• Tidak ada hasil yang ditemukan

CAMPUR KODE DALAM INTERAKSI ANTARA PENJUAL DAN PEMBELI DI PASAR SINGKUT KABUPATEN SAROLANGUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "CAMPUR KODE DALAM INTERAKSI ANTARA PENJUAL DAN PEMBELI DI PASAR SINGKUT KABUPATEN SAROLANGUN"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Deni Ardiawan1, Akyaruddin2,

Oky Akbar3, Andiopenta Purba 4, Agus Setyonegoro5 Universitas Jambi

[email protected]

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengengetahui wujud, faktor dan fenomena campur kode yang ada di pasar Singkut. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan etnografi. Data penelitian berupa percakapan antara penjual dan pembeli yang terjadi secara alami selama komunikasi. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain bebas libat cakap, mencatat, dan merekam. Dalam prosesnya peneliti akan melakukan penyimakan terhadap percakapan jual beli yang sdang berlangsung, selain menyimak peneliti juga melakukan pencatatan terhadap apa yang di lihat dan dirasakan oleh peneliti. Peneliti juga melakukan rekaman guna mendapatkan data yang akurat. Teknik analisis data yang digunakan oleh peneliti adalah teknik deskriptif dengan pengkodean data. Uji validitas data yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi antar peneliti. Hasil dari penelitian ini adalah benar bahwa campur kode terjadi di pasar Singkut. Campur kode yang terjadi meliputi tataran kata yang ditemukan sebanyak 48 bentuk, tataran frasa sebanyak 16 bentuk, dan tataran klausa 1 bentuk. bahasa Melayu dan bahasa Jawa merupakan mayoritas bahasa yang digunakan dalam campur kode di pasar Singkut.

Kata kunci: Campur kode, Bahasa, Pasar

Abstract

This study aims to find out the forms, factors and phenomena of code mixing in the Singkut market. The research method used in this research is qualitative research with an ethnographic approach. Research data is in the form of conversations between sellers and buyers that occur naturally during communication. The data collection methods used in this study include free engagement, taking notes, and recording. In the process, the researcher will listen to the buying and selling conversations that are currently taking place, in addition to listening, the researcher will also record what the researcher sees and feels. Researchers also recorded in order to obtain accurate data. The data analysis technique used by the researcher is a descriptive technique with data coding. Test the validity of the data used in this study is triangulation between researchers.

The results of this study are true that code mixing occurs in the Singkut market. The code mixing that occurred included 48 forms of word level, 16 forms of phrase level, and 1 form of clause level.

Malay and Javanese are the majority languages used in code mixing at the Singkut market.

Keywords: code mixing, language, market

(2)

A. PENDAHULUAN

Bahasa merupakan alat komunikasi. Pada hakikatnya manusia bukanlah makhluk individu melainkan makhluk sosial yang tentu melakukan komunikasi dengan sesamanya, oleh karena itu manusia menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Djajasudarma dalam (Bahri, 2018) mengatakan bahasa adalah alat yang sangat vital bagi manusia karena terikat pada hampir setiap elemen kehidupan sehari- hari. Bahkan pada semua kegiatan sampai dalam mimpi pun digunakan bahasa. Menurut Kridalaksana dalam (Ismail, 2020) bahasa adalah tanda bunyi arbitrer (manasuka) yang digunakan manusia dalam suatu masyarakat untuk menjalin kerja sama, berinteraksi, serta untuk identifikasi diri.

Bahasa resmi negara Indonesia yaitu bahasa Indonesia, berfungsi sebagai jembatan antara berbagai suku bangsa di Indonesia. Selain dinyatakan sebagai bahasa resmi, bahasa Indonesia juga diakui sebagai bahasa kebangsaan, bahasa pemersatu dan sebagai bahasa kebudayaan. Namun dalam praktiknya, bahasa Indonesia bukanlah satu-satunya bahasa yang digunakan, terdapat pula ratusan bahasa daerah yang digunakan oleh masyarakat untuk berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari.

Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman bahasa. Adanya kekayaan bahasa yang dimiliki bangsa Indonesia tentu akan menjadikan masyarakat menguasai lebih dari satu bahasa (dwibahasa). Maksudnya adalah masyarakat Indonesia selain

menguasai bahasa daerah (bahasa ibu), juga menguasi bahasa nasional yaitu bahasa Indonesia.

Dalam (Chaer & Agustina, 2010), Mackey dan Fishman mendefinisikan kedwibahasaan sebagai praktik berbicara dua bahasa secara bergantian saat berkomunikasi dengan orang lain. Kedwibahasaan bukanlah gejala bahasa, melainkan sifat (karakter) penggunaan bahasa.

Contohnya individu yang dapat berbahasa Jawa karena merupakan bahasa Ibu, dan juga berbahasa nasional yaitu bahasa Indonesia untuk berkomunikasi dalam kehidupan sehari hari.

Kedwibahasaan telah menjadi fenomena yang nyata dalam masyarakat Indonesia. Hal ini terjadi karena saat individu memasuki usia dini, bahasa pertama yang dikuasai adalah bahasa ibu. Ketika individu mencapai sekolah dasar sampai sekolah menengah, individu tersebut belajar bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sebagai bahasa asing.

Berdasarkan fakta tersebut, tidak mengherankan jika masyarakat Indonesia adalah dwibahasa, artinya mereka fasih setidaknya dalam dua bahasa.

