• Tidak ada hasil yang ditemukan

Cari tahu kertas Ilmiah FIQIH

N/A
N/A
Azaria Kngra

Academic year: 2023

Membagikan "Cari tahu kertas Ilmiah FIQIH"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH ILMU FIQIH

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Fiqih Ditunjukan kepada dosen pengampu:

Didi Sumardi, Dr., M.Ag.

Disusun Oleh:

Kelompok 1

1. Muhammad Rif’at Denasetya 1223050097

2. Muadz Abdul Aziz 1223050101

3. Muhammad Adi Darmawan 1223050102 4. Muhammad Nabil Lamonsysa 1223050104 5. Muhammad Azaria Kanigara 1223050108

6. Muhammad Farhan 1223050110

7. Nadya Oktaviani Rahma 1223050120

8. Namira Khaulani 1223050124

JURUSAN ILMU HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG 2022

(2)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur mari kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.

Makalah ini berjudul “Sejarah Perkembangan Ilmu Fiqih” disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Fiqih yang diampu oleh Didi Sumardi. Dr. M.Ag. Makalah ini mengupas tentang Aliran-Aliran Hukum Semoga apa yang di sampaikan melalui makalah ini dapat menambah wawasan kepada para pembaca khususnya untuk kami sebagai penyusun makalah.

Meski telah disusun secara maksimal, namun kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Karena itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat di harapkan.

Waalaikumsalam Wr. Wb.

Bandung, 7 November 2022

Penyusun

(3)

DAFTAR ISI

(4)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Ilmu Fiqih merupakan salah satu disiplin ilmu yang sangat penting dalam kehidupan umat islam. Fiqih merupakan ilmu yang ahir pada awal perkembangan islam. Pada dasarnya fiqih sudah ada pada masa Nabi Muhammad SAW, namun belum menjadi sebuah disiplin ilmu tersendiri. Karena semua perseolan yang muncul saat itu langsung ditanyakan kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga solusi dari permasalahan tersebut dapat segera diatasi dengan menggunakan Al-Qur`an dan As- Sunnah.

Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW ilmu fiqih mulai berkembang dengan munculnya masalah-masalah yang timbul sejak zaman dahulu. Masalah semakin bertambah dan tidak semua masalah yang ada didokumentasikan dalam teks, namun diperlukan legislasi dengan istimbat. Setiap masalah memiliki ratusan solusi berbeda dari masing-masing ulama.

Generasi Nabi Muhammad SAW berikutnya tidak hanya bertahan pada zaman Khulafaur Rasyidin, tetapi masih diteruskan oleh para Tabi`it dan Ulama Solihin hingga sampai pada zaman kita sekarang ini.

Meskipun tulisan ini bertujuan untuk mengklasifikasikan secara periode.

Perkembangan ilmu fiqih secara berkala, namun akan didahului oleh pengertian dari ilmu fiqih kemudian dilanjutkan dengan sejarah perkembangannya dimulai dari zaman Rasulullah SAW, zaman periode sahabat, periode tadwin dan yang terakhir periode taqlid.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengertian ilmu fiqih dan apa saja yang menjadi sumber-sumber ilmu fiqih?

2. Bagaimana periodesasi perkembangan ilmu fiqih pada masa periode Rasulullah SAW?

3. Bagaimana periodesasi perkembangan ilmu fiqih pada masa periode sahabat?

4. Bagaimana periodesasi perkembangan ilmu fiqih pada masa periode tabi’in?

5. Bagaimana periodesasi perkembangan ilmu fiqih pada masa periode tadwin?

6. Bagaimana periodesasi perkembangan ilmu fiqih pada masa periode taqlid?

C. Tujuan

1. Untuk menjabarkan pengertian dan sumber-sumber ilmu fiqih.

2. Untuk mengetahui perkembangan ilmu fiqih pada masa periode Rasulullah SAW.

3. Untuk mengetahui perkembangan ilmu fiqih pada masa periode sahabat.

4. Untuk mengetahui perkembangan ilmu fiqih pada masa periode tabi’in.

(5)

5. Untuk mengetahui perkembangan ilmu fiqih pada masa periode tadwin.

6. Untuk mengetahui perkembangan ilmu fiqih pada masa periode taqlid.

(6)

