Apa yang dimaksud dengan bukti bukti fraud audit
Bukti audit fraud, juga dikenal sebagai audit evidence, adalah serangkaian informasi yang dikumpulkan dan dievaluasi oleh auditor dalam memutuskan apakah terjadi kecurangan (fraud) dan jika terjadi, maka audit mengarah pada pengumpulan bukti untuk mengetahui dan membuktikan siapa pelakunya, bagaimana fraud itu terjadi, dan apa akibat yang ditimbulkannya. Bukti audit sangat bervariasi pengaruhnya terhadap kesimpulan yang ditarik oleh auditor independen dalam rangka memberikan pendapat atas laporan keuangan auditan maupun untuk mengungkap terjadinya penyimpangan (fraud). Bukti audit dapat berupa bukti alamiah (natural evidence), bukti ciptaan (created evidence), dan bukti rasional (rational argumentation). Bukti audit harus mempertimbangkan aspek kehandalan (reliability) dan dapat diandalkan karena, umumnya data-data tersebut disediakan oleh pihak eksternal dan didapatkan oleh auditor secara langsung.
Pengertian Fraud Audit
Pengertian fraud audit, juga dikenal sebagai audit forensik, adalah penerapan disiplin akuntansi dalam arti luas, termasuk auditing pada masalah hukum untuk penyelesaian hukum di dalam atau diluar pengadilan. Fraud audit merupakan audit yang bertujuan untuk menemukan kecurangan, dengan fokus pada pengumpulan bukti audit yang lebih memperhatikan apakah fraud memang tejadi dan jika terjadi, maka audit mengarah pada pengumpulan bukti untuk mengetahui dan membuktikan siapa pelakunya, bagaimana fraud itu terjadi, dan apa akibat yang ditimbulkannya.
Jenis Jenis Fraud Audit
1. Penyimpangan atas asset (Asset Misappropriation)
Penyelewengan terhadap aset perusahaan, seperti penggelapan kas, nilep cek dari pelanggan, menahan cek pembayaran untuk vendor, atau menggunakan fasilitas perusahaan untuk kepentingan pribadi.
2. Pernyataan palsu atau salah pernyataan (Fraudulent Statement)
Pengajuan laporan keuangan palsu secara sengaja dengan menghilangkan atau menambahkan jumlah tertentu untuk menipu pemilik hak dari laporan keuangan tersebut.
3. Korupsi (Corruption)
Tindakan korupsi, seperti pemberian hadiah demi kepentingan jangka panjang, gratifikasi, atau penyalahgunaan informasi suatu instansi.
4. Pencucian dan penggelapan uang
Penyalahgunaan aset yang dipercayakan padanya, seperti multi level marketing dengan skema Ponzi.
5. Pencurian data
Pengambilan data-data penting instansi, yang dapat merugikan perusahaan dan masyarakat secara luas.
6. Penyimpangan Data
Tindakan berkaitan dengan pencurian atau penyalahgunaan aset yang dipercayakan pada orang, termasuk pencurian data.
Dalam melakukan audit fraud, auditor harus mempertimbangkan aspek kehandalan (reliability) dan dapat diandalkan karena, umumnya data-data tersebut disediakan oleh pihak eksternal dan didapatkan oleh auditor secara langsung.
Pemerangan, mencegahan, dan mendeteksi fraud audit dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu:
1. Meningkatkan Pengendalian Internal
Pengendalian internal yang efektif dapat membantu mencegah dan mendeteksi tindakan kecurangan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara meningkatkan pengawasan, mengembangkan kebijakan yang jelas, dan meningkatkan kesadaran pegawai tentang pentingnya etika profesional dan kejujuran.
2. Rotasi Pegawai
Rotasi pegawai dapat membantu mencegah dan mendeteksi tindakan kecurangan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengganti posisi pegawai secara teratur, sehingga pegawai tidak memiliki kesempatan untuk melakukan kecurangan.
3. Penggunaan Kebijakan Mutasi
Penggunaan kebijakan mutasi dapat membantu mencegah dan mendeteksi tindakan kecurangan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengembangkan kebijakan yang jelas dan mengawasi penggunaan aset perusahaan.
4. Penggunaan Teknologi
Penggunaan teknologi dapat membantu mencegah dan mendeteksi tindakan kecurangan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengembangkan sistem yang dapat mengawasi dan mengidentifikasi transaksi yang tidak normal.
5. Penggunaan Auditor Internal
Penggunaan auditor internal dapat membantu mencegah dan mendeteksi tindakan kecurangan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengembangkan auditor internal yang dapat mengawasi dan mengidentifikasi transaksi yang tidak normal.