Fenomena kedwibahasaan di dalam masyarakat Indonesia akan memunculkan sebuah fenomena atau istilah baru yaitu campur kode.

Subyakto dalam (Purba, 2021) menjelaskan bahwa campur kode merupakan dua bahasa atau lebih atau ragam bahasa yang digunakan antara orang-orang yang dikenal akrab secara santai. Dalam situasi bahasa yang formal ini, seseorang dapat mencampur kode (bahasa atau ragam) yang mereka miliki terutama

(3)

istilah-istilah yang tidak dapat diungkapkan dalam bahasa lain.

Campur kode dapat terjadi dimana saja, tetapi salah satu tempat terjadinya peristiwa campur kode adalah pasar. Masyarakat dari latar belakang yang berbeda akan bertemu dan terlibat satu sama lain di pasar. Secara alami, hal ini meningkatkan kemungkinan terjadinya campur kode.

Bagi masyarakat Indonesia, pasar merupakan tempat yang tidak asing. Pasar tersebar di berbagai pelosok wilayah Indonesia, termasuk di Kecamatan Singkut Kabupaten Sarolangun yang bernama Pasar Singkut. Pasar yang ada di Kecamatan Singkut merupakan jenis pasar tradisonal.

Pasar Singkut merupakan pasar yang penjual dan pembelinya mempunyai bahasa yang beragam.

Bahasa yang paling umum digunakan oleh penjual dan pembeli di Pasar Singkut adalah bahasa Indonesia, bahasa Melayu, Batak, Minang, dan Jawa. Di pasar Singkut Kecamatan Singkut, bahasa Indonesia adalah bahasa resmi yang digunakan selama kegiatan jual beli berlangsung. Sedangkan bahasa yang mempengaruhi terjadinya campur kode dalam bahasa pengantar adalah bahasa Melayu, Jawa, Minang, dan Batak.

Kecamatan Singkut merupakan daerah transmigrasi dengan pendatang dari banyak wilayah Indonesia, seperti dari Jawa, Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Sumatera Selatan sehingga di pasar Singkut pembeli dan penjual berkomunikasi dalam berbagai bahasa. Oleh karena dengan adanya

latar belakang masyarakat yang beraneka ragam itulah yang menjadikan pasar singkut menjadi tempat yang sangat mungkin terjadinya campur kode.

Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini ialah antara lain: Bagaimana bentuk campur kode dalam transaksi jual beli yang terjadi di Pasar Singkut Kecamatan Singkut?. Faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab terjadinya campur kode dalam transaksi jual beli yang terjadi di Pasar Singkut Kecamatan Singkut?, dan bagaimana fenomena campur kode dalam transaksi jual beli yang terjadi di pasar Singkut.

Manfaat dari penelitian ini adalah: pertama, hasil dari penelitian ini dapat menambah dan memperkaya kajian dalam bidang sosiolinguistik. Kedua, penelitian ini dapat menjadi sumber pengetahuan baru yang bermanfaat untuk dipelajari. Ketiga, data temuan dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi dan informasi untuk dipertimbangkan dalam penelitian serupa yang akan datang.

Sebelumnya juga sudah diadakan penelitian serupa mengenai campur kode, namun terdapat perbedaan tempat dan waktu penelitian. Adapun penelitian terdaluhu yang menjadi referensi penelitian ini adalah : Moni Ayu Lestari (2016) yang berjudul tentang

“Campur Kode Bahasa Kerinci dalam Berbahasa Minangkabau pada Transaksi Jual Beli di Pasar Tanjung Bajure Kota Sungai Penuh”. Adapun masalah yang di bahas dalam penelitian ini adalah campur kode

(4)

bahasa Kerinci dalam tuturan Minangkabau dalam transaksi jual beli di pasar Tanjung Bajure kota sungai penuh. Hasil dari penelitian ini adalah campur kode dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti; faktor lingkungan, kebiasaan pengguna bahasa, penggunaan bahasa asing atau bahasa daerah dan variasinya, keterbatasan kosa kata bahasa Indonesia dan kurangnya kesadaran pengguna bahasa dalam penggunaan bahasa Indonesia.

Yang kedua yakni penelitian Rian azmul fauzi dan Tressyalina (2020) berjudul "Alih Kode Dan Campur Kode Dalam Transaksi Antara Penjual Dan Pembeli Di Pasar Modern Teluk Kuantan Riau". Ketika penjual dan pelanggan berinteraksi di pasar modern Teluk Kuantan, pembalikan kode dan pencampuran bahasa antara bahasa Melayu dan bahasa Indonesia menjadi masalah yang diangkat dalam penelitian ini.

Bagaimana fungsi alih kode dan campur kode di pasar modern Teluk Kuantan menjadi perhatian peneliti.

Hasil analisis ini menunjukkan adanya campur kode antara bahasa Melayu Kuantan Singingi dan bahasa Indonesia. Penggunaan Bahasa Melayu Kuantan Singingi dominan ketika kode diubah atau digabungkan. Faktor-faktor yang menentukan campur kode dan alih kode meliputi kebiasaan penutur, mitra tutur, kehadiran penutur ketiga, topik dan lokasi percakapan tertentu, dan kemampuan menggunakan bahasa berdasarkan tingkat pendidikan baik penjual maupun pembeli.