BAB II ISI A. Pengertian dan Sumber-Sumber Ilmu Fiqih

Definisi sangat penting dikarenakan definisi ini sendiri merupakan pintu pembuka untuk kita mengetahui sesuatu apa yang ingin kita kaji. Dalam berbagai literatur dan pendapat para ulama tentang fiqh secara etimologi berarti al fahmu yang berarti pemahaman, sedangkan secara epistimologi dalam beberapa litelatur dan pendapat ulama juga, tentu terdapat perbedaan redaksional tetapi esensi maknanya sama al ragib al ashafani seperti yang dikutip oleh mustofa syalbi mendefinisikan fiqh, bahwa fiqh ialah pengetahuan mengenai sesuatu hukum dan pendalamannya.

Sedamgkan menurut imam syafii ilmu fiqh ialah ilmu atau pengetahuan mengenai hukum-hukum syariah yang berlandaskan kepada dalil dalil yang terperinci.

Pendefinisian imam syafii ini merupakan pendefinisian yang paling masyhur dikalangan para fuqoha/ para ahli fiqih

Hukum islam menurut teori hukum islam yang dibuat oleh orang-orang muslim pada zaman pertengahan, struktur hukum islam dibangun diatas empat dasar, yang disebut sumber sumber hukum. Sumber sumber hukum tersebut adalah al quran, sunnah nabi, ijima (konsensus), qiyas (penalaran analogi). 1

a. Alquran

Alquran adalah pedoman bagi mereka yang mengakui keseluruhan Al-Quran dan keasliannya yang diwariskan oleh Rasulullah SAW, untuk memastikan bahwa orang orang aman di dunia ini. Sebagai mana sabda Rasulullah SAW.

ِهِل ْوُسَر َةَنُس َو ِا َباَتِك : اَمِهِب ْمُتْكَسَمَت اَم اْوُلِضَت ْنَل ِنْيَرْمَأ ْمُكْيِف ُتْكَرَت Telah aku tinggalkan pada kalian dua perkara yang jika kalian berpegang dengan keduanya, tidak akan tersesast : Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya. (H.R. Malik) Pada dasar konsep hukum Islam terletak ide bahwa hukum esensinya merupakan religious. Itu lah kenapa sejak awal mula sejarah Islam, sumber hukum sudah dipandang bersumber pada Syari’ah atau Sebagian dari padanya. Maka dari itu hukum Islam haruslah berdasarkan pada wahyu ilahi. Al-Qur’an merupakan wahyu yang paling lengkap dan paten dari Allah kepada umat manusia yang mana diperintahkan untuk digunakan sebagai pedoman utama2. Al-Quranturun sesuai kejadian-kejadian tertentu yang kemudian menjelaskan hukum-hukumnya, memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan atau jawaban terhadap permintaan fatwa. 3

b. Al-Sunnah

1 Haibatul Wafi, ‘Sejarah Perkembangan Ilmu Fiqih’, 1–9.

2 Fazlur Rahman, Islam : Sejarah Pemikiran Dan Peradaban, ed. by Irsyad Rafsadie, M. (Bandung: Penerbit Mizan, 2017).

3 Deni, ‘Sejarah Dan Perkembangan Ilmu Fiqih’.

(7)

Sunnah nabi adalah hal-hal yang dikatakan, diperbuatkan ataupun takrir yang ada pada diri Rasulullah SAW. Sumber kedua dalam pengambilan syariat Islam yakni sunnah, di dalam sunnah merupakan isi dari penjelasan Alquran itu sendiri seperti perkara shalat, zakat, haji, puasa, dan sedekah. Hal tersebut dijelaskan dalam sunnah. Perkara tersebut merupakan bagian dari pembahasan Fiqih4. Selain itu sunnah juga menjadi penguat penguat hukum-hukukm yang telah deitetapkan oleh Al-Quran. Ada pula hadits yang memberi hukum tertentu, sedangkan prinsip- prinsip telah ditetapkan Al-Quran. 5

c. Ijma

Ijma adalah kesepakatan para mujtahid muslim di zaman setelah wafatnya Rasulullah SAW dalam memecahkan masalah-masalah hukum syar'i. Mujtahid itu sendiri adalah orang yang melakukan pemikiran secara mendalam atau sungguh sungguh untuk mencari suatu perkara.