6. Penggunaan Whistleblower
Penggunaan whistleblower dapat membantu mencegah dan mendeteksi tindakan kecurangan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengembangkan sistem yang dapat menerima laporan dari pihak yang mengetahui adanya kecurangan.
7. Penggunaan Investigasi Forensik
Penggunaan investigasi forensik dapat membantu mencegah dan mendeteksi tindakan kecurangan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengembangkan investigasi forensik yang dapat mengidentifikasi dan mengungkapkan kecurangan.
8. Penggunaan Kebijakan yang Jelas
Penggunaan kebijakan yang jelas dapat membantu mencegah dan mendeteksi tindakan kecurangan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengembangkan kebijakan yang jelas dan mengawasi penggunaan aset perusahaan.
9. Penggunaan Pendidikan dan Pelatihan
Penggunaan pendidikan dan pelatihan dapat membantu mencegah dan mendeteksi tindakan kecurangan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengembangkan pendidikan dan pelatihan yang dapat meningkatkan kesadaran pegawai tentang pentingnya etika profesional dan kejujuran.
10. Penggunaan Sistem yang Efektif
Penggunaan sistem yang efektif dapat membantu mencegah dan mendeteksi tindakan kecurangan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengembangkan sistem yang dapat mengawasi dan mengidentifikasi transaksi yang tidak normal.
Dalam melakukan pemerangan fraud, sangat penting untuk mempertimbangkan aspek kehandalan (reliability) dan dapat diandalkan karena, umumnya data-data tersebut disediakan oleh pihak eksternal dan didapatkan oleh auditor secara langsung.
Perbedaan General Audit dengan Audit Investigatif General Audit
Pengertian general audit adalah suatu pemeriksaan umum atas laporan keuangan yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) yang independen dengan tujuan untuk memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan.
General audit bertujuan memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Hasil audit ini ditunjukkan oleh bentuk opini, seperti unqualified opinion, qualified opinion, disclaimer opinion, atau adverse opinion.
Audit Investigatif
Pengertian audit investigatif adalah proses mencari, menemukan, mengumpulkan, dan menganalisis serta mengevaluasi bukti-bukti secara sistematis oleh pihak yang kompeten dan independen untuk mengungkapkan fakta atau kejadian yang sebenarnya tentang indikasi tindak pidana korupsi dan/atau tujuan spesifik lainnya sesuai peraturan yang berlaku. Audit investigatif lebih dalam dan lebih luas dari audit atas laporan keuangan, karena bukti hukum dan barang bukti yang dikumpulkan akuntan forensik, akan diuji dalam persidangan. Audit investigatif diarahkan kepada pembuktian ada atau tidak adanya fraud dan perbuatan melawan hukum.
Perbedaan antara audit umum (general audit atau opinion audit) dengan audit investigatif dapat dilihat dalam beberapa hal:
1. Tujuan
Audit umum bertujuan memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi keuangan, sedangkan audit investigatif bertujuan membuktikan kebenaran informasi awal tentang adanya indikasi tindak pidana korupsi.
2. Ruang Lingkup
Audit umum memiliki ruang lingkup yang lebih sempit, hanya memeriksa laporan keuangan dan memberikan pendapat tentang kewajaran laporan keuangan, sedangkan audit investigatif memiliki ruang lingkup yang lebih luas, mencari, menemukan, mengumpulkan, dan menganalisis serta mengevaluasi bukti-bukti secara sistematis untuk mengungkapkan fakta atau kejadian yang sebenarnya tentang indikasi tindak pidana korupsi[3].
3. Bukti Audit
Audit umum mengumpulkan bukti audit untuk memberikan *reasonable assurance* atau keyakinan yang memadai, sedangkan audit investigatif mengumpulkan bukti hukum dan barang bukti yang dikumpulkan akuntan forensik, akan diuji dalam persidangan untuk membuktikan adanya kecurangan.
4. Independensi
Audit umum dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) yang memperhatikan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dan memperhatikan Kode Etik Akuntan, sedangkan audit investigatif dilakukan oleh pihak yang kompeten dan
independen untuk mengungkapkan fakta atau kejadian yang sebenarnya tentang indikasi tindak pidana korupsi.
5. Target
Audit umum memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan, sedangkan audit investigatif bertujuan membuktikan kebenaran informasi awal tentang adanya indikasi tindak pidana korupsi.