Nelvia Susmita (2015) berjudul

‘’Alih Kode dan Campur Kode Dalam

Pembelajaran Bahasa Indonesia Di Smp Negeri 12 Kerinci’’. Adapun masalah yang di bahas dalam penelitian ini yaitu bentuk campur kode dan alih kode bahasa Melayu, Kerinci, dan Minangkabau ke dalam bahasa Indonesia. Hasil penelitian tersebut adalah (1) bentuk alih kode dan campur kode dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMP Negeri 12 Kerinci terdapat dua bentuk, yakni: (a) alih kode berupa klausa dan kalimat; dan (b) campur kode berupa kata dan frasa. Faktor penyebab campur kode, yakni:

(a)kebiasaan; (b) penguasaan kosakata; (c) situasi; dan (d) humor B. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan etnografi. Tujuan dari penelitian ini yaitu mendeskripsikan bentuk campur kode yang ada di pasar Singkut Kecamatan Singkut.

Tentu hasil dari penelitian ini adalah deskripsi data berupa kata-kata yang menggambarkan bentuk campur kode yang ada di pasar Singkut Kecamatan Singkut. Oleh karena itu, dipilihlah jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan etnograf.

Jenis Penelitian kualitatif adalah penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah, dimana peneliti merupakan instrumen kunci (Sugiyono, 2015).

Perbedaannya dengan penelitian kuantitatif adalah penelitian ini berangkat dari data, memanfaatkan teori yang ada sebagai bahan penjelas dan berakhir dengan sebuah teori. Menurut Melong dalam (Abasa, 2021), pendekatan kualitatif adalah metode penelitian yang

(5)

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata lisan atau tulisan dari orang-orang dan perilaku yang tampak. Sudut pandang ini membuat sangat jelas bahwa peneliti memiliki

peran penting dalam

menggambarkan kejadian yang terjadi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui wujud campur kode yang ada di Pasar Singkut serta faktor apa saja yang melatarbelakangi terjadinya campur kode tersebut. Oleh karena itu peneliti memilih pendekatan etnografi untuk menggambarkan secara akurat, sistematis dan faktual mengenai fakta fenomena yang sedang terjadi di pasar Singkut.

Martono dalam (Iswari et al., 2022) menyatakan pendekatan etnografi memungkinkan peneliti mengeksplorasi budaya dan meneliti budaya sebagai bagian mendalam dalam kehidupan manusia. Dalam prosesnya, peneliti akan berbaur dengan pembeli dan penjual di Pasar Singkut.

Dalam penelitian ini, peneliti berkonsentrasi pada percakapan lisan yang mengandung campur kode yang digunakan oleh pembeli dan penjual dalam transaksi jual beli di pasar Singkut. Data dalam penelitian ini adalah percakapan lisan yang berbentuk campur kode hasil dari komunikasi antara penjual dan pembeli di pasar Singkut Kecamatan Singkut Kabupaten Sarolangun. Data penelitian berupa percakapan antara penjual dan pembeli yang terjadi secara alami selama komunikasi. Informasi dikumpulkan melalui penyadapan

langsung sambil diamati, didengar, dan direkam.

Tujuan utama penelitian adalah pengumpulan data, maka teknik pengumpulan data merupakan that yang paling strategis (Sugiyono, 2015). Penelitian ini akan menggunakan berbagai metode pengumpulan data, antara lain bebas libat berbicara, mencatat, dan merekam.

Menurut (Mahsun, 2012) mengemukakan bahwa proses pengumpulan data ada tiga yaitu;

teknik simak bebas libat cakap, teknik catat dan teknik rekam.

Teknik simak merupakan teknik yang digunakan untuk pemerolehan data dengan menyimak penggunaan bahasa (Mahsun, 2012). Dalam artian, peneliti berupaya memperoleh data dilakukan dengan menyadap pengguna bahasa seseorang atau beberapa orang yang menjadi informan. Pada praktik selanjutnya, teknik sadap dilanjutkan dengan teknik catat dan teknik rekam. Peneliti hanya berperan sebagai pengamat dan tidak terlibat langsung dalam penggunaan bahasa oleh informan.

Menurut pernyataan Mahsun di atas, berikut prosedur yang akan dilakukan peneliti saat mengumpulkan data:

1. Mendengar dan menyimak langsung diskusi antara penjual dan pembelu di Pasar Singkut Kabupaten Sarolangun. Sesuai dengan lingkungan dan tujuan penelitian, peneliti tidak hanya menyimak tetapi juga mendokumentasikan fenomena campur kode dalam transaksi jual beli di pasar Singkut. Peneliti

(6)

akan menyamar sebagai pembeli untuk menyimak percakapan yang sedang berlangsung. Alasan peneliti menyamar untuk mendapatkan data adalah agar percakapan yang terjadi merupakan data alamiah tanpa adanya rekayasa dari peneliti maupun informan itu sendiri.

2. Setelah itu dilanjutkan dengan teknik catat lapangan. Teknik catat lapangan merupakan catatan lapangan yang di buat oleh peneliti sebagai hasil dari apa yang dilihat, didengar, dialami, dan apa yang difikirkan mengenai objek yang sedang diamatinya (wacana lisan antara penjual dan pembeli) secara langsung. Catatan yang dibuat peneliti merupakan garis besar mengenai apa yang sedang terjadi di pasar tersebut. Dalam melakukan pencatatan, peneliti menggunakan buku kecil agar mudah untuk digunakan.