Para ulama muslim berijtihad dalam memecahkan semua masalah-masalah dan hasil dari ijtihad itu dijadikan sebagai hukum syar'i. Pada zaman Rasulullah SAW ijtihad itu belum ada dikarenakan segala permasalahan itu dikembalikan atau dipertanyakan kepada Rasulullah SAW.

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk bisa sebuah ijma’ disahkan dan berlaku:

1. Harus adanya kesepakatan.

2. Kesepakatan disepakati oleh seluruh ulama Islam.

3. Waktu kesepakatan telah terjadi setelah zaman Rasulullah, walaupun hanya sebentar saja kesepakatan itu terjadi.

4. Hal yang disepakati mengenai perkara agama.

Apabila seluruh perkara tersebut sudah terpenuhi, maka ia akan menjadi ijma’

yang setelahnya tidak boleh diselisihi. Barang siapa yang berselisih maka ia dianggap telah menyimpang meskipun berasal dari mereka yang dulunya ikut bersepakat. 6

d. Qiyas

Qiyas adalah penetapan sesuatu perkara yang tidak tertulis hukumnya dalam Al-Quran maupun hukumnya dalam sunnah atau belum ada ketentuannya. Qiyas sifatnya itu darurat jikalau terdapat hal-hal yang ternyata belum ditetapkan pada masa-masa sebelumnya.

Ada pula rukun-rukun atau unsur-unsur qiyas tersebut sebagai berikut:

1. Harus terdapat pokok (لأصلا), yaitu persoalan yang menjelaskan ketentuan hukum yang ada di dalam nash. Pokok ini dapat disebut juga هيلع سيقملا yang menjadi tempat sandaran qiyas dan terkadang disebut هب هبشملا yang artinya menjadi tempat persamaan sesuatu.

2. Terdapat cabang (عرفلا) yaitu perkara baru yang tidak ada di dalam nash yang menjelaskan hukumnya dan ia akan disamakan hukumnya dengan pokok.

4 Wafi.

5 Deni.

6 Muhammad Izzi, ‘Mengenal Ijma’ Sebagai Dasar Hukum Agama’, Muslim.or.Id, 2021

<https://muslim.or.id/19712-mengenal-ijma-sebagai-dasar-hukum-agama.html#Apa_Itu_Ijma>.

(8)

3. Adanya ketetapan hukum asal (مـكـحلا ىلـأصلا) yang telah dijelaskan oleh nash pada pokok. Ketentuan hukum ini adalah hukum yang sudah pasti yang melekat pada pokok sebagai tempat penyandaran kesamaan hukum bagi cabang.

4. Adanya ‘illat (ةلعلا) ,yakni suatu sifat atau keadaan yang menjadi alasan/dasar penetapan hukum pada pokok dan ‘illat ini juga terdapat pada cabang yang akan dicari hukumnya. ‘Illat ini harus jelas, relatif dapat diukur dan kuat dugaan bahwa dialah yang menjadi alasan penetapan hukum Allah dan Rasul-Nya. 7

B. Perkembangan Ilmu Fiqih pada Masa Periode Rasulullah SAW.

Pada hakikatnya sejarah fiqh islam tumbuh dan berkembang pada masa nabi karena nabi-lah pemilik wewenang atas dasar wahyu untuk mengtasyri’kan dan berakhir dengan wafatnya nabi. Masa fiqh mulai tumbuh dan membentuk dirinya yang kemudian menjelma kea lam perwujudan pada masa Rasulullah. pada masa ini al-Quran lah yang menjadi sumber asasi. Ada pula sunnah rasul yang berdasar pada wahyu illahi yang diturunkan kepadanya. Demikian pula tindak perbuatan Nabi SAW selalu dibimbing oleh wahyu ilahi dan semua hukum beserta keputusannya didasarkan pada wahyu juga. Walaupun masa ini tidak berusia Panjang, namun pada masa ini juga banyak peninggalan dan kesan-kesan serta pengaruh yang penting bagi perkembangan hukum islam. Masa Nabi SAW terbagi kedalaam 2 periode yaitu periode Mekah dan Madinah

a. Periode Mekkah

Periode Mekkah ini berlangsung selama Rasulullah SAW menetap dan berkehidupan di Mekkah, lamanya yaitu 12 tahun dan beberapa bulan, tepatnya sejak beliau diangkat menjadi nabi hingga berhijrah ke Madinah. Di masa ini umat Islam terbilang masih lemah dan berjumlah sedikit, sehingga mereka belum mampu membentuk suatu umat yang memiliki kedaulatan dan kekuasaan yang kuat.

