• Tidak ada hasil yang ditemukan

Camila R ANALISIS YURIDIS TINDAK PIDANA ABORSI DI INDONESIA

N/A
N/A
Camila's Station

Academic year: 2024

Membagikan "Camila R ANALISIS YURIDIS TINDAK PIDANA ABORSI DI INDONESIA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS YURIDIS

TERHADAP TINDAK PIDANA ABORSI DI INDONESIA

JURIDICAL ANALYSIS OF ABORTION IN INDONESIA

Oleh : Camila Rasyidah

[email protected]

ABSTRACT

This paper analyzes the criminal and penal laws related to abortion in Indonesia. The main focus of this paper is to identify and understand the legal regulations governing abortion, the types of criminal sanctions imposed, and the social and legal implications of the application of penalties against abortion perpetrators. Based on normative and sociological juridical approaches, this review uses primary data from legislation, as well as secondary data from relevant legal literature and case studies. The results of the review show that abortion is strictly regulated in the Criminal Code (KUHP) and Health Law No. 36 of 2009 along with its implementing regulations. Criminal sanctions imposed include imprisonment and fines aimed at enforcing the law and maintaining public morality.

But the legalization of abortion also poses a number of challenges including negative impacts on women's health and well-being, as well as ethical and human rights debates.

Keywords: Abortion, Criminal Law, Human Rights, Reproductive Health.

ABSTRAK

Paper ini menganalisis hukum pidana dan pemidanaan terkait tindakan aborsi di Indonesia. Fokus utama penulisan ini adalah untuk mengidentifikasi dan memahami regulasi hukum yang mengatur aborsi, jenis-jenis sanksi pidana yang dikenakan, serta implikasi sosial dan hukum dari penerapan pemidanaan terhadap pelaku aborsi.

Berdasarkan pendekatan yuridis normatif dan sosiologis, tinjauan ini menggunakan data primer dari peraturan perundang-undangan, serta data sekunder dari literatur hukum dan studi kasus yang relevan. Hasil tinjauan menunjukkan bahwa aborsi diatur secara ketat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang- Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 beserta peraturan pelaksananya. Sanksi pidana yang dikenakan mencakup pidana penjara dan denda yang bertujuan untuk menegakkan hukum dan menjaga moralitas publik. Namun pemidanaan aborsi juga menimbulkan sejumlah tantangan termasuk dampak negatif terhadap kesehatan dan kesejahteraan perempuan, serta perdebatan etis dan hak asasi manusia.

Kata Kunci: Aborsi, Hukum Pidana, Hak Asasi Manusia, Kesehatan Reproduksi.

PROGRAM SARJANA ILMU HUKUM UNIVERSITAS BHAYANGKARA JAKARTA RAYA Mata Kuliah Hukum Pidana dan Pemidanaan Tahun 2023/2024

(2)

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Aborsi adalah isu yang kompleks dan kontroversial yang menyentuh berbagai aspek hukum, moral, sosial, dan kesehatan. Di Indonesia, aborsi diatur secara ketat oleh hukum pidana dengan tujuan utama untuk melindungi kehidupan janin serta mempertahankan moralitas dan ketertiban sosial. Namun, regulasi ketat terhadap aborsi juga menimbulkan berbagai dilema dan tantangan, terutama terkait kesehatan dan hak asasi perempuan.

Pandangan dan norma hukum mengenai aborsi telah mengalami perubahan besar seiring waktu. Pada mulanya, banyak negara menerapkan kebijakan yang menganggap aborsi sebagai tindakan ilegal tanpa mempertimbangkan kondisi atau situasi khusus yang dialami oleh perempuan (Ledray, 2015). Ini mencerminkan paradigma hukum yang kaku dan kurang memperhatikan konteks individu yang mungkin melibatkan aspek kesehatan, keamanan, atau hak-hak reproduksi perempuan. Namun, seiring dengan perkembangan pemikiran tentang hak asasi manusia dan perubahan sosial, terutama dalam perjuangan hak-hak perempuan, banyak negara mulai mengakui kompleksitas isu aborsi.

Di Indonesia, aborsi secara umum dianggap sebagai tindakan ilegal berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal 346 hingga Pasal 349 KUHP mengatur tentang tindak pidana aborsi yang pada dasarnya melarang tindakan aborsi provocatus criminalis tanpa kecuali termasuk aborsi provocatus medicalis atau aborsi provocatus therapeuticus. Namun Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 justru memperbolehkan terjadi aborsi provocatus medicalis dengan spesifikasi therapeutics.

