoporphyrin IX (PPIX) oleh Protoporphyrinogen Oksidase (PPOX).
7) Ferrochelatase:-
• Ferrochelatase adds Fe++ to protoporphyrin IX, forming heme.
• The enzyme requires Fe++, ascorbic acid and cysteine (reducing agents).
• Ferrochelatase is inhibited by lead.
• Enzim FECH berperan dalam menempelkan ion besi (Fe2+) ke cincin protoporfirin IX membentuk heme. Untuk itu diperlukan adanya ion besi, asam askorbat dan sistein (asam amino yang mengandung sulfur) untuk kerja enzim tersebut.
• Enzim ini dihambat oleh adanya logam berat seperti timbal.
• FECH adalah enzim pembatas laju lainnya dari jalur biosintetik heme.
• Ekspresi FECH meningkat selama diferensiasi eritroid dan dikendalikan oleh faktor transkripsi elemen Sp1, NF-E2 dan GATA.
• FECH adalah protein cluster besi-belerang. Pada tingkat pasca transkripsional, ekspresi FECHdikendalikan oleh ketersediaan gugus besi- belerang yang baru yang biogenesisnya bergantung pada adanya besi, belerang.
• Asam δ-aminolevulinat (ALA)
• ALA Sintase (ALAS), enzim ini mengontrol proses pembentukan ALA
• Hidroksimetilbilana Sintase (HMBS) mengkatalisis sintesis empat molekul porfobilinogen head-to-tail untuk membentuk tetrapirol linier
hidroksimetilbilana yang diubah menjadi
uroporfirinogen III oleh Uroporfirinogen Sintase (UROS).
• Uroporphyrinogen Decarboxylase (UROD)
• Coproporphyrinogen oxidase (CPOX)
• Protoporphyrinogen IX dioksidasi menjadi
Protoporphyrin IX (PPIX) oleh Protoporphyrinogen Oksidase (PPOX).
• Besi dimasukkan ke dalam PPIX untuk membentuk heme dalam matriks mitokondria, suatu reaksi yang dikatalisis oleh Ferrochelatase (FECH) 7
• Waktu proses yang mengarah pada produksi hemoglobin selama diferensiasi eritroid
• Besi dalam jumlah besar diperlukan selama diferensiasi eritroid untuk mempertahankan biosintesis heme.
• Pro-eritroblas meningkatkan penyerapan zat besi melalui peningkatan regulasi TfR1. Pada saat yang sama, aktivitas ALAS2 juga
meningkat untuk menyediakan sejumlah
besar heme yang dibutuhkan untuk produksi hemoglobin. Segera setelah sintesisnya,
heme mengaktifkan transkripsi dan translasi rantai globin, sehingga memungkinkan
sintesis hemoglobin.
Enzim ALA dehydratase/
porphobilinogen sintase kerjanya dipengaruhi
oleh timbal (Pb)
2) ALA dehydratase :-
• The substrates are two molecules of ALA.
• The product is
porphobilinogen, the first pyrrole.
• ALA dehydratase is a -SH containing enzyme.
• It is very susceptible to
inhibition by lead.
ALAS
• Dua isoform ALAS, ALAS1 dan ALAS2, yang dikodekan oleh gen terpisah.
• Gen Alas1 terletak pada kromosom 3 dan diekspresikan di mana-mana, memainkan fungsi dalam menyediakan heme di jaringan non-eritrosit.
• Gen Alas2 terletak pada kromosom X dan diekspresikan secara eksklusif pada sel eritroid.
• Ekspresi Alas2 sangat meningkat selama tahap akhir diferensiasi eritroid dan penting untuk pematangan terminal sel darah merah.
• Peningkatan ekspresi Alas2 merupakan prasyarat untuk induksi penuh gen lain dari jalur biosintetik heme.
• Ekspresi Alas2 diatur oleh faktor transkripsi spesifik eritroid, seperti GATA1.
• Pada tingkat pasca-transkripsional, ekspresi Alas2 diatur oleh besi. Transkrip Alas2 mengandung elemen responsif besi (IRE) 5′ yang berinteraksi dengan protein responsif besi (IRP), sehingga menghubungkan regulasi biosintesis heme dalam sel eritroid dengan ketersediaan zat besi.
• Dalam kondisi kekurangan zat besi, translasi mRNA Alas2 dihambat oleh IRP yang berikatan dengan 5′IRE. Di sisi lain, ketika kadar zat besi intraseluler meningkat, IRP terdegradasi sehingga
memungkinkan terjadinya translasi mRNA Alas2.
Sintesis ferritin
• Sintesis feritin: dalam kondisi besi rendah, IRP
berikatan dengan IRE mencegah pengikatan eIF4F sehingga menghalangi sintesis feritin. Dalam
kondisi besi intraseluler yang tinggi, IRP berdisosiasi dari IRE yang selanjutnya memungkinkan eIF4F berikatan dengan IRE. Setelah pengikatan eIF4F- IRE, terjemahan feritin IRE-RNA dimulai dan karenanya membangun molekul feritin baru.
IRE:iron responsive element (elemen responsif besi)
; IRP: Iron Regulatory Protein (protein pengatur zat besi).
• Ferritin è protein pengikat besi, banyak ditemukan di hati, limpa, otot rangka, dan sumsum tulang.
Globin
• Setiap protein globin mengandung molekul heme yang mengandung zat besi. Heme
membantu hemoglobin mengikat oksigen. Agar hemoglobin berfungsi dengan baik, beta-globin harus berinteraksi dengan baik dengan molekul heme dan alfa-globin.
• Setiap orang mewarisi dua salinan (atau alel) gen Hbb—satu dari setiap orang tua. Sel darah merah kita membuat protein dari kedua alel dan menyusunnya menjadi hemoglobin. Molekul hemoglobin dapat mencakup beta-globin dari alel mana pun dalam kombinasi apa pun.
Sintesis globin
• Struktur hemoglobin
• Hemoglobin mengandung 2 pasang rantai
polipeptida yang berbeda, yaitu rantai –a dan rantai bukan a (b, g dan d).
