• Tidak ada hasil yang ditemukan

catatan redaksi

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "catatan redaksi"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

Widyaparwa, Volume 49, Nomor 1, Juni 2021 iii

CATATAN REDAKSI

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah atas segala rahmat-Nya sehingga Jurnal Ilmiah Kebahasaan dan Kesastraan Widyaparwa ini dapat hadir di hadapan pembaca. Jurnal ini berisi artikel ilmiah kebahasaan dan kesastraan. Jurnal Ilmiah Kebahasaan dan Kesastraan Widyaparwa Volume 49, Nomor 1, edisi Desember 2021 ini menyajikan 13 artikel yang terdiri atas 8 artikel hasil penelitian kebahasaan dan 5 artikel hasil penelitian kesastraan.

Dalam artikel kebahasaan ini disajikan tulisan yang berjudul sebagai berikut. (1)

“Pengembangan Perangkat Pembelajaran Ejaan untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi” karya Markhamah, Main Sufanti, Atiqa Sabardila, dan Winarni. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa perangkat pembelajaran ejaan yang dikembangkan berhasil memenuhi kriteria valid dengan kategori sangat baik; praktis dengan kategori baik, berdasarkan skala respons dari guru dan siswa; dan efektif dengan pengaruh yang sangat signifikan dalam meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa, berdasarkan hasil pengujian efektifitas melalui uji statistika Mann-Whitley. (2) “Bentuk dan Makna Sufiks Bahasa Kulisusu” karya Firman A.D. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa sufiks bahasa Kulisusu ada tujuh. Sufiks {-a} memiliki 11 alomorf, sufiks {-i} memiliki 11 alomorf, dan sufiks {-ako} memiliki 10 alomorf. Sementara, empat sufiks lainnya, yaitu sufiks {-o}

hanya memiliki 2 alomorf, sufiks {-ano} memiliki 2 alomorf, serta sufiks {-mo} dan {-no}

masing-masing memiliki 1 alomorf. Sufiks-sufiks tersebut jika melekat pada bentuk dasar umumnya berkaitan dengan pembentukan verba imperatif yang bermakna ‘melakukan pekerjaan, ‘membuat sesuatu’, dan ‘memberi ke sesuatu’. Sufiks tersebut juga membentuk nomina yang maknanya berkaitan dengan ‘alat’, ‘tempat’ dan ‘masa’. (3) “Fokus Benefaktif dan Instrumental dalam Kalimat Imperatif Bahasa Jawa” karya Suhandano.

Simpulan dalam penelitian tersebut adalah dimungkinkannya benefaktif dan instrumental difokuskan dalam kalimat imperatif mengindikasikan bahwa bahasa Jawa termasuk bahasa tipe multiple voice atau tipe bahasa Filipina. Tipologi bahasa Jawa berdasarkan evidensi fokus dalam kalimat imperatif ini berbeda dengan tipologi bahasa Jawa berdasarkan evidensi fokus dalam kalimat deklaratif yang menempatkan bahasa Jawa dalam kelompok tipe bahasa dengan dua sistem voice, aktif dan pasif, atau tipe bahasa Indonesia. Perbedaan sistem voice dalam kedua jenis kalimat tersebut tampaknya

(2)

iv Widyaparwa, Volume 49, Nomor 1, Juni 2021

mengindikasikan bahwa bahasa Jawa sedang dalam perubahan dari bahasa tipe multiple voice ke bahasa tipe dua voice, aktif dan pasif. (4) “Struktur Semantis Verba Aktivitas Gigi dalam Bahasa Jawa: Kajian Metabahasa Semantik Alami” karya Ema Rahardian. Dalam penelitian tersebut disimpulkan bahwa verba aktivitas gigi direalisasikan dalam 23 leksikon, yaitumamah, ngilut, ngenyoh, nggayem, ngemah, nginang, nggondol, nyakot/nyokot, nggeget, ngeret, ngerot, nyathèk, ngerah, nyekit, nyisil, ngrokot, ngrikit, mbrakot, nglethak, nglethuk, nglethus, ngremus, dan nglethik. Leksikon-leksikon itu memiliki makna asali melakukan/terjadi dengan komponen semantismengunyah, membawa, menggigit, melepaskan, danmematahkan. Komponen semantis itu dipetakan berdasarkan hubungan pasien dan instrumen. (5) “Makna Pepindhan Manusia PanyandraUpacara PanggihPengantin Adat Jawa Ragam Surakarta” karya Anggyta Aulia Rahma Nardilla. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa jenis pepindhan manusia yang ditemukan pada panyandra upacarapanggih pengantin adat Jawa ragam Surakarta di desa berupa simile dan metafora. Makna dari pepindhan manusia pada penelitian ini berarti kesempurnan, kemewahan, kesakralan, dan keindahan dari penggambaran keadaan pada resepsi pernikahan, pengiring pengantin, kondisi acara, dan doa yang baik untuk rumah tangga pengantin. (6) “Tren Penggunaan Bahasa Asing pada Nama Diri Masyarakat Jawa” karya Prameswari Dyah Gayatri Budi Anggraeni Ilyas dan Teguh Setiawan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa nama diri masyarakat Jawa yang lahir pada tahun 2000--2020 cenderung menggunakan kosakata bahasa Inggris dan bahasa Arab; bentuk tata nama terbagi menjadi agama, penanda kelahiran, karakter yang dikagumi, nama keluarga, dan harapan. (7) “Toponimi Kecamatan di Kabupaten Jember”

