• Tidak ada hasil yang ditemukan

BISMILLLAH EKONOMI FIX HEADSHOT.xlsx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BISMILLLAH EKONOMI FIX HEADSHOT.xlsx"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemajuan dari industri kimia di Indonesia, terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal ini bertujuan agar dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri akan produk kimia baik produk hulu hingga hilir. Industri petrokimia merupakan salah satu bidang industry kimia yang memiliki rantai industri yang cukup panjang dari hulu hingga hilir, salah satu contoh produknya adalah berupa olefin. Olefin merupakan salah satu bahan kunci dalam industri kimia yang berguna untuk menghasilkan berbagai produk turunan.

Terdapat dua komponen olefin yang biasanya dikenal secara umum diantaranya etilena dan propilena. Kedua komponen ini dikatakan light olefin disebabkan karena memiliki rantai karbon yang pendek, di mana produk yang menghasilkan nilai C2 sampai C4

masih tergolong kelompok light olefin. Kemudian, light olefin juga dihasilkan melalui konversi langsung syngas.

Etilena dimanfaatkan dalam berbagai bidang di industry, misalnya untuk membuat senyawa polietilena yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan plastik dan juga untuk membuat senyawa etilen oksida yang banyak digunakan untuk keperluan di bidang pangan, tekstil dan famasi serta digunakan terutama sebagai sintesis organik dalam produksi etilen glikol. Sementara itu, propilen dibutuhkan sebagai bahan baku dalam produksi alkilonitril (diubah menjadi serat akrilik dan coating), propilen oksida (kemudian masuk ke resin polyurethane dan bahan kimia lainnya), kumena (digunakan untuk membuat resin epoxy dan polikarbonat) dan isopropyl alkohol (digunakan sebagai pelarut). Berdasarkan kegunaan tersebut, menyebabkan kebutuhan domestik dari kedua produk tersebut menjadi meningkat.

Berdasarkan data pada tahun 2018, kebutuhan dari etilena dan propilena mencapai 1.158.000 ton/tahun dan 1.007.000 ton/tahun. Sedangkan pada tahun 2020 kebutuhan etilena dan propilena mencapai 1.849.000 ton/tahun dan 1.025.000 ton/tahun. Dari

(2)

2 kebutuhan tersebut, Indonesia memiliki satu produsen yaitu PT. Chandra Asri Petrochmical yang hanya menghasilkan produk etilena dan propilena dengan kapasitas produk 600.000 ton/tahun dan 320.000 ton/tahun. Berdasarkan data tersebut, kekosongan pasar ini tentu saja masih tergolong tinggi, oleh karena itu diperlukan pabrik petrokimia yang memproduksi kedua light olefin ini.

Batubara merupakan salah satu bahan baku yang dapat digunakan untuk membuat produk etilen dan propilen, batu bara digasifikasi untuk menghasilkan metanol. Metanol tersebut diproses untuk mendapatkan produk etilen dan propilen.

Batubara dianggap lebih potensial untuk digunakan sebagai bahan baku dari light olefin ini karena jika dibandingkan dengan gas alam dan minyak bumi, cadangan batubara di Indonesia jauh lebih banyak dan sebagian besar belum dimanfaatkan secara maksimal.

Batubara juga dianggap sebagai bahan baku potensial karena kandungan batu bara khususnya di provinsi Kalimantan Timur adalah salah satu yang terbanyak dengan jenis batu bara mayoritas yang dihasilkan adalah sub-bituminus yang termasuk ke dalam low grade coal atau batubara berkualitas rendah. Menurut data dari badan pusat statistik, jumlah produksi batubara pada tahun 2019 adalah sebesar 616 juta ton dan 70%

diantaranya adalah merupakan batubara berjenis sub-bituminus dan lignit yang termasuk ke dalam low grade coal. Sedangkan jumlah konsumsi batubara dalam negeri yang sebagian besar digunakan sebagai pembangkit energi, mencapai 155 juta ton pada tahun 2020 dan jumlah ekspor pada tahun 2019 sebesar 121 juta ton. Jika dilihat dari jumlah produksi batubara, maka dapat disimpulkan bahwa masih banyak batubara yang belum dimanfaatkan.