• Rantai a pada semua hemoglobin manusia adalah sama. Pada orang dewasa normal rantai bukan a adalah b sehingga hemoglobinnya adalah a2b2 (HbA), rantai g hanya pada hemoglobin janin, disebut fetal hemoglobin (HbF) dengan komposisi a2g2. sedangkan rantai d akan membentuk HbA2
• Gen globin kluster: gen yang mengatur sintesis dan struktur yang berbeda dari globin terdiri dari 2
kluster yaitu kluster a dan kluster b (dan turunannya)
GLOBIN
• APOPROTEIN PART
Lokus gen globin pada manusia(A)dan mencit (B).
- lokus gen globin. MCS (multispecies conserved sequences) (urutan yang dilestarikan multispesies) dan LCR (Locus control region) (wilayah kontrol lokus) adalah daerah distal yang mengoordinasikan ekspresi perkembangan gen di dalam kluster.
- berbagai jenis rantai globin yang diekspresikan pada tahap perkembangan yang berbeda dan lokasi hematopoiesis yang sesuai ditampilkan.
Harap dicatat bahwa sementara pada manusia dua peristiwa peralihan berikutnya terjadi, pada tikus, sebagai mayoritas mamalia, hanya ada satu peralihan dari gen embrio/janin ke dewasa, yang terjadi pada awal perkembangan. BioRender.com.
Struktur, fungsi dan regulasi gen globin
• Gen globin, alfa maupun beta memiliki tiga regio trans yang dikenal sebagai ekson dan
dipisahkan oleh dua intron atau sekuen intervening (IVS). IVS akan dipotong atau dihilangkan pada saat pre-mRNA untuk menjadi mRNA.
• Dua area sekuensing penting untuk mengawali transkripsi gen adalah TATA box dan CAT box.
Mutasi diarea ini akan menyebabkan penurunan kemampuan pengikatan enzim sehinggga mengganggu proses transkripsi.
• Ekson kedua akan mengkode asam amino nomor urut 32-99 dari suatu rantai globin, dan terlibat dalam proses pengikatan heme.
• Sedangkan pada ekson 3 diurutan yang mengkode asam amino 100 – 141 untuk alfa dan 105- 146 untuk beta adalah area UTR.
Ekspresi gen globin
• Sintesis Hb adalah heterogeneous (heterogen) pada semua tahap perkembangan mulai embrio hingga dewasa.
• Pada tahap embrio setelah 5 minggu kehamilan , akan ditemukan Hb Gower 1 (z2e2), Gower 2 (a2e2) dan Portland (z2g2).
• Pada minggu ke 6, ekspresi pembentukan ke-3 Hb tersebut akan menurun digantikan oleh HbF (a2g2), yang secara bertahap akan membentuk juga HbA (a2b2) dan HbA2 (a2d2).
• Ekspresi gen a-globin adalah konstan. Sedangkan ekpresi gen b-globin juga sudah terjadi saat masih di “yolk sac cell” (kuning telur), namun meningkat saat perkembangan manusia. Adanya ekspresi gen b ini, secara perlahan akan menurunkan ekspresi gen g. Peningkatan ekspresi gen g, menunjukan kondisi kompensasi dalam abnormal Hb (pada thalassemia)
• Pada tahap awal embrio, erithropoiesis terjadi di “yolk sac”, yang kemudian pada tahap awal fetus, proses diambil alih oleh hati dan
selanjutnya diteruskan oleh sumsum tulang saat akhir prenatal dan postnatal.
• Yang bertanggung jawab atas proses ini adalah regio LCR atau locus control region. Adanya protein faktor transkripsi seperti GATA binding protein di “yolk sac”, hati janin dan sumsum tulang, akan berikatan pada sekuen motif DNA (T/A)GATA(A/G) yang ada di promotor
sebelum sekuen gen e, g, b globin. Sedangkan untuk a-globin, posisi LCR sebelum sekuen gen z.
Kluster a
• Gen globin a ada di kromosom 16 di area
yang diberi kode 5’-ζ-ψζ-ψα2-ψα1-α2 -α1-θ-3’
dengan panjang area gen globin a kluster sekitar 70 kb
2
Fig: 1.1. Organization of human α and β- globin gene clusters on chromosome 16 and 11.The genetic control of various embryonic, fetal and adult haemoglobins is also shown. Hatched boxes in the individual genes represent 3’ and 5’ untrasnlated regions, black boxes represent exons and the white boxes represent intervening sequences (IVS) (Weatherall 1987).
1.4: Normal Structural Variation
From the 16p telomeric repeats there are four polymorphic, subtelomeric alleles in which α - globin genes lie 170kb (A), 245kb (D), 350 kb (B) and 430kb (C) (Wilkie et al 1991a and Higgs et al 1993).
As a result of unequal genetic exchange, normal persons may have 4,5 or 6 α - globin genes (Goossens et al. 1980; Higgs et al, 1980: Galanello et al . 1983; Gu et al 1987) and 2,4,5 or 6 ζ like genes (Winichagoon et al 1982; Felice et al . 1986; Trent et al 1986 and Titus et al 1988).
Around the α - globin locus 10 variable number of tandom repeats (VNTRs) have been identified (Flint et al 1997). They produce highly polymorphic segments of cluster and can be used as genetic markers throughout the genome and have been used to produce individual – specific finger prints (Jeffreys 1987 and Fowler et al 1988). In α - globin
Kluster b
• gen globin b ada di kromosom 11, yang terdiri dari gen
embrionik e, gen globin g dan d serta gen globin b. gen globin g ada dua dan sangat identik kecuali pada kodon 136 dimana gen Gg mengandiung asam amino glisin sedangkan Ag adalah alanin.
• Gen HBB , yang mencakup 1,6 Kb, mengandung tiga ekson dan wilayah yang tidak diterjemahkan (UTR) 5′ dan 3′. HBB diatur oleh promotor 5′ yang berdekatan di mana kotak TATA, CAAT, dan duplikat CACCC berada.
2
Fig: 1.1. Organization of human α and β- globin gene clusters on chromosome 16 and 11.The genetic control of various embryonic, fetal and adult haemoglobins is also shown. Hatched boxes in the individual genes represent 3’ and 5’ untrasnlated regions, black boxes represent exons and the white boxes represent intervening sequences (IVS) (Weatherall 1987).