Peraturan Perundang-Undangan ini berlaku asas “lex posteriori derogat legi priori“. Asas ini beranggapan bahwa jika diundangkan peraturan baru dengan tidak mencabut peraturan lama yang mengatur materi yang sama dan keduannya saling bertentangan satu sama lain, maka peraturan yang baru itu mengalahkan atau melumpuhkan peraturan yang lama. Dengan demikian, Pasal 75 UU No. 36 Tahun 2009 yang mengatur tentang aborsi provocatus medicinalis tetap dapat berlaku di Indonesia meskipun sebenarnya aturan berbeda dengan rumusan aborsi provocatus criminalis menurut KUHP. 1 Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi memberikan pengecualian untuk aborsi yang

1 Siregar, Hasnil Basri, 1994, Pengantar Hukum Indonesia, Medan: Penerbit Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum USU. Hal.53

(3)

dilakukan demi menyelamatkan nyawa ibu atau dalam kasus pemerkosaan, dengan persyaratan yang ketat.

Perdebatan tentang aborsi tidak hanya menyentuh aspek hukum tetapi juga aspek etis dan hak asasi manusia. Kelompok masyarakat yang menentang aborsi berargumen bahwa janin memiliki hak untuk hidup yang harus dilindungi sejak konsepsi. Di sisi lain, kelompok masyarakat yang mendukung hak aborsi menekankan pentingnya hak perempuan untuk mengontrol tubuhnya sendiri dan mengambil keputusan mengenai kehamilan tanpa adanya paksaan. Negara Indonesia sebagai salah satu negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam memiliki pandangan konservatif terhadap aborsi. Meskipun aborsi pada umumnya dikategorikan ilegal. Pada kenyataannya banyak perempuan yang tetap melakukan aborsi.

Seringkali aborsi dilakukan melalui cara yang tidak aman dan berisiko tinggi sehingga ketidaktersediaan akses terhadap layanan kesehatan reproduksi yang aman dan legal memaksa banyak perempuan untuk mencari alternatif aborsi yang tidak aman.

Penegakan hukum terhadap aborsi di Indonesia menghadapi berbagai rintangan.

Dimulai dengan kurangnya akses terhadap informasi dan layanan kesehatan reproduksi yang memadai serta stigma sosial terhadap aborsi membuat banyak kasus aborsi tidak terungkap dan tidak tertangani dengan baik oleh sistem hukum. Selain itu, banyaknya ketidakjelasan dalam definisi dan pengecualian yang diatur oleh hukum menyebabkan interpretasi yang beragam di tingkat praktis yang mengakibatkan kerugian perempuan dalam membutuhkan aborsi legal dan aman. Mengulas hukum pidana aborsi di Indonesia adalah penting untuk memahami bagaimana regulasi saat ini berdampak pada kesehatan dan hak-hak perempuan.

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran komprehensif tentang regulasi hukum pidana terkait aborsi, menganalisis implikasi sosial dan hukumnya, serta memberikan rekomendasi untuk perbaikan kebijakan yang lebih manusiawi dan berbasis hak asasi manusia.

Dengan latar belakang ini, paper ini akan mengupas tuntas berbagai aspek hukum pidana dan pemidanaan terkait aborsi di Indonesia menyertai perspektif dan rekomendasi untuk kebijakan yang lebih efektif dan berkeadilan.

TUJUAN PENULISAN

▪ Menjelaskan Definisi Aborsi secara Hukum dan Medis

▪ Meingidentifikasi Regulasi Hukum Aborsi di Indonesia

▪ Menganalisis Pemidanaan Aborsi secara Hukum dan Sosial.