Oleh karena itu, pemanfaatan batubara untuk menghasilkan produk light olefin menjadi sangat potensial karena jumlah bahan baku yang sangat banyak dan kebutuhan akan light olefin baik nasional maupun internasional yang terus meningkat setiap tahunnya. Tetapi, batubara sebagai bahan baku memiliki beberapa kekurangan dibandingkan dengan minyak bumi dan gas alam,yaitu menghasilkan H2S (hidrogen sulfida) dan emisi CO2 dengan jumlah yang cukup banyak. Sehingga, dalam proses

(3)

3 produksi akan digunakan katalis sebagai removal H2S dan sistem CO2 capture untuk mengurangi emisi karbon yang dihasilkan dari proses produksi.

1.2 Analisis Pasar

1.1.1 Ketersediaan Bahan Baku

Light olefin diproduksi dari bahan baku berupa batu bara yang berjenis subbituminous. Ketersediaan bahan baku tersebut di Indonesia tergolong berlimpah, sehingga bahan baku tidak perlu impor dari negara lain. Tabel 1.1 menunjukkan daftar perusahaan yang memproduksi batu bara di Indonesia.

Tabel 1.1 Daftar Perusahaan yang Memproduksi Batu Bara Nama Perusahaan Lokasi Produksi

(Mt) per tahun 2007

Sumber Daya Alam (Mt)

Tipe Batu Bara

PT. Adaro

Indonesia

Kalimantan Selatan

36 2059 Subbituminous

PT. Berau Coal Kalimantan Utara

12 2927 Subbituminous

PT. Kideco Jaya Agung

Kalimantan Timur

21 3772 Subbituminous

PT. Arutmin Indonesia (BUMI Resources)

Kalimantan Selatan

15 3726 Bituminous,

Subbituminous

PTBA (Tambang Batu Bara Bukit Asam Tdk)

Sumatera Selatan, Sumatera Barat

11 3726 Subbituminous,

Lignite

PT. Kaltim Prima

Coal (BUMI

Resources)

Kalimantan Timur

39 3726 Subbituminous

(4)

4 PT. Indominco

Mandiri (Banpu)

Kalimantan Timur

12 284 Subbituminous

PT. Gunung Bayan Pratama Coal (Bayan Resources)

Kalimantan Timur

8 n/a Subbituminous

(Baruya, 2009) Berdasarkan data ketersediaan bahan baku yang ditunjukkan, dapat diketahui bahwa bahan baku untuk memproduksi light olefin dapat diperoleh di wilayah sumatera dan kalimantan. Dengan begitu apabila dalam jangka waktu yang panjang ingin meningkatkan kapasitas dari produksi light olefin itu sendiri maka tidak perlu mengkhawatirkan bahan baku, karena melimpahnya batu bara jenis subbituminous di Indonesia.

1.1.2 Penentuan Kapasitas Produksi

Perancangan pabrik light olefin direncanakan akan dibangun pada tahun 2024.

Dalam perancangannya, dibutuhkan kapasitas produk yang akan dihasilkan. Kapasitas produk ditentukan sesuai dengan kebutuhan produk pada target pembangunan pabrik.

Tabel 1.2 merupakan tabel yang menunjukkan kebutuhan produksi light olefin dari tahun ke tahun.

Tabel 1.2 Kebutuhan Produksi Light Olefin

Produk Tahun

2018 (ton) 2020 (ton) 2024 (ton)

Etilena 1.518.000 1.849.000 2.992.000

Propilena 1.007.000 1.025.000 1.646.000

(Nexant, TPIA’s expose) Berdasarkan tabel di atas, didapatkan data permintaan pasar domestik terus mengalami peningkatan setiap tahunnya dengan peningkatan rata-rata sebesar 12%

untuk produk etilena dan 8,5% untuk produk propilena. Beberapa perusahaan di Indonesia telah memproduksi kedua light olefin ini dengan kapasitas yang dapat dilihat pada tabel 1.3 berikut.

(5)

5 Tabel 1.3 Produksi Light Olefin di Indonesia

Nama Perusahaan Jumlah Etilena

(ton)

Jumlah Propilena (ton)

Pertamina 70.000 608.000

Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) 860.000 470.000

Jumlah 930.000 1.078.000

(TPIA’s expose) Dari tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa kebutuhan domestik dari light olefin adalah sebesar 2.062.000 ton untuk etilena, sedangkan untuk propilena sebesar 568.000 ton. Dari kebutuhan tersebut, maka pabrik yang akan didirikan pada tahun 2024 berkapasitas 650.000 ton/tahun dengan perbandingan hasil produksi 10:3 antara etilena dan propilena.