1.4: Normal Structural Variation
From the 16p telomeric repeats there are four polymorphic, subtelomeric alleles in which α - globin genes lie 170kb (A), 245kb (D), 350 kb (B) and 430kb (C) (Wilkie et al 1991a and Higgs et al 1993).
As a result of unequal genetic exchange, normal persons may have 4,5 or 6 α - globin genes (Goossens et al. 1980; Higgs et al, 1980: Galanello et al . 1983; Gu et al 1987) and 2,4,5 or 6 ζ like genes (Winichagoon et al 1982; Felice et al . 1986; Trent et al 1986 and Titus et al 1988).
Around the α - globin locus 10 variable number of tandom repeats (VNTRs) have been identified (Flint et al 1997). They produce highly polymorphic segments of cluster and can be used as genetic markers throughout the genome and have been used to produce individual – specific finger prints (Jeffreys 1987 and Fowler et al 1988). In α - globin
( a ) Struktur skematis gen beta-globin, dengan 3 ekson (kotak abu-abu) dan dua urutan intervensi (IVS). Gen tersebut diapit oleh daerah UTR 3' dan 5' (kotak putih). Bagian promotor upstream dari 5' UTR (stripped box) berisi urutan pengaturan berikut: TATA, CAAT, dan duplikasi kotak CACCC. (Diadaptasi dari Thein 2005);
(b) Struktur skematis dari lokus beta-globin yang berada pada kromosom 11p15.4. Dari 5' gen pertama, HBe, diekspresikan pada tahap embrionik untuk menghasilkan embrionik-hemoglobin (Hb-e). Dua gen berikutnya, HBg-G (G-g) dan HBg-A (A-g), diekspresikan selama perkembangan janin (12 minggu pasca konsepsi) untuk membentuk hemoglobin janin (Hb-F). Setelah 7 atau 8 bulan setelah lahir, dewasa- hemoglobin (Hb-A) diproduksi karena inisiasi ekspresi gen HBb . 3% dari hemoglobin dewasa adalah hemoglobin dewasa tipe 2 (Hb-A2), terdiri dari rantai globin b dan d.
• Wilayah pengatur utama, yang juga mengandung ”enhancer”, memetakan 50 Kb dari gen beta globin. Wilayah ini, disebut wilayah kontrol lokus (LCR), berisi lima (HS-1 hingga HS-5) situs
hipersensitif DNAse spesifik eritroid (HS), yang merupakan ciri interaksi DNA-protein.
• Elemen inti HS berukuran 200–400bp dan dipisahkan satu sama lain lebih dari 2kb.
• Setiap situs HS dibentuk oleh kombinasi beberapa motif DNA yang berinteraksi dengan faktor transkripsi, di antaranya yang paling penting adalah GATA-1 (GATA menunjukkan motif
pengenalan relatif), faktor nuklir eritroid 2, faktor mirip eritroid Kruppel, dan teman GATA.
• Selama perkembangan manusia normal, gen ε-globin diekspresikan pada trimester pertama dalam sel eritroid yang berasal dari hematopoiesis kantung kuning telur.
• Gen γ-globin diekspresikan dalam sel eritroid yang dihasilkan di hati janin hingga sekitar kelahiran.
• Gen β-globin dewasa diekspresikan sekitar kelahiran terutama dalam sel yang berasal dari hematopoiesis sumsum tulang.
European Journal of Biochemistry, Volume: 269, Issue: 6, Pages: 1589-1599, First published: 14 March 2002, DOI: (10.1046/j.1432-1327.2002.02797.x)
Sintesis g-globin
• Peralihan dari ekspresi γ- ke β-globin adalah yang paling sering dipelajari karena ekspresi γ-globin pada tahap dewasa merupakan ciri khas spektrum kondisi patologis yang sangat heterogeni, mulai dari normal hingga berat, seperti dalam kasus beberapa sel F (sel yang mengekspresikan HbF) yang ditemukan pada orang dewasa normal dan pada HPFH, atau terkait dengan penyakit, seperti respon terhadap anemia sementara atau kronis atau leukemia.
• Hal yang menarik tentang HbF adalah kemampuan tubuh dalam mengaktifkan kembali γ-globin pada orang dewasa yang dianggap sebagai strategi yang mungkin untuk menyembuhkan pada kondisi β- hemoglobinopathies.
• Penyebab ekspresi γ-globin pada sel dewasa sebagian besar masih belum diketahui dan diperkirakan bergantung pada mekanisme yang berbeda, baik maturasi dan/atau terkait langsung dengan defek intrinsik pada lokus HBB.
Pengaktifan transkripsi ekspresi g-globin
• Pada diferensiasi dan pematangan utama pembentukan sel darah merah yaitu Yolk Sac (YS)-, Erythroblast Macrophage Protein (EMP) -, dan Hematopoietic Stem Cell (HSC)- derived
erythroblast menunjukkan bahwa sel-sel ini bergantung pada seperangkat faktor transkripsi umum yang mengarahkan diferensiasi eritroid dan regulasi gen globin.
• Sel embrionik, janin dan dewasa pada gen globin, memiliki promotor globin serta activator dan koaktivator eritroid GTA1, NFE2, KLF1 yang sama, namun berbeda afinitasnya.
• Ekspresi gen γ-globin dalam sel orang dewasa, seperti pada HPFH, menunjukkan bahwa sel dewasa mewakili lingkungan yang permisif atau terbuka (bisa berubah2) untuk ekspresi gen globin embrio/janin dan dewasa. Dengan demikian kemungkinan waktu spesifik ekspresi γ- globin mungkin memerlukan aktivator / represor spesifik yang bekerja pada waktu yang berbeda.
Faktor transkripsi utama yang secara langsung mengatur ekspresi diferensial γ-globin selama pengembangan.