6. Proses
Audit umum dilakukan dengan proses yang lebih sederhana, sedangkan audit investigatif dilakukan dengan proses yang lebih kompleks dan sistematis untuk mengungkapkan fakta atau kejadian yang sebenarnya tentang indikasi tindak pidana korupsi.
Dalam melakukan audit, sangat penting untuk mempertimbangkan aspek kehandalan (reliability) dan dapat diandalkan karena, umumnya data-data tersebut disediakan oleh pihak eksternal dan didapatkan oleh auditor secara langsung.
Bukti audit yang sah harus memenuhi beberapa syarat, yaitu:
Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan bahwa alat bukti yang sah dalam hukum acara pidana terdiri dari:
• Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang tidak selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu. Pada umumnya, semua orang dapat menjadi saksi. Namun, kekecualian menjadi saksi terdapat dalam Pasal 168 KUHAP. Lalu, dalam hal kewajiban saksi mengucapkan janji atau sumpah, KUHAP masih mengikuti peraturan lama (HIR), di mana ditentukan bahwa pengucapan sumpah merupakan syarat mutlak suatu kesaksian sebagai alat bukti. Dalam Pasal 160 ayat (3) KUHAP ditentukan bahwa sebelum memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut cara agamanya masing-masing, bahwa ia akan memberikan keterangan yang sebenarnya dan tidak lain daripada yang sebenarnya.
• Keterangan Ahli menurut Pasal 186 KUHAP menyatakan bahwa keterangan ahli adalah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan. Sebagai ahli, seseorang dapat didengar keterangannya mengenai persoalan tertentu yang menurut pertimbangan hakim orang itu mengetahui bidang tersebut secara khusus. Lalu, pada dasarnya keterangan ahli berbeda dengan keterangan saksi. Keterangan seorang saksi adalah mengenai apa yang dialami saksi itu sendiri, sedangkan keterangan ahli adalah mengenai suatu penilaian tentang hal-hal yang sudah nyata ada dan pengambilan kesimpulan mengenai hal-hal itu.
• Surat-surat adalah segala sesuatu yang mengandung tanda-tanda baca yang dapat dimengerti, dimaksud untuk mengeluarkan isi pikiran.Selain Pasal 184 ayat (1) KUHAP yang menyebut alat bukti surat, terdapat Pasal 187 KUHAP yang mengatur tentang alat bukti surat sebagai berikut :
o berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu
o Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan;
o Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya;
o Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain.
• Alat bukti Petunjuk, menurut Pasal 188 ayat (1) KUHAP memberikan definisi petunjuk sebagai berikut: Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. Lalu, petunjuk sebagaimana dimaksud hanya dapat diperoleh dari keterangan saksi, surat, dan/atau keterangan terdakwa.Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya.
• Alat bukti Keterangan Terdakwa, Pada dasarnya semua keterangan terdakwa hendaknya didengar. Apakah itu berupa penyangkalan, pengakuan, ataupun pengakuan sebagian dari perbuatan atau keadaan. Keterangan terdakwa tidak perlu sama dengan pengakuan, karena pengakuan sebagai alat bukti mempunyai syarat sebagai berikut:
o Mengaku ia yang melakukan delik yang didakwakan;
o Mengaku ia bersalah. Keterangan terdakwa sebagai alat bukti dengan demikian lebih luas dari pengertian pengakuan terdakwa, bahkan menurut Memorie van Toelichting Ned. Sv., penyangkalan terdakwa boleh juga menjadi alat bukti sah.
1. Relevansi
Bukti audit harus relevan dengan tujuan audit dan harus berkaitan dengan informasi yang dikumpulkan.
2. Sumber
Bukti audit yang berasal dari sumber di luar organisasi klien pada umumnya merupakan bukti yang tingkat keandalannya dianggap tinggi. Informasi diperoleh secara langsung (tangan pertama) & tidak langsung (tangan kedua). Bukti audit yang diperoleh secara langsung relatif lebih tinggi tingkat keandalannya.
3. Ketepatan Waktu
Bukti audit yang diperoleh harus tepat waktu dan sesuai dengan tanggal berlakunya bukti yang diperoleh auditor.
4. Objektivitas
Bukti audit yang dilakukan pemeriksaan harus objektif serta kompeten daripada bukti yang sifatnya masih subjektif. Pemberian penilaian terkait objektif berdasarkan klasifikasinya personal saat menyerahkan bukti audit kepada auditor.
5. Cara Pemerolehan Bukti
Cara pemerolehan bukti harus mempertimbangkan aspek keandalan data akuntansi dan bukti pendukung. Bukti audit yang diperoleh secara langsung relatif lebih tinggi tingkat keandalannya.