(4)

PEMBAHASAN

PENGERTIAN ABORSI

Kata “Aborsi” berasal dari bahasa Inggris (Abortion) yang berarti Pengguguran Kandungan. Aborsi dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) merupakan suatu tindakan kriminalitas Pengguguran Kandungan secara penghancuran embrio dari kehamilan sebab suatu alasan dan bertentangan dengan UU yang berlaku.2 Aborsi merupakan suatu perbuatan yang dengan jelas mengganggu isi moral dan religious masyarakat Indonesia sebab, jika dikaji dari sudut pandang manapun seperti budaya, sosial, ataupun agama tidak dibenarkan tindakan pengguguran kandungan. Aborsi atau abortus menurut hukum pidana, yaitu kejahatan yang dilakukan dengan suatu perbuatan yang mengakibatkan kandungan lahir sebelum waktunya melahirkan menurut alam. Tindak kejahatan terhadap pengguguran kandungan ini diartikan juga sebagai pembunuhan anak yang berencana, di mana pada pengguguran kandungan harus ada kandungan (vrucht) atau bayi (kid) yang hidup yang kemudian dimatikan. Persamaan inilah yang juga menyebabkan tindak pidana penguguran (abortus) dimasukkan ke dalam titel buku II KUHP tentang kejahatan terhadap nyawa orang.

Definisi Aborsi dalam Perspektif Kedokteran menurut Dr. Gulardi, Aborsi ialah berhentinya (mati) dan dikeluarkannya kehamilan sebelum 20 minggu (dihitung dari haid terakhir) atau berat janin kurang dari 500 gram atau panjang janin kurang dari 25 cm dan abortus terjadi sebelum kehamilan 3 bulan. Pertimbangan utama pada Kehamilan dalam praktek kedokteran ialah Jiwa Raga seorang Ibu. Dengan kata lain, nyawa Ibu lebih berharga daripada yang dikandungnya. Namun tidak menutup kemungkinan dokter berpendapat sebaliknya dengan tetap mengacu pada pasien atau keluarganya. Bahkan seringkali dokter harus mengambil jalan tengah dengan berusaha menyelamatkan keduanya. Kedaruratan medis akan berubah-ubah menurut perkembangan ilmu kedokteran. Maka tidak dibenarkan melakukan aborsi atas indikasi apapun.3

Menurut Para Ahli Medis mengenai aborsi antara lain:

- Wignjosastro

Aborsi adalah terhentinya (mati) dan dikeluarkannya kehamilan sebelum mencapai usia 20

2 Departemen Pendidikan Nasional, Pusat Bahasa (Indonesia), Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Gramedia Pustaka Utama, 2008)

3 Maria Ulfah Ansor, Wan Nedra, dan Sururin (editor), Aborsi Dalam Perspektif Fiqh Kontemporer. (Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002)

(5)

minggu (terhitung daari hari pertama haid terakhir). Pada umumnya aborsi terjadi sebelum umur kehamilan mencapai 3 bulan.

- Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo di dalam bukunya “Etika & Hukum Kesehatan”

Aborsi sebagai keluarnya atau dikeluarkannya hasil konsepsi dari kandungan seorang ibu sebelum waktunya. Aborsi atau abortus dapat terjadi secara spontan dan aborsi buatan.4 - Al-ghazali

Aborsi sebagai penghilangan jiwa yang sudah ada dalam janin, atau merusak sesuatu yang sudah terkonsepsi (al-mau’ud alhasil), maksudnya adalah setelah terjadinya pertemuan antara sperma dan ovum

ABORSI DALAM PERSPEKTIF KUHP DAN UU KESEHATAN

Berlakunya asas lex posteriori derogat legi priori merupakan salah satu upaya Pemerintah untuk mengembangkan hukum pidana Indonesia dalam situasi khusus tidak relevan untuk diterapkan pada masa sekarang ini. Untuk mengatasi kelemahan KUHP tersebut Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Kesehatan dengan harapan dapat memberikan suasana yang kondusif bagi dinamika masyarakat Indonesia saat ini. Asas Lex Posteriori Derogat Legi Priori berfungsi untuk menjelaskan berlakunya Pasal 75 ketika harus dikontfrontasikan dengan Pasal-Pasal KUHP yang mengatur masalah Abortus Provocatus Criminalis.

Pengaturan Abortus Provocatus Criminalis (Pengguguran dengan sengaja) bertentangan dengan landasan dan politik hukum “melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahteran umum berdasarkan pancasila dan UUD 1945” dengan melarang abortus provocatus tanpa pengecualian. Beberapa aturan hukum Undang-Undang yang berlaku sampai saat ini dalam mengatur aborsi diantaranya :

Undang-Undang No.1 Tahun 1946 KUHP Pasal 346-349 : - Pasal 346 KUHP

”Seorang wanita yang dengan sengaja menggugurkan kandungan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana paling lama empat tahun”

- Pasal 347 KUHP

1) Barangsiapa dengan sengaja mengggugurkan kandungan atau mematikan

4 Soekidjo Notoatmodjo, Etika & Hukum Kesehatan, (Jakarta:Rineka Cipta, 2010).

(6)

kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan penjara pidana paling lama 12 tahun.