(A)Ekspresi γ-globin dalam sel-sel embrionik, janin, dan dewasa diatur oleh seperangkat besar umum di mana-mana (seperti, misalnya, NF-Y) dan faktor transkripsi spesifik eritroid, yang paling penting di antaranya adalah GATA1 dan kompleksnya, NFE2, dan TAL1. Sejumlah kecil TF terlibat langsung dalam ekspresi γ-globin spesifik tergantung waktu dan dalam deregulasinya ketika tetap ada pada orang dewasa. c-MYB mengaktifkan KLF1 yang pada gilirannya mengaktifkan BCL11A, yang bekerja sama dengan SOX6 dalam menekan γ-globin. ZBTB7A dan TR2/TR4 menekan γ-globin secara independen dari BCL11A. Yang menarik, represor spesifik γ-globin yang berbeda telah diidentifikasi dan COUP-TFII adalah satu-satunya aktivator spesifik γ-globin yang telah diidentifikasi sejauh ini. Protein LIN28B oncofetal, yang diekspresikan pada level tinggi dalam sel JMML secara bersamaan mengekspresikan γ-globin yang tinggi, memblokir terjemahan BCL11A.
(B)Representasi skematis dari promotor γ yang menunjukkan posisi mutasi HPFH. Dibuat denganBioRender.com.
Perkembangan
hemoglobin
Lokus α- dan β-globin manusia dan penggantian hemoglobin.
( A ) Representasi skematis dari lokus α- dan β-globin masing-masing pada kromosom 16 dan 11. Gen globin seperti α
( HBZ , HBA2dan HBA1 ) dan β ( HBE1 ,HBG2 , HBG1 ,HBD danHBB ) digambarkan dengan kotak berwarna dalam orientasi 5 ′ hingga 3 ′. Globin yang dikodekan oleh setiap gen dilaporkan di bawah setiap kotak. Pseudogen HBBP1 digambarkan dengan kotak putih. HS disajikan dengan kotak abu-abu.
( B) Representasi diagram dari perpindahan embrionik-ke-janin dan janin-ke-dewasa hemoglobin manusia, menggambarkan pola ekspresi rantai globin mirip-α (α dan ζ) dan mirip-β (ε, γ, β dan δ), dari konsepsi hingga kelahiran, dan kehidupan dewasa.
( C ) Komposisi hemoglobin untuk tahap perkembangan yang berbeda (Hb embrionik, janin dan dewasa). Kromosom (Chr); urutan konservasi multispesies (MCS); wilayah kontrol lokus (LCR); situs hipersensitif (HS); hemoglobin (Hb); hemoglobin janin
(HbF); hemoglobin dewasa (HbA); hemoglobin 2 dewasa (HbA2). BioRender.com .
Hem dan globin
membentuk Hb
Pembentukan
hemoglobin
• Dalam sintesis hemoglobin normal, gen alfa-globin hanya menghasilkan setengah dari
produk yang dihasilkan oleh gen beta-globin untuk menjaga
keseimbangan. Ketidakseimbanga n dalam ekspresi gen globin dari kedua sisi menyebabkan
thalassemia
•
Penggabungan globin pada
hemoglobin
•
Satu kromosom 11
mengandung 1 gen b-globin, bergabung, membentuk 1 protein b-globin. Satu
kromosom 16 mengandung 2 gen a-globin, bergabung
membentuk 1 protein a-globin
Molekuler Hb
• Gen beta globin ( HBB )
dipetakan pada lengan pendek kromosom 11 di wilayah yang juga mengandung gen delta globin, gen epsilon embrionik, gen A-gamma dan G-gamma janin, dan pseudogen (ψ B1 ).
Lima gen globin fungsional disusun berdasarkan urutan ekspresi perkembangannya
Macam-macam hemoglobin dan strukturnya
Jenis hemoglobin Genotipe hemoglobin Kehadiran hemoglobin
Hb A α2β2 Ini adalah Hb dewasa
utama
Hb A2 α2/δ2 Hal ini hadir dalam
jumlah kecil
Hb F α2/γ2 Hb janin utama pada
tahap akhir
Hb gower1 ζ2/ε2 Hb ini sudah ada pada
awal kehidupan janin
Hb gower2 α2/ε2 Hb ini hadir dalam
jumlah kecil pada awal kehidupan janin
Hb portland ζ2γ2 Hal ini terlihat pada
embrio.
Hb H β4 Hal ini terlihat pada α-
thalassemia
Hb Bart γ4 Hal ini terlihat pada α-
thalassemia
Degradasi hemoglobin
• Degradasi dimulai di dalam makrofag limpa, yang menghilangkan eritrosit tua dan rusak (tua) dari sirkulasi.
• Sel darah merah ditelan oleh sel-sel sistem retikuloendotelial.
Globin didaur ulang menjadi asam amino, yang dikatabolisme menjadi zat antara siklus asam sitrat dan oksidasi asam lemak.
• Heme teroksidasi; cincin heme dibuka oleh heme oksigenase.
Oksidasi terjadi pada karbon tertentu, menghasilkan biliverdin tetrapirol linier, besi besi (Fe 3+ ), dan CO.
• Pada reaksi selanjutnya, metilen penghubung kedua direduksi oleh biliverdin reduktase, menghasilkan bilirubin. Pigmen hijau
kemudian diubah menjadi bilirubin merah-oranye.
• Bilirubin kemudian diangkut dalam serum melalui albumin ke hati, di mana ia dikonjugasikan dengan glukuronat oleh bilirubin
glukuronil transferase dan diekskresikan melalui empedu.
• Di usus, bilirubin didekonjugasi dan diubah menjadi urobilinogen dan stercobilin.
• Beberapa urobilinogen diserap kembali dan diekskresikan sebagai urobilin dalam urin. Kebanyakan urobilinogen dioksidasi dalam tinja menjadi sterkobilin, yang memberi warna pada tinja.
Konversi heme ke bilirubin
• Proses ini terjadi di sistem retikulum endoplasma dalam limpa (spleen), hati dan sumsum tulang.
• Cincin heme akan dibongkar oleh enzim heme oksigenase mikrosomal, pemutusannya antara cincin pirol I dan II.