3. Tahapan selanjutnya adalah merekam audio percakapan pembeli dan penjual saat bertransaksi di Pasar Singkut Kecamatan Singkut Kabupaten Sarolangun. Peneliti diam-diam merekam percakapan sehingga informasi yang dikumpulkan merupakan cerminan akurat dari apa yang sebenarnya dikatakan penjual dan pembeli di pasar pendek tanpa dipengaruhi oleh subjek atau peneliti. Untuk mencapai hasil audio yang jernih, peneliti rekaman menggunakan alat yang bisa dipegang di tangan atau disembunyikan di saku baju.

Agar tidak ketahuan oleh informan, peneliti akan

mendekati dengan hati-hati dan bertindak seolah-olah sedang mencari barang.

4. Langkah yang terakhir adalah membuat transkip berupa deskripsi kalimat yang di ujarkan oleh penjual dan pembeli dalam interaksi jual beli di pasar Singkut Kecamatan Singkut Kabupaten Sarolangun.

Selain menggunakan teknik simak, peneliti juga melakukan wawancara kepada informan guna menyempurnakan data yang didapat. Peneliti menggunakan jenis wawancara pembicaraan informal dalam melengkapi data. Pertanyaan yang di ajukan oleh peneliti kepada informan merupakan pertanyaan yang bersifat santai dan berasal dari spontanitas peneliti pada saat peristiwa itu terjadi. Sumber data dalam penelitian ini adalah hasil percakapan antara penjual dan pembeli yang ada di pasar Singkut Kecamatan Singkut

Penelitian ini dalam melakukan uji validitas data menggunakan triangulasi. Triangulasi adalah metode validasi data yang membandingkan atau memverifikasi data dengan menggunakan sesuatu yang tidak terkait dengan data aslinya (Moleong, 2001). Triangulasi terdiri dari 4 jenis, yaitu triangulasi metode, antar-peneliti, sumber data dan teori.

Jenis triangulasi yang dipakai oleh peneliti adalah triangulasi antar-peneliti. Triangulasi antar peneliti dilakukan dengan cara menggunakan lebih dari satu orang dalam pengumpulan dan analisis data untuk memperkaya wawasan

(7)

pengetahuan mengenai informasi yang digali dari subjek penelitian di lapangan. Faktor yang penting dalam triangulasi antar peneliti adalah seorang peneliti lain yang ajak untuk meneliti harus memiliki pengalaman penelitian dan bebas dari konflik kepentingan dengan subjek penelitian (Yen, 2018). Dalam praktiknya, data yang telah diperoleh peneliti akan diserahkan kepada pakar (pembimbing) dan penutur asli Bahasa daerah tersebut untuk diuji kebenarannya.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan data yang ditemukan, wujud campur kode dalam percakapan pada transaksi jual beli di pasar Singkut Kecamatan Singkut Kabupaten Sarolangun berupa kata, frasa dan klausa.

Table 1. Hasil Data Penelitian

NO BENTUK CAMPUR KODE

PERCAKAPAN JUM LAH

1 KATA Cabe, Samo, Loro, Pedes, Mamak, Kates, Mintak, Inang, Cuma, Orak, Puteh, Opung, Ito, Ibuk, Bude, Sekilo, Limo, Rodok, Brambang, Ado, Gede, Tigo, Piro, Enom, Uda, Apo, Ayuk, Aelah, Rebusnyo, Kecik, Dakdo, Iyo, Berapo, Iki, Rolas, Rolasewu, Enek, Biaklah, Tambahke, Siji, Limangewu, Suwon, Pironan, Duo, segini, bannyo, pelaknyo,

48

2 FRASA Ko Berapo, Kecik Tu, Enom Po Tuek, Sepuluh Ewu Ae, Bara Da, Iko Duo

16

Limo, Enek Gak Yo, Koyok Sampean, Wolulas Bude, Cabe Pinten, Mintak Sekilo Aelah, Biso dak, ado dak, ana maning ora, sengi ki, seng iku,

3 KLAUSA Ayuk nak nyari apo 1

1. Campur Kode Tataran Kata Campur kode tataran kata merupakan peristiwa tutur yang di dalamnya terdapat serpihan- serpihan kata atau unsur-unsur bahasa yang berasal dari bahasa daerah (Jawa, Melayu, Minang, dan Batak) dalam berbahasa Indonesia.

Data 02. (06/03/2023. 07:11 WIB) Percakapan lisan antara pembeli laki-laki beretnis Melayu dengan penjual perempuan beretnis Batak

Pm : Indofood gak ada ya.

Pj : Indofood gak ada.

Pm : Samo kan rasanya.

Pj : Sama, enak juga itu.

Pm : Ini lima berapa?

Pj : Sepuluh ribu.

Pm : Ini

Pj : Terima kasih.

Pm : Iya.

Data di atas tergolong dalam campur kode tataran kata. Hal ini dikarenakan pada percakapan di atas terdapat kata atau kode bahasa Melayu yang digunakan oleh pembeli untuk bertanya kepada penjual.

Adapun kalimatnya adalah "samo- kan rasanya?" (Sama kan rasanya).

Kata samo merupakan kata atau kode yang berasal dari bahasa Melayu yang artinya dalam Bahasa Indonesia adalah sama

Wujud campur kode dalam bentuk kata yang diperoleh dalam penelitian ini berjumlah 48 kata atau

(8)

kode. 48 kata tersebut terbagi dalam 5 kategori yaitu verba, nomina, adjektiva, adverbia, dan numerelia.