2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana paling lama 15 tahun.

- Pasal 348 KUHP

1) Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun 6 bulan.

2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun.

- Pasal 349 KUHP

“Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan Pasal 346 KUHP, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam Pasal 347 dan 348 KUHP, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dipecat dari jabatan yang digunakan untuk melakukan kejahatan”

Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 Pasal 75

1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi

2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:

a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau

b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.

REGULASI HUKUM ABORSI DI INDONESIA

Aborsi dalam Perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam, aborsi atau yang lebih dikenal dalam istilah hukumnya dengan Abortus Provocatus memiliki arti dan makna pengguguran kandungan secara sengaja atau niat diri sendiri maupun orang lain. Aborsi juga dapat diartikan sebagai kondisi dimana keluarnya hasil kehamilan yaitu bayi dari kandungan

(7)

sang ibu sebelum waktu yang seharusnya dalam kondisi meninggal dunia. Ketentuan UU mengenai Aborsi diatur dalam Pasal 346 KUHP dan Pasal 463 UU No. 1 Tahun 2023. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau UU No. 1 Tahun 2023 sebagai aturan yang bersifat lex generalis dengan tegas menyatakan bahwa perbuatan aborsi adalah sesuatu yang dilarang sehingga dapat dijerat dengan Pasal 346 KUHP atau Pasal 463 UU No. 1 Tahun 2023.

Adapun ketentuannya sebagai berikut:

Pasal 346 KUHP

Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.

Pasal 463 UU No. 1 Tahun 2023

1) Setiap perempuan yang melakukan aborsi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.

2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal perempuan merupakan korban tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan yang umur kehamilannya tidak melebihi 14 minggu atau memiliki indikasi kedaruratan medis.

Dengan demikian, dalam Pasal 463 UU No. 1 Tahun 2023 Aborsi dikecualikan bagi korban kekerasan seksual atau memiliki indikasi kedaruratan medis.

Aborsi dapat dilakukan sebab beberapa dasar ketentuan Undang-Undang Kesehatan dalam hal ini Pasal 60 ayat 1 UU Kesehatan dengan tegas melarang tindakan aborsi kecuali dengan kriteria yang diperbolehkan sesuai dengan ketentuan dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana.

Pelaksanaan aborsi yang memenuhi kriteria yang diperbolehkan tersebut hanya dapat dilakukan:

1) Oleh Tenaga Medis dan dibantu Tenaga Kesehatan yang memiliki kompetensi dan kewenangan.

2) Pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri dan

3) Dengan Persetujuan Perempuan Hamil yang bersangkutan dan dengan Persetujuan Suami, kecuali Korban Perkosaan.

(8)

Pada hakikatnya, UU Kesehatan adalah sebuah aturan khusus yang mengatur tentang perbuatan atau tindakan aborsi berdasarkan asas lex specialis derogat legi generalis sebagaimana diatur dalam Pasal 63 Ayat (2) KUHP atau Pasal 125 Ayat (2) UU No.1 Tahun 2023. Selain itu, juga berlaku asas lex posterior derogat legi priori dimana UU Kesehatan adalah peraturan baru, sehingga mengesampingkan KUHP sebagai peraturan yang lama. Maka ketentuan Pasal 346 KUHP yang mengatur tentang tindakan aborsi sudah semestinya dikesampingkan karena telah ada aturan khusus dan terbaru yaitu UU Kesehatan yang mengatur hal tersebut. Adapun hukuman bagi setiap perempuan yang melakukan aborsi karena tidak sesuai dengan kriteria yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 UU Kesehatan maka dipidana penjara paling lama 4 tahun.5

KEBIJAKAN HUKUM ABORSI BAGI KORBAN PEMERKOSAAN

Ketentuan Aborsi bagi Korban Perkosaan berdasarkan ketentuan dalam UU Kesehatan Pasal 60 ayat (1) dapat disimpulkan bahwa Korban Pemerkosaan merupakan pengecualian dari Larangan Aborsi. Hal ini juga diatur dalam Pasal 31 ayat (1) PP No. 61 Tahun 2014 bahwa tindakan aborsi hanya dapat dilakukan berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan. Terkait batasan maksimal usia kehamilan untuk aborsi akibat perkosaan diatur dalam Pasal 76 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yaitu sebelum kehamilan berumur 6 minggu. Namun, setelah diundangkannya UU No. 17 Tahun 2023 atau UU Kesehatan yang baru, tidak diatur lagi mengenai batasan maksimal usia kehamilan untuk aborsi akibat perkosaan.