1.3 Pemilihan Lokasi

Dalam menentukan lokasi pabrik terdapat beberapa factor penting yang harus dipertimbangkan. Lokasi pabrik yang dipilih dan dirasa strategis ialah lokasi yang dekat dengan bahan baku produk, ketersediaan tenaga kerja, biaya produksi dan proses distribusi . Oleh karena itu, pabrik light olefin berada di Bengalon, Kalimantan Timur.

Peta letak pabrik yang akan dibangun, disajikan pada gambar 1.1 berikut.

Gambar 1.1 Peta Pendirian Pabrik Light Olefin Berbahan Baku Batubara

(6)

6 Pemilihan lokasi ini didasarkan dari beberapa faktor, yaitu sebagai berikut :

• Ketersediaan Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan dalam proses produksi light olefin adalah batu bara bertipe subbituminous, yang di mana batu bara ini merupakan batu bara dengan kualitas low grade. Batu bara ini banyak dihasilkan dari PT. Kaltim Prima Coal yang berada di Sangatta, Kalimanttan Timur. Jarak antara perusahaan penghasil bahan baku dengan pabrik yang akan didirikan cukup dekat sehingga dapat meminimalisir pengeluaran untuk transportasi. Bahan baku merupakan syarat utama bagi keberlangsungan sebuah pabrik, sehingga pengadaan bahan baku sangat penting untuk pertimbangan.

• Utilitas

Fasilitas yang dibutuhkan oleh pabrik berupa air, listrik, dan pasokan bahan bakar. Untuk kebutuhan air pabrik dapat mendapatkan pasoran dari sungai Muara Bengalon yang dekat dengan pemilihan lokasi utnuk pabrik yang akan dibangun. Untuk kebutuhan listrik berasal dari PLN. Bengalon, Kalimantan Timur. Untuk kebutuhan bahan bakar dapat dipasok dari Pertamina Cabang Bengalon.

• Transportasi

Pengiriman bahan baku dapat dilakukan melalui jalur darat. Kemudian, untuk keperluan utilitas dapat dilakukan melalui jalur darat. Untuk produk yang dihasilkan dapat dikirim melalui jalur darat maupun jalur laut untuk pabrik yang membutuhkan,

• Tenaga Kerja

Tenaga kerja yang digunakan dalam pabrik ini diambil dari daerah sekitar pabrik yang mencakup angkatan kerja di daerah tersebut. Dengan berdirinya pabrik ini, maka diharapkan dapat mengurangi tingkat pengangguran baik dari penduduk sekitar maupun penduduk di daerah Kutai Timur, dan sekitar Kalimantan Timur. Berdasarkan hasil sensus penduduk, proyeksi penduduk

(7)

7 Kutai Timur akan terus meningkat. Seperti data di tahun 2015 sebesar 337.677 jiwa.

Tabel 1.4 Jumlah Angkatan Kerja umur 15 Tahun ke Atas di Kalimantan Timur

Tahun Angkatan Kerja Bekerja Pengangguran

2019 1.800.441 1.693.481 106.690

2020 1.817.680 1.692.796 124.884

(Badan Pusat Statistik,2020)

• Harga Tanah dan Upah Minimum Lokal

Rata – rata harga tanah di Bengalon sebesar Rp. 250.000/m2 dan upah minimum lokal di daerah Bengalon tahun 2020 ditetapkam sebesar Rp. 3.640.294 per bulan. Rata – rata harga tanah tersebut, diperoleh karena lokasi yang dipilih merupakan lokasi yang strategis juga terdapat penguasaan tanah oleh beberapa pihak sehingga menyebabkan tingginya harga tanah di daerah tersebut. Dengan harga tanah dan upah minimum yang telah disebutkan, dapat mempertahankan investasi modal dan biaya operasional yang rendah.

Referensi

Dokumen terkait

Proses perhitungan harga pokok penjualan diawali dengan identifikasi komposisi bahan baku yang digunakan untuk menentukan biaya bahan baku, karena bahan baku adalah sampah

AN UNDERGRADUATE THESIS THE USE OF DIRECTED READING-THINKING ACTIVITY DR-TA STRATEGY TO IMPROVE READING COMPREHENSION ABILITY AT THE TENTH GRADERS OF SMK PGRI 1 PUNGGUR IN THE