Verba adalah kata yang menggambarkan proses, perbuatan, atau keadaan; kata kerja (Erniati, 2017). Dalam penelitian ini ditemukan 3 wujud campur kode berbentuk kata kategori verba, yaitu Mintak, Ado, dan Enek

Nomina adalah jenis kata yang menerangkan nama benda atau segala hal yang dapat dibendakan (Moleono et al., 2017). Dalam penelitian ini ditemukan 16 wujud campur kode tataran kata pada kategori nomina, yaitu Cabe, Mamak, Kates, Inang, Opung, Ito, Ibuk, Bude, Brambang, Uda, Ayuk, Rebusnyo, Tambahke, Suwon, Pelaknyo, Bannyo Kategori selanjutnya adalah adjektiva. Adjektiva adalah kata yang memberikan keterangan tentang sesuatu yang dinyatakan oleh nomina (Moleono et al., 2017).

Dalam penelitian ini ditemukan 7 jenis campur kode tataran kata dalam bentuk adjektiva, yaitu Samo, Pedes, Puteh, Gede, Enom, Kecik, segini.

Kategori yang ke tiga adalah numerelia. Numeralia atau kata bilangan adalah kata yang dipakai untuk menghitung banyaknya maujud dan konsep (Moleono et al., 2017). Untuk kategori numerelia ditemukan 8 wujud campur kode dalam penelitian ini, yaitu kata Loro, Tigo, Sekilo, Limo, Rolas, Rolasewu, siji, limangewu, duo.

Kategori yang terakhir adalah adverbia. Adverbia adalah kata yang memberikan keterangan pada verba, adjektiva, nomina predikatif, atau kalimat(Kamus Besar Bahasa

Indonesia, 2007). Dalam penelitian ini ditemukan 4 wujud campur kode yang tergolong dalam kategori adverbia, yaitu Cuma, Orak, Aelah, Dakdo.

2. Campur Kode Tataran Frasa Campur kode berbentuk frasa adalah pencampuran atau penyisipan kode yang berupa frasa.

Menurut KBBI frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang bersifat nonprediktif.

Data 14 (09/04/2023. 08:30) Percakapan antara pembeli laki-laki beretnis Melayu dengan penjual laki- laki beretnis Jawa

Pm : Bang ada jual umpan burung bang

Pj : Ada

Pm : Berapa bang

Pj : Yang kecil lima belas ribu, yang besar dua puluh lima ribu

Pm : Kalau merek gold koin ada bang?

Pj : Kalau merek itu tinggal yang kecil

Pm : Boleh lah bang. Yang gold koin kecik tu satu.

Data tersebut tergolong dalam kelompok campur kode tataran frasa, yaitu frasa adjektiva.

Hal ini dikarenakan data tersebut mengandung kalimat campur kode yang berbentuk frasa. Adapun kalimatnya adalah "boleh lah bang, yang gold koin kecik tu satu" (boleh lah bang, yang gold koin kecil itu satu). Frasa kecik tu dalam bahasa melayu jika di artikan dalam Bahasa Indonesia artinya adalah kecil itu.

Frasa kecik tu tergolong dalam jenis frasa adjektiva karena terbentuk dari gabungan kata sifat dan kata ganti.

(9)

Untuk wujud campur kode dalam tataran frasa ditemukan 16 data, yaitu Ko Berapo, Kecik Tu, Enom Po Tuek, Sepuluh Ewu Ae, Bara Da, Iko Duo Limo, Enek Gak Yo, Koyok Sampean, Wolulas Bude, Cabe Pinten, Mintak Sekilo Aelah, Biso dak, ado dak, ana maning ora, sengi ki, seng iku 3. Campur Kode Tataran Klausa

Klausa adalah satuan gramatikal yang berupa kelompok kata, sekurang kurangnya terdiri atas subjek dan predikat dan berpotensi menjadi kalimat.

Data 18 (26/03/2023. 07:18 WIB) Percakapan antara pembeli perempuan beretnis Jawa dengan penjual perempuan beretnis Melayu.

Pj : Pare-pare, terong, kangkung murah, Ayuk nak nyari apo. Pare kangkung, kacang, masih segar semua ini

Pm : Kacang Panjang berapa?

Pj : Lima ribu Yuk, besar itu, tempat lain kecil-kecil Pm : Ini kangkung?

Pj : Kangkung tiga ribu, dua lima ribu.

Data di atas tergolong dalam campur kode tataran klausa. Alasan disebut campur kode karena terdapat Bahasa Melayu yang di sisipkan penjual saat bertanya kepada pembeli. Kutipan kalimatnya adalah Ayuk nak nyari apo. Kalimat Ayuk nak nyari apo jika diartikan dalam Bahasa Indonesia artinya adalah kakak mau nyari apa.

Sedangkan untuk alasan dimasukkan dalam tataran klausa karena kalimat ayuk nak nyari apo terdiri dari subjek dan predikat yang tentu sudah layak di sebut klausa.

4. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Campur Kode a. Adanya Unsur Kesengajaan

Terjadinya campur kode bahasa daerah (Jawa, Melayu, Minang, Batak) pada transaksi jual beli di pasar Singkut disebabkan adanya unsur kesengajaan. Campur kode dilakukan karena adanya unsur kesengajaan dengan maksud untuk lebih mengakrabkan suasana dan juga untuk tujuan tertentu, khususnya dalam transaksi jual beli.