Tauhid dicurahkan oleh nabi ke dalam jiwa individu-individu dalam masyarakat Arab agar mereka berpaling dari penyembahan berhala. Pada masa ini juga belum banyak hal-hal yang mendorong Rasulullah SAW untuk membuat sebuah hukum atau undang-undang. Karena itu ayat-ayat hukum seperti surat Yunus ar-Ra’du Yasiin dan al-Furqan tidak termasuk ke dalam surat makkiyah sehingga dapat ayat-ayat makkiyah kebanyakan berisi mengenai hal-hal seperti aqidah kepercayaan,akhlak dan sejarah.

b. Periode Madinah

7 Fathurrahman Azhari, ‘Qiyas Sebuah Metode Penggalian Hukum Islam’, Syariah Jurnal Hukum Dan Pemikiran, 13.1 (2014) <https://doi.org/10.18592/syariah.v13i1.86>.

(9)

Periode ini dimulai ketika Nabi SAW mulai berhijrah ke Madinah yang kemudian menetapkan diri di Madinah selama 10 hingga beliau wafat. Pada masa ini umat manusia mulai berkembang pesat dan bertambah pula pengikutnya secara terus menerus. Nabi SAW mulai membentuk suatu masyarakat yang berkedaulatan karena adanya keperluan untuk membuat syariat dan peraturan- peraturan yang dibutuhkan masyarakat untuk mengatur antara anggota masyarakat dengan umat yang lainnya baik dalam masa damai ataupun masa perang

Dalam hubungan ini mulai disyariatkan hukum-hukum seperti perkawinan, thalaq, Wasiat, Muamalah, Sewa, Utang Piutang, dll. Oleh karena itu surat-surar Madinah banyak mengandung ayat-ayat hukum dan mengandung ayat-ayat Aqidah, Akhlak, Sejarah, dll. Seperti yang terdapat dalam surat Al-Baqarah, Ali Imran, An-Nisa, Al-Maidah, At-taubat, An-Nur, dan Al-Ahzab.

Maka dengan demikian bisa disimpulkan bahwa dalam periode Mekkah tidak terdapat indikasi yang berarti, karena dalam masa ini masih merupakan masa yang membentuk pondasi ketauhidan Islam, sehingga ayat-ayat yang diturunkan merupakan ayat-ayat aqidah. Berbeda hal nya dengan pada masa Madinah dimana ayat-ayat mengenai hukum dan pranata sosial, sehingga indikasi ketetapan hukum terlihat lebih jelas. Nabi sehubungan dengan turunnya al-Quran memberikan penjalasan yang mudah di mengerti untuk dilaksanakan sesuai kehendak Allah.

Nabi menjelaskan maksud dari ayat-ayat hukum kepada umatnya, sehingga yang tadinya ayat-ayat tersebut berbentuk petunjuk praktis menjadi jelas dan dapat dilaksanakan secara praktis. Nabi menjelaskan melalui ucapan,perbuatan dan pengakuan, yang sekarang kita kenal dengan sunnah nabi. Hukum-hukum amaliah (perbuatan) yang dihasilkan oleh nabi yang bersumber pada al-Quran disebut fiqh.

c. Periode Tabi’in

Setelah berakhirnya masa sahabat, muncullah masa tabi’in pada masa ini, bersamaan dengan perluasan wilayah islam, di masa ini islam mengalami

kemajuan dari segi kebudayaan dan adat istiadat lokal selain itu dari segi Bahasa, ilmu pengetahuan, teknologi dan perekonomiannya, disamping itu tidak sedikit muncul kasus-kasus hukum baru, yang belum pernah teridentifikasi atau dikenal sama sekali pada masa rasulullah dan masa sahabat, sebagai jalan keluar untuk menyelesaikan kasus-kasus hukum baru ini maka para tokoh-tokoh islam yang bertindak sebagai pemberi fatwa hukum yang memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang ijtihad dan hukum dari para sahabat pendahulunya, para ahli hukum generasi tabi’in ini tidak lain adalah, Said bin al-Musayyab (15-94H) sebagai mufti di Madinah, Sementara di irak terdapat ahli hukum lainnya yaitu Alqamah bin al-Qais (w.62H) dan Ibrahim an-Nakha’I (w. 96H)