Namun dalam ketentuan Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi, diatur lebih teknis bahwa untuk tindakan aborsi akibat perkosaan hanya dapat dilakukan apabila usia kehamilan paling lama 40 hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir.6

Kemudian kehamilan akibat perkosaan harus dibuktikan dengan:7

1) Usia kehamilan sesuai dengan kejadian perkosaan, yang dinyatakan oleh surat keterangan Dokter; dan keterangan Penyidik, Psikolog, dan/atau Ahli Lain seperti Dokter Spesialis Psikiatri, Forensik, dan Pekerja Sosial mengenai adanya dugaan pemerkosaan.

5 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan

6 Pasal 31 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi (“PP 61/2014”)

7 Pasal 34 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi dan penjelasannya

(9)

2) Tindakan aborsi karena kehamilan akibat perkosaan hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh Konselor.8

Dengan demikian Aborsi boleh dilakukan oleh seseorang Perempuan sebagai Korban Pemerkosaan apabila kehamilan tidak lebih dari 14 minggu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini. Namun apabila tindakan aborsi tersebut dilakukan pada usia kehamilan yang telah mencapai 4 bulan (16 minggu), maka hal tersebut tidak sesuai dengan ketentuan dalam PP No. 61 Tahun 2014.

PEMIDANAAN ABORSI

Dalam rumusan UU Kesehatan Pasal 75 No. 36 Tahun 2009 bahwa dengan jelas melarang aborsi kecuali untuk jenis aborsi Provocatus Therapeuticus (aborsi yang dilakukan untuk menyelamatkan jiwa si ibu dan atau janinnya). Dalam dunia kedokteran aborsi Provocatus Medicalis dapat dilakukan jika nyawa si Ibu terancam bahaya maut dan juga dapat dilakukan jika Anak yang akan lahir diperkirakan mengalami cacat berat dan diindikasikan tidak dapat hidup diluar kandungan, misalnya janin menderita kelainan Ectopia Kordalis (janin yang akan dilahirkan tanpa dinding dada sehingga terlihat jantungnya), Rakiskisis (janin yang akan lahir dengan tulang punggung terbuka tanpa ditutupi kulit) maupun Anensefalus (janin akan dilahirkan tanpa otak besar). Hal ini merupakan indikasi kedaruratan medis yang menyebabkan aborsi harus dilakukan.

Namun disisi lain ketentuan aborsi Provocatus Criminalis berdasarkan UU Kesehatan, Ancaman pidana yang diberikan jauh lebih berat dari pada ancaman pidana sejenis KUHP.

- Pasal 194 No. 36 Tahun 2009 UU Kesehatan

Pidana yang diancam adalah pidana penjara paling lama 10 tahun.

Dan pidana denda paling banyak Rp.1.000.000.000.000,- (satu milyar).

- KUHP

Pasal 299 KUHP

Pidana Penjara paling lama 4 tahun.

8 Pasal 37 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi

(10)

Pasal 346 KUHP

Pidana Penjara 4 tahun bagi Wanita yang dengan sengaja mematikan janinnya

Pasal 347 ayat (1) KUHP

Pidana Penjara 12 tahun bagi seseorang yang menggugurkan kandungan wanita tanpa persetujuan

Pasal 347 ayat (2) KUHP

Pidana Penjara maksimal 15 tahun bagi Pengguguran kandungan tanpa persetujuan wanita yang berakibat matinya wanita tersebut maupun dengan persetujuan.

Pasal 348 ayat (1) KUHP

Pidana Penjara 5 tahun 6 bulan bagi Pengguguran yang disengaja dengan kesepakatan wanita.

Pasal 348 ayat (2) KUHP

Pidana Penjara 7 tahun bagi Pengguguran disengaja dengan kesepakatan yang berakibat kematian.

Pasal 349 KUHP

Pidana Penjara Ditambah 1/3 (sepertiga lebih tinggi bagi ahli medis dibanding selain ahli medis). Bahkan ditambah dengan pencabutan izin praktek yang digunakan untuk melakukan perbuatan pidana.