Dalam bertransaksi jual beli, penjual atau pembeli akan dengan sengaja melakukan campur kode dengan maksud dan tujuan tertentu. Maksud dan tujuannya tersebut bisa jadi untuk lebih mengakrabkan suasana atau untuk tujuan mempengaruhi dan mendapatkan keuntungan, seperti mendapat harga yang lebih murah dan mendapat langganan pembeli.

Seperti yang di ungkapkan oleh (Setyonegoro, 2013) yang mengatakan bahwa tujuan berbicara salah satunya adalah membujuk.

Membujuk adalah mempengaruhi orang lain agar mengikuti pemikiran maupun pendapat yang sama dengan pembicara. Berdasarkan pendapat ahli tersebut, dapat dikatakan bahwa campur kode sebagai usaha penutur untuk mempengaruhi lawan tuturnya dalam rangka mencapai tujuanya dalam bertransaksi. Hal ini dikarenakan dengan melakukan campur kode lawan tutur akan merasa bersimpati kepada penutur yang memiliki persamaan maupun kemampuan berbahasa yang sama dengannya. Dengan begitu secara tidak langsung lawan tutur akan terpengaruh dengan tuturan yang

(10)

diucapkan oleh penutur. Maka dapat di simpulkan bahwa campur kode merupakan salah satu trik ataupun strategi dari penutur untuk mempengaruhi lawan tuturnya guna mencapai tujuannya dalam bertransaksi di pasar Singkut.

Contoh salah satu data yang menggambarkan campur kode sebagai strategi penutur untuk mempengaruhi lawan tuturnya guna mewujudkan tujuannya dalam bertransaksi di pasar Singkut.

Data campur kode antara pembeli beretnis Jawa dengan penjual beretnis Batak.

Pm : Piro iki, apik-apik ora iki?

Pj : Piro bude, apik banget iku bude?

Pm : Iki setengah kilo piro?

Pj : Itu rolas, rolasewu bude Pm : Iki semeneki?

Pj : Wolulas bude, tujuh ons setengah.

Pm : Iki lo uange

Pj : Enek seng kecil bude?

Pm : Gak enek.

Pj : Ini aja, tujuh belas biaklah, kurang seribu

Pm : Limolas jane

Pj : Enggak Bude, aturan lapan belas, inikan tujuh ons setengah

Pm : Iyo opo?

Pj : Iya. Ini Bude, makasih Bude ya.

Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa penjual dengan sengaja melakukan campur kode untuk mempengaruhi lawan bicaranya. Hal itu dapat dilihat dari kalimat yang digunakan oleh penjual untuk memanggil pembeli, dimana penjual memanggil pembeli dengan sebutan Bude, yang dalam bahasa Jawa artinya adalah kakak dari Ibu atau Bapak.

Panggilan itu sengaja digunakan oleh penjual seakan-akan untuk menghormati pembeli.

Namun, sebenarnya panggilan tersebut merupakan cara atau strategi dari penjual untuk mempengaruhi pembeli. Selain itu, penjual juga melakukan campur kode bahasa Jawa dalam bertransaksi dengan pembeli.

Tujuan dari campur kode bahasa Jawa tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah untuk mempengaruhi pembeli tersebut.

Hal ini dikarenakan salah satu trik psikologi dalam mempengaruhi seseorang adalah dengan meniru, termasuk meniru bahasa dan kebiasaan seseorang. Selanjutnya apa yang di dapat jika penjual tersebut sudah dapat mempengaruhi pemikiran pembeli? Setidaknya pembeli tersebut akan merasa nyaman berbelanja di took tersebut, dan besar kemungkinan pembeli tersebut akan kembali lagi untuk berbelanja di lain waktu

b. Adanya Unsur Kebiasaan Masyarakat Singkut merupakan masyarakat yang dwibahasa, menguasai bahasa Ibu dan bahasa nasional yaitu Bahasa Indonesia.

Namun, pada umumnya masyarakat Singkut menggunakan bahasa daerahnya masing-masing untuk berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan dalam bertransaksi di pasar mereka menggunakan bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia. Secara tidak langsung kebiasaan menggunakan bahasa daerah tersebut akan terbawa saat mereka melakukan transaksi jual beli di pasar. Dari data

(11)

hasil wawancara mengenai faktor penyebab terjadinya campur kode, penutur mengungkapkan bahwa hal tersebut terjadi dikarenakan kebiasaan menggunakan bahasa daerahnya dalam komunikasi sehari- hari. Hal ini sesuai dengan pendapat (Suwito, 1985) yang mengatakan bahwa campur kode biasanya terjadi karena faktor kebiasaan. Salah satu contoh data campur kode yang terjadi karena faktor kebiasaan yaitu:

Data 02. (06/03/2023. 07:11 WIB) Percakapan lisan antara pembeli laki-laki beretnis Melayu dengan penjual perempuan beretnis Batak

Pm : Indofood gak ada ya.

Pj : Indofood gak ada.

Pm : Samo kan rasanya.

Pj : Sama, enak juga itu.

Pm : Ni limo berapo?

Pj : Sepuluh ribu.

Data di atas menunjukkan peristiwa campur kode karena faktor kebiasaan. Kebiasaan itu dapat dilihat dari pembeli yang melakukan campur kode bahasa Melayu ke dalam Bahasa Indonesia, yang mana pembeli merupakan seorang yang berasal dari etnis Melayu itu sendiri.

Pembeli tersebut melakukan campur kode karena adanya kebiasaan penggunaan bahasa Melayu di kehidupan sehari-harinya. Dalam percakapan tersebut pembeli menggunakan bahasa Melayu dalam bertransaksi, padahal lawan tuturnya adalah etnis Batak. Tercatat pembeli tersebut menggunakan bahasa Melayu sebanyak dua kali.