Dalam melakukan ijtihad sebagaimana generasi sahabat, para ahli hukum di generasi tabi’in juga melakukan Langkah-langkah serupa seperti pendahulunya hanya saja selai merujuk kepada al-qur’an dan sunnah mereka mempunyai rujukan hukum yang baru yaitu ijma’ ash-shahabi, ijma’ ahl al-Madinah, fatwa ash-

shahabi, qiyas, dan mashlahah mursalah, yang telah diwariskan oleh generasi sahabat.

Sumber rujukan yang baru ini memiliki kebebasan untuk memilih metode yang sesuai dan dianggap paling memungkinkan. Oleh karena itu, beberapa ulama tabi’in ada yang menggunkan metode qiyas, dengan cara berusaha menemukan

(10)

illah hukum suatu nashsh dan kemudian menerapkannya terhadap kasus-kasus hukum yang tidak ada nashsh-nya tetapi mempunyai illah yang sama, sementara Sebagian ulama lainnya lebih cenderung menggunakan metode mashlahah, dengan cara melihat dari aspek kesesuaian tujuan hukum, dengan kemashlahatan yang terdapat didalam prinsip-prinsip syara.

Perbedaan dari dua kelompok tabi’in ini timbul dikarenakan adanya perbedaan pendapat yang mendasari cikal bakal timbulnya dua aliran besar dalam ilmu ushul fikih dan fikih yaitu aliran Mutakallimin atau yang biaasa disebut asy-Syafi’iyyah yang dianut jumhur atau mayoritas ulama, dan aliran Fuqaha atau Hanafiyyah yang pada mulanya berkembang di irak.

C. Periodesasi Perkembangan Ilmu Fiqih pada Masa Periode Sahabat

Masa ini dimulai pada setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, dan berakhir sejak masa Muawiyah bin Abi Sufian yang menjabat sebagai khalifah pada tahun 41 H. Pada periode ini hiduplah sahabat-sahabat nabi yang mengibarkan bendera dakwah Islam.

Pada masa ini Islam sudah mengalami perluasan yang mengakibatkan munculnya masalah-masalah baru. Dengan demikian pada masa periode sahabat lahirnya bidang hukum ditandai dengan penafsiran pada sahabat dan ijtihadnya kasus- kasus yang tidak ada nash-nya, juga terjadi hal-hal yang tidak mengutungkan yaitu seperti perpecahan di antara masyarakat Islam yang bertentangan secara tajam. Di periode ini, kaum muslimin memiliki hukum syariah yang sempurna berupa al-Quran dan hadits Rasul. Kemudian ijma dan qiyas diperkaya dengan adat istiadat dan peraturan berbagai daerah di bawah Islam.

Sahabat-sahabat dalam periode ini menafsirkan Nash-nash hukum dari Al- Qur`an maupun hadist, yang menjadi pegangan untuk menafsirkan dan menjelaskan berbagai Nash para sahabat fatwa dalam berbagai masalah terhadap kejadian yang tidak ada Nash mengenai masalah itu dan kemudian menjadi dasar ijtihad.

D. Periodesasi Perkembangan Ilmu Fiqih pada Masa Periode Tadwin

Pemerintah islam pasca keruntuhan Daulah Umayyah digantikan oleh Daulah Abbasiah. Masa ini disebut juga masa Mujahidin dan masa pembukuan fiqih. Pada masa Abbasiah, pertengahan abad ke-2 sampai 4 H, muncul usaha-usaha pembukuan al-sunnah, fatwa-fatwa sahabat, dan tabi`in dalam bidang fiqih, tafsir, ushul al-fiqih.

Pada masa ini lahir para tokoh dalam istimbad dan perundang-undangan islam.