Dalam hal ini dikatakan bahwa segala bentuk tindakan aborsi dilarang bagi wanita tanpa memberikan alternatif untuk menyediakan teknologi kesehatan reproduksi yang aman dengan mengurang risiko kematian. Adanya risiko penyakit berat dapat membahayakan jiwa wanita hamil tersebut. Kebijakan aborsi dalam aturan KUHP di Indonesia dikategorikan sebagai tindakan kriminal dimana pihak yang menerima hukuman merupakan; 1) Wanita yang melakukan aborsi; 2) Dokter atau Bidan atau Dukun yang membantu melakukan aborsi;

3) Pihak yang mendukung terlaksananya aborsi.

(11)

PENUTUP

KESIMPULAN

Tindakan Aborsi dalam persepsi Pidana dan Kesehatan dikategorikan sebagai berikut;

(1) Abortus Provocatus Criminalis, tindakan pengguguran kandungan semata-mata untuk tujuan yang tidak baik melawan hukum serta dilakukan hanya untuk kepentingan Pelaku.

Berdasarkan Pasal 229, 346, 347, 348, 349 KUHP

(2) Abortus Provocatus Medicinalis/Abortus Provocatus Therapeuticus, tindakan pengguguran kandungan yang dilakukan berdasarkan alasan/pertimbangan medis demi menyelamatkan jiwa si ibu ataupun dengan alasan medis tertentu serta Korban Pemerkosaan.

Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2023 dan UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009.

Adapun Hukum Positif Indonesia yang mengatur terkait tindakan aborsi antara lain; (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau UU No. 1 Tahun 2023; (2) UU Kesehatan No.36 Tahun 2009; (3) Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi.

SARAN

Kebijakan Hukum secara ketat serta diperlukannya ketegasan aparat penegak hukum dalam penanganan kasus aborsi terkait pemerkosaan ataupun didasari niat tidak baik melawan hukum dengan diperlukan sistem peminadanaan bersifat edukatif pada tindakan yang dapat mendidik dan membina sekelompok Remaja, Dewasa, Orang Tua untuk merubah perilakunya yang sebelumnya menyimpang menjadi lebih baik untuk kedepannya dan tidak akan mengulangi perbuatannya tersebut. Sebab pada dasarnya seseorang anak dalam kandungan berhak untuk hidup.

(12)

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Departemen Pendidikan Nasional, Pusat Bahasa (Indonesia), Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Gramedia Pustaka Utama, 2008).

Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang Kemenkes RI

Maria Ulfah Ansor, Wan Nedra, dan Sururin (editor), Aborsi Dalam Perspektif Fiqh Kontemporer. (Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002)

Siregar, Hasnil Basri, 1994, Pengantar Hukum Indonesia, Medan: Penerbit Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum USU.

Soekidjo Notoatmodjo, Etika & Hukum Kesehatan, (Jakarta:Rineka Cipta, 2010).

Peraturan Perundang-Undangan : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan

Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi

Referensi

Dokumen terkait

Ketentuan mengenai larangan perdagangan orang pada dasarnya telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal 297 KUHP yang mengatur larangan

Pengaturan tindak pidana makar di Indonesia diatur dalam beberapa pasal, diantaranya Pasal 104 KUHP mengatur mengenai makar yang menyerang terhadap kepentingan

Pertanggungjawaban Pidana Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Aturan Peralihan Pasal II Undang-Undang Dasar 1945 juga Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946

Jadi praktek aborsi yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan sebagaimana disebut diatas merupakan aborsi ilegal diatur dalam Pasal 194 Undang-

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Pasal 75 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan mengatur mengenai aborsi provokatus

Dalam pasal-pasal tersebut secara singkat dapat dijelaskan bahwa yang dapat dihukum, menurut KUHP dalam kasus aborsi ini adalah: Pelaksanaan aborsi, yaitu tenaga kesehatan atau dukun

Pengaturan tindak pidana perjudianselain diatur dalam Hukum Pidana Umum didalam KUHP, juga diatur dalam HukumPidana Khusus di luar KUHP.4 Melihat pentingnya sebuah hukum untuk mengatur

Hal ini diperkuat dengan pendapat Oemar Seno Adjie yang menyebutkan bahwa Indonesia mengikuti perundang-undangan aborsi tersebut Pasal 346- 349 KUHP dan apabila ada yang melakuan aborsi