5. Fenomena campur kode di pasar singkut

Tabel 2.

Fenomena Campur Kode dalam Interaksi Jual Beli di Pasar

Singkut

Berdasarkan data di atas, bahasa yang dominan digunakan dalam campur kode di pasar singkut adalah bahasa Melayu dan bahasa Jawa. Hal ini dikarenakan mayoritas masyarakat pasar singkut adalah penutur bahasa Melayu dan Jawa.

Khusus untuk penutur etnis Minang dan Batak, mereka sangat jarang melakukan campur kode bahasa daerahnya kepada lawan tutur yang bukan satu etnis dengannya di pasar Singkut. Hal ini dikarenakan penutur bahasa Batak dan Minang di Kecamatan Singkut jumlahnya sangat minim jika dibandingkan dengan bahasa lain. Hal itu juga yang menyebabkan kedua bahasa tersebut kurang populer di Kecamatan Singkut.

Berbeda dengan orang-orang etnis Jawa dan Melayu, orang-orang etnis Jawa dan Melayu akan dengan sengaja melakukan campur kode bahasa daerahnya (Jawa dan Melayu) meskipun lawan tuturnya berbeda etnis dengannya. Hal ini dikarenakan mayoritas penduduk di Kecamatan Singkut merupakan

No Penjual Pembeli Campur kode 1 Jawa Melayu Jawa

2 Melayu Jawa Jawa

3 Jawa Batak Jawa

4 Batak Jawa Jawa

5 Jawa Minang Melayu 6 Minang Jawa Melayu 7 Melayu Batak Melayu 8 Batak Melayu Melayu 9 Melayu Minang Melayu 10 Minang Melayu Melayu 11 Batak Minang Melayu 12 Minang Batak Melayu

(12)

masyarakat etnis Jawa dan Melayu.

Jika masyarakat etnis Minang dan Batak menyisipkan bahasa daerahnya dalam percakapan, maka lawan tutur akan sulit memahami maksud dan tujuan penutur karena tidak menguasai bahasa tersebut.

Saat peneliti mewawancarai penutur yang beretnis Batak dan Minang, mereka juga mengungkapkan bahwa jarang sekali untuk menyisipkan bahasa daerahnya dalam bertransaksi jual beli jika lawan tuturnya bukan berasal dari etnis yang sama dengannya. Alasannya adalah karena mereka takut lawan tuturnya tidak memahami apa yang di ucapkannya dan terjadi miskomunikasi.

D. SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, maka dapat disimpulkan:

Pertama, peristiwa campur kode benar terjadi di Pasar Singkut dalam bertransaksi jual beli. Campur kode yang ada di pasar Singkut meliputi campur kode bahasa daerah (Jawa, Melayu, Minang, dan Batak) dalam berbahasa Indonesia. Adapun campur kode yang terjadi meliputi campur kode pada tataran kata, frasa, dan klausa. Bahasa yang dominan bercampur dengan bahasa pengantar dalam percakapan jual beli di pasar Singkut adalah bahasa Jawa dan Melayu. Hal ini dikarenakan mayoritas masyarakat pasar Singkut merupakan penutur asli bahasa Jawa dan Melayu.

Campur kode yang digunakan oleh penjual dan pembeli di pasar Singkut banyak terjadi pada tataran kata, yaitu kategori nomina.

Kedua, Faktor yang menyebabkan terjadinya campur kode dalam transaksi jual beli di pasar Singkut Kecamatan Singkut Kabupaten Sarolangun meliputi 2 faktor, yaitu 1) adanya unsur kesengajaan, 2) adanya unsur kebiasaan. Unsur kesengajaan karena adanya persamaan bahasa dan etnis serta untuk menjalin keakraban dengan lawan tutur dan adanya tujuan tertertentu. Tujuan tertentu tersebut adalah adanya keinginan dari penutur untuk mempengaruhi lawan tuturnya.

Dengan begitu dapat dikatakan bahwa campur kode merupakan salah satu strategi penutur untuk mempengaruhi lawan tutur guna mencapai maksud dan tujuan tertentu dalam bertransaksi di pasar Singkut.

Penelitian ini hanya berfokus pada fenomena campur kode di pasar Singkut, data yang diambil merupakan percakapan antara penjual dan pembeli di pasar tersebut. Untuk kedepannya semoga ada penelitian serupa guna melengkapi penelitian campur kode ini.

DAFTAR PUSTAKA

Abasa, R. M. (2021). Pembelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas X Sma Negeri 6 Kota Ternate.

10(1), 18–27.

Astri, Nanda Dwi, & Pardede, Oktaviandi Bertua. (2002).

Aspektualitas Dalam Bahasa Jawa Ngoko. Cv.Eureka Media Aksara.

(13)

Bahri, S. (2018). Fenomena Kedwibahasaan Di Sekolah Dasar; Sebuah Kondisi Dan Bentuk Kesantunan Berbahasa.

Jurnal Bidang Pendidikan Dasar,

2(2), 62–72.

Https://Doi.Org/10.21067/Jbpd .V2i2.2649

Chaer, A., & Agustina, L. (2010).

Sosiolinguistik: Perkenalan Awal.

Rineka Cipta.

Eneng Herniti. (2017). Islam Dan Perkembangan Bahasa Melayu Ening Herniti. Jurnal Lektur Keagamaan, 81–96.