Masa ini disebut keemas islam yang ditandai dengan berkembangnya ilmu pengetahuan yang dapat dirasakan hingga sekarang. Pada masa ini muncul mazhab- mazhab fiqih yang banyak mempengaruhi perkembangan hukum islam di antaranya;

Imam malik, Abu Hanifah, Imam Syafi`i, Ahmad bin habal.

Faktor utama yang mendorong perkembangan hukum islam adalah berkembangnya ilmu pengetahuan di dunia islam. Yang disebabkan oleh hal-hal berikut:

(11)

1. Adanya terjemahan buku-buku Yunani, Persia, romawi, dsb.

2. Berkembangnya pemikiran luasnya ilmu pengetahuan.

3. Adanya upaya umat islam untuk melestarikan Al-Qur`an, baik yang dicatat, termasuk yang dikumpulkan dalam satu mushab, maupun yang dihafal

E. Periodesasi Perkembangan Ilmu Fiqih pada Masa Taqlid

Sejak pada akhir pemerintahan Abbasyiah, tampaknya kemunduran berijtihad sikap taqlid berangsur-angsur tumbuh merata dikalangan umat islam. Masa taqlid adalah masa Ketika semangat (Himmah) para ulama untuk melakukan ijtihad mutlak mulai melemah dan mereka Kembali kepada dasar tasyri yang asasi dalam pengistimbatan hukum dari Nash Al-Qur`an dan Nash Al-Sunnah.

Pada masa taqlid disebut juga masa fuqoha yang mempropagandakan mazhab dan aliran mereka masing-masing. Mereka menulis kitab-kitab yang menjelaskan keistimewaan masing-masing imam mereka dan memberikan fatwa bahwa orang- orang muqalli yaitu sebutan untuk orang-orang bertaklid dilarang pindah mahzab satu ke mahzab lainnya. Pada masa periode ini pula berbagai kitab-kitab para ulama mazhab bida dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu matan, syarh, dan hasysiyah.

8

 Matan secara bahasa adalah panggung jalan tanah yang keras dan tinggi.

Sedangkan secara istilah matan berarti bunyi atau kalimat yang teradpat dalam hadits yang menjadi isi suatu riwayat. Baik hadiits tersebut dalam bentuk qaul (ucapan), fi’il (perbuatan), dan taqrir (ketetapan dan sebagainya) dari Rasulullah SAW. 9

 Syarh atau syarah secara bahasa memiliki arti berupa penjelasan atau uraian yang panjang dan teratur dalam menjelaskan sesuatu, kedudukan, masalah pendapat dan lain-lain. Sedangkan secara terminologi dapat diartikan sebagai sesuatu yang dosandarkan kepada Rasulullah SAW baik dari ucapan, perbuatan, dan akhlak (kepribadian). Uraian dari syarah hadits juga merupakan salah satu aspek penting dalam kajian hadits yang memberikan penekanan pada kepahaman uraian serta penjelasan terhadap sesuatu yang disandarkan Rasulullah SAW. 10

 Hasysiyah merupakan penjelasan dari syarah. Hasyiyah dalam bahasa memiliki makna “catatan pinggir”. Sehingga penulsian hasysiyah biasanya diletakkan pada pinggir kitab atau di bawah kitab. Ciri utama hasysiyah adala bukan mengomentari semua ungkapan yang terdapat dalam kitab.

Namun penulis hasysiyah mengomenteri hal-hal yang dianggap perlu saja.

Yang menjadi perbedaan diantara ketiganya adalah syarah itu menyajikan seluruhg matan kemudian dijelaskan, sedangkan hasysiyah hanya menyajikan sebagian saja, tidak semuanya. Sebagai konsekuensinya syarah akan selalu

8 Wafi.

9 Muhammad S Rahman, ‘Kajian Matan Dan Sanad Hadits Dalam Metode Historis’, Jurnal Ilmiah Al-Syir’ah, 8.2 (2016), 425–36 <https://doi.org/10.30984/as.v8i2.15>.

10 Akhmad Sagir, ‘Perkembangan Syarah Hadis Dalam Tradisi Keilmuan Islam’, Jurnal Ilmiah Ilmu Ushuluddin, 9.2 (2017), 129 <https://doi.org/10.18592/jiiu.v9i2.1414>.