• Enzim biliverdin reduktase akan mereduksi jembatan metilin/metin dari biliverdin
menghasilkan bilirubin tidak terkonjugasi (indirek bilirubin)
Bilirubin direk dan indirek
• Bilirubin melewati dua fase. Pada fase pertama, bilirubin berikatan
dengan albumin , yang memungkinkannya dibawa dari darah ke hati. Bilirubin dalam fase ini disebut bilirubin “indirect” atau “unconjugated”.
• Fase kedua terjadi di hati. Di sini, enzim uridine diphosphate-
glucuronosyltransferase ( UGT1A1 ) menempelkan molekul gula ke bilirubin tak
terkonjugasi. Transformasi ini membuat bilirubin larut dalam air; itu kemudian
dapat diekskresikan dalam empedu dan dihilangkan dalam tinja. Bilirubin dalam
fase kedua ini disebut bilirubin "langsung" atau "terkonjugasi".
Sistem heme oksigenase mikrosomal
Microsomal heme
oxygenase
system
2)
Conjugation of bilirubin with glucuronic acid:
(hepatocytes)
• Conjugation is accomplished by attaching two molecules of glucuronic acid to it in a two step process by UDP
glucuronyl transferase.
•The reaction is a transfer of two glucuronic acid groups sequentially to the propionic acid groups of the bilirubin.
•The major product is bilirubin diglucuronide .
Perjalanan bilirubin dalam plasma
• Bilirubin tidak terkonjugasi akan dilepaskan dalam plasma berikatan dengan albumin dan berdifusi ke dalam sel hati (tujuan pengikatan dengan albumin adalah meningkatkan sifat kelarutan bilirubin dan mencegah bilirubin bebas tersebar ke dalam organ, karena bersifat toksik).
• Bilirubin tidak terkonjugasi dalam sel hati akan dikonjugasi oleh asam glukuromat (glucuronic acid) membentuk bilirubin terkonjugasi (direk bilirubin) atau bilirubin diglukuronid ,
kemudian dilepaskan ke saluran empedu dan saluran cerna.
• Bilirubin terkonjugasi di dalam saluran cerna akan dihidrolisis oleh enzim glukuronidase oleh bakteri usus, sebagian diubah menjadi urobilinogen yang keluar dalam tinja (sterkobilin) atau diserap kembali dan dibawa ke dalam hati.
• Urobilinogen dapat larut dalam air, sehingga sebagian dikeluarkan melalui ginjal
Gangguan Hemoglobin/ hemoglobinopati
• Gangguan hemoglobin adalah sekelompok kondisi bawaan yang memengaruhi sel darah merah seseorang. Sel darah merah mengambil oksigen dari paru-paru dan mengirimkannya ke seluruh jaringan tubuh. Pada penderita kelainan hemoglobin, sel darah merah jumlahnya lebih sedikit, kurang mampu melakukan tugasnya, atau keduanya.
• Kelainan hemoglobin yang paling umum adalah penyakit sel sabit dan talasemia. Beberapa versi gen yang
menyebabkan penyakit ini juga melindungi terhadap malaria—parasit mematikan yang dibawa oleh nyamuk. Melalui seleksi alam, variasi gen ini menjadi sangat umum di belahan dunia tertentu, seperti di Indonesia, Thailand, Arab Saudi, Negara Mediterania dll.
• Masalah dengan protein beta-globin terbagi dalam dua kategori besar:
• Terlalu sedikit protein. Beberapa alel gen HBB menghasilkan sangat sedikit atau tidak sama sekali protein beta-globin.
Mereka menyebabkan beberapa bentuk beta-thalassemia, suatu kelainan genetik di mana orang memiliki terlalu sedikit protein globin a / b sehingga sel darah merah menjadi kecil bentuknya dan jumlahnya sedikit.
• Protein yang diubah. Beberapa alel gen HBB mengkode bentuk protein beta-globin yang tidak biasa. Bergantung pada bagaimana protein beta-globin diubah, alel jenis ini dapat menyebabkan berbagai kelainan genetic, contohnya sel bulan sabit (sickle cell anemia), kombinasi talasemia a dan b
Alel, Protein,
dan Variabilitas
• Gangguan hemoglobin bisa terlihat sangat berbeda dari orang ke orang. Secara umum, gejala yang dialami seseorang berhubungan langsung dengan alel HBB yang dimilikinya, struktur protein beta- globin yang menjadi kode alel tersebut, dan bagaimana protein tersebut memengaruhi sel darah merah.
• Alel HBB dikategorikan berdasarkan jenis kondisi yang
ditimbulkannya dan seberapa baik fungsi protein yang dihasilkan.
Misalnya, alel beta-thalassemia ringan mengkode protein beta- globin yang berfungsi sebagian. Dan alel yang parah tidak menghasilkan protein, atau protein tidak berfungsi.
• Grafik menunjukkan konsentrasi protein hemoglobin dalam sampel darah orang dengan kombinasi alel HBB berbeda (yang tidak menerima pengobatan).
Thalassemia
Alfa thalassemia
• Thalassemia α adalah kondisi yang ditandai dengan penurunan produksi rantai globin α, yang terutama disebabkan oleh
penghapusan gen globin α yang diturunkan.
• Dalam bentuk diploid normal, setiap salinan kromosom 16 mencakup dua gen α-globin (a-1 dan a-2) yang terhubung erat, sehingga total ada empat gen α-globin.
• Thalassemia α dengan berbagai tingkat keparahan disebabkan oleh penghapusan yang mengakibatkan hilangnya satu hingga empat lokus globin α.
Alfa thalassemia
• Thalassemia alfa banyak terjadi di kalangan masyarakat Asia (misalnya Thailand, Vietnam, Kamboja, Indonesia, dan Laos).
• Karena setiap hemoglobin orang dewasa bergantung pada perkembangan rantai alfa, rantai alfa merupakan bahan dasar dalam pembentukan semua hemoglobin fisiologis normal orang dewasa.
• Rantai alfa juga penting untuk pembentukan
hemoglobin pada janin; tanpanya, tidak ada Hgb F yang dihasilkan.
• Jumlah gen alfa yang dihilangkan menentukan satu dari empat tahap klinis talasemia alfa.