Erniati. (2017). Verba Dan Maknanya Dalam Bahasa Indonesia. Kantor Bahasa Maluku.

Helmi Rian Fathurrohman, Sumarwati, S. H. (2013). Bentuk Dan Fungsi Campur Kode Dan Alih Kode Pada Rubrik 3 $+ 7 ( 1 $ 1 ( ´ Dalam Harian Solopos Helmi Rian Fathurrohman *, Sumarwati , Sri Hastuti Pendahuluan Hubungan Antara Bahasa Dan Masyarakat Dapat Dikaji Dengan

Menggunakan Teori

Sosiolinguistik . Ba. 2(April), 1–

17.

Ismail, A. (2020). Jurnal Bilingual Jurnal Bilingual. Jurnal Bilingual, 10(2), 9–15.

Iswari, R., Karim, M., Rahariyoso, D.,

& Akbar, O. (2022). Desa Tanjung Pasir , Kecamatan Danau Teluk Structure And Function Of Abstinence And Prohibition Expression. 201–212.

Kamus Besar Bahasa Indonesia.

(2007). Balai Pustaka.

Lexy J Moleong. (2001). Metodologi Penelitian Kualitatif. Pt Remaja Rosda Karya.

Mahsun. (2012). Metodologi Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, Dan Tekniknya.

Pt. Rajagrafindo Persada.

Moleono, M Anton, Lapoliwa, H., Alwi, H., Sasangka, Sry Satria Tjatur Wisnu, & Sugiyono.

(2017). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (4th Ed.).

Kementrian Pendidikan Dan Kebudayaan.

Nuwa, G. G. (2017). Campur Kode Dalam Transaksi Jual Beli Di Pasar Alok Maumere Propisi Nusa Tenggara Timur. Jurnal Bindo Sastra, 1(2), 112.

Https://Doi.Org/10.32502/Jbs.

V1i2.752

Purba, A. (2021). Sosiolinguistik Suatu Pengantar Kajian Bahasa Masyarakat. Komunitas Gemulun Indonesia.

Rulyandi, Rohmadi, M., & Sulstyo, E.

T. (2014). Alih Kode Dan Campur Kode Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Di Sma. Jurnal Paedagogia, 17(1), 27–39.

Setyonegoro, A. (2013). Hakikat, alasan, dan tujuan berbicara (dasar pembangun kemampuan berbicara mahasiswa). Jurnal Pena, 3(1), 67–80.

https://online-

journal.unja.ac.id/pena/article/

view/1451

Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D.

alfabeta.

(14)

Sukoyo, J. (2012). Interferensi Bahasa Indonesia dalam Acara Berita Berbahasa Jawa “Kuthane Dhewe”di TV Borobudur Semarang. Lingua Jurnal Bahasa Dan Sastra, 7(2), 95–103.

Surtama, I. G. P. (2017). Campur Kode dalam Penggunaan Bahasa Indonesia di Media Sosial"WhatsApp". Sosial Dan Humaniora, 8(2), 192.

Susmita, N. (2015). Alih Kode dan

Campur Kode dalam

Pembelajaran Bahasa Indonesia di Smp Negeri 12 Kerinci. Jurnal Penelitian Jambi Seri Humaniora, 17(2), 87–98.

Suwito. (1985). Pengantar Awal Sosiolinguistik: Teori dan Problem. henary.

Yanti, F., Nirmala, A. F., & Chamalah, E. (2020). Campur Kode Dalam Tuturan Video Blog Youtube Agung Hapsah “Fintech.”

KREDO : Jurnal Ilmiah Bahasa Dan Sastra, 4(1), 97–111.

https://doi.org/10.24176/kred o.v4i1.4840

Yen, E. G. (2018). Pengantar studi fenomenologis dalam penelitian teologis. TE DEUM (Jurnal Teologi Dan Pengembangan Pelayanan), 8(1), 1–16.

Referensi

Dokumen terkait

Tuturan dalam berdagangan di pasar kususnya di pasar Klewer Surakarta seringkali terjadi campur kode dan alih kode, wujud campur kode dan alih kode yang

Penggalan percakapan (72) merupakan suatu pernyataan penjual kepada pembeli dengan menjelaskan tentang dagangan yang ditawarkan oleh penjual seperti pada tuturan "ora

Instrumen penelitian ini adalah peneliti sebagai instrumen kunci dan menggunakan alat bantu yang berupa panduan observasi dan merekam peristiwa alih kode dan campur kode bahasa

Percakapan 8 di atas menunjukkan bahwa interaksi antara penjual dan pembeli bersifat tidak ekonomi semata-mata.Dalam interaksi ini, pembeli aktif mengarahkan interaksi dan

Dengan demikian, peristiwa campur kode yang dimaksud pada transaksi jual beli di atas adalah campur kode ke dalam (inner code-mixing), berupa bahasa Padang yang menyisip pada

Masalah yang diteliti adalah bentuk alih kode dan campur kode serta faktor-faktor penyebab alih kode dan campur kode dalam percakapan di Pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek

Data primer dimaksudkan sebagai data yang didapat dari berbagai peristiwa atau adegan tutur yang terdapat di pasar Songgolangit pada kegiatan transaksi Jual beli

Dalam interaksi antara penjual dan pembeli, salah satu faktor yang memengaruhi terjadinya alih kode yaitu hadirnya orang ketiga yang dapat memengaruhi mitra tutur