(12)

memperhatikan kesusuaian konteks atau munsabah antara satu bagian dengan bagian lainnya, sementara hasysiyah tidak. 11

Adapun yang menyebabkan Sikap taqlid muncul ialah keterlibatan akal pikiran sebagai akibat hilangnya kebebasan berpikir. Sikap taqlid disebabkan oleh adanya para ulama yang kehilangan kepercayaan diri untuk berijtihad secara mandiri. Sikap taqlid juga disebabkan oleh banyaknya kitab fiqih dan berkembangnya sikap berlebihan dalam melakukan kitab-kitab fiqih. Hilangnya kecerdasan individu dan yang mendominasi hidup materialisme turut mempertajam munculnya sikap taqlid.

BAB III PENUTUP Kesimpulan

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sejarah perkembangan Ilmu Fiqh itu kental dengan berbagai sumber hukum. Hukum islam menurut teori dibuat oleh orang-orang muslim yang hidup di zaman yang dibangun atas empat dasar yaitu sumber hukum al-quran sunnah ijma’ dan qiyas kemudian perkembangannya dibagi lagi menjadi empat periode pertama periode rasulullah, kedua periode sahabat, ketiga periode tadwin, keempat periode taqlid.

Hukum islam menurut teori hukum islam yang dibuat oleh orang-orang muslim pada zaman pertengahan, struktur hukum islam dibangun diatas empat dasar, yang disebut sumber

11 Arafah, ‘Literasi Dalam Islam : Perbedaaan Syarah Dan Hasiyiyah’, 2019

<https://www.laduni.id/post/read/53413/literasi-dalam-islam-perbedaaan-syarah-dan-hasiyiyah>.

(13)

sumber hukum. Sumber sumber hukum tersebut adalah al quran, sunnah nabi, ijima (konsensus), qiyas (penalaran analogi).

Saran

Kami harap dengan kami selaku penyusun sekaligus pembicara yang sudah memaparkan materi ini dengan cara mengidentifikasikan dari berbagai referensi, para pendengar atau audiens sekalian dapat pembelajaran dari materi ini dan sekaligus menerapkannya di kehidupan sehari hari.

DAFTAR PUSTAKA

Arafah, ‘Literasi Dalam Islam : Perbedaaan Syarah Dan Hasiyiyah’, 2019

<https://www.laduni.id/post/read/53413/literasi-dalam-islam-perbedaaan-syarah-dan- hasiyiyah>

Azhari, Fathurrahman, ‘Qiyas Sebuah Metode Penggalian Hukum Islam’, Syariah Jurnal Hukum Dan Pemikiran, 13.1 (2014) <https://doi.org/10.18592/syariah.v13i1.86>

Deni, ‘Sejarah Dan Perkembangan Ilmu Fiqih’

Izzi, Muhammad, ‘Mengenal Ijma’ Sebagai Dasar Hukum Agama’, Muslim.or.Id, 2021

<https://muslim.or.id/19712-mengenal-ijma-sebagai-dasar-hukum-

(14)

agama.html#Apa_Itu_Ijma>

Rahman, Fazlur, Islam : Sejarah Pemikiran Dan Peradaban, ed. by Irsyad Rafsadie, M.

(Bandung: Penerbit Mizan, 2017)

Rahman, Muhammad S, ‘Kajian Matan Dan Sanad Hadits Dalam Metode Historis’, Jurnal Ilmiah Al-Syir’ah, 8.2 (2016), 425–36 <https://doi.org/10.30984/as.v8i2.15>

Sagir, Akhmad, ‘Perkembangan Syarah Hadis Dalam Tradisi Keilmuan Islam’, Jur nal Ilmiah Ilmu Ushuluddin, 9.2 (2017), 129 <https://doi.org/10.18592/jiiu.v9i2.1414>

Wafi, Haibatul, ‘Sejarah Perkembangan Ilmu Fiqih’, 1–9

Referensi

Dokumen terkait

Pada masa , ajaran islam pada masa generasi salaf tidak pernah menjadi kaku dan keras dan pada masa generasi khalaf atau generasi para ulama setelah tabiut tabi’in, tidak

Islam pada Masa Kerajaan Turki Utsmani Peradaban Islam di Masa Kerajaan Turki Utsmani yang terdapat dalam dalam novel Api Tauhid karya Habiburrahman El Shirazya ini direpresentasikan