• Hilangnya empat lokus α-globin: Hidrops janin
menyebabkan kematian pada kehamilan atau segera setelah melahirkan. Mayoritas hemoglobin adalah Hb Barts, suatu tetramer yang terbentuk dari hemoglobin janin (γ4), yang memiliki kebutuhan O2 yang sangat kuat sehingga hanya mentransfer sedikit O2 ke jaringan.
• Hilangnya tiga lokus α-globin: Penyakit HbH
dibedakan berdasarkan hemoglobin β-4 (hemoglobin H, yang terdiri dari tetramer β-globin).
• Hilangnya dua lokus α-globin: α-thalassemia minor ditandai dengan mikrositosis, hipokromasia, dan anemia sedang.
• Hilangnya satu lokus α-globin: α-thalassemia minima (atau silent a-thal), dengan sedikit indikasi klinis atau laboratorium.
Gel
elektroforesis
• Analisis kualitatif dan kuantitatif fraksi hemoglobin dengan
elektroforesis Hb dan/atau HPLC (Kromatografi Cair
Tekanan Tinggi)/ elektroforesis kapiler akan menunjukkan
apakah terdapat produksi rantai hemoglobin yang tidak normal.
fmolb-07-00074 May 25, 2020 Time: 16:39 # 3
Munkongdee et al. Thalassemia Diagnosis
in silica capillaries by their electroosmotic flow and at a high voltage (9,800 V) in electrophoretic mobility in an alkaline buffer. The photometry at an absorbance wavelength 415 nm was used to directly detect Hb fractions. The resulting electrophorograms are divided into 15 zones. Several publications on the automatic hemoglobin analyzers have shown their effectiveness in the investigation of thalassemia and hemoglobinopathies for prenatal and postnatal diagnoses (Tan et al., 1993;Borbely et al., 2013;Khongthai et al., 2019;
Li et al., 2019).
HEMOGLOBIN ANALYSIS IN ADULT
Both systems give a good correlation for thalassemia diagnosis in adult. Normal blood samples had Hb concentration = 12 g/dl, MCV = 80 fL, MCH = 27 pg, and HbA2 = 3.5% (Figures 1A,D).
Thalassemia carriers presented normal Hb concentration level but show low MCV and MCH. Alpha-thalassemia carriers had Hb A2 = 3.5% (Figures 1B,E), butb-thalassemia carrier had Hb A2>3.5% (Figures 1C,F). Under the HPLC system, Hb A2 and Hb E co-elute at the same RT, but in the CE system, Hb A2 and
FIGURE 1 |Continued
Frontiers in Molecular Biosciences | www.frontiersin.org 3 May 2020 | Volume 7 | Article 74
Analisis
kuantitatif HPLC dan Elektroforesis kapiler
fmolb-07-00074 May 25, 2020 Time: 16:39 # 3
Munkongdee et al. Thalassemia Diagnosis
in silica capillaries by their electroosmotic flow and at a high voltage (9,800 V) in electrophoretic mobility in an alkaline buffer. The photometry at an absorbance wavelength 415 nm was used to directly detect Hb fractions. The resulting electrophorograms are divided into 15 zones. Several publications on the automatic hemoglobin analyzers have shown their effectiveness in the investigation of thalassemia and hemoglobinopathies for prenatal and postnatal diagnoses (Tan et al., 1993; Borbely et al., 2013;Khongthai et al., 2019;
Li et al., 2019).
HEMOGLOBIN ANALYSIS IN ADULT
Both systems give a good correlation for thalassemia diagnosis in adult. Normal blood samples had Hb concentration = 12 g/dl, MCV = 80 fL, MCH = 27 pg, and HbA2 = 3.5% (Figures 1A,D).
Thalassemia carriers presented normal Hb concentration level but show low MCV and MCH. Alpha-thalassemia carriers had Hb A2 = 3.5% (Figures 1B,E), butb-thalassemia carrier had Hb A2>3.5% (Figures 1C,F). Under the HPLC system, Hb A2 and Hb E co-elute at the same RT, but in the CE system, Hb A2 and
FIGURE 1 |Continued
Frontiers in Molecular Biosciences | www.frontiersin.org 3 May 2020 | Volume 7 | Article 74
fmolb-07-00074 May 25, 2020 Time: 16:39 # 4
Munkongdee et al. Thalassemia Diagnosis
FIGURE 1 |Pattern of hemoglobin analysis in adult blood by the high-performance liquid chromatography (HPLC) system(A–C,G–I,M–O)compared with the capillary zone electrophoresis (CE) system(D–F,J–L,P–R).
TABLE 1 |Hemoglobin analysis of adult blood.
Phenotype Number Hb Type Hb A2% Hb E % Hb F %
HPLC CE HPLC CE HPLC CE
Normal 45 A2A 2.6±0.4 2.5±0.4 – – 0.5±0.7 0.1±0.2
a-thalassemia 1 heterozygote
36 A2A 2.3±0.2 2.3±0.2 – – 0.5±0.7 0.3±0.5
b-thalassemia heterozygote 69 A2A 5.5±1.3 5.4±0.5 – – 1.5±1.4 0.9±1.4
Hb E heterozygote 85 EA Not detected 3.5±0.4 27.8±7.5 25.6±1.4 1.2±0.9 0.4±0.8
Hb E heterozygote with a-thalassemia 1 heterozygote
6 EA Not detected 4.0±0.3 21.9±0.6 16.3±0.8 0.9±0.6 0.5±0.8
Hb E homozygote 56 EE Not detected 4.1±0.8 90.2±4.9 92.9±3.3 4.3±2.7 2.5±3.1
b-thalassemia/Hb E disease 48 EF Not detected 4.9±1.6 59.4±12.9 50.3±13.8 31.1±14.5 36.8±13.3
Hb H disease 26 A2A Bart’s H 1.6±1.2 1.0±0.2 – – 0.6±0.6 0.2±0.3
Hb H-CS disease 9 CSA2A Bart’s H ND 0.7±0.5 – – ND 1.0±0.6
Hb CS homozygote 10 CSA2A ND 1.3±0.6 – – ND 0.8±0.8
Phenotype Number Hb Type Hb Bart’s % Hb H % Hb CS %
HPLC CE/Undetected number
HP CE/undetected number
HPL CE/undetected number
Normal 45 A2A
a-thalassemia 1 heterozygote
36 A2A
b-thalassemia heterozygote 69 A2A
Hb E heterozygote 85 EA
Hb E heterozygote with a-thalassemia 1 heterozygote
6 EA
Hb E homozygote 56 EE
b-thalassemia/Hb E disease 48 EF
Hb H disease 26 A2A Bart’s H Found 1.1±0.7/14 Found 6.7±4.8/0
Hb H-CS disease 9 CSA2A Bart’s H Found 4.2±4.1/3 Found 11.3±6.5/3 Found 2.6±1.4/1
Hb CS homozygote 10 CSA2A Found/Not found Found/Not found Found 3.5±2.5/0
ND, not determined.