karya Wardatul Jannah, Nina Sulistyowati, dan Arum Jayanti. Hasil penelitian tersebut menunjukkan sebagai berikut: bentuk satuan kebahasaan nama kecamatan di Kabupaten Jember berupa kata monomorfemis, kata polimorfemis (afiksasi, kata majemuk, kata majemuk berafiks), dan leksem yang terdiri atas dua morfem; makna dan kategorisasi nama kecamatan di Kabupaten Jember didasarkan pada aspek perwujudan yang berupa wujud air, rupa bumi, flora, fauna dan aspek sosial budaya yang berupa pola budaya dan kebiasaan, doa dan harapan, serta cerita masyarakat. (8) “Phonetic Grammar” of Plosives Sounds Spoken by Sundanese and Javanese” karya Yusup Irawana dan Riani. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa kedua kelompok penutur jati merealisasikan pola voice onset time (VOT) bunyi letupan yang berbeda dan sama. Untuk bunyi-bunyi bersuara plosive

(3)

Widyaparwa, Volume 49, Nomor 1, Juni 2021 v

lenis [b, d, dan g], penutur bahasa Sunda merealisasikannya dengan pola VOT negatif, sedangkan penutur bahasa Jawa merealisasikannya dengan pola VOT positif. Bunyi-bunyi letupan bersuara yang diucapkan oleh penutur bahasa Jawa cenderung “beraspirasi” atau breathy. Pada bunyi-bunyi takbersuara atauplosive fortis[p, t, dan k], kedua kelompok penutur mengucapkannya dengan pola yang sama, yakni pola VOT positif bahkan cenderung ber-VOT nol atauzero. Pola-pola VOT itu merefleksikan kategori fonasi bersuarabreathydan takbersuara untuk bahasa Jawa serta bersuara dan tak bersuara untuk bahasa Sunda.

Selanjutnya, hasil penelitian kesastraan yakni sebagai berikut. (9) “Transformasi Cerita Endang Rara Tompe dalam Pertunjukan “Kethek Ogleng” Pacitan” karya Arif Mustofa, Agoes Hendriyanto, dan Bakti Sutopo. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa struktur pertunjukan “Kethek Ogleng” dipengaruhi oleh pola alur cerita “Panji Endang Rara Tompe”. Namun, secara keseluruhan kisah, hanya diambil beberapa peristiwa, yaitu kemunculan kera, pertemuan kera dengan Endang Rara Tompe, adegan jatuh cinta, dan adegan kembali ke kerajaan. Terdapat dua pola pemindahan dari hipogram cerita

“Endang Rara Tompe” ke pertunjukan “Kethek Ogleng”. Pertama yaitu pemotongan adegan. Pertunjukan “Kethek Ogleng” hanya berisi bagian akhir dari cerita “Endang Rara Tompe”. Adegan kerajaan Jenggala tidak dimunculkan dalam pertujukan “Kethek Ogleng”. Kedua ialah alih tokoh utama. Pengarang mengubah tokoh utama dari Dewi Sekartaji menjadi Panji Asmarabangun atau tokoh kera. (10) “Nilai Pendidikan Karakter Peduli Lingkungan Novel Sawitri dan Tujuh Pohon Kelahiran karya Mashdar Zainal” karya Afry Adi Chandra, Herman J. Waluyo, dan Nugraheni Eko Wardani. Dari penelitian ini diketahui bahwa novel Sawitri dan Tujuh Pohon Kelahiran memuat pendidikan karakter peduli lingkungan yang berwujud sikap kasih sayang terhadap lingkungan; kesetaraan hak perempuan dalam mengelola lingkungan; dan pendidikan pentingnya menjaga lingkungan. (11) “Perbandingan Aspek Lingkungan pada Cerita Rakyat “Pemuda Berseruling Ajaib” Jerman dengan “Dewi Liung Indung Bunga” Kalimantan Selatan” karya Muhammad Yusuf Saputro. Hasil penelitiannya menunjukkan representasi alam yang menggambarkan hutan tropis pada cerita dari Kalimantan Selatan dan wilayah kota dalam perbukitan pada cerita dari Jerman. Nilai kearifan lokal cerita dari Kalimantan menggambarkan kepercayaan memberikan sesembahan dan pengorbanan untuk alam dan cerita dari Jerman sebaliknya menggambarkan penduduk yang suka membuang sampah sembarangan. Telaah unsur