6. Kualitas Bukti
Bukti audit harus mempertimbangkan kualitas bukti, seperti apakah bukti tersebut dapat diandalkan dan relevan dengan tujuan audit.
7. Tipe Bukti
Tipe bukti audit meliputi bukti dokumenter yang dibuat dan disimpan dalam organisasi klien, serta bukti yang diperoleh melalui pemeriksaan fisik, perhitungan ulang, penegasan, pencocokan, dan lain sebagainya.
Dalam era big data, bukti audit harus mempertimbangkan aspek kecukupan (sufficiency) dan kecocokan/kelayakan (misalnya kehandalan dan relevansi) serta memperhatikan karakteristik big data, seperti volume data, variasi data, dan ketersediaan data secara real-time (velocity).
Kewenangan hak dan kewajiban Audit 1. Hak Auditan Investigatif
a. Mengetahui Adanya Penugasan Audit Investigatif
Auditan investigatif berhak mengetahui tentang adanya penugasan audit investigatif terhadapnya untuk menjamin transparansi pelaksanaan audit investigatif.
Aspek Hukum dalam Audit Investigatif 49
b. Mendapat Kesempatan untuk Memberikan Tanggapan Saat Melakukan Pembicaraan Akhir
Hal ini berkaitan standar pelaksanaan audit investigatif yang mengharuskan auditor investigatif untuk meminta tanggapan/pendapat terhadap hasil audit investigatif yang dikemukakan pada saat melakukan pembicaraan akhir dengan auditan investigatif (Angka 7400 Permenpan Nomor PER/05/M.PAN/03/2008).
Salah satu cara yang efektif untuk memastikan bahwa suatu laporan hasil audit investigatif dipandang adil, lengkap, dan objektif adalah dengan adanya reviu dan tanggapan dari pejabat yang bertanggung jawab, sehingga dapat diperoleh suatu laporan yang tidak hanya mengemukakan simpulan auditor investigatif saja, melainkan memuat pula pendapat/tanggapan pejabat yang bertanggung jawab tersebut. Tanggapan tersebut harus dievaluasi dan dipahami secara seimbang dan objektif, serta disajikan secara memadai dalam laporan hasil audit investigatif.
2. Kewajiban Auditan Investigatif
Membantu kelancaran pelaksanaan audit investigatif, misalnya pemberian data untuk keperluan audit investigatif. Berikut adalah beberapa kewajiban yang terkait dengan audit investigatif:
1. Kewajiban untuk melakukan audit investigatif dengan integritas, objektivitas, dan independensi.
2. Kewajiban untuk mengumpulkan dan menganalisis bukti dengan cermat dan teliti.
3. Kewajiban untuk melaporkan temuan audit investigatif secara jujur dan akurat.
4. Kewajiban untuk menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh selama proses audit investigatif.
Untuk membuktikan kasus PT Timah menggunakan audit investigatif, berikut adalah beberapa data yang harus dikumpulkan:
Tahap Pelaksanaan : Pengumpulan Data/Bukti 1. Data Transaksi
Data transaksi yang relevan dengan kasus PT Timah, seperti data penjualan, pembelian, pengeluaran, dan lain-lain, harus dikumpulkan dan dianalisis untuk mengetahui apakah terjadi transaksi yang tidak normal atau tidak sesuai dengan prosedur bisnis yang berlaku.
2. Data Keuangan
Data keuangan yang relevan dengan kasus PT Timah, seperti data laba, rugi, aktiva, pasiva, dan lain-lain, harus dikumpulkan dan dianalisis untuk mengetahui apakah terjadi pengeluaran atau penambahan yang tidak sesuai dengan prosedur bisnis yang berlaku.
3. Data Dokumenter
Data dokumenter yang relevan dengan kasus PT Timah, seperti kontrak, surat perjanjian, dan lain-lain, harus dikumpulkan dan dianalisis untuk mengetahui apakah terjadi perubahan atau pengeluaran yang tidak sesuai dengan prosedur bisnis yang berlaku.
4. Data Waktu
Data waktu yang relevan dengan kasus PT Timah, seperti tanggal transaksi, tanggal pengeluaran, dan lain-lain, harus dikumpulkan dan dianalisis untuk mengetahui apakah terjadi perubahan atau pengeluaran yang tidak sesuai dengan prosedur bisnis yang berlaku.
5. Data Karyawan
Data karyawan yang relevan dengan kasus PT Timah, seperti data karyawan yang terlibat dalam kasus, data karyawan yang memiliki akses ke sistem informasi, dan lain-lain, harus dikumpulkan dan dianalisis untuk mengetahui apakah terjadi kecurangan yang dilakukan oleh karyawan.