Frontiers in Molecular Biosciences | www.frontiersin.org 4 May 2020 | Volume 7 | Article 74
Beta thalassemia
• Thalassemia beta disebabkan oleh berkurangnya (beta + ) atau tidak adanya (beta 0 ) sintesis rantai beta globin tetramer hemoglobin.
• Tiga kondisi klinis dan hematologi yang tingkat keparahannya semakin meningkat, yaitu keadaan pembawa talasemia beta (minor), talasemia intermedia, dan talasemia mayor (parah dan perlu transfusi).
• Tingkat keparahan klinis talasemia beta berhubungan dengan tingkat ketidakseimbangan antara rantai globin alfa dan nonalfa (selain beta)
• Gen beta globin ( HBB ) dipetakan di lengan pendek kromosom 11, di wilayah yang juga mengandung gen delta globin, gen epsilon embrionik, gen A-gamma dan G-gamma janin, dan pseudogene (ψB1).
• Beta-thalassemia bersifat heterogen pada tingkat molekuler. Lebih dari 200 mutasi penyebab penyakit sejauh ini telah diidentifikasi.
• Mayoritas mutasi adalah substitusi nukleotida tunggal, penghapusan, atau penyisipan oligonukleotida yang menyebabkan pergeseran kerangka.
Hb elektroforesis
Persentase normal dewasa dari molekul hemoglobin yang berbeda:
• HbA: 95% hingga 98% (0,95 hingga 0,98)
• HbA2: 2% hingga 3% (0,02 hingga 0,03)
• HbE : Tidak ada
• HbF: 0,8% hingga 2% (0,008 hingga 0,02)
• HbS: Tidak ada
• HbC: Tidak ada
Bayi dan anak-anak, berikut persentase normal molekul HbF:
• HbF (bayi baru lahir): 50% hingga 80% (0,5 hingga 0,8)
• HbF (6 bulan): 8%
• HbF (lebih dari 6 bulan): 1% hingga 2%
Hemoglobin
Elektroforesis
Distribusi populasi kadar HbA 2 dan genotipe β
pada b-thalassemia
• Peningkatan kadar HbA 2 merupakan ciri khas pembawa talasemia β. Sebagian dari
pembawa penyakit menunjukkan tingkat HbA 2 dalam kisaran pembawa normal (≥ 4,0%) atau pada area batas atas rangeyang
ditentukan. Akibatnya, pembawa penyakit ini luput dari diagnosis dan berisiko memiliki keturunan β-thalassemia mayor.
• Nilai batas HbA 2 dapat terjadi akibat mutasi ringan thalassemia β, warisan β-thalassemia dan α- atau δ- thalassemia atau anemia
defisiensi besi.
Efek
abnormal
globin
2 Oxidative Medicine and Cellular Longevity
Heinz body
IgG anti-band 3 Clustered band 3
Free pathological iron Fe
OH Fe KCC
PS
Loss of interactions between skeleton proteins PP
MPs 𝛽-thalassemic RBCs
Free𝛼-globin chain K+
Cl− O2
H2O2 [K+]
[Mg2+]
↓
↓ ↑ Oxidative stress ∙O
∙
2−
Figure 1: Schematic diagram of abnormalities observed in 𝛽-thalassemic red cells. The presence of pathological free iron (Fe) close to the membrane is involved in the Fenton reaction producing reactive oxygen species (ROS, ∙O2−) contributing to the prooxidant environment of 𝛽-thalassemic red cells.The unbalance in𝛼/𝛽chain synthesis results in aggregation of highly oxidative𝛼chains.The prooxidant environment is responsible for protein and lipid oxidative damage favoring abnormal clusterization of red cell membrane proteins such as band3, promoting band 3 tyrosine phosphorylation (P) and exposure of phosphatidylserine (PS). The abnormally clustered band 3 is recognized by naturally occurring anti-band3antibody (IgG).The severely damaged𝛽-thalassemic red cells released microparticles (MPs).The𝛽-thalassemic red cells have short lifespan and are removed by macrophages of the reticuloendothelial systems through PS exposure and IgG anti-band3 mediated mechanisms.The oxidative stress abnormally activates the K–Cl cotransport (KCC), which promotes K+, Cl−, and water loss contributing to the reduced red cell K+ content that characterizes𝛽-thalassemic red cells.
[6] and decreased membrane thiols [7].The decompartmen- talization of cellular free iron and its nonrandom associ- ation to the hemichrome band 3 aggregates [8] observed in 𝛽-thal red cells further amplifies the oxidative environ- ment of 𝛽-thal erythrocytes [9]. These small amounts of pathological free iron from unpaired hemoglobin chains could initiate self-amplifying redox reactions that simultane- ously deplete cellular reduction potential, oxidize additional hemoglobin, and trigger phosphorylative responses initiat- ing membrane destabilization [10–12], accelerating the red cell blood destruction (Figure 1). The membrane–damaging effects of unpaired chains have been also demonstrated by entrapping hemoglobin chains in normal erythrocytes [13].