(4)

vi Widyaparwa, Volume 49, Nomor 1, Juni 2021

lingkungan apokaliptik dalam kedua cerita rakyat memiliki kesamaan, yaitu tidak adanya kesadaran manusia untuk memanfaatkan dan menjaga lingkungan. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebuah karya sastra bagian dari lingkungan alam (ekologi) masyarakat setempat. (12)

“Pemanfaatan Media Lift the Flap Book untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca” karya Yuli Triyanto dan Enny Zubaidah. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kemampuan membaca siswa meningkat setelah menggunakan media lift the flap book.

Proses pembelajaran membaca mengalami peningkatan, yaitu nilai rata-rata meningkat dari siklus 1 nilainya 76 dan siklus 2 nilainya 83. Siswa yang nilainya di atas rata-rata meningkat dari siklus 1 sebanyak 46,4% dan siklus 2 sebanyak 85%. (13) “Warna Lokal Jawa NovelPasarKarya Kuntowijoyo dan Sumbangsihnya terhadap Pengembangan Karakter Peserta Didik” karya Ivana Septia Rahaya, Slamet Subiyantoro, dan Budhi Setiawan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa novel Pasar mengandung warna lokal Jawa, seperti latar tempat di Kecamatan Gemolong; sistem religi yang mempercayai adanya Tuhan, tetapi tetap mempertahankan budaya religinya; sistem kemasyarakatan dan organisasi sosial yang menggambarkan status sosial masyarakat Jawa; sistem pengetahuan tokoh priyayi Jawa;

bahasa; serta falsafah Jawa yang digunakan sebagai prinsip hidup masyarakat. Warna lokal dalam novelPasar memiliki peran penting untuk menambah pengetahuan budaya dan nilai- nilai positif. Apabila novel itu digunakan sebagai bahan ajar sastra, bacaan tersebut akan membantu peserta didik dalam mengembangkan karakternya menjadi lebih baik.

Semoga artikel-artikel yang disajikan dalam Jurnal Ilmiah Kebahasaan dan Kesastraan Widyaparwaini dapat menambah wawasan kebahasaan dan kesastraan bagi pembaca.

Yogyakarta, Juni 2021

Pemimpin Redaksi

Referensi

Dokumen terkait

Kemudian, bentuk satuan lingual berupa frasa meliputi nama sapaan atau sebutan bagi keluarga juragan batik dan alat perbatikan yang keduanya termasuk kategori nomina (kata

Hasil analisis mengenai jenis campur kode yang terjadi dalam tuturan siswa Thailand di MA Nurul Islam Jember meliputi campur kode berupa kata dasar, kata ulang, kata majemuk,

Dilihat dari hubungan antarunsur dan makna, kata majemuk bahasa Jepang dan bahasa Bali mempunyai beberapa persamaan. Persamaan tersebut adalah sebagai berikut. 1)

(4) Hipogram yang terdapat dalam puisi “Surat Cinta” dan “Malaikat di Gereja St. Jenis penelitian ini adalah kualitatif. Data yang digunakan berupa satuan estetis yang

(4) Hipogram yang terdapat dalam puisi “Surat Cinta” dan “Malaikat di Gereja St. Jenis penelitian ini adalah kualitatif. Data yang digunakan berupa satuan estetis yang

Bentuk humor sama dengan bentuk kebahasaan yang berupa kata, frasa dan juga ungkapan. Bentuk bahasa yang termasuk humor adalah bentuk kata, frasa, atau ungkapan

Penggunaan bahasa pada papan nama di ruang publik jalan protokol Jakarta menggunakan satuan sintaksis berupa frasa dan kata sementara untuk satuan sintaksis

Data kebahasaan berupa satuan- satuan lingual atau kata-kata yang mendukung aspek kohesi leksikal antonimi dalam cerita animasi KKN di Desa Penari dari akun Youtube Rizky Riplay