6. Data Sistem
Data sistem yang relevan dengan kasus PT Timah, seperti data sistem informasi, data sistem keamanan, dan lain-lain, harus dikumpulkan dan dianalisis untuk mengetahui apakah terjadi kelemahan sistem yang dapat digunakan untuk melakukan kecurangan.
7. Data Investigasi
Data investigasi yang relevan dengan kasus PT Timah, seperti data hasil investigasi, data saksi, dan lain-lain, harus dikumpulkan dan dianalisis untuk mengetahui apakah terjadi kecurangan yang dilakukan oleh pihak yang terkait dengan PT Timah.
Dalam melakukan audit investigatif, sangat penting untuk mempertimbangkan aspek kehandalan (reliability) dan dapat diandalkan karena, umumnya data-data tersebut disediakan oleh pihak eksternal dan didapatkan oleh auditor secara langsung.
Kerugian perekonomian dan kerugian negara dalam kasus 271T PT Timah adalah dua konsep yang berbeda, walaupun keduanya terkait dengan kerugian yang diakibatkan oleh korupsi.
Kerugian Perekonomian
Kerugian perekonomian merujuk pada kerugian yang diakibatkan oleh korupsi terhadap perekonomian negara, seperti kerugian yang diakibatkan oleh manipulasi harga, penyelewengan dana, dan lain-lain. Kerugian perekonomian ini dapat berupa kerugian langsung, seperti kerugian yang diakibatkan oleh penyelewengan dana, atau kerugian tidak langsung, seperti kerugian yang diakibatkan oleh penurunan kualitas lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Kerugian Negara
Kerugian negara, sebaliknya, merujuk pada kerugian yang diakibatkan oleh korupsi terhadap aset negara, seperti kerugian yang diakibatkan oleh penyelewengan aset, penyelewengan dana, dan lain-lain. Kerugian negara ini dapat berupa kerugian langsung, seperti kerugian yang diakibatkan oleh penyelewengan aset, atau kerugian tidak langsung, seperti kerugian yang diakibatkan oleh penurunan kualitas lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Dalam kasus 271T PT Timah, kerugian perekonomian dan kerugian negara dapat berupa kerugian langsung, seperti kerugian yang diakibatkan oleh penyelewengan dana, atau kerugian tidak langsung, seperti kerugian yang diakibatkan oleh penurunan kualitas lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Dalam penanganan kasus korupsi, kejaksaan agung mempertimbangkan kerugian perekonomian dan kerugian negara sebagai dua hal yang berbeda, dan memperhitungkan kerugian yang diakibatkan oleh korupsi terhadap perekonomian negara dan aset negara.
Tim ahli merekonstruksi kejadian pada 2015-2022 menggunakan citra satelit untuk melihat luas galian tambang berdasarkan data letak, luas, dan koordinat lokasi tambang yang didapat dari penyidik. Terkait apakah galian tambang masuk kawasan hutan atau tidak, tim ahli menggunakan data tutupan lahan dari KLHK. Hasilnya, total galian tambang timah di Provinsi Bangka Belitung sepanjang 2015-2022 mencapai 170,36 ribu hektare, dengan penambangan di kawasan hutan seluas 75,34 ribu hektar dan penambangan di luar kawasan hutan mencapai 95,02 ribu hektare. Kerugian lingkungan di kawasan hutan diestimasi mencapai Rp157,83 triliun, dengan kerugian ekonomi lingkungan mencapai Rp60,27 triliun, dan estimasi biaya pemulihan lingkungan mencapai Rp5,25 triliun. Total kerugian di kawasan hutan mencapai Rp223,35 triliun.
Sedangkan kerugian lingkungan di kawasan non hutan mencapai Rp25,87 triliun, dengan kerugian ekonomi lingkungan mencapai Rp15,2 triliun, dan biaya pemulihan lingkungan sebesar Rp6,62 triliun. Total kerugian di kawasan non hutan mencapai Rp47,69 triliun.
Kerugian lingkungan ekologis:
di dalam kawasan hutan: Rp157,83 triliun, di luar kawasan hutan: Rp47,70 triliun Kerugian ekonomi lingkungan:
di dalam kawasan hutan: Rp60,27 triliun, di luar kawasan hutan: Rp25,87 triliun Biaya pemulihan lingkungan:
di dalam kawasan hutan: Rp5,26 triliun, di luar kawasan hutan: Rp6,62 triliun