Studies in 𝛽-thal erythrocytes have shown that pro- teins from both cytoskeleton network and membrane are targeted by the oxidative stress. In red cells spectrins are key proteins of the cytoskeleton network, [14, 15]. Studies in 𝛽-thal erythrocytes show that spectrins are involved by the oxidative damage, resulting in perturbation of their interactions with other cytoskeleton proteins such as actin or with proteins from multiprotein complexes bridging the membrane to the cytoskeleton as protein 4.1 [15]. In 𝛽-thal red cells, the loss of the stability between the cytoskeleton network and the junctional multiprotein complexes might favor the abnormal clusterization of transmembrane protein such as band3 (Figure1). In particular, two cysteine residues located in the cytoplasmic domain of band 3 show a peculiar reactivity to oxidants being 10-fold more reactive than GSH (Ferru E. and Pantaleo A., personal communication). This uncommon reactivity appears to befinalized to the regulation
of band3tyrosine phosphorylation in anchoring of the mem- brane cytoskeleton to the lipid bilayer [16–18]. This function is linked specifically to its association with adducin and ankyrin in two distinct junctional complexes [19]. Rupture of either of these two bridges yields an erythrocyte that spontaneously loses membrane surface through vesicula- tion/blebbing. Recent studies from our lab demonstrate that Syk-mediated tyrosine phosphorylation of oxidatively mod- ified band 3 leads to complete inhibition of ankyrin binding and the consequent dissociation of band3from the cytoskele- ton [20]. When red cells are mechanically stressed, they bleb membrane surface and vesiculate. Indeed, in scrutinizing the literature, we have noted that membrane vesiculation and release of circulating microparticles (MPs) constitute a common characteristic of erythrocyte pathologies (sickle cell disease, G6PDH deficiency, 𝛽-thalassemia) that are charac- terized by elevated band3 tyrosine phosphorylation. A study showed significantly higher levels of circulating MPs origi- nated from red cell membranes in 𝛽-thalassemia intermedia patients compared to controls, especially in splenectomized patients [21]. MPs originating from red cell membranes are also considered a major cause of premature atherosclero- sis described in thalassemia intermedia patients [22].
Band 3 tyrosine phosphorylation observed in𝛽-thalasse- mia may impact additional erythrocyte functions. Band 3 organizes a complex of glycolytic enzymes on the membrane and thereby controls theflux of glucose between the pentose phosphate pathway (PPP) and glycolysis. Phosphorylation of band 3 by Syk leads to displacement of these glycolytic enzymes from an inhibitory site on band 3, resulting in
•
Rantai globin yang tidak seimbang akan mengakibatkan akumulasi besi membentuk LIP (labile iron pool) dan senyawa oksigen reaktif atau ROS.
•
Besi bebas akan memberikan reaksi Fenton and Haber-Weiss dengan sehingga menghasilkan radikal bebas.
•
Akumulasi radikal bebas yang berasal dari ROS dan LIP akan merusak makromolekul dalam sel darah merah terutama pada membran sel darah merah.
•
Serangan radikal bebas di lipid membran akan menyebabkan kerusakan makromolekul lipid melalui mekanisme peroksidasi lipid.
•
Serangan radikal bebas pada makromolekul protein seperti sitoskeleton (band3, aktin, ankirin dll) mengakibatkan interaksi antar sitoskeleton terganggu, kemampuan sel
darah merah untuk melenturkan diri berkurangè kaku.
•
Kekakuan sitoskeleton sel darah merah dan perubahan membran lipid sel darah merah
menyebabkan sel darah merah mudah lisis saat melewati pembuluh darah kecil.
Thalassemia
di Indonesia
Bagaimana uji molekuler untuk thalassemia?
Molekuler deteksi thalassemia
fgene-12-727233 September 24, 2021 Time: 18:13 # 3
Zhuang et al. Thalassemia and Hemoglobinopathy in Quanzhou
FIGURE 1 |Identification of rarea-thalassemia using gap-PCR.(A)Electrophoresis result of –THAI/aaand –a27.6/aathalassemia; M, maker; P1, positive control of –THAI/aa; P2, positive control of –a21.9/aa; P3, positive control of –a27.6/aa; N, negative control; 1, –THAIthalassemia carrier; 2, –a27.6thalassemia carrier.
(B)Electrophoresis result of –FIL/aathalassemia; M, maker; P, positive control of –FIL/aa; N, negative control; 1, –FIL/aathalassemia carrier.
Diagnostics equipment and kit (Siemens, United States) and using the ADVIA Centaur XP Immunoassay System (Siemens, United States).
Molecular Diagnosis of Thalassemia
For each subject with positive hematological analysis results for the molecular analysis of commona- andb-thalassemia, we collected a further 2 ml of peripheral blood. An automatic nucleic acid extractor (Ruibao Biological Co., Ltd., Taiwan) was used to extract the genomic DNA of the subjects. We also used Gap-PCR to detect the three common deletionala-thalassemia mutations [Yaneng BIOscience (Shenzhen) Co. Ltd., Shenzhen].
The PCR reverse dot hybridization technique (PCR-RDB) was utilized to detect the three common non-deletionala-thalassemia mutations and 17 commonb-thalassemia mutations [Yaneng
BIOscience (Shenzhen) Co. Ltd., Shenzhen]. Theb-thalassemia mutations we detected were as follows: CD41-42(-TCTT), IVS-II- 654(C>T), –28 (A>G), CD71/72(+A), CD17(AAG>TAG), CD26(GAG > AAG), CD43(GAG > TAG), –29(A > G), CD31(-C), –32(C> A), IVS-I-1(G>T), CD27/28(+ C), – 30(T>C), CD14-15(+G), Cap+40-43(–AAAC), initiation codon(ATG>AGG), and IVS-I-5(G>C). The experimental operations were performed strictly according to the protocols of the manufacturers.
Rare Thalassemia Analysis and DNA Sequencing
Rare a-thalassemia genotype screening kits (–THAI, –a27.6, a21.9) and rare b-thalassemia genotype screening kits [Taiwanese,Gg+(Agdb)0, SEA-HPFH] were utilized for suspected
Frontiers in Genetics | www.frontiersin.org 3 September 2021 | Volume 12 | Article 727233
a-thal
(A) Codon 35 (C>A). (B) Initial codon mutation (ATG>AGG). (C) Codon 15 (G>A). (D) Codon 19 (A>G). (E) Codon 27/28(+C). (F) Codon 123/124/125 (−ACCCCACC).
b-thal
Terima Kasih….
Selamat
Belajar.. Semoga
Sukses